Selasa, 31 Desember 2013

Tidak Ada Insentif Pasar bagi Petani

Senin, 30 Desember 2013

JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan permohonan dan izin impor komoditas hortikultura, seperti buah dan sayur, terjadi karena kegagalan komoditas dalam negeri memasok kebutuhan pasar. Hal ini akibat buruknya sistem pasar yang tidak mampu memberikan insentif bagi produsen atau petani.

Menurut pengamat agribisnis yang juga mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Prof Kaman Nainggolan, Minggu (29/12), di Jakarta, ketidaksempurnaan pasar ini terjadi di hampir semua negara berkembang. Ada yang menyebut sebagai kegagalan pasar. ”Tapi, di negara tetangga, seperti Malaysia, masalah itu sudah selesai. Di Indonesia belum ada solusi,” katanya.

Membangun infrastruktur pasar ini merupakan tugas Kementerian Perdagangan. Mereka yang harus berada di garda terdepan, mengoordinasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah.

Infrastruktur pasar yang baik dan pengelolaan yang profesional akan memberikan insentif bagi petani untuk berproduksi. Karakter permintaan ataupun produksi komoditas pertanian, termasuk hortikultura, kurang elastis.

Ketika terjadi sedikit kelebihan atau kekurangan pasokan, harga akan melambung atau jatuh. ”Harga tidak bisa pas, padahal yang diperlukan produsen/ petani kepastian untung dalam berproduksi,” ungkapnya.

Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia besar sehingga volume izin impor 600.000 ton pada semester I-2014 tergolong kecil dibandingkan yang bisa disediakan dari produksi dalam negeri.

Bayu optimistis tidak semua izin impor yang diberikan bisa direalisasikan. Biasanya lebih rendah. Di sisi lain, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia juga masih rendah.

Sekretaris Jenderal Dewan Hortikultura Nasional Karen Tambayong mengatakan, waktunya pemangku kepentingan memperhatikan hortikultura. Pemerintah harus tahu pasokan produk karena memang ada yang bergantung pada impor. (MAS)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/131230kompas/#/15/

Politik Pangan Global

Senin, 30 Desember 2013


CONTROL oil and you control nations; control food and you control the people.” Kalimat yang diucapkan Henry Kissinger tersebut sangat relevan saat ini.

Pertarungan ke depan adalah pertarungan dalam mengamankan pasokan pangan suatu negara bagi penduduknya, pertarungan memperebutkan pasar pangan global, hingga pertarungan dalam upaya memperebutkan dan mengakses sumber daya produktif berupa lahan melalui apa yang dikenal dengan land grabbing.

Geopolitik sektor pangan berbeda dengan geopolitik di sektor energi. Produsen energi, dalam hal ini minyak bumi, kurang memiliki peran, sebaliknya justru pengguna energi yang memegang peran besar dalam percaturan ekonomi dan politik global (The End of Oil, Roberts 2005).

Pemakaian energi menentukan hierarki negara-negara di dunia. Semakin besar suatu negara mengonsumsi energi, semakin tinggi hierarki negara tersebut di dunia. Amerika Serikat membakar
sekitar 19,2 juta barrel minyak per hari, sedangkan Indonesia hanya sekitar 1,4 juta barrel per hari. Pemakaian minyak bumi di China saat ini sekitar 10,3 juta barrel per hari atau meningkat sebesar 448 persen hanya dalam kurun waktu dua dekade. India juga muncul sebagai kekuatan ekonomi dan politik baru di dunia. Negara tersebut mengonsumsi minyak bumi sebesar 3,6 juta barrel per hari atau meningkat sebesar 300 persen dalam dua dekade terakhir (US Energy Information Administration, 2012, The Richest, 13/5/2013).

Di sektor pangan yang terjadi sebaliknya. Dulu diasumsikan negara-negara yang mampu memproduksi pangan untuk rakyatnya dan bahkan mengekspornya ke negara lain—yang tahun 1960-an diwakili negara-negara berkembang—justru dipandang kurang maju. Berkaitan dengan asumsi ini, negara berkembang mulai mengalihkan perhatiannya ke industri dan jasa dan melupakan sektor pertanian. Peran ini kemudian diambil alih negara-negara maju yang saat ini menjadi produsen pangan global. Korporasi mereka menguasai semua lini, dari penyediaan sarana produksi, pengembangan benih, pupuk, dan pestisida, hingga perdagangan pangan internasional.

Bersamaan dengan itu, pertumbuhan permintaan pangan dan produk pertanian lainnya mulai meningkat pesat di negara-negara berkembang. Saat ini terjadi peningkatan tajam konsumsi gandum, beras, produk hewani, buah-buahan, dan sayuran akibat meningkatnya pendapatan dan urbanisasi yang pesat. Permintaan untuk jagung juga meningkat tajam terutama untuk pakan dan bioenergi, yang menjadi salah satu pemicu krisis pangan di 2008. Negara berkembang akan memainkan peran besar bukan sebagai negara produsen pangan, melainkan justru menjadi pasar global pangan. Diproyeksikan sekitar 86 persen peningkatan konsumsi serealia global antara tahun 1995 hingga 2025 akan datang dari negara berkembang (International Food Policy Research Institute/IFPRI, 2002). Pertumbuhan permintaan serealia terbesar akan datang dari Asia, terutama Asia Tenggara, India, dan China. Angka yang hampir mirip terjadi pada pertumbuhan permintaan daging dan unggas serta produknya.

Tahun 2025 Asia akan mengalami defisit serealia sebesar 135,4 juta metrik ton, China 39,8 juta metrik ton, India 17,9 juta metrik ton, dan Asia Tenggara 5,8 juta metrik ton. Angka defisit tersebut mengalami peningkatan drastis dibandingkan tahun 1995. Pada tahun tersebut, seluruh wilayah Asia mengimpor serealia sebesar 67,8 juta metrik ton, bahkan India pada tahun 1995 masih mendulang surplus sebesar 3,5 juta metrik ton (IFPRI, 2002) dan berlanjut hingga sekarang.

Negara berkembang akan mengalami defisit serealia 239,7 juta metrik ton pada 2025 atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan 1995, yaitu 108,4 juta metrik ton. Tidak hanya serealia, Asia dan negara berkembang lain semakin lama akan semakin bergantung pada impor sumber pangan lainnya, seperti daging, kedelai, tepung, dan umbi-umbian. Riset lain menghasilkan ramalan yang lebih mencemaskan. Pada 2025, Asia Selatan akan mengalami defisit pangan 25,1 juta ton serta Asia Timur dan Tenggara 126,9 juta ton. Seluruh dunia juga mengalami krisis pangan dengan defisit 68,8 juta ton.
Geopolitik pangan

Lalu, dari manakah semua permintaan pangan tersebut terpenuhi? Jika tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan terkait pangan dan pertanian di negara-negara berkembang, maka negara-negara maju di Eropa, Amerika Utara, dan Australia akan semakin besar peranannya dalam geopolitik pangan. Ironis, negara berkembang yang semula eksportir pangan semakin lama akan semakin tergantung dari negara maju untuk memenuhi kebutuhan paling dasar dari penduduknya.

Pada tahun 2025, negara maju akan mengalami surplus produksi serealia 247,5 juta metrik ton, yang meningkat hampir 2,5 kali dari 30 tahun sebelumnya, yaitu 107,6 juta metrik ton. Produksi daging, tepung, dan umbi-umbian di negara maju akan mengalami surplus masing-masing 3,9 juta metrik ton, 3 juta metrik ton, dan 19,8 juta metrik ton. Hanya kedelai yang akan mengalami defisit 7,6 juta metrik ton. Surplus pangan yang sedemikian besar harus disalurkan ke wilayah lain dengan mempertahankan sekuat tenaga politik perdagangan bebas ala WTO. Negara-negara eksportir pangan dunia menggunakan berbagai upaya untuk menekan negara importir pangan, terutama negara berkembang, agar terus bergantung pada impor dari negara maju.

Hal tersebut diperlihatkan dengan gamblang melalui pertarungan terbuka di pertemuan WTO di Bali (3-6/12/2013) antara Amerika Serikat, yang didukung negara-negara maju dan eksportir pangan lainnya, melawan India, yang berjuang sendirian. India menginginkan subsidi pertanian lebih dari 10 persen dari total output pertanian dan membayar hasil produksi petani India di atas harga pasar untuk produk yang dibeli oleh pemerintah untuk cadangan pangan. Amerika Serikat menjadi oponen vokal terhadap India dan mengecam India karena mengeluarkan usulan yang melawan spirit perdagangan bebas yang secara umum bertujuan untuk mengurangi—bukan meningkatkan—intervensi negara terhadap pasar. Ironis, negara-negara berkembang lainnya termasuk Indonesia, yang seharusnya mendukung India, justru pada posisi sebaliknya.

Amerika Serikat dan negara maju lainnya menyubsidi petani kaya mereka dengan nilai yang luar biasa besar, yaitu sekitar 360 miliar dollar AS per tahun (Brown, 2012) setara Rp 4.140 triliun, yang jauh lebih besar dari total subsidi yang diberikan semua negara berkembang untuk petaninya. Dengan subsidi yang sedemikian besar, produksi pertanian mereka meningkat dan terjadi surplus pangan yang kemudian dilepas ke pasar internasional dengan harga rendah artifisial yang menghancurkan pertanian negara berkembang. Dominasi tersebut ingin terus dipertahankan dengan menghambat upaya negara berkembang untuk melindungi petaninya.
Sikap Indonesia

Meskipun ada prasangka bahwa kerasnya India bertahan pada posisinya berkaitan dengan program populis menghadapi pemilu India pada tahun depan, sikap India tersebut sangat tepat karena menunjukkan dengan tegas pembelaan India terhadap petani kecil mereka yang menyusun lebih dari setengah lapangan pekerjaan di India. Pembelaan India terhadap petani kecilnya sudah cukup lama yang mewujud dalam peningkatan produksi pangan di India. India saat ini merupakan eksportir neto pangan. Pada tahun 2011 India mampu mengekspor beras 4,5 juta ton, jagung 2,2 juta ton, dan tepung kedelai 4,2 juta ton.

Sikap India menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia yang menjadi importir belasan produk pangan dari negara lain. Kita tidak bisa menggantungkan diri pada produksi pangan dunia di masa depan. Akibat penguasaan sektor pertanian dan pangan yang semakin mengerucut ke perusahaan multinasional dan spekulan pangan, harga pangan mulai merangkak naik. Dalam 10 tahun terakhir ini harga semua serealia meningkat di atas 100 persen dan tiga krisis pangan terjadi hanya dalam kurun waktu 5 tahun. Jika negara-negara maju menaati semua klausul di WTO dengan menurunkan subsidi bagi petani mereka, maka harga pangan di masa depan akan semakin tinggi lagi. Iklim yang semakin sulit diprediksi dan konversi pangan ke energi akan memperparah kondisi tersebut. Semoga ini menyadarkan kita dan terutama pemerintah untuk lebih memerhatikan sektor pangan dan pertanian dan melindungi petani kecil kita dari politik pangan global yang tidak adil.

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB dan Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/131230kompas/#/7/

Pupuk Langka, Petani di Ponorogo Menjerit Harga Melangit

Senin, 30 Desember

Petani Pupuk Langka, Petani di Ponorogo Menjerit Harga Melangit

Ponorogo – Musim tanam ternyata tidak berjalan mulus bagi sejumlah petani di Ponorogo. Pasalnya, harga pupuk dinilai telash naik secara sepihak. Tak hanya itu, disejumlah daerah justru terjadin kelangkaan pupuk.

Tak mau berkepanjangan,Melalui Forum Tani Suromenggolo, para petani ini berharap ndinas terkait segera mengambil langkang konkrit untuk berpihak pada petani. Bahkan, wacana distrtibusi pupuk melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) mulai muncul dipermukaan.

Hal itu diungkap Ketua Forum Tani Suromenggolo, Ruslan kepada Deliknews.com. “Kita mendapat laporan dari sejumlah petani diberbagai wilayah di Ponorogo. Semua hamper sama, harga pupuk naik cukup tinggi. Ada juga wilayah yang pupuk sudah mulai langka,”terangnya.

Ia juga menerangkan, keluhan petani terklait harga pupuk ZA yang bias mencapai 110 ribu per sak. Padahal harga normalnya hyanya berkisar 75 ribu rupiah.

Untuk Ponska bias mencapai 120 ribu per sak. Harga itu, jelas sangat merugikan petnai yang memasuki masa tanam. Sebab kebutuhan pupuk menjadi salah satu kebersahilan dalam musim panen nanti. “Ini kita duga kuat terlah terjadi permainan harga ditingkat kios.

Apalagi petani harus membeli satu paket seharga 200 ribu untuk ZA dan Ponska, jika terpisah harganya pasti lebih mahal. Padahal, tidak setiap petani membutuhkan paket pupuk tersebut bagi yang lahannya sedikit,”terangnya.

