Senin, 31 Maret 2014

Dusun Banyumanik Cocok untuk Tanaman Sorgum

Senin, 31 Maret 2014

WONOSARI (KRjogja.com) - Joko Santoso (Mantan Panglima TNI) pendiri Yayasan Andika Puragaya, Minggu (30/3/2014) berkunjung ke dusun Banyumanik Desa Pacareja Kecamatan Semanu Gunungkidul, dalam acara Pengukuhan Kedaulatan Pangan Nasional melalui pengembangan sorgum sebagai alternatif pangan. Acara ditandai dengan penyerahan bibit sorgum kepada Kepala Dusun Banyumanik Giyanto, oleh Joko Santoso disaksikan masarakat Banyumanik.

Selain bibit sorgum juga diserahkan bantuan 100 sabit, untuk membantu petani sorgum. Dari Giyanto Kadus Banyumanik diserahkan hasil pertanian warga kepada Joko Santoso.

Dalam acara tersebut secara simbolis Mantan Panglima TNI (Purn) Joko Santoso, menebar sorgum diikuti putranya, disaksikan masyarakat dan undangan. Yang unik dalam acara makan disediakan secara prasmanan, tidak pakai piring, atas permintaan Joko Santoso makan siang pakai 'pincuk' dari daun pisang. Ada nasi putih, merah dan tiwul. Acara dimeriahkan Jatilan Turonggo Kencono Seto.

Dipilihnya Dusun Banyumanik sebagai ajang Pengukuhan Kedaulatan Pangan Nasional, menurut Giyanto, karena dusun Banyumanik sejak tahun 2011 sudah menanam sorgum, kerjasama dengan Yayasan Andika Puragaya, hasil sorgumnya cukup baik 1 hektar dapat menghasilkan sorgum 4,2 ton.(Tulus.Ds)

