Jumat, 31 Januari 2014

Gita Disoraki Wartawan!!! Orang Kayak Gini Mau jadi Presiden

Jumat, 31 Januari 2014

Jakarta, Menit.tv: Gita Wiryawan yang menyatakan mundur dalam konpersnya di kantor Kementrian perdagangan, Jumat 31 Januari 2014.

Usai menyatakan mundur, Gita Wiryawan langsung beranjak dari tempatnya tanpa ada kata-kata atau tanya jawab. Hal ini membuat kesal para awak media yang langsung menyorakinya."Huuuu...orang kayak gini mau jadi Presiden,"teriak awak media.

Konpres yang berlangsung cepat ini juga membuat awak media bertanya-tanya dan ngedumel karena tak diberi kesempatan bertanya. Menurut para staf Kementrian Perdagangan jumpa pers tersebut hanya karena waktu."Ini kan mau Jumatan, jadi cukup penjelasannya,"kata salah satu staf.

''Saya memilih mundur untuk fokus pemenangan konvensi capres,'' ujar Gita kepada wartawan. Permintaan ini sudah disampaikan langsung ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dua hari yang lalu.

Menurut Gita, presiden SBY sudah menerima permintaan mundur tersebut. Langkah mundurnya efektif 31 Januari ini.

Rencanaya, kata Gita, selepas konfrensi pers di Senayan Golf, dia akan memberikan keterangan serupa di Kantor Kemendag. Selepas shalat Jumat Gita akan mengemas barang-barangnya di kantor.

Saat ditanya siapa penggantinya, Gita menyerahkan sepenuhnya kepada presiden. Ia mengaku tidak diminta saran atau pendapat mengenai penggantinya itu.

http://2013.menit.tv/read/2014/01/31/40921/0/2/Gita-Disoraki-Wartawan-Orang-Kayak-Gini-Mau-jadi-Presiden

Oso: Otak Impor Beras Ilegal Harus Dihukum Mati

Kamis, 30 Januari 2014


Jakarta, Menit.tv: Kasus impor beras ilegal yang berasal dari Vietnam semakin bergulir. Celakanya, sejumlah menteri yang terkait dengan perizinan impor, malahan saling lempar tanggung jawab.

Menanggapi peristiwa kasus impor beras ilegal dari Vietnam yang pemasukannya melalui Pelabuhan Tanjung Priok dan Belawan mencapai kl 16.900 ton mendapat reaksi Ketua Umum HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Oesman Sapta Odang (Oso). Menurutnya, pihak HKTI akan segera membentuk tim investigasi untuk memburu otak di balik impor beras ilegal.

“Otak impor beras ilegal ini adalah jelas seorang penghianat bangsa. Mereka pantas dihukum mati,’’  kata Oso di Jakarta, Kamis 30 Januari 2014.

Oso yang juga Ketua Dewan Pertimbangan Kadin Indonesia itu menegaskan, pihaknya kini sedang berkordinasi dengan instansi aparat hukum dan akan membentuk “Tim Investigasi Impor Beras Ilegal” dengan melibatkan unsur Kadin Indonesia yang dipimpin oleh Rizal Ramli.

Dia menegaskan, percuma saja para menteri terkait saling lempar tanggung jawab. Cara itu tidak akan menyelesaikan masalah. Untuk itu, HKTI mendesak sebaiknya Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan duduk bersama untuk mencari solusi.

“Bea-Cukai juga tak bisa lepas tangan, karena mereka yang mengawasi barang impor, betul nggak”?? tegas pimpinan usaha Oso Group itu.

Seperti diketahui, kasus ini terungkap ketika para pedagang beras menyatakan kepada Menko Bidang Perekonomian Hatta Rajasa saat kunjungan ke Pasar Induk Beras Cipinang, bahwa ada beras yang baru datang pada pekan ketiga Januari 2014. Dan beras memiliki spesifikasi yang sama dengan yang didatangkan pada 2013 dari Vietnam.

Mengkonfirmasi hal ini, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menunjukkan ke publik bahwa beras asal Vietnam tersebut memang berizin Kementerian Perdagangan. Akan tetapi Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi, yang ditanya soal hal tersebut langsung membantah.

Sebaliknya, Menteri Pertanian Suswono malahan meminta kasus peredaran beras impor asal Vietnam diusut tuntas. Pasalnya, beras tersebut jelas ilegal. “Saya minta diusut tuntas, agar diketahui siapa di balik impor beras ilegal itu,” kata Mentan Suswono kepada media Rabu (29/01) di Jakarta.

Mentan menegaskan, Kementerian Pertanian tidak pernah mengeluarkan rekomendasi impor beras dari Vietnam. Karena itu pihaknya telah mengirimkan surat kepada Menteri Perdagangan guna meminta klarifikasi mengapa ada beras impor asal Vietnam yang masuk ke pasar.

Mentan menjelaskan, beras impor asal Vietnam yang saat ini beredar di pasaran adalah beras jenis medium. Kementan tidak pernah mengeluarkan rekomendasi untuk mengimpor beras jenis ini karena stok cukup bahkan surplus.

“Produksi beras kita surflus 5 juta ton tahun 2013. Dalam banyak kesempatan saya selalu bicara tahun ini tidak ada alasan untuk impor beras. Bulog juga punya stok hingga 2 juta ton akhir tahun lalu,” kata Mentan.

Sebelumnya diberitakan, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mencatat telah terjadi importasi beras sebanyak 83 kali dengan total 19.600 ton. itu dilakukan oleh 58 importir terdaftar yang menerima SPI kemendag.

Beras Vietnam yang diimpor tersebut memiliki spesifikasi medium. Jenis beras yang sebenarnya hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog.

http://www.lintas.me/go/menit.tv/oso-otak-impor-beras-ilegal-harus-dihukum-mati

Kamis, 30 Januari 2014

Firman Subagyo : Impor Beras Ilegal Kejahatan Ekonomi

Kamis, 30 Januari 2014

FIRMAN SUBAGYO
JAKARTA, BARATAMEDIA – Heboh impor beras ilegal yang masuk dari Vietnam awal Januari 2014 ini semakin ramai diperbincangkan masyarakat. Seperti diketahui, telah diberitakan sebelumnya, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mencatat telah terjadi importasi beras sebanyak 83 kali dengan total 16.900 ton. itu dilakukan oleh 58 importir terdaftar yang menerima SPI Kemendag (Kementerian Perdagangan).

Beras Vietnam yang diimpor tersebut memiliki spesifikasi medium. Jenis beras yang sebenarnya hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo, yang dihubungi BARATAMEDIA, Kamis pagi (30/01) mengatakan dirinya sudah meminta kepada aparat penegak hukum supaya mengusut tuntas dan menindak tegas masuknya beras impor ilegal 16.900 ton dari Vietnam.

Lebih jauh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI itu mengatakan dalam pesan pendeknya menitipkan empat peringatan keras.

“Kisruh impor beras ilegal dari Vietnam itu, yang terjadi dan para pejabat yang saling tuding”. Firman Subagyo menuntut “supaya aparat penegak hukum harus menindak tegas karena ini sudah merupakan kejahatan ekonomi”, ini yang pertama.

“Saya selaku pimpinan Komisi IV DPR RI sudah menanyakan kepada Mentan (Menteri Pertanian) dalam acara raker (rapat kerja) , tapi Mentan dengan tegas menjawab pihaknya tidak mengeluarkan rekomendasi untuk impor tersebut.

Mentan menyatakan stok beras masih cukup. Bulog masih ada stok 2 juta ton”. Ini yang kedua.

“Beras yang diimpor adalah beras medium dan ini bukan domain pihak swasta, akan tetapi itu tetap domain pemerintah. Dan hanya Bulog yang bisa mengimpor atas permintaan/penugasan dari pemerintah”. Ini yang ketiga.

Hendaknya para pejabat terkait disaat petani menghadapi penderitaan musibah bencana banjir dan gagal panen mestinya prihatin dan berbuat sesuatu untuk membantu.

Akan tetapi yang saya lihat sekarang ini, “para pejabat yang terkait malah berebut dolar untuk mengijinkan impor komoditi pangan walaupun melanggar aturan yang ada.

Ini kan namanya perbuatan SADIS???!!!”, Ini yang keempat, tulis Firman Subagyo.

Pendeka kata,”berasnya harus disita untuk negara,” kata Firman, “Yang harusnya boleh mengimpor hanya Bulog atas permintaan pemerintah,” kata Firman. Juga disampaikan oleh Mentan, kata Firman, bahwa stok beras nasional masih cukup mencapai 2 juta ton.

“Yang ada di Bulog mafia impor pangan, sudah sangat luar biasa. Untuk itu harus ditindak secara tegas karena disisi lain petani sedang dihadapkan kepada musibah bencana yang tak kunjung habis tetapi oknum pemerintah berebut dolar AS dari kebijakan impor pangan,” kata Firman.

Lebih jauh, politisi Golkar ini menegaskan, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan harus bertanggungjawab memberi izin beras impor.

“Ini sangat menyakitkan hati rakyat untuk itu Gita Wirjawan harus bertanggungjawab,” tegas Firman yang mencurigai adanya unsur “permainan” oknum pejabat kementerian yang membutuhkan dana untuk kegiatan politiknya.

“Ini kan tahun politik. Pasti ada yang memanfaatkan keadaan. Apalagi ada menteri yang maju sebagai Capres 2014,” tandas Firman Subagyo.(yudha/tim buser baratamedia) .

http://www.baratamedia.com/read/2014/01/30/56301/firman-subagyo-impor-beras-ilegal-kejahatan-ekonomi

Nelayan tak Melaut, Pemerintah Harus Peduli

Kamis, 30 Januari 2014

SOREANG,(PRLM).-Aktifitas melaut nelayan di sebagian besar wilayah perairan tanah air kembali terhambat. Sebagian besar nelayan tidak melaut karena cuaca ekstrem sehingga seharusnya peduli dengan menyalurkan bantuan.

"Aktifitas melaut hanya dilakukan oleh beberapa nelayan saja yang nekad melawan ombak tinggi dan cuaca yang kurang bersahabat," kata Ketua Kelompok Komisi Kelautan Fraksi PKS DPR RI Hb. Nabiel Al-Musawa, dalam pernyataannya ke "PRLM", Kamis (30/1).

Dia mengatakan, angin laut bertiup sangat kencang disertai ombak besar dan hujan. "Pendapatan nelayan saat ini berkurang dan tidak menentu, bahkan banyak yang tidak bisa melaut. Kondisi cuacanya tidak terlalu bagus untuk aktifitas melaut". Ujarnya

Pemerintah harus segera mengambil langkah antisipatif, khususnya untuk membantu para nelayan yang tidak bisa melaut. "Lantaran masih berlangsungnya cuaca ekstrem dalam beberapa pekan terakhir awal tahun ini," katanya.

Langkah yang bisa diambil pemerintah saat ini misalnya, dengan memberi kegiatan padat karya bagi nelayan yang tidak bisa melaut. "Bisa juga dengan memberikan bantuan bahan pokok kepada nelayan selama mereka berhenti melaut," katanya.(A-71/A-107)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/268018

Politisi Golkar: Gita Wirjawan Bertanggungjawab Beras Ilegal Vietnam

Kamis, 30 Januari 2014

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo, meminta kepada aparat penegak hukum harus mengusut tuntas dan menindak tegas masuknya beras impor ilegal 19.600 ton dari Vietnam.

"Berasnya harus disita untuk negara," kata Firman ketika dikonfirmasi Tribunnews.com, Kamis (30/1/2014).

Menurut Firman, Menteri Pertanian Suswono telah dimintai tanggapannya oleh Dewan dalam rapat namun tegas  menjawab tidak mengeluarkan rekomendasi dan beras impor termasuk beras jenis medium sekalipun.

"Yang harusnya yang boleh mengimpor hanya Bulog atas permintaan pemerintah," kata Firman.

Juga disampaikan oleh Mentan, lanjut Firman, bahwa stok beras nasional masih cukup mencapai 2 juta ton.

"Yang ada di Bulog mafia impor pangan sudah sangat luar biasa untuk itu harus ditindak secara tegas karena disisi lain petani sedang dihadapkan kepada musibah bencana yang tak kunjung habis tetapi oknum pemerintah berebut dolar AS dari kebijakan impor pangan," kata dia.

Lanjut politisi Golkar ini Menteri Perdagangan Gita Wirjawan harus bertanggungjawab memberi izin beras impor.

"Ini sangat menyakitkan hati rakyat untuk itu Gita Wirjawan harus bertanggungjawab," kata dia.

Sebelumnya diberitakan, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu mencatat telah terjadi importasi beras sebanyak 83 kali dengan total 19.600 ton. itu dilakukan oleh 58 importir terdaftar yang menerima SPI kemendag.