Lebih lanjut Ruslan mengatakan, sejumlah daerah, misalnya Pulung, pupuk urea juga mulai sulit ditemui dipasaran. Petani harus antri dan membagi pupuk karena keterbatasan stok. ZA di wiliayah Pulung juga ditemui mulai langka. Kekewatiran kelangkaan pupuk seperti yang dialami
daerah Ngawi mulai terbayang akan terjadi di Ponorogo, jika kondisinya terus seperti ini. “Petani berharao, nagar distribusi pupuk dikoordinasi oleh Gapoktan. Dengan harapan t5idak terjadi permainan harga dan terdistribusi dengan baik ke petani,”terangnya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian belum dapat dikonfirmasi mengenai hal ini. Pesan pendek yang dikirim tidak dibalas. Pun tel yang dihubungi belum diangkat.
(Elno)

http://www.deliknews.com/2013/12/29/pupuk-langka-petani-di-ponorogo-menjerit-harga-melangit/#.UsHsPvsy9ek

Laporkan Dahlan Iskan, Admin Akun "TrioMacan2000" Temui Dipo Alam

Senin, 30 Desember 2013

Sekretaris Kabinet Dipo Alam bertemu dengan kuasa hukum TrioMacan2000, Senin (30/12/2013). Akun anonim TrioMacan 2000 berencana melaporkan sejumlah kasus dugaan korupsi Menteri BUMN Dahlan Iskan.
JAKARTA, KOMPAS.com — Administrator akun Twitter "TrioMacan2000" dijadwalkan bertemu Sekretaris Kabinet Dipo Alam di kantor Sekretariat Kabinet, Jakarta, Senin (30/12/2013). Para admin akun itu akan menyerahkan laporan dugaan korupsi Menteri BUMN Dahlan Iskan.

Pertemuan ini berawal dari debat antara Dipo dan akun "TrioMacan2000" dalam jejaring sosial Twitter, Minggu (29/12/2013) kemarin. TrioMacan awalnya mengunggah serial tweet tentang dugaan korupsi yang dilakukan Dahlan Iskan. Dahlan dituduh telah melakukan berbagai korupsi mulai dari kasus dana bencana Nusa Tenggara Timur dan Aceh, kasus korupsi di PLN, dan kasus korupsi PLTU Embalut, Kalimantan Timur.

"TrioMacan2000" mengatakan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebenarnya sudah tahu, tetapi berusaha melindungi Dahlan. Atas tuduhan-tuduhan itu, Dipo pun bereaksi dan meminta agar "TrioMacan2000" menyerahkan bukti-bukti tuduhannya.

Melalui akun Twitternya, @dipoalam49, ia menantang admin akun anonim itu untuk bertemu dengan membawa bukti ke kantor Setkab. Namun, admin "TrioMacan2000" batal menghadiri pertemuan itu setelah ditunggu Dipo hingga pukul 08.30. Sebagai gantinya, admin TrioMacan2000 mengutus empat kuasa hukumnya untuk bertemu Dipo.

"Silakan saja untuk menyerahkan data, ini semua anak-anak muda yang harus kita terima," ucap Dipo.

Pertemuan yang awalnya berlangsung terbuka ini akhirnya berlangsung tertutup karena permintaan dari empat kuasa hukum "TrioMacan2000". "Karena ini permintaan kuasa hukum, kami hormati karena bukan saya yang undang media. Jadi, tergantung dari TrioMacan. Dimohon, wartawan silakan keluar," kata Dipo.

Hingga kini, pertemuan antara Dipo dan kuasa hukum "TrioMacan2000" masih berlangsung.

http://nasional.kompas.com/read/2013/12/30/0926055/Laporkan.Dahlan.Iskan.Admin.Akun.TrioMacan2000.Temui.Dipo.Alam

Senin, 30 Desember 2013

Paket Bali dan Negara Berkembang

KOMPAS,  28 Desember 2013

DI luar dugaan, Konferensi Tingkat Menteri IX WTO di Bali akhirnya berhasil menyepakati Paket Bali. Dirjen WTO Roberto Azevedo dan Ketua Konferensi WTO yang juga Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan bungah.
Setelah macet 12 tahun tanpa hasil, sebagian agenda Putaran Doha bisa diselesaikan. Roberto dan Gita yakin hasil ini akan mengembalikan kepercayaan 160 anggota WTO tentang pentingnya kerja sama multilateral.

Paket Bali berisi tiga hal: fasilitas perdagangan, paket pembangunan untuk negara kurang berkembang, dan pertanian. Dua paket pertama mulus disetujui. Perundingan paling alot terjadi pada agenda pertanian. Dimotori India, kelompok G-33 yang dipimpin Indonesia mendesakkan penaikan subsidi pertanian, dari 10 persen menjadi 15 persen tanpa batas waktu. Sekitar 40 persen dari 1,2 miliar penduduk India bekerja di pertanian dan terancam kelaparan. India berkepentingan menjamin hak pangan warga tanpa diatur-atur WTO.

Memaknai Paket Bali

Dimotori AS, negara-negara maju menentang India. Argumennya, subsidi untuk memperkuat cadangan pangan mendistorsi pasar jika merembes. Usulan India akhirnya disetujui jadi bagian Paket Bali dengan peace clauseempat tahun. Setelah itu dijanjikan ada solusi permanen. Pertanyaannya, benarkah negara berkembang diuntungkan Paket Bali? Benarkah Paket Bali mencerminkan free and fair trade seperti diyakini SBY? Bisakah negara berkembang memanfaatkan 1 triliun dollar AS yang didorong perdagangan dunia?

Paket Bali sejatinya tidak mengubah apa-apa. Negara maju tetap pada wajahnya yang lama: banyak menuntut tetapi pelit memberi. Pertama, peace clause empat tahun sejatinya hanyalah omong kosong. Itu karena hasil negosiasi dengan tenggat empat tahun tersebut telah ditukar (trade off) dengan fasilitas perdagangan yang akan meliberalisasi secara luas pasar di negara-negara berkembang. Lagi pula, skema peace clause  hanya berlaku untuk cadangan pangan, bukan untuk yang lain. Janji solusi permanen juga tak jelas bagaimana wujudnya dan kapan akan diberlakukan? Boleh jadi, empat tahun lagi negara maju berganti taktik.

Kedua, Paket Bali mencerminkan tetap berlanjutnya diskriminasi. Menurut WTO, dengan mengamini argumen AS, subsidi guna memperkuat cadangan pangan mendistorsi perdagangan. Di lain pihak, subsidi pangan dan pertanian di negara-negara maju tetap dibolehkan oleh WTO. Ini tecermin dari tetap dilegalkanya subsidi ekspor dan dukungan domestik yang oleh WTO dimasukkan dalam Green Box, Blue Box, dan de minimis.

Ketiga, inti Paket Bali tetap berfokus pada akses pasar (market access). Ini tecermin dari disetujuinya poin-poin dalam fasilitas perdagangan. Isu ini memang eksklusif milik negara-negara maju. Dengan disetujuinya poin fasilitas perdagangan, lewat WTO negara-negara maju bisa mendesak dibangunnya sejumlah fasilitas seperti kepabeanan, pelabuhan, dan perizinan serta fasilitas pengukuran kesehatan di negara berkembang. Itu semua memakan biaya besar. Padahal, fasilitas ini tak lain untuk melancarkan lalu lintas barang impor di negara-negara berkembang. Impor bakal membanjir, termasuk ke Indonesia.

Janji negara-negara berkembang akan menikmati kue ekonomi yang didorong oleh perdagangan dunia hanya janji surga. Dengan pelbagai standar teknis internasional dan asal barang, persyaratan lingkungan dan kesehatan di negara-negara maju akan cukup efektif membendung masuknya aneka produk dari negara berkembang. Selain pelbagai hambatan new non-tariff barrier itu, negara maju juga memberlakukan tarif eskalasi untuk sejumlah produk olahan. Dengan cara itu, sulit produk negara berkembang menembus pasar negara maju. Negara maju hanya tertarik membuka pasar bahan baku.

Kemenangan korporasi

Menurut sebuah studi Bank Dunia, skenario Putaran Doha hanya memberikan keuntungan kepada negara-negara maju. Menurut Bank Dunia, negara-negara berkembang hanya memperoleh sekitar 16 miliar dollar AS, sementara negara-negara maju mendapatkan keuntungan hingga 96 miliar dollar AS sampai 2015.

Yang paling diuntungkan adalah korporasi. Menurut World Trade Report 2013, ”80 persen ekspor AS dikuasai satu perusahaan besar, 85 persen ekspor Eropa ada di tangan 10 persen eksportir besar, dan 81 persen ekspor terkonsentrasi pada lima perusahaan ekspor di negara berkembang”. Jadi, Paket Bali adalah kemenangan korporasi.

Keempat, Paket Bali menegaskan adanya dua dunia di belahan bumi: utara yang makmur dan kaya serta selatan yang miskin dan melarat. Ada negara berpendapatan per kapita lebih dari 40.000 dollar AS, tetapi jumlah penduduk yang pendapatan per kapita 1.000 dollar AS per tahun atau kurang amat banyak.

Lebih dari 1,2 miliar orang atau satu dari setiap lima penduduk dunia harus hidup dengan 1 dollar AS per hari atau kurang. Mereka miskin, kurang gizi, rentan terhadap bencana dan gejolak, serta akses terhadap kesehatan dan pendidikan rendah. Negara-negara ini masih bergulat dengan persoalan kebutuhan dasar.

Di sisi lain, negara-negara maju yang telah mencapai tahapan tertinggi dari pembangunan industri, jasa, dan perdagangan terus melakukan ekspansi pasar guna menghindari stagnasi ekonomi. Negara-negara ini terus mengejar kemajuan tiada henti, tanpa mau tahu pelbagai masalah yang membelit negara-negara berkembang dan miskin: rendah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, sumber daya manusia, serta lemah akses pasar dan modal. Apakah demikian ini yang dinamakan perdagangan bebas yang bukan hanya free, melainkan juga fair trade?

Yang amat disesalkan adalah peran Indonesia. Sebagai tuan rumah, Indonesia lebih banyak mendorong Paket Bali agar segera (bisa) disepakati. Sebagai Ketua G-33, posisi Indonesia juga ”abu-abu”. Tak jelas kepentingan nasional yang diperjuangkan. Sebagai tuan rumah, di mata dunia luar Indonesia akan dipuji WTO dan korporasi karena telah berhasil memfasilitasi terus berlanjutnya mesin ekonomi WTO dan perputaran kapital mereka. Di dalam negeri, Indonesia kembali menuai kecaman karena tak gigih membela kepentingan nasional. Jangan-jangan memang kita tak merumuskan semua itu? 

Khudori  ;   Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia;
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat (2010-2014)

http://budisansblog.blogspot.com/2013/12/paket-bali-dan-negara-berkembang.html

Pupuk Langka, Petani OKU Gagal Panen

Minggu, 29 Desember 2013

Metrotvnews.com, OKU: Memasuki musim tanam rendeng awal tahun 2014, petani di OKU Raya, Sumatera Selatan, kesulitan mendapat pupuk urea dan SP36. Kelangkaan pupuk membuat pertumbuhan padi terganggu. Akibatnya, produksi padi pun ikut terganggu.

Sebulan terakhir petani di OKU Timur, OKU Induk dan OKU Selatan mengalami kelangkaan pupuk. Petani tak bisa mendapatkan padi berkualitas baik karena kurangnya asupan nutrisi dari pupuk. Kelangkaan pupuk sebulan terakhir disebabkan sedang berlangsungnya tutup buku pengajuan distribusi pupuk oleh kelompok petani ditolak PT Pusri.

Selama ini, menurut petani, distribusi pupuk urea cenderung lancar. Sementara pupuk SP36 atau NPK memang selalu langka sepanjang tahun. Sayangnya, di penghujung tahun 2013, kedua pupuk ini langka.

Tak hanya kelangkaan pupuk, para petani juga dibuat resah dengan melonjaknya serangan hama, wereng, lembing dan tikus. Air irigasi yang terus bermasalah selama ini juga menjadi masalah tersendiri bagi petani di OKU Raya.

http://www.metrotvnews.com/metronews/read/2013/12/29/6/204203/Pupuk-Langka-Petani-OKU-Gagal-Panen

Pupuk Bersubsidi Langka, Harga Naik Petani NTB Resah

Minggu, 29 Desember 2013

Bisnis.com, MATARAM - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat  mengevaluasi penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi yang belakangan ini dikeluhkan petani, sekaligus mencari solusi terbaiknya.

"Kami tengah berkoordinasi dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk mengevaluasi penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi itu," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi NTB H Lalu Imam Maliki, Minggu (29/12).

Sejak beberapa pekan terakhir ini, petani di sejumlah daerah di wilayah NTB mengeluhkan kelangkaan pupuk urea dan tingginya harga pupuk bersubsidi itu.

Harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea bersubsidi di tingkat pedagang pengecer resmi yang masih berlaku sebesar Rp1.800 per kilogram, HET pupuk ZA sebesar Rp1.400 per kilogram dan pupuk NPK Rp2.300 per kilogram.

HET pupuk bersubsidi itu sesuai Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 32 Tahun 2010 tentang Penetapan Perubahan Permentan No 50/2009 yang mengatur tentang kebutuhan dan HET pupuk bersubsidi, yang masih berlaku di 2011, 2012 dam 2013.

Namun, pada kenyataannya harga pupuk bersubsidi di wilayah NTB itu melebihi HET dan sulit didapat.

Imam mengatakan, pihaknya masih mengevaluasi penyebab kelangkaan pupuk bersubsidi itu, apakah langka dan mahal karena kuotanya dibatasi atau akibat kendala pendistribusiannya.

Salah satu kendala teknis dalam pendistribusian di wilayah NTB yakni minimnya tenaga buruh bongkar muat di Pelabuhan Lembar, Kabupaten Lombok Barat.