http://krjogja.com/read/210352/dusun-banyumanik-cocok-untuk-tanaman-sorgum.kr

Kesempatan Itu Datang Dari Desa

Senin, 31 Maret 2014

Tamat SLA lalu meninggalkan Desa, pergi ke Kota. Sebagian kuliah, sebagian mencari kerja. Di Kota digantungkan semua asa dan harapan. Jadilah di Kota, melimpah tenaga muda, dengan variasi yang berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang sarjana dan hanya lulusan SLA. Akibatnya, Kota menjadi ajang perebutan kerja yang ketat. Lapangan kerja di buka sebanyak-banyaknya, tetap saja kurang. Karena permintaan akan kesempatan kerja selalu diatas kemampuan untuk menyediakan lapangan kerja. Kesenjangan antara Desa dan Kota semakin lebar. Kesenjangan yang tidak disadari akan menjadi bom waktu.
Desa yang ditinggalkan tenaga-tenaga muda makin lama makin terpuruk. Tenaga tua tidak akan menjawab akan kemajuan Desa. Kehancuran dan kematian Desa hanya menunggu waktu. Sawah-sawah produktif yang ditinggal tenaga-tenaga muda, perlahan tetapi pasti berpindah tangan pada pemilik modal. Sebagian menjadi lahan hunian baru, sebagian menjadi Pabrik. Lahan produktif makin menciut, akibatnya jelas, produktifitas beras makin menurun, sehingga masuk akal, jika Negara kita makin tergantung pada import beras dari Negara tetangga. Sedangkan lahan sawah yang berubah menjadi Pabrik, akan mengotori dan mencemari lahan-lahan di sekitarnya, yang pada gilirannya kelak akan mengurangi produktifitas bahan pangan juga.
Apa sebab Desa ditinggalkan oleh kaum muda?
Penyebabnya jelas, Desa tidak menjanjikan apa-apa. Lahan sawah yang di garap dengan biaya pupuk yang semakin mahal, harga bibit yang semakin mahal dan serangan hama yang semakin ganas, menyebabkan usaha pertanian sawah penuh resiko, jikapun panen berhasil, selisih harga jual gabah dan biaya produksi tidak berimbang. Profit yang diperoleh sangat kecil
Masalah belum berakhir setelah sawah di panen. Transportasi yang jelek, rusak parah ikut menjadi masalah tersendiri. Tengkulak membeli gabah dengan harga murah dengan alasan biaya transportasi yang tinggi, yang disebabkan jalan rusak parah. Itulah salah satu alasan mengapa tenaga-tenaga Desa berbondong-bondong menyerbu Kota.
Lalu apakah mereka yang ke Kota, memperoleh apa yang mereka harapkan, menjadi berlimpah secara materi, memperoleh jenjang karier yang bagus, lalu mereka menjadi “orang”? Jawab dari pertanyaan ini, sungguh mencengangkan, hampir seluruh dari mereka tidak memperoleh apa-apa.
Ketika di Desa, pemuda yang berumur delapan belas tahun hingga tiga puluh tahun, semua bisa mencangkul, bisa menanam padi, bisa mengolah lahan pertanian. Tetapi, ketika di Kota, dengan kisaran umur yang sama, tidak semuanya bisa jadi Tekhnisi, tidak semuanya bisa jadi Manager, tidak semuanya jadi Lawyer, jadi Akuntan dsbnya. Untuk menjadi yang disebut terakhir ini, membutuhkan pendidikan yang cukup, kecakapan dan keahlian yang cukup. Dan itu tidak semua dimiliki oleh mereka yang datang dari Desa. Kaum yang tersisih dalam persaingan ini, akhirnya masuk pada sektor–sektor informal, pedagang-pedagang asongan, kaki lima dan buruh Pabrik.
Secara ekonomi, penghasilan kaum tersisih ini, tidak menjanjikan. Buruh Pabrik hanya memperoleh gaji sesuai dengan upah minimum atau bahkan dibawah itu. Jadilah mereka kaum yang termarginalkan, yang pada gilirannya hanya menambah persoalan bagi Kota yang didatangi. Harapan perbaikan nasib tak terpenuhi, realita yang terjadi, hanya memindahkan kemiskinan dari Desa ke Kota.
Undang-undang solusi atau Bencana.