Beras Vietnam yang diimpor tersebut memiliki spesifikasi medium. Jenis beras yang sebenarnya hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog.

http://www.tribunnews.com/nasional/2014/01/30/politisi-golkar-gita-wirjawan-bertanggungjawab-beras-ilegal-vietnam

Rabu, 29 Januari 2014

DPR Minta Impor Beras Ilegal Dibagikan ke Rakyat

Selasa, 28 Januari 2014

DPR Minta Impor Beras Ilegal Dibagikan ke Rakyat

JAKARTA, SOROTnews.com - Adanya kabar beras impor ilegal masuk dengan sah mendapatkan reaksi keras dari Komisi IV DPR RI. Kesimpang siuran ini harus diklarifikasi kepada pemerintah. Jika benar beras yang diimpor itu beras medium dilakukan oleh swasta, itu menyalahi aturan UU yang ada dan hukumannya semakin berat.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo (F-PG), saat Rapat Kerja Komisi IV dengan Kementerian Pertanian, di Gedung DPR RI Jakarta, Senin (27/1/2014), Bila beras tersebut ilegal katanya, maka harus disita negara. "Disita oleh negara, bagikan pada rakyat, agar mempunyai efek jera, kapok," tegas Firman,

Menurut Firman, hal ini juga terkait dengan lemahnya ketentuan undang-undang yang mengisyaratkan bilamana barang masuk ke pabeaan yang surat-suratnya belum lengkap diberikesempatan selama 3 bulan untuk melengkapi.”Akhirnya barang yang sampai pabean bisa melengkapi dokumen. “Otoritas kepabeanan terlalu luar biasa. Jadi barang ilegalpun akhirnya menjadi legal,” ujarnya.

Hal iitu terjadi disebabkan ada kelemahan di kepabeanan, karena ini terjadi pada  produk pangan lainnya seperti daging, kedelai dan bawang yang bisa masuk tanpa surat lengkap yang kemudian bisa dilengkapi surat selanjutnya. " Atas kasus ini maka perlu segera merevisi UU Kepabeanan," tandas Firman.

Sementara itu Menteri Pertanian Suswono, menjelaskan pada tingkat Kementerian Perekonomian tidak ada izin impor beras medium. “Kalaupun ada pasti ditugaskan kepada Bulog, tidak mungkin diserahkan ke swasta,” jelasnya.

Menurut Suswono, jajaran Dirjen Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian (P2HP) Kementerian Pertanian tidak pernah mengeluarkan rekomendasi. “Yang dikeluarkan rekomendasi P2HP hanya beras khusus atau beras tertentu seperti menir,dan ketan. Itupun ada syaratnya yaitu menyerap ketan dalam negeri,” paparnya.

Terkait kasus masuknya beras dari Vietnam ini, Menteri Pertanian minta kepada Dirjen P2HP untuk mencari tahu informasi yang lengkap.
Kepala Badan Karantina Bainun Harpini mengatakan pihaknya tidak ditugaskan melakukan pemeriksaan dokumen.

“Pemeriksaan SPI adalah tugas aparat bea cukai. Dalam kasus beras, Kementerian Perdagangan juga sudah menunjuk surveyor untuk melakukan pengecekan di negara asal termasuk jenis beras terkait kesesuaian izin. Tidak ada alasan sekarang impor beras karena Bulog cukup kuat dengan stok diatas 2 juta ton,”  pungkas Suswono.

http://www.sorotnews.com/berita/view/dpr-minta-impor-beras-ilegal.6118.html#.UujeXvuyTIU

Benar-benar Rezim Pemburu Rente

Selasa, 28 Januari 2014

Impor beras dari Vietnam bikin heboh. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan selama Januari-November 2013 Indonesia mengimpor beras sebanyak 156.386 ton (http://de.tk/VBdKIa). Beras Vietnam yang ditemukan di pasar induk Cipinang serupa bentuk dan rasa dengan beras lokal yang seharusnya hanya boleh diimpor oleh Perum Bulog.

Padahal pemerintah sudah kadung sesumbar tahun 2013 tidak ada beras impor. Stok beras yang dikelola Bulog cukup dan harga stabil.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan menyatakan total impor beras selama 2013 hanya 16.900 ton. “Ia mengakui, Indonesia mengimpor beras di 2013. Tetapi hanya ada 2 jenis beras yang diimpor, yaitu Basmati asal India dan Japonica asal Jepang, sedangkan beras medium tidak. Jumlah total yang diimpor kedua jenis beras itu sebanyak 16.900 ton.” (http://de.tk/VBhx1S).

Pada kesempatan lain, Dirjen mengatakan:”Kelihatannya nggak, kan modus-modus itu banyak ya, jadi nggak bisa dipastikan,” ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Bachrul Chairi saat ditemui di Kantor Kementerian Perdagangan Jalan Ridwan Rais Jakarta Pusat, Senin (27/01/2014). (http://de.tk/VnWdy8).

Sebaliknya, Wakil Menteri Perdagangan memastikan beras asal Vietnam yang beredar di pasar Cipinang adalah ilegal. Ini kata Wamen: “Yang legal adalah jenis beras khusus. Di luar itu ilegal,” ungkap Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi kepada detikFinance, Senin (27/01/2014). (http://de.tk/VlF5FG). menko Prekonomian Hatta Rajasa menyatakan hal yang sama.

Sumber berita yang sama memaparkan versi Ditjen Bea Cukai dan pedagangan beras di pasar induk Cipinang: “Sebelumnya Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merilis impor beras dengan pos tarif atau HS 1006.30.99.00 asal Vietnam sebagaimana diprotes oleh pedagang beras Pasar Induk Cipinang Jakarta Timur Billy Haryanto, benar-benar ada kegiatan importasinya.” Jadi, beras itu masuk secara legal didukung oleh perizinan dari Kemendag, masuk lewat pelabuhan Tanjung Priok dan Belawan.

Penjelasan Dirjen Perdagangan Luar Negeri terkesan mencla-mencle dan kurang logis. Bayangkan, beras impor hanya sebanyak 16.900 ton, tetapi izin impor diberikan kepada 164 importir/pedagang. Kalau dirata-ratakan, setiap pemegang lisensi hanya mengimpor 103 ton. Ini betul-betul obral lisensi. Kalau benar yang dikemukakan Ditjen bea dan Cukai, importer-importer itu jauh lebih banyak merealisasikan impornya. kalau cuma 103 ton untuk beberapa kali importasi, rasanya laba yang didapat tidak menggiurkan.

Tidak sekali ini saja Kemendag berulah. Bahkan, untuk kasus impr bawang putih, Menteri Perdagangan ditetapkan sebagai terlapor oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kasus dugaan “kartel” bawang putih sedang dalam proses persidangan di KPPU.

Berbeda dengan kasus bawang putih yang produksi dalam negerinya tidak sampai 10 persen, impor beras yang dilakukan secara tak patut niscaya memukul jutaan petani local karena harga jual beras Vietnam lebih murah sekitar Rp 500 - Rp 700 per kilogram.

Teramat mudah menelusuri keganjilan impor beras dari Vietnam ini. Teliti saja dari dokumen impor resmi, dengan mudah diketahui siapa saja yang mengimpor. Besok pun kita bias thu siapa yang berbohong.

Menteri Perdagangan dan Presiden jangan diam membisu!!!

Faisal Basri
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/01/28/benar-benar-rezim-pemburu-rente-631071.html

Sabtu, 25 Januari 2014

Mencari “Presiden” Pro Petani-Nelayan

Jumat, 24 Januari 2014

Jurnas.com | Oleh: Muhamad Karim,

Dosen Universitas Trilogi/ Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan & Peradaban Maritim (PK2PM)

Pemilihan umum (Pemilu) 2014 tinggal seumur jagung. Pemilu ini hendak memilih anggota legislatif lalu Presiden dan Wakil Presiden 2014-2019. Sayangnya, ritual demokrasi lima tahunan ini kerap mengabaikan soal nasib petani dan nelayan. Hingga kini nasib nelayan dan petani bak hidup enggan mati tak mau. Amat sulit mencari argumen rasional yang menjustifikasi soal perbaikan kesejahteraan mereka. Petani dan nelayan kerapkali jadi obyek politik semata saat berlangsungnya pesta demokrasi. Tatkala Pemilu usai dan pemerintahan terbentuk petani dan nelayan bak anak ayam kehilangan induknya. Mereka hanya dibutuhkan saat Pemilu guna mendulang suara. Habis manis sepa dibuang. Amat tragis memang. Mungkinkah Pemilu 2014 akan melahirkan Presiden yang pro petani-nelayan?

Nasib Petani

Petani dan nelayan Indonesia memasuki awal tahun 2014 ini bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Musim hujan yang melanda seluruh wilayah Indonesia menimbulkan beragam bencana. Banjir, rob dan tanah longsor telah memakan korban. Ribuan hektar sawah dan lahan pertanian terancam gagal panen. Imbasnya, produksi pangan beras, dan sayuran diperkirakan akan menurun. Padahal Negara telah melindunginya dengan Undang-undang (UU) No 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. UU ini masih menuai kontroversi karena adanya klausal soal pembagian lahan bagi petani alias reforma agraria. Akan tetapi hal ini jadi soal karena lahan yang mesti dibagi tak sebanding dengan jumlah petani di Indonesia. UU menyebutkan setiap rumah tangga petani akan mendapatkan lahan seluas 2 hektar (Pasal 12 ayat 2). Hingga kini rumah tangga petani (RTP) gurem 14,25 juta. Jumlah tanah terlantar 7,3 juta hektar. Artinya setiap RTP akan mendapatkan lahan 1,95 hektar. Bukankah hal itu masih bertentangan dengan perintah UU karena setiap RTP mendapatkan luas kurang adri 2 hektar apalagi ditambah dengan buruh tani? Pun, 15 persen dari lahan terlantar itu buat pengembangan pangan, energi dan perumahan rakyat. Lantas lahan mana lagi yang mau dibagikan kepada mereka ? Ironisnya lagi dalam UU ini petani yang hendak mengusahakan lahan mesti meminjam modal dari pemerintah (pasal 58) sebagai jaminannya? Bukankah hal ini mengingkari prinsip reforma agraria? Pasalnya hingga kini kesejahteraan petani kita belum beranjak signifikan. Data BPS (2013) mencatat nilai tukar petani Indonesia September 2013 104,56 meningkat 105,30 bulan Oktober 2013. Sayangnya bulan November 2013 turun menjadi 101, 78 lalu meningkat jadi 101,94. Amat sulit mencapai angka 150. Berarti kesejahteraan petani Indonesia masih rendah dalam satu dasawarsa terakhir. Inilah agenda penting bagi calon presiden terpilih hasil pemilu 2014 untuk menomorsatukan soal pangan, dan pertanian ini. Pasalnya, Global Food Security Index (GFI) 2012 mencatat yang dirilis Economist Intelligent Unit (EIU) menempatkan indeks keamanan pangan Indonesia di peringkat 64 dengan indeks 46,8 atau bawah 50 (0-100) dari 105 negara yang diteliti. Posisi Indonesia jauh lebih buruk ketimbang negara tetangga Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Imbasnya Indonesia terancam kelaparan. GHI Indonesia tahun 2012 sebesar 12,0 menurun menjadi 10,1 2013. Posisinya berada dibawah Malaysia (5,5), Thailand (5,8) dan Vietnam (7,7). Kriteria IFPRI mengkategorikan tingkat kelaparan yaitu ≤4,9 rendah; 5,0-9,9 moderat; 10,0-9,9 serius; 20,0-29,9 mengkhawatirkan; dan ≥ 30 sangat mengkhawatirkan. Indonesia masuk kriteria kelaparan serius. Celakanya, hasil, sensus pertanian 2013 mencatat rumah tangga petani (RTP) semenjak tahun 2003 menurun dari 31,17 juta menjadi 26,13 juta tahun 2013. Dalam kurun waktu satu dasa warsa Indonesia kehilangan RTP 5,07 juta. Kondisi ini kian membenarkan ancaman ketahanan pangan dan kelaparan di masa datang.

Nasib Nelayan

Nelayan pun tak jauh beda dengan nasib petani. Data BPS (2013) mencatat jumlah rumah tangga perikanan (RTP) budidaya ikan sejumlah 1,19 juta sedangkan penangkapan 0,86 juta hingga totalnya 1.38 juta rumah tangga. Bila diasumsikan setiap RTP memiliki anggota keluarga 5 orang, jumlahnya mencapai 6,9 juta orang. Kini, mereka pun tak bisa melaut karena gelombang tinggi disertai badai. Akibatnya nelayan kita beralih profesi menjadi buruh maupun tukang ojek. Mereka pun kian terjebak dalam jurang kemiskinan struktural akibat utang yang kian menggunung. Sementara aktivitas melaut berhenti sama sekali akibat cuaca yang kian tak menentu. Dibalik nasib nelayan yang terpuruk, sektor perikanan Indonesia kian mengalienasi nelayan. Faktanya, pertama, asing kian menggurita dalam bisnis perikanan Indonesia. Semenjak tahun 2010 hingga kuartal III 2013 sektor perikanan Indonesia dikuasi penanaman modal asing (PMA). Kontribusinya melebihi 99 persen ketimbang penanaman modal dalam negeri (PMDN) yang cuma 1 persen. Data BKPM (2013) mencatat hingga kuartal III tahun 2013 nilai investasi PMA senilai US$ 17 juta (99,8 persen) ketimbang PMDN yang cuma US$ 20.000 (0,45 persen). Kedua, semenjak tahun 2007-2012 ekspor ikan dan produk perikanan melonjak signifikan. Sayangnya, impornya pun meningkat. Data UN-Comtrade (2013) mencatat volume laju ekspor perikanan Indonesia mencapai 8,8 persen. Pun, volume impornya dalam rentang waktu yang sama mencapai 24,69 persen. Laju ekspornya mencapai 11,39 persen sedangkan impornya 39,47 persen. Celakanya dalam 5 tahun terakhir ikan dan produk perikanan impor menyerbu Indonesia. Jenisnya, mackerel, fillet hingga sardin. Padahal , pasal 36 ayat (1) UU Pangan No 18 Tahun 2013 telah membatasi impor pangan. Saat bersamaan nelayan kita juga mengalami surplus produksi. Ironisnya harganya pun jatuh di pasar local. Situasi kian membuat miris. Sebab, dunia perikanan Indonesia terkesan jauh pangan dari api mewujudkan ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan. Ditambah lagi kian maraknya ekspor ilegal. Terbukti, tahun 2000 Indonesia disinyalir mengekspor ikan tuna Albacore secara ilegal hingga 52 persen dari total volumenya ke Thailand. Volumenya mencapai 271.419 kg dengan nilai US$ 1.070.630. Tahun 2010, dugaan ekspor ikan tuna Albacore ilegal ke Thailand kian meningkat hingga 69,20 persen dari total volumenya. Volumenya mencapai 2.352.724 kg dengan nilai US$ 8.326.839. Ketiga, nilai tukar nelayan (NTN) dan pembudidaya ikan menurun. Bulan November 2013 senilai 102,04 turun menjadi 101,98 pada Desember 2013 (BPS, 2013). Perubahannya tercatat 0,05 persen. Meski, nyatanya NTN ini penurunannya tercatat semenjak September (105,21) hingga Oktober 2013 (104,94) (BPS 2014). Penurunan ini mengisyaratkan kesejahteraan nelayan Indonesia turun drastis. Penyebabnya, iklim dan cuaca yang tak menentu. Nelayan tak dapat melaut akibat gelombang tinggi, disertai angin. Pembudidaya ikan kerap mengalami gagal panen akibat banjir dan rob yang membobol lahan budidaya perikanannya. Imbasnya, NTN semenjak era reformasi hingga kini tak pernah menyentuh angka 150. Wajar, jika kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan tak berubah. Malah terjebak dalam jurang kemiskinan struktural. Keempat, dibalik nasib nelayan yang kian terpuruh, malah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengizinkan kapal ikan ukuran 1000 gross ton (GT) sebanak tiga unit beroperasi di perairan ZEE Indonesia. Konon kabarnya pengelolaanya dari China. KKP berdalih demi industrialisasi perikanan. Persis sama amburadulnya dengan program 1000 kapal INKA MINA yang carut marut hingg disinyalir gagal. Bukankah kebijakan kian membenarkan ketidakberpihakan pemerintah terhadap nelayan.