Namun, Imam mengaku lebih intens berkoordinasi dengan para distributor pupuk bersubsidi yang beroperasi di wilayah NTB, guna menyelesaikan kendala teknis itu.

Para distributor diminta untuk menambah tenaga buruh meskipun dadakan agar distribusi pupuk bersubsidi itu segera direalisasi, mengingat petani terus mengeluhkan kelangkaan pupuk urea dan pupuk bersubsidi lainnya di pasar.

"Atau karena petani tertentu memborong stok pupuk di pasar sehingga petani lainnya tidak kebagian, itu juga sedang dievaluasi," ujarnya.

Apalagi, secara nasional rencana penyaluran pupuk bersubsidi tahun anggaran 2013 sebanyak 8,611 juta ton sedangkan serapan awal bulan Desember mendekati habis, sehingga Kementerian Pertanian mengajukan tambahan kuota, yang menurut Herman Khaeron angka rasional yaitu 9,25 juta ton.

Versi Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi NTB kuota pupuk urea untuk NTB lebih dari cukup, sehingga tidak cukup beralasan jika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga secara sepihak.

Justru daya serap petani setiap tahun rata-rata kurang dari kuota yang ada, misalnya sebanyak 122.212 ton atau 85 persen dari kuota pada musim tanam 2011 sebanyak 139.290 ton yang direvisi oleh Kementerian Pertanian dari kuota sebelumnya 150.000 ton.

Karena itu, kuota pupuk urea pada 2012 dikurangi menjadi 122.700 ton dan kuota 2013 diperkirakan masih sama dengan kuota 2012. Diduga kelangkaan dan tingginya harga pupuk Urea itu erat kaitannya dengan persoalan teknis distribusi.

Imam mengaku, akan meningkatkan pantauan penyaluran pupuk urea bersubsidi yang sejak Januari 2012 sudah menggunakan sistem rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).

Penyaluran pupuk urea bersubsidi itu, melibatkan sebanyak 11 distributor dan ribuan pedagang pengecer resmi di seluruh kabupaten/kota se-NTB yang menjadi mitra PT Pupuk Kaltim.

"Dengan begitu, para petani yang terdaftar dalam RDKK bisa membeli pupuk urea bersubsidi sesuai dengan HET, dan setiap petani sudah dijatahkan sesuai luas lahan yang tercatat dalam RDKK," ujarnya. (Antara)

http://m.bisnis.com/quick-news/read/20131229/78/194633/pupuk-bersubsidi-langka-harga-naik-petani-ntb-resa

Madiun Langka Pupuk Bersubsidi

Sabtu, 28 Desember 2013

SURYA Online, MADIUN - Pupuk bersubsidi mulai langka di pasaran sejak memasuki masa tanam sekitar 2 pekan lalu. Diduga, pupuk bersubsidi dimainkan para pemilik modal yang memborong menggunakan nama kelompok tani yang tidak memiliki modal untuk membeli pupuk. Selanjutnya, pupuk dijual kembali ke petani dengan pembayaran paska panen.

"Kami sampai sekarang masih menunggu sisa Delivery Order (DO) yang sudah kami ajukan agar tidak ada keterlambatan dalam memberikan pupuk untuk tanaman padi petani," ujar pendamping Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) KPH Saradan, Joko Santoso kepada Surya, Sabtu (28/12/2013).

Dengan langkanya pupuk bersubsidi ini, Joko meminta sejumlah penyidik dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Pemkab Madiun turun tangan mengatur lalu lintas distribusi pupuk bersubsidi.

Selain itu, jika ditemukan ada penyimpangan dan penyelewengan dalam distribusi pupuk bersubsidi, segara menindak tegas agar memberikan efek jera sekaligus tak ada permainan di tingkat pemilik modal di musim tanam.

"Memang kelihatannya pupuk masih ada tetapi prakteknya sudah sepi dan langka di kios maupun di sejumlah kelompok tani. Makanya dalam menyikapi masalah ini Dinas Pertanian harus jeli," paparnya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Pemkab Madiun, M Najib menegaskan, stok pupuk bersubsidi masih aman di pasaran untuk musim tanam tahun ini.

Dia merinci, sejak Nopember 2013 stok pupuk sudah ditebus distributor 5.787 ton untuk mencukupi 30.000 hektar tanaman padi di wilayah Kabupaten Madiun.

"Karena sekarang yang sudah ditanami baru 20.000 hektar, maka masih ada sisa potensi 10.000 hektar. Berdasarkan perhitungan kami, stok pupuk masih cukup dan tak mungkin ada kelangkaan pupuk di lapangan," pungkasnya.

http://surabaya.tribunnews.com/2013/12/28/madiun-langka-pupuk-bersubsidi

Prabowo Setuju Hasil Paket WTO

Selasa, 24 Desember 2013


JAKARTA, BARATAMEDIA – Partai Gerindra menyatakan setuju dengan hasil Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) IX di Bali. Sebab, keputusan itu dianggap mampu memberi ruang bagi para petani dan nelayan.

Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan, dirinya memang sempat khawatir terkait keputusan itu. Namun setelah mendapat penjelasan, dirinya malah menganggap ini lebih baik.

“Jadi yang tadinya kita khawatir, ada ruang kita untuk membela. Dari persetujuan itu, laporan yang saya terima, komoditas tertentu, kita masih boleh pasang tarif harga 60 persen. Jadi lebih baik dari sebelumnya,” jelas Prabowo saat jumpa pers di kantor DPP Gerindra, Jakarta, Senin (23/12).

Adanya keputusan WTO IX, lanjut Prabowo, membuat kita boleh melindungi para petani, sepanjang boleh dilindungi. Bahkan, hal ini bisa dikatakan sebagai kemenangan bagi Indonesia.

Bahkan, calon presiden partai Gerinda ini juga menegaskan kembali kalau keputusan di Bali beberapa waktu lalu itu dapat membantu juga melindungi petani dan nelayan.

“Jadi Gerindra akhirnya tidak terlalu kecewa dengan pertemuan itu,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengatakan, Paket Bali tercapai setelah Amerika Serikat dan negara maju menyepakati perubahan teks kesepakatan yang membuka keleluasaan kepada India untuk menegosiasikan besaran subsidi dan stok pangannya dalam empat tahun ke depan. Selain itu tuntutan negara berkembang seperti Kuba, Venezuela, Bolivia dan Nikaragua tentang paket pertanian pada akhirnya juga disetujuai oleh negara maju.

“Pertama itu terkait paket pertanian, di mana mereka menginginkan adanya solusi permanen, di ujungnya solusi interen untuk kepentingan memberikan subsidi kepada produk-produk pertanian mereka tanpa batasan dan perkecualian itu sudah disepakati dan diberikan oleh negara-negara maju.” ujarnya beberapa waktu lalu.

Gita menyebutkan negara maju juga menyetujui permintaan negara-negara Amerika Latin yang meminta dihentikannya praktek diskriminatif terhadap produk ekspor negara miskin dan berkembang.

“Dan itu juga mencerminkan kepentingan negara berkembang agar tidak adanya praktek diskriminatif dari negara-negara maju dan ini adalah semangat yang sepadan dengan semangat yang dituangkan dalam kesepakatan perdagangan bebas multilateral yang sudah disepakati puluhan tahun yang lalu, itu semuanya adalah bagian dari paket Bali,” tambah Gita. (ali).

http://www.baratamedia.com/read/2013/12/24/53011/prabowo-setuju-hasil-paket-wto

Minggu, 29 Desember 2013

Megawati: Petani dan Nelayan Indonesia Harus Dapat Proteksi

Sabtu, 28 Desember 2013

Megawati: Petani dan Nelayan Indonesia Harus Dapat Proteksi
“Kalau petani tidak diberi proteksi, maka petani Indonesia akan mati”.

Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

VIVAnews – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, Sabtu 28 Desember 2013, menyatakan bahwa petani dan nelayan dalam negeri harus tetap diberi subsidi sebagai bentuk perlindungan dalam menghadapi persaingan era perdagangan bebas.
Megawati menilai, Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) yang dibentuk untuk mewujudkan liberalisasi perdagangan bagaimanapun tetap harus diwaspadai jika cenderung tidak menguntungkan kepentingan Indonesia.

Liberalisasi perdagangan ditandai dengan karakteristik pasar yang sangat terbuka untuk produk dan jasa. Artinya, perdagangan bisa dilakukan secara luas dan bebas di antara negara satu dengan lainnya.

Oleh karena itu, menurut Megawati, Indonesia harus menyiapkan diri menghadapi ketatnya persaingan di pasar bebas itu. Jika Indonesia tidak mampu bersaing, bukan tidak mungkin perdagangan bebas malah akan menjadi bentuk penjajahan baru.

“Kalau petani tidak diberi proteksi dan semua produk pertanian itu masuk ke Indonesia secara bebas, maka petani Indonesia akan mati,” ujar Megawati dalam sambutannya pada seminar bertajuk Semangat Kebangsaan Abad 21 di Universitas Sanata Dharma, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Demikian pula dengan para nelayan yang tak mungkin bersaing dengan nelayan modern dari luar negeri. “Bagaimana nelayan kita bersaing dengan nelayan dari luar negeri yang bisa menangkap ikan lalu mengolah ikannya di kapal itu dan langsung siap dipasarkan?,” kata Megawati.

Ia menjelaskan, Italia yang sudah termasuk negara maju pun tetap memberikan proteksi kepada petani tomatnya. Karena warga Italia tidak bisa hidup tanpa tomat. Jika tidak ada proteksi, petani bisa menaikkan harga tomat, Jika hal itu terjadi, serikat buruh akan protes atas mahalnya harga tomat dan dikawatirkan terjadi pemogokan.

“Bagaimana dengan Indonesia? Lha kok dilepas begitu saja tidak ada proteksi? Bagaimana besok kalau tenaga kerja dari luar masuk dan bekerja jadi tukang sapu? Maka tukang sapu dari Indonesia yang akan klenger. Itu harus dipikir,” kata Megawati.

Menurut Megawati, Indonesia belum siap untuk menerima WTO jika tidak ada perlindungan pemerintah kepada masyarakatnya. Alih-alih memberikan perlindungan, subsidi yang diberikan kepada rakyat justru diributkan.

“Subsidi itu boleh saja diberikan, berapa besar yang harus diberikan. Namun, kewajiban pemerintah harus ditegakkan dalam memberikan perlindungan kepada petani, nelayan dan lainnya,” kata Megawati.

http://presiden2014.com/news/index.php/megawati-petani-dan-nelayan-indonesia-harus-dapat-proteksi/

Jumat, 27 Desember 2013

Petani Menjerit, Golkar Desak Pemerintah Atasi Kelangkaan Pupuk

Kamis, 26 Desember 2013

Petani Menjerit, Golkar Desak Pemerintah Atasi Kelangkaan Pupuk

JAKARTA, MEDIA CENTER  – Partai Golkar mendesak pemerintah segera melakukan pengawasan terhadap distribusi pupuk untuk petani. Pasalnya, memasuki masa tanam petani banyak mengeluhkan kelangkaan pupuk.
“Pengawasan harus dilakukan secepatnya oleh pemerintah untuk mengatasi kelangkaan pupuk yang banyak dikeluhkan para petani di beberapa daerah saat memasuki masa tanam,” ujar anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Siswono Yudhohusodo di Jakarta, Selasa (24/12/2013).
Dia menjelaskan, kelangkaan pupuk telah membuat petani mengalami kebingungan, sebab musim tanam sudah memasuki hitungan hari.
“Pemerintah harus turun tangan mengambil langkah taktis yang dapat mengatasi kelangkaan pupuk. Apa masalah, dimana yang bermasalah, harus diketahui,” ujarnya.
Dia menegaskan, kesulitan yang dialami para petani tersebut, akan berdampak jangka panjang pada kurangnya stok beras.
“Bagian terbesar di Indonesia bagian barat memasuki masa tanam saat ini. Dan masa tanam di sana berkontribusi 60% pada produksi nasional,” kata dia.
Untuk itu, kata dia, keluhan di beberapa tempat seperti di Lumajang, Kabupaten Malang, Bojonegoro, Jawa Timur dan Kudu di Jawa Tengah harus segera disikapi dengan cepat dan tepat.
“Jangan sampai keluhan mereka dibiarkan dan hanya diberi janji. Jika memang stok pupuk ada, berarti yang bermasalah pada distribusinya. Ini yang perlu segera diambil tindakan tegas,” tegas dia.
Dia menambahkan, kelangkaan pupuk tidak hanya mengancam produksi beras nasional. Tapi juga terkait erat dengan kesejahteraan petani dan masyarakat umum secara keseluruhan.
“Kekurangan asupan pupuk terutama urea dan NPK bersubsidi bisa memperlambat produktivitas padi. Jika sudah demikian, padi akan lambat tumbuh, panen terlambat. Pada akhirnya menggangu pendapatan petani,” tambahnya.
Dari informasi yang diterimanya, para petani mengaku sangat kesulitan untuk mendapatkan pupuk, terutama pupuk urea bersubsidi. Para petani juga mengaku tidak bisa mendapatkan pupuk itu kiso-kios yang selama ini menjual pupuk.  (en)

http://partaigolkar.or.id/petani-menjerit-golkar-desak-pemerintah-atasi-kelangkaan-pupuk/