Ditengah rasa pesimis yang terjadi. Undang-undang Desa yang baru disyahkan membuka harapan baru. Undang-Undang Desa membuka kesempatan bagi mereka yang telah meninggalkan Desa untuk kembali. Dengan kisaran dana satu Milyard diharapkan Desa akan membuka lapangan kerja, sekaligus memberikan harapan baru untuk geliat perbaikan ekonomi yang lebih manjanjikan. Dasar perhitungannya sebagai berikut; Untuk menjalankan undang-undang Desa agar berjalan efektif, dibutuhkan tenaga penggerak yang memiliki kemampuan tertentu, apakah dalam tekhnik, ekonomi da trainer, tenga itu biasa disebut dengan fasilitastor. Jumlah fasilitator yang dibutuhkan, tidak sedikit, minimal sejumlah Desa yang ada di seluruh Indonesia. Jumlah Desa hingga tahun 2013 sesuai dengan data kemendagri sebanyak 81.253 Desa. Artinya , jika asumsinya perDesa tiga orang. Jika dilihat dari kondisi Desa dan jumlah dana yang akan digulirkan maka dibutuhkan perDesa tiga orang fasilitator, itu artinya jumlah yang dibutuhkan fasilitator berpendidikan setara S1 sebanyak 243.759 orang. Jika perkecamatan dibutuhkan empat fasilitator, sedangkan jumlah kecamatan berjumlah 6.793 maka jumlah fasilitator tingkat kecamatan berjumlah 27.172 orang jika perkabupaten dibutuhkan 6 orang, maka dibutuhkan fasilitator sebanyak 6 x 414 = 2.484 orang, jadi total fasilitator hingga kabupaten saja 29.819 orang. Belum lagi untuk mereka yang berada di Provinsi dengan segala fasilitas dan gaji yang tentunya akan berbeda dengan mereka yang berada di Desa, kecamatan dan Kabupaten. Jika asumsinya untuk setiap provinsi dibutuhkan 12 orang, sedangkan jumlah provinsi sebanyak 34 provinsi maka jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk seluruh Provinsi di Indonesia sebanyak 34 x 12 = 408 orang. Maka total keseluruhan tenaga yang dibutuhkan untuk mengawal Undang-Undang Desa agar terlaksana dengan tujuan idealnya ketika Undang-Undang Desa ini dibentuk sebanyak 681.415 orang. Itu baru untuk tenaga-tenaga yang berklasifikasi sebagai tenaga fasilitator. Padahal dibawah fasilitator masih ada tenaga yang mengoleh kegiatan keseharian. Untuk setiap Desa dibutuhkan sebanyak 4 orang. Jika dikalikan dengan jumlah Desa yang ada, maka jumlah itu akan sebanyak 325.012 orang. Itu artinya. Total jumlah tenaga yang dibutuhkan sebanyak 1006.427 orang. Jumlah angka yang Fantastik.
Akibat positif dari UU Desa, akan kembalinya sekitar satu juta tenaga terdidik kembali ke Desa, yang selama ini hanya membuat persoalan di Kota. Tenaga mereka diharapkan akan membawa perubahan Desa menuju arah positif. Dengan perbaikan sarana transportasi di Desa, bertambahnya tenaga trampil, dan tumbuhnya sentra-sentra industry rumahan, maka Desa akan menjadi pemasok barang setengah jadi untuk kota. Ekonomi Desa akan menggeliat, yang pada gilirannya, kota tidak menjadi sesuatu yang menjadi “tujuan” pada tenaga-tenaga produktif.
Tetapi. Jika peluang usaha ini, tidak dapat ditangkap dengan baik oleh mereka, yang merupakan tenaga produktif. Tentunya dengan fasilitasi pemerintah daerah, maka sebuah bencana sedang menunggu. Pasal 16 ayat 3 dari Undang-Undang Desa itu, mnyebutkan bahwa kepala Desa akan bertindak sebagai Pejabat Pembuat Komitment. Itu artinya, kegagalan Kepala Desa mengelola dana demikian besar, akan berakhir pada kasus-kasus yang ditangani oleh KPK.
Masalahnya sekarang, Mau atau tidak kita menangkap peluang yang sudah di depan mata ini, atau kita akan terjerambab pada bencana yang berupa berbondongnya Kepala Desa menjadi penghuni Rutan KPK.
Masa Cerah Bangsa ini sudah di depan mata. Apakah ini, akan terlewati begitu saja. Jawabannya ada pada tekad semua anak bangsa untuk menjadikan bangsa ini sebuah bangsa besar atau sebaliknya?