Kriteria

Pemilu 2014 mestinya jadi momentum stratgis guna mencari calon presiden yang pro petani-nelayan. Setidaknya kriterinya yaitu, pertama, memiliki visi dan misi yang jelas dan berpihak terhadap perbaikan nasib petani dan nelayan. Umpamanya, sang calon presiden mengkongritkan reforma agrarian demi membagikan lahan kepada petani gurem dan buruh tani, tanpa meminjamkan modal. Bukan pemilik modal (Baca: UU No 5 tahun 1960). Ironinsnya di kelautan, revisi UU No 27 tahun 2007 tentang wilayah pesisir dan pulau kecil malah membebaskan asing berinvestasi di pulau kecil (pasal 22 a). Sementara untuk nelayan menstop kebijakan industrialisasi perikanan yang utopis karena lebih mementingkan keentingan asing ketimbang nelayan tradisional. Imbasnya kesejahteraan nelayan kian terjun bebas. Kedua, berani menghentikan impor pangan pokok; beras, kedelai, jagung, ikan, garam, susu dan daging. Ia sebaiknya mengoptimalkan produksi pangan dalam negeri yang mengedepankan model pertanian alternative (agroekologi/agroekosistem/agekoteknologi) dan perikanan rakyat supaya perintah UU Pangan soal ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan tercapai. Ketiga, berani mengangkat menteri yang memimpin kementerian sektoral bukan dari partai politik. Melainkan dari kaun professional, intelektual, punya trade record yang jelas dalam membela petani dan nelayan hingga bebas KKN. Utamanya, kementerian Pertanian, Kelautan dan Perikanan, dan Kehutanan. Sebab, kementerian itu amat terkait dengan soal pangan. Setidaknya, tiga criteria itulah kriteria calon presiden yang pro petani-nelayan dan pertanian dalam arti luas.

http://www.jurnas.com/news/121445/Mencari_ldquoPresidenrdquo_Pro_Petani-Nelayan_/1/Nasional/Opini

Pupuk Bersubsidi Langka, Petani Terpaksa Beli di Atas HET

Jumat, 24 Januari 2014

METROSIANTAR.com, BANDAR - Petani di Kecamatan Bandar mengeluh karena sulitnya mendapat pupuk subsidi. Jika pun ada, petani harus membeli dengan harga di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).

Lesmina Br Sinaga (55), warga Nagori Sido Tani Kecamatan Bandar mengaku pupuk subsidi yang sulit didapat yakni jenis Phonska dan SP-36.  Padahal kedua pupuk itu sangat penting karena sudah mulai masuk masa pemupukan pertama tanaman padi.

“Tak tahu kenapa bisa langka, karena beberapa minggu lalu masih ada. Tapi sekarang sudah menghilang dan penyalur tidak ada memberi penjelasan,” kata Lesmina diamini warga lainnya bernama Ponidi (45). Mereka menjelaskan, untuk sementara ada beberapa petani di daerah mereka menunda masa pemupukan, namun ada juga berusaha mencari dari luar daerah.

“Sebelum langka harganya rata-rata Rp2 ribu per Kg di kios penggecer. Tapi sekarang mencapai Rp3 ribu per Kg, itupun kami dapat dari luar daerah yakni Siantar dan Perdagangan,” ujar mereka.
Kadis Pertanian Simalungun Ir Jan Posman Purba ketika ditanya soal kelangkaan pupuk, mengaku belum mengetahui secara pasti penyebabnya.

Soal distributor pupuk subsidi di Simalungun khususnya di Kecamatan Bandar, Jan Posman juga mengaku tidak mengetahui pasti jumlahnya.

“Aku lagi di luar kantor, jadi nggak tahu jumlah distributor dan kuota pupuk. Kalau harga, itu diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup),” kata Purba singkat saat dibuhungi melalu telepon, Kamis (23/1) siang.

Sementara, sesuai Peraturan  Peraturan Menteri Pertanian Nomor.69/Permentan/SR.130/11/2012 tentang kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET ) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian  sebagaimana djelaskan dalam pasal 5 disebutkan, kebutuhan pupuk bersubsidi ditetap dalam peraturan bupati/wali kota mempertimbangkan kebutuhan yang direkap dan disusun dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang disusun kepala dinas, berdasarkan permohonan Kelompok Tani (Koptaan).

Harga pupuk bersubsidi yang ditetapkan yakni, Pupuk Urea Rp1.800 per Kg, SP-36 Rp2 ribu per Kg, ZA Rp1.400 per Kg, NPK Rp2.300 per Kg, Organik Rp500 per Kg. Sesuai pasal 11 Permentan No.69,  harga berlaku untuk pembelian oleh petani, pekebun, peternak dan petambak.  (lud/spy)

http://www.metrosiantar.com/2014/pupuk-bersubsidi-langka-petani-terpaksa-beli-di-atas-het/

Pemkab Keluhkan Distribusi Pupuk Subsidi

Jumat, 24 Januari 2014

SINJAI, FAJAR--Distribusi pupuk subsidi tak hanya dikeluhkan pengecer dan petani. Pemerintah kabupaten (Pemkab) Sinjai pun turut resah lantaran pendistribusian kurang maksimal.

Hal itu diungkap ketua Komite Pengawas Pupuk dan Plestisida (KP3), Taiyeb A Mappasere, Kamis 23 Januari 2014. Ia mengungkapkan, setelah melakukan evaluasi dan pengawasan, ditemukan adanya keterlambatan distribusi pupuk dari distributor ke pengecer. Keterlambatan tersebut mengorbankan sawah petani yang membutuhkan pupuk saat itu.

"Temuan kemarin yaitu adanya keterlambatan distribusi pupuk ke pengecer. Ini yang  dikeluhkan oleh petani. Pihak distributor yang terlambat mengangkut sehingga beberapa petani yang membutuhkan pupuk, belum bisa memperolehnya," kata Taiyeb.

Keterlambatan tersebut dipicu karena kurangnya distributor. Dari pihak Pupuk Kaltim selaku produsen, hanya mengerahkan satu distributor.  Sebelumnya, Pupuk Kaltim mengerahkan tiga distributor untuk melayani pengecer. Namun, karena adanya pemutusan kerja dua distributor lainnya, membuat PT Ta Disangka kewalahan melayani pengecer.

Kepala dinas Pertanian dan Hortikultura, Muh Jamil mengungkapkan, persolan ini dikarenakan akibat dari suatu proses yang tak diduga. Pada 2014, Pupuk Kaltim hanya mengandalkan PT Ta Disangka sebagai distributor tunggal. Pemutusan dua distributor lainnya dilakukan bulan Desember tahun 2013 kemarin, tanpa mengoordinasikan ke pihak pemkab.

"Saat petani butuh pupuk, pihak produsen memutuskan sepihak dengan menonaktifkan dua distributor. Ini yang sangat kami sayangkan. Padahal bila dikoordinasikan, pemkab bisa mengusulkan distributor lain untuk membantu," kata Muh Jamil.

Temuan lainnya, PT Ta Disangka enggan mendistribusi pupuk ke pengecer bila tidak memenuhi target. Menurut laporan kepala gudang pupuk, Marzuki mengungkapkan, PT Ta Disangka merasa rugi dari sisi BBM apabila mengangkut pupuk kurang dari tujuh ton, sehingga untuk menyiasati hal itu, PT Ta Disangka menunggu hingga muatannya capai tujuh ton, lalu didistribusi ke pengecer di kecamatan. Padahal seharusnya, berapapun yang diminta pengecer saat itu, maka PT Ta Disangka harus mendistribusikannya.

Kendati adanya temuan itu, Pemkab Sinjai meminta agar PT Ta Disangka tidak main-main dalam mendistribusikan pupuk subsidi. Apalagi anggaran yang dialokasikan pemerintah pusat untuk membiayai pupuk tersebut senilai Rp2 triliun. Pemkab menilai ada monopoli dan indikasi permainan yang kurang sehat dilakukan pihak distributor. (ulf/bas)

http://www.fajar.co.id/sulawesiselatan/3107095_5663.html

Stop Impor Gula

Jumat, 24 Januari 2014

SURYA Online, SURABAYA - Pengendalian harga gula melalui Bulog dinilai baik jika upaya stabilisasi harga melalui Bulog tidak disertai impor gula, meski tujuannya untuk memenuhi stok gula Bulog.

Sekretaris Perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI, Adig Suwandi menyebutkan, selama semester I 2014, harga gula diperkirakan masih akan tertekan, sebagai konsekuensi logis masih banyaknya stok, baik di gudang Pabrik Gula (PG) maupun pedagang.

Data Dewan Gula Indonesia menunjukkan, per 31 Desember  2013, stok gula nasional 1,24 juta ton atau 34 persen lebih tinggi dibanding penghujung 2012 yang mencapai 914.000 ton. Di sisi lain, produksi sampai dimulainya giling di sebagian besar PG di Jawa, Mei 2014 sebanyak 180.000 ton.

Stok bisa bertambah bila diperhitungkan rembesan gula rafinasi ke pasar sebagaimana hasil audit tim independen beberapa waktu lalu yang menemukan 110.799 ton. Jumlah tersebut potensial bertambah kalau temuan tersebut hanya sebatas yang terlacak.

"Kebijakan tidak mengimpor gula menjadi kata kunci bagi petani mengingat harga lelang yang terus berjatuhan. Kini harga gula hanya berada dikisaran Rp 8.550 - Rp 8.650 per Kg," ujar Adig, Jumat (23/1/2014).

Untuk melindungi petani dan PG lokal, Pemerintah diharapkan tidak membuat kebijakan peningkatan stok melalui impor dan pencegahan rembesan gula rafinasi secara serius.

http://surabaya.tribunnews.com/2014/01/24/stop-impor-gula

Rabu, 22 Januari 2014

Penyelewengan Pupuk Bersubsidi Masih Tinggi

Selasa, 21 Januari 2014

MedanBisnis - Sidikalang. Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Pertanian Nomor 123/Permentan/SR.130/11/2013, tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) disebutkan salah satu upaya menekan penyelewengan pupuk bersubsidi. Sebab penyelewengan pupuk bersubsidi masih tinggi di Indonesia termasuk di Sumatera Utara.
Anggota Komisi IV DPR RI Anton Sihombing, mengungkapkan, dengan Permentan tersebut membuat pengurangan kuota pupuk untuk provinsi dan berdampak buruk bagi ketersedian pupuk di kabupaten/kota.

Dia menjelaskan, untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, ketersedian sarana produksi (Saprodi) salah satunya pupuk mesti cukup. Sebab dikala petani sulit mendapat pupuk, maka akan sulit meningkatkan hasil panen. "Sehingga, pemerintah harus ketat mengawasi pendistribusian pupuk bersubsidi supaya tidak diselewengkan oknum yang tidak bertanggungjawab karena hanya akan merugikan petani," sebutnya.

Dikatakan, tahun 2013 lalu, subsidi pupuk sebesar Rp 21 triliun, seharusnya jika tidak terjadi penyelewengan pendistribusian pupuk bersubsidi itu, tidak terjadi kelangkaan pupuk bagi petani. Tapi, karena masih terjadi penyelewengan dan nampaknya belum ada tindakan tegas dari pemerintah maupun penegak hukum sehingga sulit diberantas dan petani selalu kekurangan pupuk.

"Hanya bisa menindak yang kecil - kecil saja, sementara pemain besar terkesan dibiarkan, sehingga pemerintah harus lebih tegas lagi," kata Anton Sihombing, melalui wawancara yang dilakukan MedanBisnis, Minggu (19/1) di sela - sela melakukan kunjungan ke Sidikalang.