Swasembada Pangan Hanya Isapan Jempol

Kamis, 26 Desember 2013

Saat ini, konsep pembangunan pangan Indonesia menempatkan pangan hanya komoditas.
JAKARTA - Pangan adalah hal yang sangat penting dan merupakan kebutuhan mendasar manusia. Pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup bagi setiap orang di setiap waktu merupakan salah satu hak yang paling asasi bagi manusia.
Untuk itu, sudah semestinya persoalan pangan diberikan perhatian yang besar, termasuk dalam hal ketahanan dan kemandirian pangan.
Masyarakat sempat diberikan angin segar ketika pemerintah melalui pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 (RPJMN 2010-2014) dengan menetapkan prioritas ketahanan pangan sebagai salah satu dari 11 prioritas nasional.
Sebagai implementasinya, pemerintah mencanangkan pencapaian swasembada pangan yang akan dicapai 2014. Swasembada yang dimaksud adalah swasembada di lima komoditas pangan, yaitu beras, jagung, gula, daging, dan kedelai.
Namun yang terjadi saat ini, konsep pembangunan pangan Indonesia menempatkan pangan sekedar komoditas, bukan pengembangan kemampuan produksi dalam negeri dengan didukung kelembagaan ketahanan pangan. Akibatnya, terjadi penurunan atau kemerosotan produksi terhadap kelima komoditas yang digadang-gadang pemerintah untuk mencapai swasembada pada 2014.
Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Khudori menilai, pemerintah telah menetapkan target ambisius dengan swasembada jagung, kedelai, gula, dan daging serta surplus beras pada 2014. “Waktu yang tersisa untuk mencapai target itu tidak lama lagi dengan tanda-tanda pencapaian masih jauh,” kata Khudori.
Dari lima komoditas tersebut, kemungkinan yang targetnya tercapai ialah beras dan jagung. Sementara itu, kedelai, gula, dan daging tidak dapat tercapai.
Penilaian itu seiring berjalannnya waktu mulai terbukti dengan berbagai kendala yang muncul mengadang target yang dicanangkan pemerintah.
Untuk komoditas gula, diakui Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Irmijati Nur Bahar, target swasembada gula 2014 akan sulit tercapai. Hal ini didasari beberapa target dari road map swasembada gula yang telah disusun tidak terealisasi pada 2013 ini.
Beberapa target yang tidak terealisasi itu antara lain rencana pembangunan pabrik gula yang semulanya sekitar 10-15 unit dengan kapasitas rata-rata 10.000 TCD dan sudah dapat beroperasi pada 2014.
Namun kenyataannya, hingga 2013 baru satu pabrik gula yang dibangun yaitu pabrik gula di Kabupaten Blora yang rencananya beroperasi pada Juni 2014. Selain itu, rencana penambahan lahan untuk perluasan tebu sebesar 350.000 ha dan akan dimulai tahun 2010. Faktanya, penambahan lahan tidak dapat terealisasikan.
Sebelumnya, untuk target proyeksi kebutuhan gula nasional 2014 sebesar 5,7 juta ton yang terdiri atas gula kristal putih (GKP) sebesar 2.956.000 ton dan gula kristal rafinasi (GKR) sebesar 2.744.000 ton. Sementara itu, produksi GKP awal Desember 2013 sebesar 2,53 juta ton sehingga perlu tambahan produksi 3,17 juta ton.
“Waktu yang tinggal satu tahun rasanya sangat sulit untuk menggenjot produksi gula mencapai 3,17 juta ton,” Nur Bahar mengakui.
Keterbatasan Lahan
Ia menambahkan, beberapa masalah yang dihadapi dalam meningkatkan produksi dan produktivitas gula secara on farm antara lain sulitnya pengembangan areal yang baru dan mempertahankan lahan yang sudah ada. “Kalaupun ada lahan tebu yang berpotensi, namun bagaimana pembebasan lahan dan proses ganti rugi juga menjadi kendala,” ujarnya.
Selain itu, keterbatasan infrastruktur, terutama untuk pengembangan di luar Pulau Jawa, seperti sarana irigasi atau pengairan untuk pengembangan di lahan kering. Sementara itu, untuk off farm-nya tingkat efisiensi pabrik gula masih jauh di bawah standar sehingga menyebabkan biaya produksi semakin tinggi.
Kasubdit Budi Daya Tanaman Semusim Direktur Jenderal Perkebunan, Gede Wirasuta mengatakan, pemerintah setiap tahun telah melaksanakan kegiatan perluasan lahan di dalam membangun pabrik gula.
Pada 2012 penyediaan lahan di Madura sebesar 550 hektare (ha) dan pada 2013 sebesar 4.000 ha di dua kabupaten, yaitu Sampang dan Bangkalan. Harapannya akan dibangun pabrik gula dengan kapasitas minimal 6.000 TCD. “Tahun 2014 kami upayakan menyediakan 4.000 ha,” ia menambahkan.
Lain gula lain kedelai. Awal September 2013 perajin tahu dan tempe sempat melakukan aksi mogok produksi selama tiga hari karena tingginya harga bahan baku. Mogoknya produksi tentu saja membuat tahu dan tempe sempat langka di pasar.
Menurut Ketua II Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia, Sutaryo Bin Daan mengatakan, selama tidak ada perbaikan data produksi kedelai, selama itu pula gejolak akan terus terjadi. Kebutuhan akan kedelai, menurutnya, akan meningkat setiap tahun.
Peningkatan ini sejalan dengan kebutuhan penduduk di mana mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya Pulau Jawa menggemari makanan dengan lauk tahu dan tempe. Hal ini tampaknya sejalan dengan teori Thomas R Maltus, dunia akan selalu kekurangan pangan karena pertumbuhan penduduk.
“Ketahanan pangan akan terjadi kalau kekuatan dalam negeri itu imbang atau di atasnya. Sekarang, kebutuhan kedelai secara nasional sebesar 2 juta ton, namun terealisasi 1,7 juta ton. Untuk jumlah produksi kedelai lokal saat ini sekitar 850.000 atau di bawah jauh 50 persen. Jadi, agak sulit kedelai lokal ditonjolkan dalam swasembada. Hal yang pasti swasembada kedelai sulit dicapai di tahun depan,” ia menegaskan.
Swasembada juga sulit terjadi pada daging sapi. Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Riwantoro mengungkapkan, sistem distribusi dan sarana transportasi menjadi penghambat tercapainya Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) pada 2014.
Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, Teguh Boediyana menambahkan, peningkatan populasi sapi harus menjadi prioritas pada 2014. “Program swasembada daging sapi tidak boleh hanya dilakukan terpisah sebagai kegiatan di sisi hulu, tetapi harus menjadi bagian integral dari konsep komprehensif pengembangan industri sapi potong Tanah Air,” ujarnya.
Dari lima terget swasembada, hanya beras yang tidak mengalami kekurangan produksi, bahkan dikatakan cukup aman untuk memenuhi kebutuhan nasional. Berdasarkan target stok akhir tahun 2013 dan 2014, stok akhir tahun Perum Bulog rata-rata berada pada angka 2 juta ton. Sementara itu, proyeksi ketahanan stok sepanjang 2014 mulai Januari-Desember berkisar 7,05-12,76 bulan penyaluran.
Untuk mengurai berbagai problem struktural diperlukan sejumlah kebijakan inti dari semua kebijakan tersebut.
Menurut Khudori, untuk sektor di hulu pemerintah harus meningkatkan produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha tani dan tata niaga komoditas pangan. “Kebijakan ini harus ditopang dengan perluasan lahan lapangan, perbaikan infrastruktur, dan pembenahan sistem informasi harga. Untuk itu diperlukan alokasi anggaran yang memadai,” ia menambahkan.
Terkait penentuan kebijakan, Direktur PT Indofood Sukses Makmur Tbk, Fransiscus Welirang mengatakan, di dalam merumuskan suatu kebijakan harus terlebih dahulu mempunyai kemampuan membedakan antara pokok dan rating dari suatu masalah. “Melalui clear understanding, kita baru bisa menyusun right action. Kalau hanya berbicara dengan ego sektoral, hanya akan membuang waktu,” ia menegaskan.
Menjadi kepentingan dan tanggung jawab bersama terkait pembangunan pertanian, seperti yang dikatakan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Hari Priyono, yang menilai tanggung jawab pembangunan pertanian tidak dapat dilakukan sepenuhnya oleh Kementerian Pertanian.
Dengan otonomi daerah sebagian kewenangan pemerintahan di bidang pertanian sudah diberikan ke daerah. Walaupun disadari banyak fungsi-fungsi yang sudah menjadi tanggung jawab daerah tidak berjalan semestinya, di mana target swasembada pangan hanya isapan jempol.

Sumber : Sinar Harapan

Nasib Petani 2013

Kamis, 26 Desember 2013

Meski sah saja, kebijakan impor beras selalu menuai reaksi negatif dari publik. Bagi negara agraris seperti Indonesia yang luas lahan sawahnya mencapai 8 juta hektare, mengimpor beras sungguh keterlaluan. Bukti bahwa pemerintah tidak mampu mewujudkan kemandirian pangan. Karena itu, swasembada beras adalah sebuah harga mati.

Impor beras juga menggerus devisa negara. Sepanjang 2010 hingga 2012, misalnya, Indonesia telah mengimpor beras sebesar 4,4 juta ton. Beras impor sebanyak ini telah menggerus devisa lebih dari Rp 10 triliun. Tentu alangkah lebih bermanfaat jika uang sebanyak itu digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan petani, yang sebagian besar masih bergumul dengan kemiskinan. Secara faktual, 63 persen penduduk miskin tinggal di pedesaan, dan sebagian besar dari mereka adalah petani dan buruh tani.

Kabar baiknya, pada tahun ini Indonesia hampir dipastikan tidak mengimpor beras. Dengan kata lain, swasembada beras bakal berhasil direngkuh. Sepanjang 2013, harga beras relatif stabil. Nyaris tak ada gejolak atau lonjakan harga yang berarti. Pada tahun ini, pengadaan beras oleh Bulog mencapai 3,45 juta ton, dan stok beras di gudang Bulog hingga akhir tahun di atas 2 juta ton. Lebih dari cukup untuk menjamin harga beras tetap stabil.

Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan pemerintah dalam menggenjot produksi padi hingga mencapai 70,87 juta ton gabah kering giling (angka ramalan II BPS) pada tahun ini. Produksi sebesar ini ditopang oleh luas panen yang mencapai 13,77 juta hektare dan produktivitas (produksi per hektare) sebesar 5,15 juta ton per hektare. Moncernya kinerja Bulog dalam menyerap gabah/beras produksi petani juga mendukung. Pada 2013, Bulog lebih agresif menjemput bola gabah/beras produksi petani, sehingga harga beras stabil dan stok beras lebih dari cukup hingga akhir tahun tanpa ada impor.

Sayangnya, meski produksi beras tahun ini melimpah, kesejahteraan petani-yang merupakan aktor utama dalam menggenjot produksi-justru begitu-begitu saja. Hal itu tecermin dari perkembangan indeks Nilai Tukar Petani (NTP) subsektor tanaman pangan (padi dan palawija) yang cenderung melandai alias stagnan sepanjang 2013.

Sepanjang periode Januari hingga April 2013, nilai NTP terus menurun secara konsisten. Itu artinya, tingkat kesejahteraan petani terus memburuk meski pada saat yang bersamaan produksi berlimpah. Ini memberikan konfirmasi bahwa pembangunan pertanian selama ini terlalu dititikberatkan pada peningkatan produksi secaraaggregatedan cenderung abai terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Dengan tak kunjung dilaksanakannya reforma agraria sebagaimana yang dijanjikan, pemerintah seolah menutup mata bahwa peningkatan produksi yang terjadi sejatinya merupakan hasil perjuangan dan jerih payah para petani kecil.

Secara faktual, hasil Sensus Pertanian 2013 yang dirilis BPS pada 2 Desember lalu menyebutkan bahwa sebagian besar petani kita adalah petani gurem, dan rata-rata luas lahan sawah yang dikelola petani hanya 0,2 hektare. Jadi, tidak usah heran bila kebanyakan petani tetap miskin meski pada saat yang sama produksi melimpah. Sebab, sejatinya, dampak ekonomi dari peningkatan produksi yang terjadi lebih dinikmati oleh para petani kaya. Sebaliknya, para petani kecil dan buruh tani tetap miskin.  ●

Kadir  ;    Bekerja di Badan Pusat Statistik
http://budisansblog.blogspot.com/2013/12/nasib-petani-2013.html

Kamis, 26 Desember 2013

Petani Sulit Dapat Pupuk Bersubsidi

Kamis, 26 Desember 2013

Hama Wereng Ancam Sentra Produksi Padi Pulau Jawa


JAKARTA – Pemeritah diminta segera mengatasi masalah kelangkaan pupuk, khususnya pupuk bersubsidi yang terjadi di sejumlah daerah. Kesulitan yang dialami petani untuk mendapatkan pupuk bakal memberi dampak jangka panjang, yaitu berupa kurangnya stok beras.

Anggota Komisi IV DPR, Siswono Yudhohusodo, mengatakan pemerintah harus mengatasi masalah kelangkaan pupuk ini dengan melakukan pengawasan distribusi pupuk ke petani. Apalagi, saat ini di sejumlah daerah sudah memasuki masa tanam. "Pengawasan harus dilakukan secepatnya," tegas dia, di Jakarta, Selasa (24/12).