Sabtu, 29 Maret 2014

Tanggungjawab Negara Penuhi Bahan Pangan Rakyat

Sabtu, 29 Maret 2014

PEMENUHAN kebutuhan sembilan bahan pokok (sembako) dan kebutuhan pangan umumnya, yang dibutuhkan rakyat, merupakan tanggung jawab negara. Sesuai konstitusi, pemerintah dituntut memegang visi kedaulatan pangan, bukan sekadar ketahanan pangan.
“Soal sembako, itu sudah menjadi kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Lebih dari itu, bangsa Indonesia sudah seharusnya kedaulatan pangan merupakan prasyarat utama mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bersatu, maju, mandiri, adil dan sejahtera,” ujar anggota Fraksi Golkar Firman Subagyo di DPR, belum lama ini.
Masalah pangan akan menjadi ancaman persatuan bangsa ini, sebab ketika rakyat menjadi kekurangan pangan bisa terjadi perebutan sumber-sumber pangan. Di situlah terjadi pertikaian, yang kemudian menjurus kepada perpecahan bangsa.
“Oleh karena itu, sudah selayaknya, sumber-sumber pangan yang ada terus ditingkatkan mengingat jumlah manusia Indonesia kian bertambah pesat,” ujarnya.
Oleh karena tperlu adanya prasayarat kedaulatan pangan. Itu antara lain berupa strategi peningkatan produktivitas, strategi perluasan areal, pengamanan hasil produksi, serta strategi penguatan kelembagaan dan pembiayaan.
“Selain itu, perlu perbaikan sistem produksi pangan nasional serta penggunaan insentif dan dis-insentif untuk mengurangi impor pangan,” tegasnya.
Kebijakan insentif (dorongan/dukungan) dan disinsentif (bukan dukungan) dapat dilakukan dengan beberapa langkah. Pertama, memberlakukan bea masuk tinggi terhadap impor produk pertanian.
“Jepang melakukan hal ini terhadap beras hingga mencapai 800 persen, dan tak dianggap melanggar aturan organisasi perdagangan dunia,” ungkapnya.
PERAN BULOG
Kedua, mendorong peran Bulog sebagai penyangga harga beras, jagung, dan kedelai untuk memberikan stimulus kepada petani agar mau menanam karena ada jaminan stabilitas harga dan pasar.
Ketiga, mendorong kebijakan pertanian untuk memberikan insentif kepada petani, menjaga ketersediaan lahan dan keterjangkauan harga pupuk. “Selama ini, pemerintah hanya bertindak seperti pemadam kebakaran ketika terjadi krisis komoditas pangan. Padahal, seharusnya sumber permasalahannya yang harus dipadamkan,” ujar Firman.
Terkait pemberian insentif bagi petani, Fraksi Partai Golkar mendesak pemerintah segera mengimplementasikan UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. Sedangkan untuk menyediakan lahan pertani, pemerintah perlu membuka lahan pertanian sekaligus memperkuat infrastrukturnya. Sebab, menurut Firman,
“Salah satu penyebab gangguan produksi pangan nasional adalah tidak memadainya infrastruktur pertanian, termasuk terjadinya penurunan kualitas infrastruktur pertanian yang ada.” katanya. (winoto/bu)

http://poskotanews.com/2014/03/29/tanggungjawab-negara-penuhi-bahan-pangan-rakyat/

Hasil Panen Padi Menurun

Jumat, 28 Maret 2014

DISERANG HAMA TIKUS
SUKOHARJO (KRjogja.com)- Petani di beberapa wilayah di Kabupaten Sukoharjo sudah melakukan panen  musim tanam pertama. Namun, mereka mengeluhkan, hasil tanaman padi yang didapat berkurang akibat lahan sawah diserang hama tikus.Pantauan disejumlah wilayah panen sudah dilakukan petani di Kecamatan Kartasura, Baki, Gatak dan Grogol. “Hasil panen menurun karena diserang hama tikus,” keluh Pawiro salah satu petani di Desa Geneng Kecamatan Gatak ditemui saat melakukan panen, Jumat (28/03/2014).

Pawiro mengaku, dalam kondisi normal satu patok lahan sawah miliknya bisa panen menghasilkan 8 ton hingga 9 ton gabah, tapi sekarang hanya 6,7 ton. Penurunan tersebut dikarenakan dalam rentan waktu hampir satu bulan diserang hama tikus. Saat ada serangan, Pawiro mengaku sudah melakukan upaya dengan gropyokan tikus. Tapi hasil yang didapat tidak bisa maksimal. “Jumlah tikusnya sangat banyak sedangkan petani yang gropyokan sedikit,” lanjutnya.

Meski hasil panen turun tapi Pawiro mengaku tetap bersyukur. Sebab gabah yang didapat kualitasnya cukup baik. Karena itu saat dijual juga bisa laku dengan harga tinggi.“Gabah hasil panen di sawah langsung dibeli pelanggan yang biasa ke sini,” katanya. (Mam)

http://krjogja.com/read/210185/hasil-panen-padi-menurun.kr

Jumat, 28 Maret 2014

Keluar dari Impor Pangan

Jumat, 28 Maret 2014

INDONESIA adalah pengimpor pangan yang sangat besar. Nilainya sekitar 9 miliar dollar AS, atau setara lebih dari Rp 100 triliun, setiap tahun dan angka ini terus membesar dari tahun ke tahun.
Menurut GreenPool Commodities (Australia), Indonesia menjadi importir gula terbesar dunia di tahun 2013, menggeser China dan Rusia.