Disebutkan, untuk memenuhi ketersedian pupuk bagi petani, subsidi untuk pupuk itu mesti ditambah. Menurutnya jika di tahun 2013 hanya sekitar Rp 21 triliun, maka di APBN-P nanti akan diusulkan supaya ditambah menjadi Rp 23 triliun. "Dengan catatan pengawasan terhadap pupuk bersubsidi harus lebih ketat, supaya penyelewengan tadi tidak terjadi karena hanya akan merugikan petani kita itu sendiri," ucapnya.

Dia menambahkan, pada Desember 2013 lalu, DPR RI telah mengesahkan undang-undang No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan Terhadap Petani. UU itu nantinya diharapkan bisa menjawab permasalahan yang kerap merugikan para petani.

Sekedar mengingatkan, atas terbitnya Permentan Nomor 123/Permentan/SR.130/11/2013, tentang Kebutuhan Pupuk Bersubsidi dan HET tahun anggaran 2013, telah terjadi pengurangan alokasi untuk propinsi Sumatera - Utara.

Untuk Urea misalnya, alokasi awal 167.000 ton menjadi 162.450 ton (-4.550), SP-36 alokasi awal 48.000 menjadi 42.000 ton (-6.000), NPK alokasi awal 125.500 ton, menjadi 111.000 ton (-14.000), organik alokasi awal 27.400 ton, menjadi 18.800 ton (-8.600), namun ZA ada penambahan alokasi sekitar 3.000 ton, dari alokasi awal 50.000 ton menjadi 53.000 ton. (rudy sitanggang)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/01/21/74347/penyelewengan_pupuk_bersubsidi_masih_tinggi/#.Ut8DIPuyTIU

Kementan Kurangi Subsidi Pupuk Untuk Minimalisir Ketergantungan Pupuk Kimia

Selasa, 21 Januari 2014

KBRN, Surabaya : Upaya mengurangi ketergantuan para petani terhadap penggunaan pupuk kimia disiasati dengan mengurangi volume pupuk subsidi yang digagas kementrian pertanian. Meski menurut Ihsanudin, pengamat pertanian Univerrsitas Trunojoyo pengurangan subsidi tersebut akan mengubah sistem penanaman ke arah organik, namun tentu dibutuhkan pengalihan subsidi terhadap sarana pertanian yang lain. Pengurangan sebesar 18 triliun rupiah itu nantinya dikatakan Ihsanudin bisa dialih fungsikan dalam pemberian benih.

"Dengan adanya peralihan, mekanisme penanaman dengan menggunakan pupuk organik diakui Ihsan akan terjadi diferensiasi produk," ujarnya.

Penggunaan pupuk kimia yang semula digunakan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas pada masa orde baru lalu, kini harus beralih menjadi organik tentu dikatakan ihsanudin harus dimbangi dengan harga yang layak bagi para petani.

"Padahal di sejumlah negara seperti India, Thailand dan China pemberian subsidi pupuk justru ditingkatkan setiap tahunnya mengingat target produktivitas sektor pertanian yang harus dicapai di masing-masing negara," ungkap Ihsanudin. (Sary/Rio)

http://rri.co.id/index.php/berita/87043/Kementan-Kurangi-Subsidi-Pupuk-Untuk-Minimalisir-Ketergantungan-Pupuk-Kimia#.Ut8B8_uyTIU

Selasa, 21 Januari 2014

NU Tolak Monopoli Sertifikasi Halal

Selasa, 21 Januari 2014


REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menolak keras adanya monopoli sertifikasi produk halal, baik oleh Lembaga Pengkajian dan Pengawasan Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) maupun Kementerian Agama (Kemenag).

"PBNU dengan jamaahnya yang berjumlah puluhan juta menolak keras sistem monopoli pelayanan publik seperti ini. Hari gini masak monopoli?" ujar Ketua Umum Badan Halal Nahdlatul Ulama (BHNU) Maksum Machfoedz, Senin (20/1).

Menurut guru besar Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu, pasar saja dilarang monopoli sampai dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pelayanan publik, kata dia, tidak boleh dimonopoli.

Kemenag, menurut Maksum, juga sangat tidak pantas memonopoli sertifikasi produk halal. Sebab, ia adalah lembaga pengatur, bukan pelaksana. “Pantasnya, Kemenag atau negara itu mengatur, bukan pelaksana. Kalau dirangkap, moral hazard-nya semakin marak,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan, fungsi negara itu hanya tiga, yaitu pengawasan, regulasi, dan pengadaan public good (kebutuhan publik). Jika fungsi pelayanan bisa dilakukan oleh partisipasi publik, seperti PBNU, misalnya, negara (Kemenag) tinggal menjalankan fungsi regulasi dan pengawasan.

Maksum mengeluarkan pernyataan cukup pedas ini terkait molornya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) di DPR. Pembahasan yang berlarut ini ditengarai karena adanya tarik ulur kepentingan ekonomi antarpemangku kebijakan. Khususnya, antara LPPOM MUI dengan Kemenag. “Jika sinyalemen publik itu benar maka hal itu merupakan kemunduran yang bukan main. Sungguh memalukan,” kata dia.

Bagi PBNU, Maksum menegaskan, sertifikasi bukanlah kesempatan untuk mencari keuntungan ekonomi. Apalagi, sampai korupsi dan melakukan teror. Sertifikasi adalah pelayanan publik karena PBNU punya jamaah yang harus dilayani sesuai dengan keyakinannya. n c57 ed: chairul akhmad

http://www.republika.co.id/berita/koran/news-update/14/01/20/mzpc59-nu-tolak-monopoli-sertifikasi-halal

Permodalan Sektor Pertanian Minim, Produksi Pangan Nasional Rendah

Selasa, 21 Januari 2014

NERACA

Jakarta – Pandu Tani Indonesia (Patani) menilai permodalan di sektor pangan minim sehingga sulit untuk mendongkrak produksi pangan nasional. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, harus dipenuhi melalui jalan impor produk pangan dari luar negeri.

Iskandar Andi Nuhung, Direktur Pertanian & Kedaulatan Pangan Patani, mengatakan, sektor pangan merupakan senjata bagi suatu negara. Dinegara maju sekalian sektor pangan menjadi perioritas utama, tapi di Indonesia sektor pertanian menjadi anak tiri terutama dari sisi permodalan. “Pemerintah tidak respect terhadap sektor pertanian nasional, sehingga produksi pangan rendah, makanya impor pangan tinggi sekarang,” katanya pada saat acara jumpa pers tentang Konvensi “Petani Mencari Pemimpin” di Jakarta, Senin (20/1).

Padahal, sambung Andi, sejarah menunjukan dulu Indonesia menjadi salah satu ekportir untuk produk pertanian, hanya saja sekarang dibalik Indonesia hanya menjadi importir dan dijadikan pasar oleh negara-negara maju mengingat produksi pertanian nasional rendah sehingga harus impor untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. “Bagaimana produksi pangan mencukupi buat kebutuhan dalam negeri, kalau sektor pertanian tidak didukung penuh oleh pemerintah terutama untuk permodalannya,” imbuhnya.

Jika dicermati, tegas Andi yang juga mantan Dirjen P2HP Kementerian Pertanian melihat permodalan sektor permodalan sangat kecil dari Anggaran Belanja Negara (APBN) saja dari Rp 1.816,7 triliun, yang masuk disektor pertanian hanya 1,3 % saja, dari sisi permodalan bank secara nasional hanya 5,4%, dan dari sisi permodalan asing yang masuk dari sekitar Rp 200 trilliunan, hanya 10% saja yang masuk sektor pertanian. Sehingga terlalu sulit produksi pangan bisa mencukupi kebutuhan konsumsi dalam negeri. “Jika pengin pangan terpenuhi, pemerintah harus bisa mensupport penuh sektor pertanian nasional,” tegas dia.

Pro Petani

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Patani, H Sarjan Tahir, menjelaskan, untuk membina dan memberdayakan sektor pertanian dan petaninya, maka dibutuhkan pemimpin atau presiden yang pro petani atau memiliki keberpihakan kepada petani.

“Latar belakang konvensi ini karena melihat fakta di lapangan hampir 50 persen vouters (pemilik suara) pada Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun Pemilihan Presiden (Pilpres) mendatang dari komunitas petani. Namun, petani hanya jadi jualan politik, belum ada yang betul-betul pro pertanian dan petaninya. Bahkan, visi dan misi para calon pemimpin tentang keberpihakan kepada petani hanya slogan, terorika, dan hanya meninabobokkan petani, makanya Pandu Tani terpanggil menata dan memberikan nilai tawar agar ke depannya pemimpin lebih pro petani,” terangnya.

Sarjan mengakui, banyak fakta selama ini jika pemimpin yang ada tidak pro petani. Salah satu buktinya adalah merajalelanya buah impor di pasaran lokal. Padahal, potensi buah lokal tidak kalah, jika dibandingkan buah impor.

“Inilah yang selama ini tidak optimal, makanya setelah kita buat questioner di Pulau Sulawesi, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulau Papua, dan Pulau Sumatera, hasilnya para kelompok tani berharap agar mereka memiliki pemimpin yang betul-betul pro petani, menjamin akses permodalan, infrastruktur, benih dan pupuk mampu dijangkau, dan beberapa variabel lainnya dan ini bisa dipenuhi, jika kebijakan pemerintah pro petani,” terangnya
Menurut dia, kebijakan pemerintah terhadap petani sudah dilakukan di sejumlah negara, seperti di Thailand, Vietnam, Malaysia, dan sebagainya. “Terbukti sektor pertanian mereka jauh lebih maju dan petaninya sejahtera. Makanya, melalui jalur ini petani ini terlibat dan mewarnai sendiri pesta lima tahunan (Pemilu), namun tidak melibatkan diri langsung dalam Partai Politik (Parpol) dan tim sukses,” jelasnya.

Sarjan mengatakan, petani tidak mungkin melakukan itu karena keterbatasan ruang, makanya melalui Patani pihaknya menggelar konvensi petani mencari pemimpin.

“Setelah adanya questioner Oktober-Desember 2013 lalu dan terbentuknya tim 9, maka kita sepakat menggelar konvensi mulai 29 Januari sebagai launching perdana hingga Mei 2014. Kita akan mengundang nama-nama yang sudah muncul di media massa, maupun figur lain yang dinilai layak, namun belum banyak muncul di media massa,” jelasnya.

Sarjan menjelaskan, sistem konvensi yang akan dilakukan adalah dengan mengundang calon-calon peserta konvensi untuk memaparkan visi dan misi, khususnya sektor pertanian. “Visi misinya calon pemimpim tidak umum, tetapi lebih fokus pada bagaimana memiliki kebijakan yang pro pertanian dan petaninya. Caranya, diundang di tempat netral, tepatnya di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta, bisa tiga hingga empat orang calon, seperti dari perwakilan TNI, birokrat/mantan birokrat, pengusaha, politisi, dan lainnya. Nantinya, kita targetkan dari sini juga akan melahirkan satu rekomendasi atau satu buku guidance/panduan kepada pemimpin ke depannya,” jelas Sarjan.

http://www.neraca.co.id/article/37420/Permodalan-Sektor-Pertanian-Minim-Produksi-Pangan-Nasional-Rendah/3

Situasi Pangan 2014

Selasa, 21 Januari 2014

MELEWATI tahun 2013 dan memasuki tahun 2014 target swasembada pangan oleh pemerintah untuk lima komoditas utama, yaitu beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi, semakin jauh ”panggang dari api”.
Produksi padi memang membaik di tahun 2013 karena faktor alam berupa kemarau basah sepanjang tahun dan harga gabah di tingkat petani yang relatif tinggi, yaitu berkisar Rp 3.700-Rp 4.000 per kilogram, sehingga petani bergairah menanam padi. Akibatnya luas panen padi meningkat 325.000 hektar yang menyebabkan produksi gabah meningkat tajam menjadi 70,87 juta ton gabah kering giling (GKG) atau 2,62 persen dibandingkan tahun 2012. Peningkatan produksi padi juga disumbangkan oleh peningkatan produktivitas sebesar 0,10 kuintal per hektar menjadi 51,46 kuintal per hektar.

Peningkatan produksi padi ini mampu menekan impor beras menjadi hanya 0,43 juta ton (Januari-November 2013) (BPS, 2014), atau penurunan hampir 1,4 juta ton. Penurunan impor juga disebabkan stok beras yang masih cukup tinggi karena impor beras 1,8 juta ton selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2011 dan 2012. Selain padi, impor kedelai juga menurun dari 1,92 juta ton menjadi 1,62 juta ton. Hal ini tak disumbang dari peningkatan produksi karena produksi kedelai justru turun dari 0,843 juta ton menjadi 0,808 juta ton. Penurunan impor kedelai lebih disebabkan harga internasional yang tinggi dan bersamaan dengan terdepresiasinya rupiah sehingga permintaan menurun.

Berbeda dengan padi dan kedelai, impor jagung melonjak drastis dari 1,69 juta ton 2012 menjadi 2,81 juta ton (Januari-November 2013) atau peningkatan sebesar 1,12 juta ton. Produksi jagung pada 2013 menurun cukup tajam dibandingkan 2012 dari 19,29 juta ton menjadi 18,51 juta ton.

Fenomena produksi dan impor ketiga komoditas ini menarik untuk dicermati. Padi menjadi trade-off bagi jagung dan kedelai karena menggunakan lahan yang sama, kecuali untuk wilayah-wilayah tertentu yang menanam hanya satu komoditas. Peningkatan produksi padi di satu sisi akan diikuti penurunan produksi jagung dan kedelai di sisi lainnya sehingga cukup sulit untuk menyimpulkan bahwa peningkatan produksi padi di tahun 2013 merupakan karya ”program pemerintah”.