Politisi Partai Golkar itu menegaskan kesulitan yang dialami petani diperkirakan bakal memberi dampak jangka panjang, yaitu berupa kurangnya stok beras. "Bagian terbesar di Indonesia bagian barat memasuki masa tanam saat ini dan masa tanam di sana berkontribusi 60 persen pada produksi nasional," ujar dia.

Keluhan dari para petani, lanjut dia, terjadi di beberapa tempat, seperti di Lumajang, Malang, dan Bojonegoro (ketiganya di Provinsi Jawa Timur), serta Kudus (Jawa Tengah).

Siswono mengemukakan kelangkaan pupuk tidak hanya mengancam produksi beras nasional, tetapi terkait erat dengan kesejahteraan petani dan masyarakat umum di Tanah Air secara keseluruhan.

"Jangan sampai keluhan mereka dibiarkan dan hanya diberi janji. Jika memang stok pupuk ada, berarti yang bermasalah pada distribusinya. Ini yang perlu segera diambil tindakan tegas," kata dia.

Dia mengingatkan kekurangan asupan pupuk terutama urea dan NPK bisa memperlambat produktivitas padi karena kekurangan pupuk akan membuat padi lambat tumbuh, panen terlambat, dan akhirnya mengganggu pendapatan petani.

Secara terpsisah, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan), Sumarjo Gatot Irianto, membantah adanya kelangkaan pupuk bersubsidi di lapangan. "Pupuk tidak langka, pasokan pupuk ada. Bahkan, ada yang melewati kuota.

Untuk melepas lagi pupuk subsidi perlu payung hukum," tegas dia.
Menurut dia, isu kelangkaan pupuk yang muncul belakangan ini hanya salah persepsi, lantaran penyaluran pupuk bersubsidi telah hampir melampaui kuota.

Dia menyatakan rencana awal penyaluran pupuk subsidi 9,250 juta ton mengalami revisi sebesar 8,61 juta ton, sedangkan realisasi sampai pertengahan Desember 2013 mencapai 95 persen atau 8,18 juta ton.

Direktur Utama PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), Musthofa, menyataan PT Pusri selama Januari–Desember 2013 telah merealisasikan penyaluran pupuk urea bersubsidi sektor pangan sekitar satu juta ton atau mencapai 98 persen dari target yang ditetapkan pemerintah.

 PT Pusri memiliki tanggung jawab memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi petani di sembilan provinsi, yakni meliputi Sumatra Selatan, Jambi, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Penyaluran pupuk bersubsidi dilakukan dengan pengawasan yang ketat dan disesuaikan dengan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) petani sehingga manfaat pupuk untuk meningkatkan hasil produksi pertanian bisa maksimal," ujar dia.

Waspadai Wereng

Sementara itu, ahli proteksi tanaman Institut Pertanian Bogor (IPB), Hermanu Triwidodo, mengingatkan kepada para petani tentang ancaman ledakan hama wereng di sentra-sentra produksi padi Pulau Jawa. Ancaman hama wereng ini dapat mengganggu ketersediaan pangan, khususnya beras untuk 9,5 juta orang pada 2014.

"Sepanjang 2013 ini sudah muncul titik-titik serangan wereng di sentra produksi padi Pulau Jawa. Wereng suka dengan hujan, ramalan BMKG hampir di seluruh sentra produksi padi akan mengalami curah hujan di atas normal," kata dia.

Menurut dia, penggunaan pestisida secara berlebihan oleh petani justru menjadi pemicu munculnya wereng. Perkembangan hama ini akan semakin pesat di musim hujan mengingat wereng senang dengan lingkungan basah.

Ia mengatakan berdasarkan penelitian terbaru yang dilakukan di Semarang pada 4–14 Desember 2013 menunjukkan penggunaan aplikasi pestisida yang semakin banyak untuk mengatasi wereng membuat lahan puso atau gagal panen semakin luas. "Harusnya dibuat kampanye jangan pakai pestisida kalau ada serangan wereng, ini malah jadi tambah banyak," ujar dia. hay/Ant/E-3

http://koran-jakarta.com/?1973-petani-sulit-dapat-pupuk-bersubsidi

Pemerintah Lamban Tangani Kelangkaan Pupuk

Kamis, 26 Desember 2013

JUARANEWS – Pemerintah diminta bisa menjamin ketersediaan pupuk bagi para petani, menyusul kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Apabila para petani masih kesulitan mendapatkan pupuk, maka bisa mengancam swasembada pangan khususnya beras di Indonesia.

“Mengingat kondisi musim tanam dan penghujan di akhir tahun ini, para petani di beberapa daerah yang makin kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi,” kata Ketua Anggota Komisi IV DPR-RI, Habib Nabiel Almusawaha, Selasa (24/12/2013), seperti dikutip laman PRLM. Menurut Habib Nabiel Al-Musawa, pemerintah terkesan lamban dalam mengantisipasi kelangkaan pupuk yang dialami oleh para petani.

“Pemerintah harus memperhatikan betul persoalan ketersediaan pupuk yang dialami para petani di berbagai penjuru tanah air. Tibanya musim tanam, ternyata tidak diimbangi dengan langkah sigap pemerintah.” tutur Habib.

Selanjutnya Habib mengungkapkan, kelangkaan pupuk subsidi di pasaran diduga akibat permainan mafia pupuk. Jika kelangkaan terjadi karena adanya permainan mafia pupuk di tingkat distributor, maka Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) dan aparat terkait lebih peka dan tanggap dalam menyikapi laporan atau keluhan soal distribusi pupuk yang terjadi di tingkat bawah.

“Kami minta KP3 berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan untuk berani memberikan sanksi tegas hingga peninjauan izin usaha kepada distributor yang nekat mengalihkan alokasi pupuk di luar aturan,” imbuh Habib. (hln)
Sumber: PRLM

http://juaranews.com/berita/pemerintah-lamban-tangani-kelangkaan-pupuk.html

Musim Tanam, Pupuk Urea Langka di Jawa Timur

Kamis, 26 Desember 2013

TEMPO.CO, Banyuwangi – Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sapuan, mengatakan sudah sepekan ini petani di wilayahnya kesulitan mendapatkan pupuk urea. Padahal, pupuk sangat dibutuhkan saat ini karena sudah memasuki musim tanam.

Kelangkaan pupuk urea terparah terjadi di tiga kecamatan, yakni Tegaldlimo, Purwoharjo dan Muncar dengan luas area lebih dari 9 ribu hektare. “Petani berkeliling ke kios-kios, tapi stok pupuk urea kosong,” kata Sapuan kepada Tempo, Kamis, 26 Desember 2013.

Untuk satu hektare sawah, kata Sapuan, petani membutuhkan paling sedikit 1 kuintal pupuk urea seharga Rp 180 ribu.

HKTI sudah meminta Dinas Pertanian setempat untuk menambah stok pupuk ke tiga kecamatan itu. Namun, hingga sepekan ini permintaan tersebut belum dipenuhi. Sapuan khawatir bila kelangkaan pupuk terus terjadi, produksi padi pada masa panen berikutnya akan menurun. "Petani ancam bakal demo bila kondisi ini tak segera teratasi ," kata dia.

Kepala Bidang Pertanian Dinas Pertanian Perkebunan Kehutanan dan Holtikultura, Banyuwangi, Pratmaja Gunawan, mengatakan Kementerian Pertanian mengurangi jatah pupuk urea. Menurut dia, dari kebutuhan urea selama 2013 yang mencapai 84 ribu ton, ternyata hanya ada stok 60.600 ton. "Pengurangan jatah pupuk juga terjadi se-Jawa Timur," kata dia.

Berkurangnya kuota urea itu mengakibatkan petani kesulitan mendapatkan pupuk pada masa tanam saat ini. Menurut dia, Dinas Pertanian telah mengajukan permohonan tambahan 7.500 ton urea. Namun, Kementerian Pertanian hanya mengirimkan 3.180 ton.

IKA NINGTYAS

http://www.tempo.co/read/news/2013/12/26/090540219/Musim-Tanam-Pupuk-Urea-Langka-di-Jawa-Timur

Selasa, 24 Desember 2013

2014 : Petruk (Harus) Jadi Raja!

Selasa, 24 Desember 2013

TAHUN 2014 tahun politik. Maka, Petruk harus jadi raja. Sebagai wong cilik, sebagai pemilik suara rakyat (vox populi) yang adalah  pengejawantahan dari suara Tuhan (vox Dei), dalam demokrasi Petruk adalah rakyat yang mahakuasa.  Dialah yang menentukan siapa yang akan ditetapkannya sebagai penguasa, yang berhak atas mandat yang akan dititipkannya untuk masa lima tahun ke depan.

Dia akan melakukan evaluasi dan koreksi. Kelemahan, kekacauan, dan kebusukan rezim penguasa terdahulu harus dihukum berat: tidak dipilih lagi! Dalam pewayangan, Petruk salah satu dari—bersama Gareng dan Bagong)—punakawan, kelompok pengiring/penghibur/penasihat  para ksatria pimpinan Semar, yang diposisikan sebagai wakil kaum jelata.

Salah satu lakon carangan yang spektakuler dalam kisah wayang adalah ”Petruk Dadi Ratu” (”Petruk Jadi Raja”). Itu kisah revolusioner. Bukan kisah tentang si pungguk merindukan bulan atau katak hendak jadi lembu. Tatkala pemerintahan begitu lemahnya, dan pusaka negara yang begitu saktinya, Jamus Kalimasada, hilang dicuri Dewi Mustakaweni dari Kerajaan Imantaka, yang menyaru sebagai Gatotkaca, itu berarti kiamat sudah dekat. Untuk menyelamatkan negara dan bangsa, koreksi total harus dilakukan. Segera.

Ketika itu, Petruk ”terpanggil”. Setelah operasi perebutan kembali Jamus Kalimasada dilakukan, dan jimat sakti itu berada di tangannya, Petruk segera menaruhnya di atas kepalanya. Seketika itu juga energi kosmik-spiritual merasuk ke tubuhnya. Ia jadi sakti mandraguna. Bahkan, para dewa di Jonggring Salaka tak ada yang mampu mengalahkannya. Lelaki buruk rupa yang juga disebut Dawala dan Kanthong Bolong itu pun menobatkan diri sebagai raja di Keraton Lojitengara, bergelar Prabu Welgeduwelbeh. Raja dan dewa tunduk dan takluk kepadanya.

Paradigma Petruk

Revolusi yang dilakukan Petruk hanya semusim. Namun, koreksi yang dilakukannya tak hanya menimbulkan kehebohan hebat, melainkan juga mampu mengembalikan seluruh tatanan ke relnya yang benar. Para raja dan dewa mendapatkan pelajaran berharga.

Fenomena Jokowi-Ahok yang terpilih menjadi pimpinan Ibu Kota, kemudian menduduki peringkat tertinggi di semua jajak pendapat untuk calon presiden, sejenis fenomena ”Petruk Jadi Raja” yang revolusioner dan korektif tadi.
Para (calon) pemimpin di negeri ini seharusnya tak hanya belajar meniru langkah blusukan-nya, tetapi juga melihat seluruh paradigmanya. Terpilih dan teridolakannya Jokowi (-Ahok) adalah ekspresi dari perasaan rakyat yang secara fundamental telah terzalimi oleh kedua rezim pascareformasi. Rakyat sudah letih, bosan, dan benci melihat kinerja dan performa seluruh abdi rakyat dan abdi negara di lembaga-lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif yang begitu bobrok dan tak becus. Rakyat sudah muak pada politik pencitraan yang dhaif, palsu, dan membodohi.

”Paradigma Petruk” adalah paradigma paradoks: kelindan antara dekonstruksi-parodi dan semangat antihero. Alhasil, cara-cara menjual diri para calon anggota legislatif ataupun calon presiden yang masih bertumpu pada gebyar iklan televisi, baliho, seremoni, dan pidato-pidato omong kosong, bukan hanya sudah basi dan menunjukkan sikap antiperubahan, juga langkah bunuh diri yang bodoh. Rakyat tidak akan memilih mereka, apalagi yang punya rekam jejak hitam di masa lalu yang belum lagi jauh. Rakyat hanya akan memilih para ”Petruk buruk muka” yang bersahaja dan kerja nyata.

Ya, rakyat yang sebelum ini— meminjam seloroh seorang teman—mendambakan datangnya Ratu Adil, tetapi yang muncul Ratu Atut; mendambakan Satria Piningit, tapi yang muncul Satria Bergitar, kini mendambakan seorang Petruk for president!  ●

Yudhistira ANM Massardi  ;   Pengamat Pendidikan

Sumber   : kompas

http://budisansblog.blogspot.com/2013/12/2014-petruk-harus-jadi-raja_24.html

Pemerintah Pangkas Jatah Pupuk Bersubsidi Petani Rembang

Senin, 23 Desember 2013

REMBANG, suaramerdeka.com – Kelangkaan pupuk membayangi petani di Kabupaten Rembang setelah Pemerintah memangkas kuota pupuk bersubsidi tahun 2014. Pupuk jenis urea misalnya, Pemerintah hanya menjatah sebanyak 16.578 ton.

Angka ini jauh dari kebutuhan petani Rembang yang diperkirakan mencapai 21 ribu ton. Pemkab sebelumnya mengusulkan kuota urea hingga sebanyak 26.270 ton. Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Rembang Mulyono mengatakan, kuota pupuk tahun 2014 rata-rata dipangkas hingga 20 persen dibanding kuota tahun 2013.