Pada tiga tahun terakhir, setiap tahun rata-rata Indonesia mengimpor 1,5 juta ton garam (50 persen kebutuhan garam nasional), 70 persen kebutuhan kedelai nasional, 12 persen kebutuhan jagung, 15 persen kebutuhan kacang tanah, 90 persen kebutuhan bawang putih, 30 persen konsumsi daging sapi nasional, 70 persen kebutuhan susu; sementara impor buah (jeruk mandarin, apel, anggur, pir) dan sayuran  juga terus meningkat.

Jika tidak mampu meningkatkan produksi pangannya, Indonesia akan terus mengalami defisit neraca perdagangan pangan, yang telah menguras devisa kita dan memperlemah nilai tukar rupiah. Di tahun 2012, defisit perdagangan subsektor tanaman pangan mencapai 6,7 miliar dollar AS, hortikultura 1,3 miliar dollar AS, serta peternakan 2,9 miliar dollar AS. Di tahun 2013 (data sampai September) subsektor tanaman pangan defisit 3,8 miliar dollar AS, dengan hortikultura defisit 876,9 juta dollar AS, dan peternakan defisit 1,66 miliar dollar AS.

Indonesia perlu segera meningkatkan produksi dan kualitas pangannya secara signifikan. Hal ini mengingat penduduk yang 250 juta jiwa terbesar keempat di dunia; dengan laju pertambahan sekitar 1,3 persen per tahun. Selain itu, tingkat konsumsi pangan per kapita masih rendah, yang perlu ditingkatkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)-nya.

Kebutuhan peningkatan produksi dan kualitas pangan juga didorong oleh meningkatnya jumlah kelas menengah. Kelas menengah adalah warga negara yang pengeluaran per kapita per harinya 2 dollar AS-20 dollar AS.

Data Bank Dunia menyebutkan, pada tahun 2003, kelas menengah Indonesia mencapai 37,7 persen dari populasi; pada 2010 kelas menengah berjumlah 134 juta jiwa atau 56,5 persen populasi, dan akan terus meningkat. Membesarnya kelas menengah Indonesia membutuhkan pangan yang lebih banyak dan lebih bermutu. Karena produksi dalam negeri tak dapat memenuhinya, impor pangan meningkat sangat besar.

Memperluas lahan
Tersedianya luasan lahan pertanian yang memadai menentukan kemampuan negara untuk memproduksi pangan.

Saat ini, rasio antara luas lahan pertanian pangan yang ada dan jumlah penduduk Indonesia sangat rendah, hanya 358,5 meter persegi per kapita (lahan sawah) dan 451,1 meter persegi per kapita (ditambah lahan kering); rasio lahan per kapita Thailand 5.225,9 meter persegi per kapita, India 1.590,6 meter persegi per kapita, China 1.120,2 meter persegi per kapita, dan Vietnam 959,9 meter persegi per kapita. Kondisi inilah yang membuat Indonesia tak mampu memenuhi sendiri kebutuhan pangannya.

Indonesia memiliki pengalaman membuka areal pertanian baru yang sangat luas dikaitkan dengan pemerataan persebaran penduduk, yang terkenal dengan nama program transmigrasi. Selama 63 tahun dilaksanakan sampai tahun 2013, program transmigrasi telah membuka lahan pertanian baru sekitar 4,4 juta hektar, yang dibagikan kepada sekitar 2,2 juta kepala keluarga petani atau sekitar 8,8 juta orang; bentuk distribusi tanah kepada rakyat.

Program ini sangat besar peranannya dalam menjadikan Indonesia swasembada beras di tahun 1984 hingga 1998, yang membuat Presiden Soeharto atau Pemerintah Indonesia memperoleh Food Award, penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), dan menjadikan Indonesia pada waktu ini produsen terbesar kelapa sawit. Sayangnya, 16 tahun terakhir, program transmigrasi, yang juga bagian dari program perluasan areal pertanian, jumlahnya sangat kecil.

Dengan perluasan lahan pertanian yang signifikan, Indonesia dapat mencapai banyak sasaran sekaligus, yaitu memenuhi sendiri kebutuhan pangan bagi rakyat yang akan menghemat devisa, menyediakan lapangan kerja, dan selanjutnya menjadi negara eksportir pangan tropis yang akan meningkatkan cadangan devisa kita.