Impor dua komoditas utama lain yang merupakan target swasembada 2014 masih 3,08 juta ton untuk gula, serta daging sapi  41,5 juta kilogram dan sapi 104,4 juta kilogram. Selain itu, masih ada beberapa komoditas pangan utama yang diimpor, di antaranya gandum dan tepung terigu yang mencapai 6,40 juta ton, garam 1,85 juta ton, bawang putih 404 juta kilogram, bawang merah 81,3 juta kilogram; dan juga cabe, daging ayam, mentega, susu, minyak goreng, kelapa, kelapa sawit, lada, cengkeh, teh, kopi, kakao, tembakau, ubi kayu, dan kentang dengan total impor 17,27 juta ton dengan nilai 8,62 miliar dollar AS atau setara Rp 104,12 triliun.

Situasi pangan global dan Indonesia 2014
Situasi produksi pangan di dunia diperkirakan relatif membaik tahun 2014. Total produksi serealia di dunia akan meningkat 8,4 persen di periode 2013/2014 dibanding 2012/2013. Peningkatan terjadi sebesar 2,6 persen di negara berkembang dan 17,4 persen di negara maju (FAO Crop Prospects and Food Situation, Desember 2013). Stok serealia di dunia pada akhir musim 2014 diperkirakan meningkat 13,4 persen lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Dengan demikian, harga serealia dunia terutama gandum, beras, dan jagung akan menurun di tahun 2014. Harga kedelai internasional serta minyak nabati juga akan menurun (FAO Food Price Index, 9/1/2014).

Sebaliknya situasi pangan di Indonesia pada 2014 tidak akan lebih baik dibandingkan 2013. Alih-alih mencapai swasembada lima komoditas pangan utama, yang terjadi adalah impor akan semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan sistem pangan kita sudah terintegrasi sedemikian rupa dengan sistem pangan global yang menyebabkan Indonesia masuk dalam ”jebakan impor pangan”. Pembelajaran selama beberapa tahun terakhir ini menunjuk hal tersebut. Hanya dalam tempo yang relatif singkat terjadi peningkatan impor serealia yang luar biasa. Impor serealia meningkat 60,45 persen hanya dalam kurun empat tahun (nilai rata-rata impor serealia periode 2011-2013 dibandingkan dengan periode 2007-2009).

Di tahun 2014 penulis memperkirakan impor beras akan kembali ke angka di atas 1,5 juta ton, kedelai di atas 1,6 juta ton, dan jagung mendekati 3 juta ton. Impor gandum juga akan meningkat menjadi sekitar 6,5 juta ton, sedangkan impor gula relatif stabil di angka sekitar 3 juta ton. Hal tersebut sebagian disebabkan harga yang cenderung menurun di pasar global yang dengan cepat ditangkap oleh para ”pemburu rente” dengan meningkatkan impor. Faktor lainnya adalah kebijakan pemerintah yang kurang serius menangani sektor pertanian dan pangan dan menyerahkannya pada mekanisme pasar.

Kebijakan pemerintah
Ketidakberpihakan pemerintah untuk pembangunan sektor pertanian tecermin dari rendahnya anggaran untuk sektor tersebut. Anggaran dalam 10 tahun terakhir ini memang meningkat tajam. Anggaran Kementerian Pertanian meningkat dari Rp 2,3 triliun pada 2003 menjadi Rp 16,5 triliun pada 2013 atau 717 persen lebih tinggi dan Rp 15,47 triliun tahun 2014.

Anggaran Kementerian Pertanian digunakan untuk kebutuhan internal kementerian dan dana bantuan sosial. Anggaran pemerintah yang benar-benar diperuntukkan bagi petani berupa subsidi pupuk yang nilainya hanya Rp 18,05 triliun dan subsidi benih Rp 1,57 triliun atau hanya 1,07 persen dari total APBN 2014 yang digunakan untuk membantu 26,13 juta keluarga tani atau 91 juta jiwa. Bandingkan dengan anggaran pendidikan yang mencapai Rp 368,9 triliun (UU No 23/2013 tentang APBN 2014) yang di banyak kasus tidak jelas pemanfaatannya.

Penyaluran pupuk bersubsidi pada musim tanam pertama tahun ini menjadi masalah karena keterlambatan para kepala daerah menerbitkan aturan mengenai alokasi pupuk bersubsidi (Kompas, 15/1/2014). Padahal, penundaan pemupukan berdampak langsung terhadap produksi. Selain itu, jumlah pupuk bersubsidi tahun ini hanya 7,78 juta ton yang 1,53 juta ton lebih rendah dibanding tahun sebelumnya. Karut-marut pupuk bersubsidi ini jika tidak segera diatasi akan mengancam produksi pangan tahun 2014.

Solusinya memang tidak dengan meningkatkan penggunaan pupuk kimia, tetapi lebih ke penggunaan pupuk yang tepat waktu, tepat dosis , dan tepat jenis, serta menggalakkan budidaya pertanian organik. Penggunaan pupuk kimia bersubsidi dalam dua dekade terakhir sebenarnya sudah tidak begitu signifikan dalam meningkatkan produksi terutama padi. Berdasarkan kajian penggunaan pupuk kimia bersubsidi dari 2000 hingga 2009 terjadi kenaikan penggunaan urea sebesar 81 persen, TSP/SP36 sebesar 302 persen, ZA sebesar 371 persen, dan NPK sebesar 8.220 persen, tetapi peningkatan produksi padi hanya 17,4 persen.

Terkait produksi pangan perlu terobosan teknologi yang baru bukan dengan cara meningkatkan pemakaian pupuk kimia. Penggunaan pupuk hayati PROVIBIO-IPB di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, misalnya, mampu meningkatkan produksi 0,5 hingga 3 ton GKP per hektar, suatu peningkatan produksi yang tak bisa dicapai jika hanya menggunakan pupuk kimia. Jaringan Petani Organik di Banyuwangi, Bantul, Sukoharjo, Boyolali, dan Karanganyar yang sebagian besar menggunakan benih unggul dan pupuk organik karya petani sendiri mencatat produksi padi pada musim tanam 2013 berkisar 8,5 hingga 21 ton GKP per hektar, jauh dari rata-rata nasional 5,1 ton per hektar (Setiyarman, Ketua AB2TI Jawa Tengah).

Awal 2014, berbagai jaringan petani melaporkan serangan wereng, sundep, dan kresek yang cukup parah di 15 kabupaten. Ini akibat iklim kemarau basah dalam tiga tahun terakhir serta penggunaan pupuk dan pestisida berlebihan. Hal ini bisa menjadi salah satu ancaman serius produksi padi 2014. Penemuan yang sangat menarik, pertanaman Jaringan Petani Organik relatif bebas dari hama dan penyakit tanaman. Dengan demikian, kunci menyelesaikan permasalahan pertanian dan pangan di masa depan adalah kembalikan hak dan kedaulatan petani, hapuskan
subsidi benih dan pupuk sehingga dana tersebut bisa langsung dikelola oleh
petani, jamin stabilitas harga, kembangkan sistem pertanian agroekologi, dan tidak kalah penting laksanakan reforma agraria. Dengan demikian, kita semua akan
selamat.

Dwi Andreas Santosa, Ketua PS S-2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB; Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia/AB2TI

http://www.epaper.kompas.com/kompas/books/140121kompas/#/7/

Panglima TNI Buka Parade Pangan Nusantara 2014

Senin, 20 Januari 2014


MALANG, - Panglima TNI Jenderal TNI DR. Moeldoko beserta Menteri Pertanian RI Ir. H. Suswono, MMA membuka acara “Parade Pangan Nusantara 2014” di Lapangan Rampal Malang, Jawa Timur, Jum’at (17/1/2014). Acara pembukaan diisi dengan tarian tandur, tarian tanaman, tarian pangan, tarian membasmi hama dan penyakit serta tarian tani dan tarian guyub rukun.

Sebelum acara pembukaan Parade Pangan Nusantara, dilakukan pembuatan tempe berukuran 6 x 9 meter dan masuk kedalam rekor MURI (Museum Rekor Indonesia). Menteri Pertanian dan Panglima TNI serta Gubernur Jawa Timur turut berpartisipasi dalam pembuatan tempe tersebut.

Menteri Pertanian RI Ir. H. Suswono, MMA dalam sambutannya mengatakan, bersama TNI, kita bersama membangun kedaulatan pangan, pada tahun 2030 krisis pangan akan mengancam bukan bagi Indonesia saja, melainkan seluruh penduduk dunia. Hal ini disebabkan karena membludaknya jumlah penduduk serta minimnya lahan pertanian dan perubahan iklim yang tak menentu menjadi faktor utama ancaman krisis pangan, makanya jika tidak sekarang, kapan lagi memikirkan kebutuhan pangan nasional.

Sementara itu, Panglima TNI Jenderal TNI DR. Moeldoko menghimbau kepada seluruh prajurit TNI agar melebur dengan rakyat untuk kedaulatan pangan nasional serta mengharapkan prajurit TNI semakin bersatu dengan masyarakat, khususnya membantu produktifitas pangan di daerah. “Ketahanan pangan sangat penting, TNI siap bersama masyarakat berbuat sesuatu untuk bangsa ini”, ujarnya.

Dalam Parade Pangan Nusantara ini terdapat banyak stand yang bisa dikunjungi masyarakat yang berada mengelilingi panggung utama.  Stand tersebut terbagi dalam empat area. Area A, diisi oleh 13 Komando Daerah Militer (Kodam), mulai dari Kodam Iskandar Muda Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sampai dengan Kodam XVII/Cenderawasih Papua di ujung timur, dan menyajikan makanan khas dari daerahnya masing-masing.

Area B, dipenuhi oleh stand dari Pemerintah Kota / Pemerintah Kabupaten dan Komando Distrik Militer (Kodim) di wilayah Jawa Timur.  Sedangkan Area C, diisi oleh berbagai instansi pemerintah dan komersial yang memperlihatkan produk-produk unggulan dari sejumlah perusahaan ternama dan Area D, diisi oleh beraneka ragam produk pertanian.

http://www.sinarpaginews.com/fullpost/nasional/1390220633/--panglima-tni-buka-parade-pangan.html

Ecosophy Kedaulatan Pangan

Senin, 20 Januari 2014

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi umat manusia. Keberadaanya sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Permasalahan akan muncul ketika laju pertumbuhan penduduk tidak seimbang dengan laju ketersediaan pangan. Ketidak berimbangan kondisi tersebut akibat (salah satunya) ketersediaan lahan untuk produksi pangan yang terus berkurang. Berkurangnya ketersediaan pangan yang terus menurun sebagai akibat adanya konversi lahan dari lahan pertanian ke lahan non pertanian.

Dalam kondisi lahan pangan yang semakin menyempit, masyarakat diharuskan untuk mengoptimalkan lahan yang tersedia. Namun kondisi ini kurang berhasil tanpa adanya campur tangan tehnologi yang dapat merubah produktivitas produksi pangan. Sebagai langkah instan, pemenuhan akan kebutuhan pangan dilakukan dengan mendatangkan pangan dari daerah lain atau dari negara lain. Kondisi ini lambat laun akan menjadikan suatu daerah atau negara menjadi daerah yang kebutuhan pangannya tergantung dari daerah lain. Ketergantungan ini mengakibatkan ketidakberdayaan suatu daerah dalam bersikap dalam menentukan kebijakan. Independensi yang selalu dibayangi oleh kebutuhan pokok pangan yang tidak mampu dipenuhi sendiri, musnah dengan adanya dominasi campur tangan bagi pensuplai pangan. Para pemenang akhirnya dapat membuat merah dan hijau suatu daerah karena kekuatannya dalam hal pangan. Kondisi yang lebih parah, ketergantungan pangan ini harus dibayar mahal dengan ekploitasi sumber daya alam yang hanya menguntungkan salah satu pihak. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya keadaan yang lebih parah, maka dalam pemenuhan kebutuhan pangan, suatu daerah harus mampu memproduksi sendiri kebutuhannya. Sumber daya alam yang ada di Indonesia rata-rata subur dan mampu untuk membuat negeri ini mempunyai kedaulatan pangan.

Sebagai pembuka dari bahasan ini, saya mendapatkan sebuah video yang diunggah di www.youtube.com (http://www.youtube.com/watch?v=xyBpdQjP9sw). Dalam video berdurasi  sekitar 6 menit mengisahkan kesuksesan suatu desa dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Kondisi alam yang tidak memungkinkan untuk menghasilkan bahan pangan ternyata dengan kegigihan masyarakat di daerah tersebut mampu untuk memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Selengkapnya kesuksesan tersebut dapat dibaca dalam kutipan berikut ini.

“Desa Semen (desa mandiri pangan) salah satu desa terpencil di Kecamatan Nguntoronadi Kabupaten Wonogiri Provinsi Jawa Tengah. Desa Semin terletak pada ketinggian 180 m di atas permukaan laut dan berjarak sekitar 24 km menuju kota kabupaten. Kondisi alam yang tandus dan sulit air tidak menjadikan warga tinggal diam dan pasrah mengadapi kenyataan, melainkan selalu menanamkan sikap kegotongroyongan, kekompakan dan  kreatifitas. Setiap pekarangan tempat tinggal diberdayakan untuk  memproduksi pangan seperti ketela pohon, cabe, terong, tomat, bonclang, sledri dan sayuran lainnya serta tanaman buah-buahan. Selain itu warga Semin juga membudidayakan lele, ayam, kambing, dan sapi.