Jatah pupuk bersubsidi jenis ZA untuk petani Rembang tahun depan sebanyak 5.937 ton. Sedangkan jenis SP36 dan NPK masing-masing 3.287 ton dan 10.885 ton. Sedangkan pupuk jenis organik sebanyak 6.356 ton.

"Pemangkasan kuota ini akan kami koordinasikan dengan pihak produsen, distributor maupun petani, minggu depan. Dengan pengurangan ini perlu ada pemetaan ulang kebutuhan pupuk per kecamatan," jelasnya, Senin (23/12).

Mulyono mengatakan, pemangkasan jatah pupuk juga dialami banyak daerah di Indonesia. Ia menduga kebijakan ini sebagai dampak upaya pemerintah mengurangi penggunaan pupuk kimia. Pemerintah sebelumnya gencar mengampanyekan penggunaan pupuk organik untuk pertanian.

Petani kini terus dianjurkan penggunaan pupuk berimbang sesuai dosis yang ditentukan. Ia mencontohkan dosis pupuk jenis urea hanya 100 kg/ha hingga 200 kg/ha. Petani masih banyak yang menggunakan pupuk antara 250 kg/ha hingga 300 kg/ha.

Sedangkan dosis pupuk jenis SP36 sebanyak 150/ha, KCL 50 kg/ha dan organic minimal 500 kg/ha. "Tapi jika sudah menggunakan NPK, sebaiknya SP36 dan KCL tidak digunakan lagi," jelasnya.
( Saiful Annas / CN31 / SMNetwork )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/12/23/184399/Pemerintah-Pangkas-Jatah-Pupuk-Bersubsidi-Petani-Rembang

Cuaca Buruk, Sebabkan Pupuk Langka

Senin, 23 Desember 2013

SURYA Online, PAMEKASAN – Langkanya pupuk bersubsidi jenis urea, yang melanda Pamekasan dua minggu belakangan ini, diduga akibat pengaruh perubahan cuaca yang tidak menentu, sehingga kapal pengankut pupuk tidak berani berlabuh.

Wakil Ketua Komisi Pengawas Pupuk Dan Pestisida ( KP3) Pamekasan, Jumhari Gani, di ruang Komisi B DPRD Pamekasan, Senin (23/12/2013), mengaku langkanya pupuk belakangan ini akibat terlambatnya pengiriman, akibat cuaca buruk.

Menurut Jumhari, yang juga Kepala Bagian Sumber Daya Alam (SDA) Pemkab Pamekasan, pada 2013 ini, pemkab sudah mengusulkan 21.542 ton untuk pupuk urea. Namun, hanya disetujui sebanyak 17.942 ton.

“Namun mengantisipasi terjadinya kelangkaan pupuk ini, sudah mengirim surat kembali kepada pemerintah pusat, agar jatah pupuk urea di Pamekasan ditambah. kini pemerintah pusat sudah menyetujui dengan menambah menjadi 20.579 ton.

Untuk jenis pupuk lain, Jumhari menjamin aman. Pupuk jenis ZA masih terserap 15% dari jatah yang ditetapkan pemerintah. Rincianya,  untuk jenis SP 36 tersedia  3.671 Ton, Jenis Pupuk ZA  4.920, NPK 2.499, Organik 2.733 ton.

Sedang Wakil Ketua Komisi B DPRD Pamekasan, Fathorrahman, menambahkan, begitu mendapat keluhan petani, pihaknya sidak ke beberapa gudang penyanggah pupuk di Pamekasan, di antaranya, di gudang penyanggah pupuk Jl Nyalaran dan Jl Pintu Gerbang dan menemukan pupuk di dua gudang itu langka.

”Kami akan terus memantau perkembangan pupuk ini. Sebab bisa jadi, ketika pupuk langka, terdapat oknun yang memamfaatkan situasi untuk menaikkan harga, walau sudah jelas, pupuk itu bersubsidi,” ujar Fathorrahman

http://surabaya.tribunnews.com/2013/12/23/cuaca-buruk-sebabkan-pupuk-langka

Pupuk Subsidi di Tegaldelimo Jatim Langka

Senin, 23 Desember 2013

KBR68H, Banyuwangi - Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Banyuwangi, Jawa Timur menyatakan jumlah pupuk bersubsidi di daerahnya semakin langka. Ketua HKTI Banyuwangi, Mohammad Sapuwan mengatakan, kelangkaan pupuk bersubsidi ini mulai terjadi di Kecamatan Tegaldelimo sejak tiga pekan kemarin. Kata dia, sejumlah agen pupuk saat ini mengaku tidak memiliki stok pupuk bersubsidi.

“Dua tiga hari ini harus segera terpenuhi kalau tidak ini akan terlambat pemupukanya sehingga nanti produksinya akan menurun. Ya ini sudah waktunya pemupukan. Tegaldelimo ini yang keluahanya luar biasa ini karena yang lain belum waktunya mupuk. Ya kalau hektarnya kan satu Desa aja di Tegaldelimo itu kan sudah hampir 400 hektar ada 9 desa yang ada di Kecamatan Tegaldelimo itu yang rawan,” kata Mohammad Sapuwan.

Ketua HKTI Banyuwangi Mohammad Sapuwan mengharapkan pemerintah segera turun tangan untuk menyikapi kelangkaan pupuk ini. Apabila kelangkaan pupuk bersubsidi ini terus meluas, ratusan hektar tanaman padi di Kecamatan Tegaldelimo Banyuwangi terancam gagal.

Editor: Damar Fery Ardiyan

http://www.portalkbr.com/nusantara/jawabali/3069872_4262.html

Pupuk Bersubsidi Langka

Senin, 23 Desember 2013

Empat Lawang, Palembang Pos.-
Kabupaten Empat Lawang kembali mengalami kelangkaan pupuk bersubsidi, khususnya daerah sentra pertanian Kecamatan Paiker, kesulitan pupuk urea.
Angota DPRD Kabupaten Empat Lawang, Isa Ansyori membenarkan, daerahnya mengalami kesulitan pupuk bersubsidi. Isa menuding pola distribusi yang salah membuat kelangkaan atau tersendatnya penyaluran pupuk bersubsidi.
“Kita minta PT Pusri maupun Pemerintah Kabupaten Empat Lawang agar distribusi langsung ke Koperasi Unit Desa,” ucap Isa Ansyori.
Dikatakan Isa, distributor dan pengecer yang selama ini dikuasai pengusaha, tak jalan karena pengusaha di Kabupaten Empat Lawang, belum mampu, jika diminta menyertakan modal hingga ratusan juta rupiah.
Nah gulung tikarnya distributor itu, pupuk urea harus diover dari Kabupaten Lahat. Inilah faktor pupuk sulit didapatkan karena kuota Rencana Definitif Kebutuhan Kelompak, tak sesuai dengan Kabupaten Lahat.
Menurutnya, Pemerintah seharusnya membuka peluang bagi KUD untuk menjadi pengecer pupuk dan menjadi distributor.
Sebab KUD yang selama ini ada banyak mati. “Nanti bisa dibandingkan mana yang lebih baik distrisbusinya melalui pihak luar atau KUD,” ujarnya.
Ditambahkan, Isa Ansyori, nanti pemerintah Kabupaten Empat Lawang bisa memberikan dana hibah untuk menjadi distributor pupuk atau sumbangan Koperasi Unit Desa juga bisa diperdayakan.
Sementara, Kepala Dinas Pertanian, Rudianto menyampaikan, pupuk sebenarnya tidak langka. Namun keterlambatan saja dalam pendistribusiannya. “Mengapa saya bilang tidak langka, karena distribusinya sesuai dengan RDKK,” ucap Rudianto.
Terkait distribusi selama ini, usulan anggota dewan bagus. Namun distribusi sekarang sudah menjadi ketetapan PT Pusri. ‘’Namun akan kita ajak koordinasi kembali terkait pendistribusian itu,’’ujarnya. (omi)

http://palembang-pos.com/index.php?option=com_content&view=article&id=22855:pupuk-bersubsidi-langka&catid=49:sumsel-raya&Itemid=62

Dominasi Benih Asing Mengancam Kedaulatan Pangan

Senin, 23 Desember 2013

Jakarta, GATRAnews -  Di bawah terik matahari Ahad siang lalu, Riban, 39 tahun, memantau pertumbuhan tanaman jagung di lahannya seluas 7.500 meter persegi atau tiga perempat hektare. Dengan penuh semangat, petani jagung di Desa Karanggetas, Tawangharjo, Grobogan, Jawa Tengah, ini mengitari lahannya yang tak seberapa luas itu. Sesekali ia mencabuti rumput liar yang masih tumbuh sporadis di sekitar tanaman jagung. Wajahnya cerah, bibirnya menyunggingkan senyum, penuh optimisme.

Maklum, tanaman jagungnya yang berusia dua bulan itu tumbuh subur, sudah muncul putren atau bunga jagung. Ia pun membayangkan bakal menuai panen sekitar sebulan lagi. Apalagi, tanaman jagungnya ini terbukti tahan hama, sehingga ia tak terlalu waswas terhadap serangan hama.

''Mudah-mudahan panennya nanti bisa seperti kemarin, atau syukur bisa meningkat lagi,'' ujar Riban kepada GATRA. Saat musim panen lalu, Riban sempat kaget sekaligus gembira. Total hasil panen dari lahannya tiga perempat hektare plus lahan seperempat hektare milik tetangganya, mencapai 5,5 ton. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan musim panen sebelum-sebelumnya yang rata-rata 4 ton per hektare.

Namun, dibandingkan dengan musim panen sebelumnya lagi, yang masih menggunakan benih komposit buatan lokal, angka panen 4 ton per hektare itu pun sudah sangat menggembirakan Riban. ''Dulu waktu pakai benih komposit panennya hanya 2,5 ton,'' tutur Riban.

Kenaikan hasil panen kebun jagung Riban dari 2,5 ton per hektare menjadi 4 ton per hektare tak lepas dari benih jagung yang dipakainya, yaitu Dekalb 95 (DK 95) produksi Monsanto (asal Amerika Serikat), yang dibelinya seharga Rp 60.000 per kilogram.

Pada musim tanam lalu, Riban dan juga para petani jagung yang lain mengikuti pelatihan di Dekalb Learning Center di Desa Tarub, Tawangharjo, yang diresmikan Monsanto, Maret silam. Berbekal pelatihan tadi, Riban pun dapat meningkatkan lagi produksi jagungnya menjadi 5,5 ton per hektare.

Angka produksi 5,5 ton per hektare ini hampir mendekati angka produksi kabupaten yang rata-rata 5,7 ton per hektare. Grobogan dengan luas lahan jagung 113.152 hektare dan produksi tahun 2012 mencapai 565.000 ton --naik dari tahun sebelumnya yang 503.000 ton-- menyokong 16% dari total produksi jagung kuning Jawa Tengah. Setiap hektare lahan jagung rata-rata membutuhkan 16-17 kilogram benih.

Riban sedikit bangga disebut turut menyumbang kenaikan produksi jagung Grobogan. Selain itu, ia juga hepi memperoleh kenaikan rupiah cukup lumayan setiap panen. Dengan harga jual jagung Rp 3.000 per kilogram, maka setelah dipotong biaya produksi Rp 5 juta, Riban kini dapat mengantongi sekitar Rp 7 juta. ''Ya, berkat benih hibrida itu,'' ujarnya, sumringah.

Riban, yang mengusahakan kebun jagung warisan orangtua, bertekad akan terus menggunakan benih produksi perusahaan asing tersebut. Benih hibrida ini sifatnya sekali tanam, tak dapat dimuliakan lagi. Karena itu, petani sangat bergantung pada produsen benih.

Saat ini tak kurang dari 15 jenis varietas jagung hibrida yang membanjiri Grobogan dan digandrungi para petani. Produk itu berasal dari lima pabrikan multinasional, di antaranya Monsanto Group dari Amerika Serikat, yang paling banyak digunakan.

Riban hanyalah satu contoh petani jagung yang telah lama meninggalkan benih komposit produksi lokal dan beralih ke benih produksi perusahaan asing. Di Grobogan, diperkirakan 90% petani jagung menggunakan benih dari perusahaan asing. Kondisi yang sama juga terjadi di sentra-sentra produksi pangan di Tanah Air. Hampir semua petaninya menggunakan benih produksi asing.

Khusus benih jagung, tren bergesernya penggunaan benih dari produksi lokal ke produksi asing terasa cukup mencolok di Tanah Karo, Sumatera Utara. Petani jagung setempat seperti berbondong-bondong beralih ke benih jagung hibrida produksi asing. Apalagi, kondisi iklim dan tanah di sana memungkinkan produksi jagung hibrida digenjot sampai 12 ton per hektare. Tentu sangat menggiurkan petani.

''Kalau benih komposit buatan lokal paling menghasilkan 4 ton per hektare. Jelas kalah bersaing (dengan benih asing),'' kata Jemaat Sebayang, Ketua Himpunan Petani Jagung Indonesia (Hipajagin) Sumatera Utara.

Tak ayal, kini diperkirakan lebih dari 90% petani jagung di sana menggunakan benih hibrida produksi asing. Dua pemasok utamanya adalah PT Syngenta Indonesia (Swiss) dengan benih NK dan PT Dupont Pioneer Indonesia (Amerika Serikat) dengan benih Pioneer. Hanya sebagian kecil petani jagung di Tanah Karo, bahkan di Sumatera Utara, yang masih menggunakan benih komposit buatan produsen lokal.

''Biasanya (benih komposit) digunakan oleh petani pemula, di daerah pertumbuhan baru,'' kata Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian Sumatera Utara, Jhon Albertson Sinaga.

Benih komposit ini antara lain diproduksi oleh Balai Benih Induk Gabeh Huta Raja dan Tanjung Selamat. Harganya per kilogram di bawah Rp 50.000, lebih murah dibandingkan dengan benih produksi perusahaan asing yang mencapai Rp 70.000 per kilogram.

Meski produksinya rendah, benih komposit relatif tidak perlu perlakuan khusus sehingga cocok bagi petani pemula. Namun, benih ini jangan coba-coba ditawarkan kepada petani Tanah Karo yang sudah mencoba benih hibrida produksi perusahaan asing.

''Pasti kami tolak, tak laku itu,'' ujar Opung Milala, 60 tahun, sambil tertawa. Opung sudah dua dasawarsa menjadi petani jagung di Tanah Karo dan lebih dari satu dasawarsa di antaranya menggunakan benih hibrida produksi perusahaan asing.

Dari Bandung, wartawan GATRA Iman Herdiana melaporkan, semua petani jagung di Jawa Barat sudah menggunakan benih hibrida yang banyak tersedia di kios-kios benih. Benih jagung komposit praktis tak dilirik, pengembangannya pun mandek.

''Kita tidak kembangkan (benih jagung) komposit karena produktivitasnya rendah,'' kata Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jawa Barat, Uneep Permadi.

 Luas lahan jagung di Jawa Barat tercatat 180.000 hektare, dengan kebutuhan benih mencapai 2,7 ton. Sebagian besar benih tersebut dipasok perusahaan asing, sisanya perusahaan pelat merah dan swasta lokal.

Adapun kebutuhan benih padi 50.000 ton per tahun untuk lahan seluas 2 juta hektare, sebagian besar juga dipasok oleh perusahaan asing, seperti PT Dupont Pioneer Indonesia dan PT Benih Inti Subur Intani (BISI) International (Thailand).

Memang, cengkeraman korporat asing untuk benih padi tampaknya tak berlaku di Sumatera Barat. Di daerah itu, kebutuhan benih padi sebanyak 16.000 ton per tahun dipasok seluruhnya oleh benih lokal. Sebanyak 3.000 ton melalui bantuan benih pemerintah daerah.

 ''Sisanya dipenuhi oleh petani dengan cara menyeleksi tanaman yang baik di lapangan,'' kata Djoni, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat, kepada Joni Aswira Putra dari GATRA.

Namun, untuk kebutuhan benih jagung dan sayuran, daerah ini juga tak luput dari dominasi benih pabrikan asing, atau bahkan impor. Benih kubis dan lobak, misalnya, 100% impor. Sedangkan benih cabai dan tomat, sebagian berasal dari impor, sebagian besar dari pabrikan asing.

Merek yang banyak digunakan di antaranya Cap Panah Merah (produksi PT East-West Seed Indonesia, asal Thailand) dan Cap Kapal Terbang (produksi PT BISI, juga asal Thailand).

[Taufik Alwie, Anthony, Cavin R.Manuputty, Arif Koes Hernawan (Yogyakarta), dan Averos Lubis (Medan)]

[LAPORAN UTAMA, Majalah GATRA Edisi no 07 tahun ke 20, Beredar 19 Desember 2013]


http://www.gatra.com/fokus-berita/44364-dominasi-benih-asing-mengancam-kedaulatan-pangan.html

Senin, 23 Desember 2013

Jokowi dan Ganjar dampingi Mega tanam kedelai di Bantul

Minggu, 22 Desember 2013

Merdeka.com - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri melakukan penanaman kedelai di lahan persawahan Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Dua gubernur kebanggaan Megawati akan ikut hadir. Gubernur DKI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Megawati juga akan menyerahkan bibit kedelai kepada para petani setempat. Direncanakan 2.500 petani akan mengikuti penanaman di lahan seluas 700 hektar ini.

"Turut hadir mendampingi Ibu Megawati Soekarno Putri, Gubernur DKI Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang malam tadi sudah berada di Yogyakarta," kata Wakil Ketua DPD PDIP DIY Eko Suwanto dalam siaran pers tertulisnya melalui BBM kepada merdeka.com Sabtu (28/9) malam.

Sabtu (28/9) malam kemarin juga digelar makan malam dan pertemuan antara Megawati dengan akademisi, kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP dan para tokoh petani di Phoenix Hotel, Jalan Jenderal Sudirman, Yogyakarta.

"Kebijakan impor kedelai hanyalah menguntungkan pengimpor kedelai, sementara petani kedelai selama ini butuh kesejahteraan namun sepertinya diabaikan. Sehingga panen yang dilakukan petani kedelai tak berarti apa-apa. Kebijakan kepada para petani tidak ada sama sekali, namun kepada para pengusaha kaya justru ditunjukkan dengan telanjang mata," jelasnya.

Eko menambahkan komitmen PDIP terhadap kedaulatan pangan juga telah diperlihatkan oleh para kepala daerah yang berasal dari PDIP, seperti di Kabupaten Bantul dengan membeli hasil pertanian oleh pemerintah dikala harga jatuh dan di Kabupaten Kulonprogo dengan program Bela dan Beli Kulonprogo.

"Selama ini, PDIP konsisten menolak impor hasil produksi pertanian dan mendorong petani agar berdaulat dan mandiri," tambahnya.
[ian]

http://www.merdeka.com/politik/jokowi-dan-ganjar-dampingi-mega-tanam-kedelai-di-bantul.html

Minggu, 22 Desember 2013

Megawati Kecewa Impor Pangan Indonesia

Sabtu, 21 Desember 2013

Headline

INILAH.COM, Jakarta - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri kecewa dengan pemerintah Indonesia saat ini yang melakukan impor pangan hingga Rp160 triliun per tahun.

Ia menyampaikan saat menjadi pembicara di Dialog Kebangsaan dengan tajuk "Kedaulatan Pangan dan Martabat Bangsa" di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang.

"Sudah berdaulatkah kita? Impor saja 160 triliun per tahun. Kalau itu digelontorkan untuk petani, untuk berdikari segala yang bisa kita tanam, kita tanam dulu. Bukan apa yang bisa kita bikin, kita bikin, kita minta (impor) malu saya. Sapi juga, capek urusannya begitu dikorupsi," ujarnya, Sabtu (21/12/2013).

Dalam dialog itu, Mega memberikan saran semestinya bukanlah kedaulatan pangan, melainkan ketahanan pangan. Pasalnya, kata tahan mengandung arti bagaimana keadaan pangan di Indonesia dan sudah menjadi kewajiban pemerintah mencukupinya.

Menurutnya, permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah tidak adanya percaya diri dari pemerintah Indonesia dengan pangan yang ada. Sehingga hanya bisa mengandalkan kelompok importir.

"Seharusnya kita gunakan politik berdikari, karena bisa saja kita tanam sendiri, nanti kalau kurang baru minta ke negeri orang," tambahnya. [ton

http://nasional.inilah.com/read/detail/2058323/megawati-kecewa-impor-pangan-indonesia#.Ura-dfsy9ek

Ditegaskan Mega, Kedaulatan Pangan Beda dengan Ketahanan Pangan

Sabtu, 21 Desember 2013

RMOL. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyayangkan mengapa kaum intelektual di Indonesia lebih sering menggunakan istilah ketahanan pangan ketimbang kedaulatan pangan saat membicarakan soal kondisi pangan nasional. Menurutnya, dua kata itu memiliki perbedaan yang mendasar.

"Kedaulatan pangan berbeda dengan ketahanan pangan. Ketahanan itu yang penting cukup pangannya, entah dari mana sumbernya (impor)," ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi kebangsaan bertajuk 'Kedaulatan Pangan dan Martabat Bangsa' di Auditorium Harun Nasution Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Sabtu (21/12).

Megawati juga merasa miris melihat kondisi pangan di Indonesia sekarang ini. Dimana, total impor kedelai Indonesia mencapai Rp 160 triliun per tahunnya. Kalau saja pemerintah menggunakan dana sebesar itu untuk mengembangkan petani kedelai domestik. Pasti Indonesia tidak akan mengimpor kedelai dari luar negeri.

"(Terdapat perbedaan selisih laporan) dari exporting Thailand bilang ekspor 2.000 ton kedelai, tapi dari BPS (Badan Pusat Statistik) bilang hanya impor 300 ton," imbuhnya.

Megawati juga menyebutkan bahwa hampir semua hasil pangan yang diekspor Thailand, berasal dari Indonesia. Untuk menggambarkannya, Megawati mengatakan bahwa Raja Thailand juga mengakui hal itu kepadanya saat bertemu beberapa waktu silam. [ian]

http://m.rmol.co/news.php?id=137281

Pupuk Bersubsidi Terancam Langka

Sabtu, 21 Desember 2013

KEBUMEN (www.beritakebumen.info) - Keberadaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Kebumen terancam langka akibat dipangkasnya alokasi pupuk bersubisidi oleh pemerintah. Selain itu, tingginya kebutuhan pupuk pada musim tanam ini turut menyumbang kelangkaan tersebut.

Pupuk urea yang semula dialokasikan 26.000 ton, kini dipangkas menjadi 22.700 ton. SP-36 jatah sebelumnya sebanyak 6.300 ton dipangkas menjadi 5.325 ton. NPK sebelumnya 10.300 ton dipangkas menjadi 9.295 ton. Sebaliknya, pupuk ZA jutru mengalami penambahan kuota, jika kuota awal sebanyak 3.450 ton, ditambah 850 ton, sehingga kuota ZA menjadi 4.325 ton. Pupuk organik juga mengalami kenaikan cukup banyak, sebelumnya hanya 4.500 ton, kini kuotanya menjadi 6.455 ton.

Untuk mengantisipasi kelangkaan, Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten Kebumen akan menggeser pupuk dari daerah yang belum membutuhkan ke daerah yang kebutuhannya tinggi. Pergeseran dilakukan mengantisipasi kelangkaan pupuk menyusul pemangkasan alokasi pupuk bersubsidi jenis urea, SP-36, dan NPK.

“Pengurangan alokasi pupuk jelas rawan terjadi kelangkaan. Karena itu agar kebutuhan petani tetap terpenuhi, KP3 akan menggeser pupuk dari distributor yang wilayahnya belum membutuhkan pupuk ke distributor yang wilayahnya sudah membutuhkan pupuk,” terang anggota KP3 Kabupaten Kebumen, Agung Patuh, Jumat (20/12).

Sependapat dengan Agung Patuh, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana pada Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kebumen, Ir Kotib mengatakan, pergeseran atau relokasi pupuk dapat dilakukan dari tempat yang belum membutuhkan ke tempat yang lebih membutuhkan. Namun, untuk melakukan itu harus dengan SK Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan.

Ir Kotib menambahkan, serapan pupuk di Kabupaten Kebumen hingga 30 November lalu mencapai 19.705 ton urea, sedangkan data berjalan hingga 13 Desember, pupuk urea bersubsidi sudah terserap 20.897,5 ton, atau telah mencapai 92 persen. Sedang SP-36 hingga 30 November telah terserap 5.091,5 ton, ZA terserap 3.277, 5 ton, NPK 8.718 ton, dan organik sudah terserap 5.897 ton.

“Beruntung awal tanam tidak bareng. Saat ini daerah barat sudah membutuhkan pupuk. Namun di daerah timur, baru mengolah lahan sehingga belum membutuhkan pupuk. Sambil menunggu alokasi pupuk tahun 2014, kebutuhan pupuk wilayah barat terlebih dahulu dipenuhi dari alokasi pupuk yang sedianya untuk wilayah timur,” ujarnya.(ori/bdg/radarbanyumas)




http://www.beritakebumen.info/2013/12/pupuk-bersubsidi-terancam-langka.html

Pupuk Langka, Petani Bojonegoro Tercekik

Sabtu, 21 Desember 2013

HaloBOjonegoro.com – Memasuki musim penghujan banyak petani yang mulai melakukan penanaman, khisinya tanaman padi. Mengingat masyarakat bojonegoro yang sebagian besar adalah petani mau tidak mau harus bercocok tanam, meski terkadang mengalami kerugian. Misalnya untuk saat ini banyak petani yang mengalami kerugian akibat terkena banjir.(21/12/2013)

Adanya kelangkaan Pupuk menjadikan, para petani semakin menjerit, padahal hasil pertanian adalah satu-satunya sebagai penopang hidup mereka, kalau pupuk langka secara otomatis akan merepotkan dan menyusahkan para petani. Hal semacam ini dirasakan sebagian masyarakat yang berada didaerah pinggiran kabupaten Bojonegoro bagian selatan, yaitu dikawasan Kecamatan Gondang dan sekitarnya.

Tatik mengatakan“ masyarakat disini saat ini lagi kesusahan untuk mendapatkan pupuk mas, kalau pupuk sulit semacam ini biasanya kami semua memebeli dari daerah Nganjuk”  meski sebenarnya hal ini melanggar dan tidak diperbolehkan, tapi mau gimana lagi, karena kami tidak mau tanaman padi kami mati dan tidak subur lantaran kekurangan pupuk, “ujar  Tatik salah satu petani dari gondang.