Ketekunan warga membuat tidak sulit untuk memenuhi kebutuhan pangan bahkan kesadaran konsumsi pangan sederhana dilakukan. Setiap hari Senin dan Kamis warga Semin bersepakat mengkonsumsi thiwul berbahan baku singkong dengan lauk pauk tanaman sayuran di pekarangan, telur atau lele yang diternakan.

Dengan makan thiwul setiap Senin dan Kamis masyarakat Semin bisa menghemat beras rata 1,5 kg/kk/minggu atau 846 kg beras perbulan. Sayuran yang digalakkan mampu menghemat belanja sayuran setiap keluarga rata Rp 5000 - Rp 10.000 perhari. Hasil berternak lele selain dikonsumsi sendiri juga diperdagangkan yang hasilnya bisa menambah penghasilan keluarga. Kreatifitas dan kerja keras warga Semin ini menunjukkan potret riil dari deso mbangun deso yaitu keberdayaan warga desa dengan memberdayakan potensi desa untuk memenuhi kebutuhan hidup.”

Ternyata, masyarakat Desa Semen tersebut selain mempunyai sikap kemandirian juga telah berhasil berkomunikasi dengan lingkungan. Masyarakat sekitar Desa Semen memanfaatkan potensi yang ada untuk pembangunan (dalam hal ini pangan) tanpa merusak alam sekitar. Pada kondisi ini diperoleh harmonisasi dan keseimbangan antara alam dan manusia. Ada suatu aturan atau nilai-nilai suatu gerakan yang menghargai alam (Kodra A. 2013). Melihat kondisi alam yang secara logika tidak mampu untuk berbuat banyak tentang produksi pangan, namun kenyataannya masyarakat desa Semen mampu membongkar cara pandang yang keliru tersebut. Bahkan masyarakat tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat yang mampu mengatasi krisis ekologi dan memperbaiki kesalahan perilaku manusia.

Dari ilustrasi di atas dan kita wujud-nyatakan dalam lingkup masyarakat nasional. Mungkin semangat ini akan memberikan angin segar bagi terwujudnya Kedaulatan Pangan di Indonesia. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut, di antaranya adalah:

· mendorong masyarakat untuk memproduksi dan mengkonsumsi produk pangan lokalnya,

· memanfaatkan usahatani petani kecil dan keluarga yang agro-ekologis,

· mendorong kontrol komunitas atas sumberdaya produktif.

Sebelum saya memutuskan untuk memilih Kedaulatan Pangan dari pada Ketahanan pangan, ada baiknya saya sampaikan pengertian tentang keduanya. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (BKP Kementerian Pertanian, 2013). Per definisi ketahan pangan tidak membatasi dari mana asal pangan diperoleh. Di samping itu negara Indonesia tidak ada kewajiban untuk menentukan sendiri pemenuhan pangannya, artinya kedaulatan pangannya tidak tercermin dalam ketahanan pangan. Hal ini memberikan akibat adanya pemenuhan pangan dalam negeri yang terus menerus dipenuhi oleh bahan pangan impor seiring dengan kebutuhan pangan akibat perkembangan penduduk. Kemandirian pangan yang terabaikan mendorong kebijakan instan yang diambil untuk mengatasi masalah dalam jangka panjang.

Produksi pangan yang tidak mencukupi  kebutuhan pangan dalam negeri membawa Indonesia selalu dibanjiri oleh bahan pangan impor. Kondisi ini secepatnya harus kita hentikan. Ketergantungan pangan terhadap negara lain menjadi penyediaan pangan bagi masyarakat indonesia dan masyarakat negara lain. Artinya seluruh kebutuhan pangan di Indonesia terpenuhi dan memberikan stok yang cukup dan menjual produk pangan Indonesia ke luar negeri. Bangsa Indonesia harus mampu dalam memproduksi pangan dengan aneka ragam produksi pangan yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup. Proses pemenuhan ini dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan keraifan lokal secara bermartabat. Tentu saja dalam memanfaatkan sumberdaya alam selalu memperhatikan ekologis yang ada. Komunikasi antara manusia di dalam ekologi harus terwujud seperti halnya dalam ilustrasi tersebut di atas. Sehingga pemanfaatan sumber daya yang ada akan membawa pada produksi pangan yang mencukupi tanpa meninggalkan pola pikir yang berwawasan lingkungan.

Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menetukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal (BKP Kementerian Pertanian, 2013). Kedaulatan pangan ini memberikan proteksi dari pengaruh negara lain dalam menentukan kebijakan pemenuhan pangan di Indonesia. Dengan adanya proteksi ini, masyarakat akan terpacu usahanya dalam memproduksi pangan dengan mengoptimalkan petani sebagai produsen pangan. Saya yakin, dengan adanya keberagaman tanaman yang ada di Indonesia termasuk tanaman pangan, maka produk lokal dan asli Indonesia akan mampu bersaing di pasar Internasional. Dengan menjaga biodiversity dan memanfaatkan keberlanjutannya maka budaya ketergantungan pangan terhadap negara lain akan terhindari.


Paulus Basuki Ks.

http://sosbud.kompasiana.com/2014/01/20/ecosophy-kedaulatan-pangan-629289.html

Senin, 20 Januari 2014

Petani Menuntut Kedaulatan

Senin, 20 Januari 2014


Salah satu petani ketika menyampaikan tuntutannya dalam HUT ke 15 KBM. (Foto: Atiek WH)

SLEMAN (KRjogja.com) - Sejumlah petani di Kabupaten Sleman menuntut kedaulatan. Selama ini mereka merasa, operasional bekerjanya perusahaan Transnasional telah melakukan pelanggaran Hak Asas Manusia (HAM) khusunya terhadap petani.

Demikian disampaikan Djuandi ketika berorasi didepan pengurus Dewan Pimpinan Nasional Keluarga Besar Marhaenis (KBM) di Joglo Mbah Mono Jalan Tentara Pelajar Km 12 Dusun Gondanglutung Desa Donoharjo Kecamatan Ngaglik Sleman, Minggu (19/1/2104).

Setidaknya ada lima tuntutan yang mereka sampaikan dalam kesempatan tersebut. Setidaknya ada lima tuntutan yang mereka sampaikan. Seperti penghapusan pajak sawah dan lahan pertanian, menolak Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) di desa-desa.

“Kami juga minta dilindungi dari penghisapan atau masuknya produk perusahaan sejagat, penghentian penindasan penguasa dalam hal ini pemerintah pusat dan daerah melalui program pertanian yang justru memiskinkan kami. Terakhir, kami berharap diberi kesempatan untuk menggapai kemakmuran lewat ekonomi rakyat serta ekonomi kerakyatan yang berdikari,” tegasnya.(Awh)

http://krjogja.com/read/201603/petani-menuntut-kedaulatan.kr

Pupuk Urea Langka, Petani Cilacap Bingung

Senin, 20 Januari 2014


RIMANEWS-Kelangkaan pupuk urea membuat petani di Kabupaten Cilacap kebingungan. Jika pun ada, harga pupuk urea sudah melambung hingga Rp 130 ribu setiap zak isi 50 kilogram.

"Normalnya, harga pupuk urea hanya Rp 95 ribu per zak. Tapi sekarang naik menjadi Rp 130 ribu per zak. Itu pun sulit diperoleh," kata Yasan, seorang petani di Desa Adipala Kecamatan Adipala, Ahad (19/1).

Dia menyebutkan, untuk mendapatkan pupuk, dia harus mencari ke distributor-distributor kecamatan tetangga. Hal ini karena distributor pupuk yang ada di wilayah kecamatannya, banyak yang mengaku tidak memiliki stok pupuk lagi.

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Cilacap, Sudarno, yang dikonfirmasi masalah ini, menyatakan, ketersedian pupuk urea untuk petani di Cilacap, sebenarnya masih tercukupi. Bahkan dia mengaku sudah melakukan inspeksi di gudang pupuk PT Pupuk Sriwijaya.

"Kemarin, kami sudah melakukan kunjungan ke gudang pupuk Sriwijaya. Saat itu, masih banyak pupuk yang belum dikemas. Ada sekitar 10.100 ton pupuk urea yang belum dikemas, dan yang sudah dikantongi baru mencapai 1.800 ton," ujarnya.

Meski demikian dia mengaku, kekosongan pasokan pupuk memang terjadi di sejumlah distributor. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari PT Pusri, hal ini disebabkan para distributor tersebut masih belum menebus pupuk.

"Dari data yang kami peroleh, ada sekitar 10 distributor pupuk PT Pusri yang belum melakukan penebusan. Nanti akan kita periksa kenapa pupuk tersebut belum ditebus distributor," katanya.

Pada tahun 2014 ini, kuota pupuk urea untuk Kabupaten Cilacap hanya sebesar 27 ribu ton. Kuota tersebut berkurang sebanyak 6.000 ton dibanding kuota tahun 2013 yang mencapai 33 ribu ton.

Mengantisipasi pengurangan alokasi pupuk urea, Kepala Dinpertannak Cilacap Gunawan, sedang meningkatkan kampanye untuk menggunakan pupuk organik. "Tapi kami juga tetap mengupayakan agar kuota pupuk subsidi bagi Kabupaten Cilacap dapat ditingkatkan," katanya.[ach/rol]

http://www.rimanews.com/read/20140120/137582/pupuk-urea-langka-petani-cilacap-bingung

SK Bupati Lamban, Distribusi Pupuk Macet

Senin, 20 Januari 2014

Padang, Padek—Sulitnya mencari pupuk di pasaran, ternyata bukan karena kelangkaan. Tapi, lantaran pupuk bersubsidi bertumpuk di PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) Wilayah Sumbar. Ini disebabkan lambannya peme­rintah daerah mengeluarkan surat kete­rangan mengesahkan pendistribusian menghambat penyaluran pupuk ke tangan petani oleh para distributor. Petani terpaksa membeli pupuk mahal.

 Kelangkaan pupuk di daerah terjadi sejak akhir tahun lalu. “Pupuk kita tidak langka. Stok penuh, sampai-sampai tidak muat di gudang. Masih ada yang di jalan, dua hari lagi sampai,” ujar Kepala Penjualan Pupuk Iskandar Muda (PIM) Wilayah Sumbar, Iswandi kemarin (19/1).

Menurutnya, pen­distri­bu­sian pupuk harus sesuai de­ngan prosedur administrasi yang telah ditetapkan. Salah satunya, SK dari pemerintah daerah setempat dan rencana definitif kelompok (RDK). Kini, dua hal itu yang menyebabkan distribusi pupuk bersubsidi terhambat. Sekalipun pupuk melimpah di gudang, tetap saja tidak dapat didistribusikan.

Sejauh ini, belum satu pun pemerintahan daerah yang me­­­­­ngeluarkan SK tersebut. Se­ba­gai solusi, para distributor diha­rapkan meminta reko­men­dasi dari dinas terkait dan meleng­kapi RDK. “Jika pagi persyaratan dimasukkan, sore­nya pupuk dapat dibawa. Pu­puk yang di­sim­pan di gudang saat ini mam­pu menampung kebu­tuhan pe­tani selama dua atau tiga bulan ke depan,” kata Iswandi.

Baru lima distributor yang telah meminta rekomendasi dari dinas terkait. Yakni, satu kelompok di Pasaman Barat, satu kelompok di Pasaman, dan satu kelompok lagi di Kabu­paten Limapuluh Kota, Tanah­datar dan Padang. “Itu baru satu distributor. Sedangkan satu kabupaten ada enam distributor. Di Limapuluh Kota contoh­nya, baru satu distributor. Pa­dahal, di sana ada enam distributor. Satu distributor itu hanya untuk 2 kecamatan,” jelasnya.

Dia berharap, pemkab/pem­­­ko segera mengeluarkan SK, dan mendesak kelompok menyiapkan RDK. Atau, distributor meminta SKPD terkait agar pendistribusian dapat se­ge­ra dilakukan. Dengan begitu, petani tidak kewalahan dan tidak harus membeli pupuk dengan harga mahal.

Petani seakan tidak ada pi­lihan kecuali membeli pupuk nonsubsidi dengan selisih har­ga dua kali lipat. Apa boleh buat, para pengecer dan distributor sendiri yang memiliki pasokan pupuk nonsubsidi.

Asrul, pengecer pupuk di Belimbing Padang, menyebut pupuk nonsubsidi telah kosong sejak akhir November lalu. Me­nu­rutnya, hampir setiap tahun petani mengalami nasib se­rupa.

“Kelompok-kelompok tani di sini butuh pupuk satu sampai dua ton,” papar pemilik toko Rimbun Tani itu. Total pupuk yang dibutuhkan di musim ta­nam sekitar 10 ton. Di sana, terdapat 4 kelompok tani. Ham­pir setiap awal tahun terjadi persoalan yang sama. Alasan yang diperoleh, persoalan ad­ministrasi.

Menurut Asrul, alangkah baiknya jika segala persoalan administrasi diselesaikan bulan November. Januari semuanya tuntas dan petani tidak ter­aniaya. Terutama petani sayur yang tidak dapat menunda ma­sa pemupukan. Pupuk yang kosong, sebutnya, seperti pu­puk SP, Phonska, Petronik dan pupuk subsidi lainnya. Sed­ang­kan pupuk nonsubsidi, seperti Urea, ZA masih tersedia. Ka­rena sudah menjadi kebutu­han, petani terpaksa membeli pupuk nonsubsidi.