Sudah beberapa hari  Pupuk langka dirasakan petani, banyak petani yang mencari pupuk diluar daerah kususnya petani yang dekat dengan daerah kabupaten tetangga seperti cepu, nganjuk dan lamongan

Langkanya pupuk di Bojonegoro menjadikan petani kebingungan, apalagi tanamannya memasuki pemupukan. Hal itu menjadikan petani cemas kuwatir tanamannya  tidak bisa tumbuh secara normal.

Menurut sebagian petani selama ini belum ada tindakan jelas dari Dinas terkait, sebab masih banyak kesulitan dirasakan, apalagi saat ini musim tanam pupuk pun tidak ada, kalau musim tanam pupuk langka, tetapi saat musim kemarau pupuk melimpah.

Tatik juga menegaskan seharusnya pemerintah itu paham terhadap permasahan petani, disaat musim tanam kayak gini seharusnya Pemerintah cepat tanggap, sebab Pemerintah tanpa petani juga akan kesulitan mencukupi kebutuhannya kalau petani gagal artinya pemerintah juga gagal,”Tegas tatik.

Andik “menambahkan” kelangkaan pupuk didaerah saya ini sangat sering terjadi mas, saya sendiri juga heran padahal didaerah nganjuk dan kabupaten lain pupuk mudah didapat tapi kenapa di Bojonegoro sini kuk susah, Tambahnya” dengan nada gereget.

Ketika dikonfirmasi, Dinas terkait dalam hal ini Dinas pertanian tidak ada ditempat,  ketika disms belum direspon, dan nada telponnya juga tidak aktif…(sw)

http://halobojonegoro.com/pupuk-langka-petani-bojonegoro-tercekik/

Sabtu, 21 Desember 2013

Bea Cukai Aceh Musnahkan 26 Ton Gula Impor Ilegal

Jumat, 20 Desember 2013


BANDA ACEH, KOMPAS.com - Sebanyak 26 ton gula impor ilegal akhirnya dimusnahkan oleh petugas Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai TMP C Banda Aceh. Sebagian gula impor ini juga merupakan hasil tegahan Kepolisian Resor Banda Aceh.

Kepala KPPBC TMP C Banda Aceh, Beni Novri, mengatakan, gula-gula ini disita pada periode tahun 2011 dan 2012. "Gula-gula ini diimpor melalui pelabuhan bebas Sabang, dan melanggar ketentuan UU Nomor 37 tahun 2000 tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang," kata Beni Novri seusai melakukan pemusnahan, Kamis sore (19/12/2013).

Beni Novri mengatakan, upaya pemusnahan ini dilakukan juga setelah mendapat persetujuan dari Kementrian Keuangan. "Pemusnahan barang bukti ini diizinkan karena barang buktinya sudah dalam kondisi rusak," jelasnya.

Barang bukti gula yang dimusnahkan berjumlah 114 karung gula isi 50 kg, 159 karung, 226 karung dan 42 potongan karung dengan jumlah total sebanyak 26 ton. Pemusnahan dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Kampung Jawa, Banda Aceh yang turut disaksikan oleh pejabat kepolisian dan militer setempat.

Diakui Novri, perairan Aceh banyak dimanfaatkan untuk kegiatan impor barang secara ilegal, terutama jalur masuk melalui Pelabuhan Bebas Sabang. "Kita memang terus meningkatkan pengawasan di kawasan pelabuhan bebas Sabang, dan untuk meminimalisasinya, kita juga terus berkoordinasi dengan militer kelautan dan polisi airud," jelasnya.

Selain pelabuhan bebas Sabang, beberapa pelabuhan tikus yang digunakan nelayan juga disinyalisasi sering membawa barang-barang impor ilegal berasal dari Malaysia dan Thailand, berupa gula, beras ketan dan bawang merah.

"Saat ini masih ada barang bukti yang belum dimusnahkan karena masih dalam proses hukum, seperti sisa gula pasir, bawang merah dan beras ketan," jelas Novri.

Sepanjang tahun 2011-2012, petugas juga sudah memastikan status hukum untuk empat tersangka terkait impor gula ilegal tersebut.

http://regional.kompas.com/read/2013/12/19/2120362/Bea.Cukai.Aceh.Musnahkan.26.Ton.Gula.Impor.Ilegal

Pupuk Langka, Petani Rembang Kebingungan

Jumat, 20 Desember 2013

REMBANG, suaramerdeka.com - Petani di Kabupaten Rembang kebingunan karena kesulitan mendapat pupuk bersubsidi jenis urea. Padahal padi yang mereka tanam sudah memasuki waktu pemupukan pada minggu ini.

Sahid (40), petani di Desa Kedungasem, Sumber mengatakan, stok pupuk di tingkat pengecer kosong. “Seharusnya pemerintah sudah bisa memperkirakan kapan waktunya pemupukan padi, sehingga memastikan stok ada. Namun saat petani hendak menebus pupuk, di tingkat pengecer justru kosong,” jelasnya, Jumat (20/12).

Kelangkaan pupuk hampir merata di Kabupaten Rembang. Petani di sejumlah kecamatan seperti Sulang dan Pamotan juga kesulitan mencari pupuk bersubsidi. Kusnanto (45), petani di Desa Bangunrejo, Kecamatan Pamotanb menyebutkan, kelangkaan pupuk tak hanya untuk jenis urea saja.

Pupuk bersubsidi lainnya seperti jenis ZA juga kosong di tingkat pengecer. “Selain urea saya butuh pupuk ZA karena saya juga memiliki lahan melon. Karena tidak ada ZA terpaksa saya gunakan pupuk jenis lain yang memilikib kandungan sama,” jelasnya.

Maskud (53), petani di Desa Pamotan menambahkan, kelangkaan pupuk membuat petani khawatir perkembangan tanaman padinya tidak maksimal. Sebagian petani terpaksa meminjam pupuk ke petani lainnya yang masih memiliki simpanan.

“Mengapa tahun ini sampai terjadi kelangkaan di akhir tahun saat petani memasuki musim tanam. Pemerintah harus segera mengecek ke produsen maupun distributor. Jangan-jangan ada permainan untuk keuntungan oknum tertentu,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Rembang Suratmin mengatakan, seharusnya masih ada sisa stok pupuk urea sebanyak 1.419 ton. “Stok sebanyak itu seharusnya cukup untuk kebutuhan Bulan Desember. Tapi kenyataan di lapangan berbeda. Distributor dan gudang akan segera kami cek,” katanya.

( Saiful Annas / CN34 / SMNetwork )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/12/20/184067/Pupuk-Langka-Petani-Rembang-Kebingungan

Kamis, 19 Desember 2013

Bupati Sragen: Distributor Pupuk Nakal, Disanksi Saja!

Kamis. 19 Desember 2013

ilustrasi

SRAGEN—Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman meminta agar Komisi Pengawasan Pupuk Bersubsidi dan Pestisida (KP3) lebih peka dan tanggap dalam menyikapi laporan atau keluhan soal distribusi pupuk yang terjadi di tingkat bawah. Bahkan, KP3 diminta berkoordinasi dengan Dinas Perdagangan untuk berani memberikan sanksi tegas hingga peninjauan izin usaha kepada distributor yang nekat mengalihkan alokasi pupuk di luar aturan.

“Kuota atau jatah pupuk di setiap wilayah itu kan sudah dihitung sesuai kebutuhan kelompok, bahkan sampai ke petani. Artinya, kalau ada problem di lapangan sebenarnya problemnya ada di distribusi bukan di ketersediaan pupuk. Makanya saya mendorong KP3 harusnya berani memberi sanksi tegas kepada distributor yang nakal seperti itu,” ujarnya saat menghadiri acara Rembuk KTNA se-Sragen di Gedung Korpri, Rabu (18/12).

Menurut Bupati, dengan sistem Rencana Kebutuhan Definitif Kelompok (RDKK), jumlah dan material pupuk saat ini sebenarnya sudah melimpah. Sehingga jika dirunut, pemicu problem kelangkaan atau kekurangan di lapangan sebenarnya lebih banyak karena ketidaktepatan atau pelanggaran distribusinya. Karena itu, ia meminta KTNA dan Dinas Perdagangan lebih tegas menindak atau meninjau izin distribusi kepada distributor yang diam-diam mengalihkan alokasi di luar ketentuan.

“Kalau ada yang mengalihkan distribusi ke wilayah lain artinya itu sudah pelanggaran. Izin usaha distributor itu kan di kita. Kalau mereka terbukti menyalahgunakan dan melakukan pelanggaran, ya lebih baik diberi sanksi,” tegasnya.

Pernyataan Bupati itu disampaikan menjawab sejumlah pertanyaan dari kelompok tani di beberapa wilayah kecamatan yang masih mengeluhkan adanya kekurangan pupuk. Hal ini juga selaras dengan laporan yang masuk ke Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Sragen yang belum lama ini merilis ada 11 kecamatan yang mengalami kekosongan pupuk bersubsidi produk Petro seperti SP36, ZA, dan Phonska (NPK).

Ketua KTNA Sragen, Suratno mengatakan hasil penelusuran, kekosongan itu ternyata dipicu oleh perilaku sejumlah distributor yang kedapatan mengedrop kuota satu kecamatan melebihi alokasi yang ditentukan dalam SK. Seperti wilayah Sambungmacan di SK Bupati 2013 tertera mendapat jatah NPK 1.639 ton setahun, ternyata oleh distributor sudah didrop 1.902 ton atau 263 ton lebih banyak dari jatahnya. Sementara untuk Kecamatan Gondang yang jatah NPK-nya 1.639 ton dan baru diambil 1.081 ton atau masih punya sisa 558 ton, akhirnya tak lagi bisa mengambil sisa jatah itu, karena jatah pupuk sudah tidak ada lagi. Wardoyo

http://joglosemar.co/2013/12/bupati-sragen-distributor-pupuk-nakal-disanksi-saja.html

Subsidi Pupuk dan Benih Sebaiknya Dihapus

Kamis, 19 Desember 2013

JAKARTA, suaramerdeka.com - Pemerintah selama ini mengalokasikan anggaran subsidi benih dan subsidi pupuk bagi petani. Namun, program itu dinilai tidak membuat produktifitas petani meningkat.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyatakan subsidi benih dan subsidi pupuk tidak efektif dan bahkan sia-sia. "Subsidi itu sebenarnya untuk siapa? Pupuk organik apa yang terjadi di lapangan HET (harga eceran tertinggi) Rp 1.750 disubsidi Rp 1.000 dijual ke petani Rp 750, ngga laku, turun jadi Rp 500, ngga laku juga akhirnya disebarkan gratis. Lalu digunakan untuk apa, untuk tanggul. Kenapa? Karena kalau disebarkan ke tanaman, tanamannya menguning," jelasnya dalam diskusi 'Sektor Pertanian dan Tantangannya di Tengah Arus Liberalisasi' di Jakarta, Rabu (18/12).

Menurutnya, pupuk organik yang disebarkan oleh pemerintah tidak bagus untuk tanaman. Pupuk tersebut merupakan kotoran sapi yang dikumpulkan lalu disemprotkan mikroorganisme kemudian dipanaskan. "Jadi mikroorganisme mati semua. Itu bahan belum jadi," cetusnya yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank  Benih Tani Indonesia (AB2TI).

Hal yang sama juga terjadi pada subsidi benih. Dia melansir 50% subsidi benih tidak digunakan oleh petani. "Benih dari pemerintah malah diselipin jadi beras. Pasti diserap kan gratis tapi ngga dipakai," tambahnya.

Dia menyayangkan langkah pemerintah melarang petani menjual bibit. Padahal, menurutnya, bibit yang disubsidi pemerintah kualitasnya tidak bagus sehingga malah dijadikan beras. Sebaliknya, petani kadang justru menjual gabah yang bisa dijadikan bibit. "Hapuskan subsidi pupuk dan benih. Bagi petani dana itu lebih menguntungkan untuk stabilisasi harga di level petani. Karena harga jual produk tani sering di bawah biaya produksi. Bukan benihnya yang disubsidi, sesungguhnya itu subsidi untuk pengusaha," jelasnya.

Dia menambahkan, subsidi langsung ke petani juga bisa diberikan agar petani membeli sendiri bibit dan pupuk yang berkualitas. Isu soal subsidi untuk pertanian yang terbaru adalah adanya Paket Bali hasil pertemuan World Trade Organization (WTO) beberapa waktu lalu. Salah satu poinnya adalah public stockholding for food security dengan memberikan subsidi pangan hingga lebih dari 10%.

Sayangnya, Andreas menilai kebijakan pemerintah tidak mengarah untuk mencapai subsidi pangan hingga 10% saja. Dia pun menilai paket Bali itu sangat tidak adil bagi petani. Meski subsidi pangan bisa lebih dari 10% namun waktu pemberiannya dibatasi hanya 4 tahun. "Setelah itu harus ada kesepakatan baru. India mau tidak terbatas. Sebenarnya kita bisa beri subsidi ke petani hingga Rp 60 triliun kalau ikut ini," ujarnya.

Dalam APBNP 2013, subsidi pangan mengalami peningkatan sebesar 4,3 triliun dari 17,2 triliun pada APBN 2013 meningkat menjadi Rp 21,5 triliun pada APBN-P  2013. Selain itu juga, subsidi pupuk dianggarkan naik Rp 1,7 triliun bila dibandingkan dengan APBN 2013.
( Kartika Runiasari / CN39 / SMNetwork )

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/12/19/183847/Subsidi-Pupuk-dan-Benih-Sebaiknya-Dihapus