Haji Erwin, distributor pu­puk nonsubsidi untuk wilayah Sumbar, Muaro Bungo, Bangko, Rimbopanjang, Riau dan Beng­kulu Utara, mengatakan, ke­lang­kaan pupuk tidak hanya terjadi di Sumbar, tetapi hampir di seluruh daerah di Sumatera.

Selisih harga antara pupuk nonsubsidi dengan subsidi dua kali lipat. Sebagai contoh, urea subsidi seharga Rp 100 ribu, nonsubsidi Rp 160 ribu. “Ka­sihan petani kecil. Tidak terbeli oleh mereka. Tapi kalau petani besar, mungkin saja tidak ada masalah,” papar Direktur PT UD Aneka Tani Mandiri itu.

Masa-masa sekarang me­nu­rutnya masa terlaris pupuk. Sebab, curah hujan tinggi dan petani tadah hujan akan me­manfaatkan momen itu untuk membeli pupuk. Dia mengakui, beberapa distributor melirik pupuk nonsubsidi selama pu­puk subsidi tidak sampai ke distributor penyalur yang telah ditentukan. (d)

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=49386

Senin, 13 Januari 2014

PT Pupuk janji atasi kelangkaan pupuk

Senin, 13 Januari 2014

JAKARTA -  BUMN PT Pupuk Indonesia Holding Company siap mengatasi kelangkaan di sejumlah daerah akibat keterlambatan sejumlah pemerintah daerah mengeluarkan ketentuan alokasi pupuk bersubsidi awal 2014.
   
"PIHC berkomitmen akan menyediakan dan menyalurkan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan oleh petani sepanjang tersedia RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok)," kata Sekretaris Perusahaan PIHC Harry Purnomo melalui keterangan persnya.

Apalagi, kata dia, stok pupuk berlimpah. Pada 7 Januari 2014, total stok pupuk mencapai 1,38 juta ton atau 103 persen dari dari ketentuan stok yang dipersyaratkan oleh pemerintah cq Kementerian Pertanian, sebesar 539.503 ton.
   
Menurut Harry, kelangkaan pupuk yang terjadi antara lain akibat jatah pupuk bersubsidi 2013 di beberapa kota sudah habis bahkan sejak November tahun lalu, karena  anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 15,8 triliun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani yang tinggi pada musim tanam kali ini.
   
Pada awal 2013 alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi yang ditetapkan pemerintah sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 69/Permentan/SR.130/11/2012 sebesar 9,25 juta ton yang terdiri dari urea 4,1 juta ton, SP-36 850 ribu ton, ZA 1 juta ton, NPK 2,4 juta ton dan organik 900 ribu ton.
   
Namun, pada November pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 123/Permentan/SR.130/11/2013 tanggal 29 Nopember 2013 menetapkan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 8,611 juta ton sesuai dengan anggaran yang tersedia atau 93 persen dibandingkan dengan alokasi awal.
   
"PIHC sendiri telah menyalurkan sebanyak 8,797 juta ton pupuk bersubsidi kepada petani," kata Harry, yang berarti diatas alokasi pemerintah, karena kebutuhan pupuk yang tinggi.
     
Kendala lain yang dihadapi PIHC dalam penyaluran pupuk bersubsidi awal tahun ini, kata Harry, karena sejumlah pemerintah daerah juga belum mengeluarkan ketentuan alokasi.
  
"Sampai awal Januari 2014,  baru 28  dari 34 Provinsi yang melaporkan peraturan gubernur yang sudah diterbitkan, dan dari 497 baru 15  kabupaten/kota melaporkan peraturan bupati yang sudah diterbitkan," ujarnya.
   
Padahal sesuaiPermentan 122/Permentan/SR.130/11/2013 peraturan daerah terkait alokasi pupuk itu paling lambat pertengahan Desember 2013 untuk peraturan gubernur  dan akhir Desember 2013 untuk peraturan bupati.
  
Oleh karena itu PIHC meminta kerja sama pemerintah daerah agar segera mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi di daerahnya.
  
Harry juga menyatakan pihaknya siap melakukan distribusi langsung karena sesuai Peraturan Menteri Perdagangan 15/2013 bila distributor/kios tidak dapat melakukan kewajibannya dalam penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, maka PIHC diwajibkan menyalurkan pupuk bersubsidi langsung kepada petani atau kelompok tani.

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=313037:pt-pupuk-janji-atasi-kelangkaan-pupuk&catid=18:bisnis&Itemid=95

Pemerintah Siap Atasi Kelangkaan Pupuk Daerah

Senin, 13 Januari 2014

Keterlambatan Alokasi Pupuk Subsidi

Jakarta, (Analisa). Pemerintah melalui BUMN PT Pupuk Indonesia Holding Company siap mengatasi kelangkaan di sejumlah daerah akibat keterlambatan sejumlah pemerintah daerah mengeluarkan ketentuan alokasi pupuk bersubsidi awal 2014.

“PIHC berkomitmen akan menyediakan dan menyalurkan pupuk bersubsidi yang dibutuhkan oleh petani sepanjang tersedia RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok),” kata Sekretaris Perusahaan PIHC Harry Purnomo melalui keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Minggu.

Apalagi, kata dia, stok pupuk berlimpah. Pada 7 Januari 2014, total stok pupuk mencapai 1,38 juta ton atau 103 persen dari dari ketentuan stok yang dipersyaratkan oleh pemerintah cq Kementerian Pertanian, sebesar 539.503 ton.

Menurut Harry, kelangkaan pupuk yang terjadi antara lain akibat jatah pupuk bersubsidi 2013 di beberapa kota sudah habis bahkan sejak November tahun lalu, karena anggaran subsidi pupuk sebesar Rp 15,8 triliun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk petani yang tinggi pada musim tanam kali ini.

Pada awal 2013 alokasi kebutuhan pupuk bersubsidi yang ditetapkan pemerintah sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 69/Permentan/SR.130/11/2012 sebesar 9,25 juta ton yang terdiri dari urea 4,1 juta ton, SP-36 850 ribu ton, ZA 1 juta ton, NPK 2,4 juta ton dan organik 900 ribu ton.

Namun, pada November pemerintah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 123/Permentan/SR.130/11/2013 tanggal 29 November 2013 menetapkan alokasi pupuk bersubsidi sebesar 8,611 juta ton sesuai dengan anggaran yang tersedia atau 93 persen dibandingkan dengan alokasi awal.

“PIHC sendiri telah menyalurkan sebanyak 8,797 juta ton pupuk bersubsidi kepada petani,” kata Harry, yang berarti diatas alokasi pemerintah, karena kebutuhan pupuk yang tinggi.

Cukupi Kebutuhan

Selain itu berdasarkan rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR-RI pada 11 Desember, pemerintah diminta untuk mencukupi kebutuhan pupuk bersubsidi sesuai kondisi di lapangan, dan apabila terjadi kurang bayar subsidi pupuk akan dianggarkan dalam APBNP 2014.

Kendala lain yang dihadapi PIHC dalam penyaluran pupuk bersubsidi awal tahun ini, kata Harry, karena sejumlah pemerintah daerah juga belum mengeluarkan ketentuan alokasi.

“Sampai awal Januari 2014, baru 28 dari 34 Provinsi yang melaporkan peraturan gubernur yang sudah diterbitkan, dan dari 497 baru 15 kabupaten/kota melaporkan peraturan bupati yang sudah diterbitkan,” ujarnya.

Padahal sesuaiPermentan 122/Permentan/SR.130/11/2013 peraturan daerah terkait alokasi pupuk itu paling lambat pertengahan Desember 2013 untuk peraturan gubernur dan akhir Desember 2013 untuk peraturan bupati.

Oleh karena itu PIHC meminta kerja sama pemerintah daerah agar segera mengeluarkan peraturan alokasi pupuk bersubsidi di daerahnya.

Harry juga menyatakan pihaknya siap melakukan distribusi langsung karena sesuai Peraturan Menteri Perdagangan 15/2013 bila distributor/kios tidak dapat melakukan kewajibannya dalam penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani, maka PIHC diwajibkan menyalurkan pupuk bersubsidi langsung kepada petani atau kelompok tani.

“Apabila alokasi pada Januari 2014 berkurang, permintaan pupuk oleh petani dapat dipenuhi dengan menggunakan alokasi pada bulan berikutnya,” kata Harry. (Ant)

http://www.analisadaily.com/news/76988/pemerintah-siap-atasi-kelangkaan-pupuk-daerah

Kuota Pupuk Subsidi Petani 2014 "Terjun Bebas"

Senin, 13 Januari 2014

Terpuruknya nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat ternyata juga sangat berdampak terhadap pengadaan pupuk subsidi oleh pemerintah. Kuota pupuk subsidi tahun 2014 secara nasional turun drastis termasuk di Sumatera Utara (Sumut). Di Sumut, alokasi pupuk subsidi hanya sebesar 394.100 ton. Jumlah itu terdiri dari pupuk urea sebesar 139.000 ton, SP-36 sebesar 43.500 ton, ZA 43.800 ton, NPK 126.700 ton dan pupuk organik sebesar 41.100 ton.
Angka itu juga sudah termasuk untuk sektor tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan serta perikanan budidaya. Jadi, kalau dipilah-pilah jatah pupuk untuk tanaman pangan dan hortikultura saja hanya sebesar 359.207 ton. Jauh menurun dibanding alokasi pupuk tahun 2013 sebesar 387.250 ton.

Apalagi kalau dibandingkan dengan tahun 2012, di mana alokasi pupuk subsidi untuk Sumut mencapai angka 504.172 ton. Dan, itu hanya untuk tanaman pangan dan hortikultura saja.

"Memang sejak tiga tahun terakhir terjadi tren penurunan alokasi pupuk subsidi dan yang paling drastis penurunannya tahun 2014 menjadi 359.207 ton. Ini hanya untuk tanaman pangan dan hortikultura saja ya, belum termasuk perkebunan, peternakan dan perikanan budidaya. Itu ditangani masing-masing dinas," jelas Kepala Bidang PLA dan Sarana Dinas Pertanian Sumut Ir Syahrul Azwar MSi kepada MedanBisnis, akhir pekan lalu di ruang kerjanya.

Didampingi Kepala Seksi Sarana Pertanian Heru Suwondo, Syahrul mengatakan, kuota pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah berdasarkan Peraturan Kementerian Pertanian (Permentan) No 122/Permentan/SR.130/11/2013 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian tahun 2014 sangat minim dibanding dengan tingkat kebutuhan petani.

"Tahun lalu saja kita dapat jatah pupuk sebesar 387.250 ton dan itu masih kurang apalagi dengan adanya penurunan kuota jelas akan sangat kurang," kata dia.

Penurunan itu menurut Syahrul tidak hanya terjadi di Sumatera Utara saja tetapi hampir seluruh provinsi di tanah air mengalami hal yang sama. Ini dikarenakan, anggaran untuk pupuk subsidi berkurang karena melemahnya rupiah terhadap dolar AS. Di mana bahan baku pupuk sebagian masih diimpor.

Namun, penerimaan subsidi terkait dengan harga pokok penjualan (HPP) pupuk bersubsidi merupakan kebijakan pusat. "Kita hanya berharap pupuk yang dialokasi itu benar-benar dimanfaatkan petani untuk usaha pertaniannya dalam meningkatkan produktivitas pertaniannya," kata Syahrul.

Syahrul juga berharap produsen dan distributor bisa mendistribusikan pupuk subsidi tersebut secara tepat sasaran sehingga petani dalam melakukan pertanamannya bisa memperoleh pupuk dengan mudah.

"Alokasi pupuk yang sedikit ini harus bisa kita maksimalkan penggunaannya kepada petani. Karena itu, produsen, distributor dan seluruh dinas pertanian kabupaten/kota termasuk provinsi harus saling bersinergi dalam melakukan pengawasan penditribusian pupuk ke petani yang benar-benar membutuhkan pupuk subsidi," katanya berharap.

Tidak hanya itu, Syahrul juga berharap Dinas Pertanian kabupaten/kota juga berupaya mengadakan bantuan pengadaan pupuk melalui APBD, sehingga kebutuhan pupuk ke petani bisa terpenuhi.

"Kami di provinsi juga sedang berjuang untuk menganggarkan pengadaan pupuk melalui APBD mengingat rendahnya alokasi pupuk subsidi yang kita terima tahun ini. Dan, mudah-mudahan usulan ini bisa terealiasi," jelasnya.

Terhadap realokasi yang kemungkinan dilakukan di pertengahan tahun seperti tahun-tahun sebelumnya, Syahrul pesimis itu terjadi mengingat provinsi lain juga mengalami penurunan alokasi. "Kita tetap berharap realokasi itu terjadi di pertengahan tahun nanti. Tetapi, kalaupun itu dilakukan jumlahnya tetap tidak banyak membantu petani kita mengingat provinsi lain juga alokasi pupuknya turun," ujarnya.

Dia juga berharap dinas pertanian kabupaten/kota termasuk petugas penyuluh pertanian bisa membantu petani dalam menyusun Rencana Defenitif Kerja Kelompok (RDKK) tepat waktu. Dengan begitu tidak terjadi keributan.

"Jangan nanti disaat musim tanam tiba, pupuk tidak bisa ditebus petani karena RDKK belum dibuat. RDKK harus sudah dibuat selambat-lambatnya dua bulan sebelum musim tanam tiba. Karena tanpa RDKK petani bisa menebus pupuk di kios-kios pupuk subsidi yang terlah ditetapkan," kata Syahrul.

RDKK lanjut Heru Suwondo merupakan kewajiban yang mutlak harus dibuat petani dipandu oleh petugas penyuluh pertanian lapangan (PPL). "Jadi, tidak ada lagi alasan pupuk tidak bisa ditebus karena RDKK belum dibuat," pungkasnya. ( junita sianturi)


http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/01/13/72823/kuota_pupuk_subsidi_petani_2014_terjun_bebas/#.UtPY5vsy9ek

Jangan Putus Asa, Indonesia Bisa Jadi Negara Hebat

Minggu, 12 Januari 2014

RMOL. Ekonom senior DR. Rizal Ramli menyatakan sangat terharu dan bangga atas upaya pemuda dan warga Desa Pampang, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul, mendirikan Rumah Cerdas DR. Rizal Ramli. Dengan Rumah Cerdas DR. Rizal Ramli yang berfungsi sebagai perpustakaan yang akan menampung berbagai macam buku-buku pelajaran, buku cerita dan lainnya, diharapkan bisa membangkitkan semangat membaca dan semangat belajar warga.

"Dengan Rumah Cerdas ini anak-anak Gunungkidul diharapkan makin lama akan makin cerdas, makin hebat. Otaknya cerdas, bisa menjadi apapun. Anak-anak Gunungkidul bisa mewujudkan cita-cita jadi kenyataan," ujar Rizal Ramli saat peresmian Rumah Cerdas di Pampang, Kecamatan Paliyan, Gunungkidul, Yogyakarta (Minggu, 12/1).

Rizal Ramli mengatakan langkah warga mendirikan Rumah Cerdas sangat berarti karena lahir dari hati yang tulus. Terlebih lagi, lanjut peserta Konvensi Rakyat Capres 2014 ini, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar warga desa masih mengalami hambatan dalam memperoleh akses pendidikan dan teknologi, khususnya kemampuan komputer dan berbahasa Inggris.

"Jangan pernah putus asa, gantungkan cita-cita setinggi-tingginya walaupun secara ekonomi tidak mendukung. Jangan menyerah, yang penting senang dan banyak membaca. Dengan banyak membaca otak kita jalan, bisa mikir," ajaknya.

Dalam kesempatan itu, Menteri Kordinator Perekonomian era Pemerintahan Abdurrahman Wahid ini menyampaikan titipan salam dari Sri Sultan Hamengkubuwono X kepada warga.

"Semalam saya bertemu dengan Sri Sultan Hamengkubuwono X di Keraton. Beliau menyampaikan salam untuk warga Gunungkidul. Ngarso Dalem juga menyatakan penghargaan setinggi-tingginya atas usaha warga desa Paliyan dalam turut mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara," ungkap Menteri Keuangan era Gus Dur ini.

Di sisi lain, lanjut tokoh nasional yang gigih memperjuangkan ekonomi konstitusi tersebut, Sultan berharap Rumah Cerdas menyesuaikan jam operasionalnya. Sebaiknya jangan dibuka pagi dan siang, karena saat itu anak-anak sedang bersekolah. Lebih baik beroperasi sore hingga pukul 21.00, sehingga bisa menunjang jam wajib belajar yang berlaku di Yogayakarta.

Lebih lanjut Capres paling ideal versi The President Center ini mengajak warga untuk bersama-sama mengubah Indonesia ke arah yang lebih baik. Selama ini, katanya, Negara absen padahal rakyat membutuhkan. Rakyat dibiarkan mengatasi persoalannya sendiri. Utuk itu, Rizal Ramli menyatakan kesiapannya maju sebagai calon presiden pada Pilpres mendatang karena ingin mengurus rakyat.

"Kita ubah Indonesia supaya lebih hebat, lebih cerdas, dan hidup rakyat lebih sjahtera. Saya tak mau rakyat Indonesia seperti anak yatim piatu, tidak ada yang mengurus. Saya ingin rakyat ada yang mengurus, ada yang memikirkan dan ada yang memberi arahan," pungkas RR1, panggilan peserta Konvensi Capres Rakyat nomor urut 1 ini. [ian]

http://www.rmol.co/read/2014/01/12/139711/RR1:-Jangan-Putus-Asa,-Indonesia-Bisa-Jadi-Negara-Hebat-

Sabtu, 11 Januari 2014

KELANGKAAN PUPUK PETANI JADI KORBAN

Sabtu, 11 Januari 2014

PEMILIHAN umum legislatif 2014 beberapa bulan lagi. Namun, sejak Desember 2013, para petani pengguna pupuk bersubsidi menjadi korban politik. Para petani yang mayoritas tidak mampu itu dibiarkan terombang-ambing dalam ketidakpastian demi memperoleh pupuk bersubsidi.

Para pengambil kebijakan membiarkan itu terjadi karena takut membuat kebijakan yang tidak populis. Pemerintah membiarkan petani bergelut sendiri dengan masalah pupuk yang justru dipicu oleh kebijakan pemerintah sendiri.

Masalah kelangkaan pupuk berawal pada akhir tahun 2013. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2012 tentang Alokasi Pupuk Bersubsidi Tahun 2012, alokasi semua jenis pupuk bersubsidi pada 2013 (Januari-Desember) ditetapkan sebanyak 9,25 juta ton.

Pada 2013 terjadi tekanan terhadap perekonomian nasional. Selain itu, juga terjadi depresiasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS hingga awal tahun ini.

Karena itu, Menteri Keuangan mengeluarkan surat keputusan yang ditujukan kepada Menteri Pertanian selaku kuasa pengguna anggaran pupuk bersubsidi. Intinya, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan pada 2013 tidak boleh melampaui nilai subsidi dalam APBN 2013 yang sebesar Rp 15,8 triliun.

Akibatnya, volume alokasi pupuk bersubsidi 2013 turun 650.000 ton menjadi 8,6 juta ton. Meski anggaran subsidi sama dengan tahun sebelumnya, depresiasi mata uang rupiah mendorong harga bahan baku pupuk. Dengan anggaran yang sama, jumlah pupuk bersubsidi yang bisa dibeli jauh kecil.

Keputusan pengurangan alokasi pupuk bersubsidi tertuang dalam Permentan Nomor 123 Tahun 2013,yang ditandatangani pada 29 November 2013. Keputusan pengurangan alokasi subsidi itu terjadi pada saat musim tanam raya padi berlangsung.

Para petani panik. Apalagi saat aturan terbit, khusus pupuk urea, NPK, dan SP-36 habis. Pupuk sudah disalurkan sesuai dengan alokasi terbaru.

Realisasi penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2013 mencapai 102 persen yang secara tidak langsung mengindikasikan bahwa alokasi pupuk hasil revisi tak mampu memenuhi kebutuhan.

Kelangkaan pupuk membuat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR pada 11 Desember 2013. Hasilnya produsen pupuk nasional diminta menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai rencana definitif kebutuhan kelompok tani.

Kekurangannya akan dianggarkan dalam APBN-P 2014. Meski ada solusi di tingkat pusat, tetapi tidak di level pelaksanaan. Ada distributor yang tidak mau menerbitkan delivery order (DO) pupuk. Akibatnya terjadi kelangkaan.

Masalah berlanjut pada 2014. Alokasi pupuk bersubsidi tahun 2014, yang sudah dipangkas pada 2013, kembali dipotong jadi 7,7 juta ton. Dari hitungan produsen pupuk, alokasi 7,7 juta ton akan habis pada Oktober 2014. Setelah itu petani tidak akan dapat mengakses pupuk lagi.

Biaya produksi pupuk terus naik, sedangkan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi (HET) tetap. Pemerintah bisa saja mengeluarkan kebijakan menaikkan HET pupuk bersubsidi agar volume alokasinya sama dengan rencana awal 2013.

Namun, pemerintah tidak berani karena ini tahun pemilu. Menambah jumlah anggaran pupuk bersubsidi juga tidak bisa dilakukan di tengah anggaran negara yang minim.

Ada indikasi pemerintah akan cuci tangan dengan menyerahkan persoalan pupuk ini kepada DPR atau pemerintahan mendatang.

Petani tidak tahu politik. Mereka hanya paham tanaman padi, jagung, kedelai, tanaman perkebunan, dan ikan budidaya. Dan kini mereka butuh pupuk bersubsidi. (HERMAS E PRABOWO)

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140111kompas/#/17/

Jumat, 10 Januari 2014

Pupuk Langka dan Mahal di Aceh Tamiang

Jumat, 10 Januari 2014

Kualasimpang, (Analisa). Pupuk urea subsidi mengalami kelangkaan di sejumlah kios pengecer resmi di Aceh Tamiang. Selain langka, harga jual pupuk tersebut juga menembus harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan.

Informasi yang dihimpun wartawan dari petani di sejumlah kecamatan di kabupaten ini menyebutkan, masih ada kios-kios pengecer yang berani menjual pupuk urea subsidi di atas HET yang ditetapkan pemerintah. Padahal, ini sangat memberatkan petani.

Kondisi ini dibenarkan Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Aceh Tamiang, M Hendra Vramenia, yang menyatakan, kios pengecer yang terpantau menjual harga pupuk di atas HET adalah kios Kota Kualasimpang, kios Kampong (desa) Kaloy Kecamatan Tamiang Hulu, dan kios pengecer di Kecamatan Seruway dan Rantau.

Dikatakannya, harga penjualan pupuk subsidi itu bervariasi di sejumlah kios pengecer. Di Kualasimpang, pupuk urea subsidi ukuran 50 kg dijual seharga Rp 95.000/sak, sementara di pedalaman Kaloy mencapai Rp 110.000/sak, dan di Seruway dan Rantau dijual Rp 93.000/sak.

Padahal, praktik penjualan tersebut sudah melampaui HET. “Melambungnya harga pupuk urea hingga menembus HET sangat membebani petani,” katanya. Ditambahkan, sesuai peraturan menteri pertanian (Mentan) No 69/2013 Pasal 11 Ayat 1 dan 2, HET pupuk urea subsidi hanya Rp 1.800/kg, sehingga HET satu sak dalam kemasan 50 kg seharusnya Rp 90.000.

Langka

Menurutnya, selain harganya mahal, pupuk urea subsidi juga susah didapat atau langka di sejumlah kios pengecer seperti yang terjadi di kios UD Mekar Tani dan UD Upah Tani Desa Upah Kecamatan Bendahara.

“Kelangkaan ini memicu banyak petani padi dan jagung di Aceh Tamiang ikut mengeluh,” ujarnya lagi. mengutip petani, Hendra mengatakan petani mulai resah atas kondisi ini. “Saat ini benih jagung sudah terlanjur disemai. Jika tidak memakai urea, saya khawatir tanaman jagung bisa gagal panen,” ucap petani jagung, yang dikutip Hendra.

Atas kelangkaan yang diduga menyebabkan mahalnya harga pupuk bersubsidi, KTNA Aceh Tamiang meminta Bupati Aceh Tamiang, H Hamdan Sati, melalui Komite Pengawas Pupuk dan Pestisida (KP3) kabupaten ini untuk menindak penyalur “nakal” di lini IV, yakni pengecer yang menjual pupuk subsidi dan NPK di atas HET. (ed)

http://www.analisadaily.com/mobile/pages/news/76354/pupuk-langka-dan-mahal-di-aceh-tamiang

Pupuk Langka di Lamsel, Dirjen Kementan Damprat 2 Perusahaan

Jumat, 10 Januari 2014

KALIANDA (Lampost.co): Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Dirjen PSP) Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto meminta meminta PT. Pusri dan PT. Petrokimia memberhentikan agen dan distributor pupuk subsidi bermasalah, menyusul keluhan petani saat musim tanam kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
Demikian ditegaskan Gatot saat melakukan kunjungan kerja ke wilayah Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan, Kamis (9-1). Kunjungan Dirjen PSP Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto di kecamatan Sragi,didampingi wakil gubernur Lampung, MS. Joko Umar Said dan juga anggota komisi IV DPR RI, Sudin. .
Gatot juga meminta Dinas terkait, baik kabupaten maupun Provinsi dapat melakukan pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi ke tingkat petani. "Jangan sampai stok pupuk bersubsidi ditingkat penyalur mengalami kelangkaan. Setiap kios haruslah memiliki stok, sehingga tidak ada keterlambatan, apalagi langka. Jika perlu para distributor dan agen pupuk bersubsidi dikumpulkan, sehingga distribusi pupuk tidak mengalami kendala sampai ke petani,” ucap Gatot Irianto dengan nada tinggi
Gatot mengingatkan agar para distributor dan agen penyalur pupuk bersubsidi benar-benar memperhatikan kebutuhan para petani tepat waktu."tidak boleh ada istilah terlambat pengiriman. Sebab, kebutuhan petani akan pupuk bersubsidi sangat urgen. Kasihan kalau sampai terlambat mendapatkan pupuk disaat musim tanam," tegasnya.
Ia juga menegaskan dinas tanaman pangan dan hortikultura dapat membantu kelompok tani membuat rencana definitif kebutuhan kelompok tani (RDKK) pupuk. Sebab RDKK menjadi acuan dasar penyaluran pupuk bersubsidi ke petani."Saya tegaskan lagi pupuk besubsidi ditingkat produsen cukup. Namun kerap terjadi kelangkaan pada tingkat petani. Hal ini kemungkinan ada masalah ditingkat distributor. Untuk itu, saya minta produsen pupuk untuk melakukan evaluasi hingga ketingkat distributor dan penyalur untuk ertanggungjawabnya, sebelum memberi sanksi distributor dan penyalur nakal," ungkapnya. (*)

Laporan: Aan Kridolaksono
Editor : Kristianto

http://lampost.co/berita/pupuk-langka-di-lamsel-dirjen-kementan-damprat-2-perusahaan