Kita melihat di era globalisasi ini, negara-negara yang secara ekonomi stabil adalah negara-negara yang cadangan devisanya besar. Indonesia juga termasuk sedikit negara yang berpotensi menambah pasokan pangan bagi dunia yang penduduknya terus bertambah 1 miliar jiwa setiap 13 tahun.

Adalah memalukan jika Indonesia yang terletak di kawasan tropis, berlahan subur, dengan curah hujan yang cukup, dan sinar matahari sepanjang tahun justru menjadi beban dunia untuk penyediaan pangannya.

Agar lebih efisien, perluasan lahan-lahan pertanian pangan baru sebaiknya dibangun di tepi sungai-sungai besar di Indonesia, antara lain Kapuas, Mahakam, Digul, Maro, Bian, Kampar, dan Musi, untuk memanfaatkannya sebagai jalur transportasi. Keberhasilan pembangunan pertanian Brasil yang telah menjadikannya penghasil besar jagung, gula tebu, ubi kayu, cokelat, dan lain-lain juga memanfaatkan sarana transportasi Sungai Amazon.

Modernisasi pertanian
Keseluruhan potensi pertanian yang dimiliki Indonesia luasnya 101 juta hektar. Areal pertanian yang telah ada menurut BPS luasnya 47 juta hektar. Lahan cadangan pertanian tersedia 54 juta hektar yang dapat dimanfaatkan menjadi lahan pertanian yang produktif, termasuk perkebunan, atau hutan penghasil kayu yang juga bermanfaat secara ekologis, atau dapat rusak menjadi padang alang-alang atau belukar.

Potensi perluasan sawah mencapai 19 juta hektar. Dari 19 juta hektar ini, yang telah digunakan untuk komoditas lain 9 juta hektar sehingga yang masih tersedia 10 juta hektar (terluas di Papua, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Riau). Sementara potensi perluasan areal pertanian di lahan kering 5,1 juta hektar.

Lahan pertanian pangan (plus hortikultura) yang ada sekitar 8,5 juta hektar. Dengan pertambahan penduduk 1,3 persen per tahun, diperlukan penambahan luas lahan pertanian yang lebih tinggi agar kita dapat swasembada dan menjadi eksportir. Kalau tumbuh 2 persen per tahun, berarti 170.000 hektar.

Untuk amannya, Indonesia memerlukan perluasan lahan pertanian 200.000 hektar per tahun. Untuk dapat segera menjadi negara eksportir pangan tropis, diperlukan perluasan lahan tanaman pangan 300.000 hektar per tahun. Itu pun harus dibarengi dengan mengerem konversi lahan pertanian ke penggunaan lain yang untuk Pulau Jawa sebagai penghasil pangan utama saat ini angkanya berkisar 50.000 hektar per tahun.

Program tersebut perlu diiringi dengan modernisasi (mekanisasi dan penggunaan teknologi maju pada benih, pupuk, dan penanggulangan hama) guna meningkatkan daya saing, serta dengan pemilikan lahan per petani yang semakin luas, untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sebagai perbandingan, pertanian Brasil maju pesat setelah Brasil memberi lahan sekitar 25 hektar per petani, dengan olah tanah menggunakan wheel tractor 50 HP.

Dengan peningkatan skala usaha petani Indonesia menjadi 4 hektar per kepala keluarga disertai dengan modernisasi pertanian, produksi dan produktivitas serta daya saing produk-produk pertanian kita akan meningkat. Semoga.

Siswono Yudo Husodo, Ketua Yayasan Pendidikan Universitas Pancasila

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140328kompas/#/6/

Tingkat Ketahanan Pangan Indonesia Peringkat ke-70

Kamis, 27 Maret 2014

Bandung, Seruu.com - Indonesia sebagai negara agraris masih menempati peringkat 70-an dunia di bidang tingkat ketahanan pangan, kata Dekan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Dr Drajat Sudrajat di Bandung, Kamis.

"Indonesia sebenarnya memiliki potensi besar untuk meningkatkan Ketahanan Pangan karena memiliki sumber daya alam, sumber daya manusia, budaya dan pasar yang potensial," kata Drajat Sudrajat.

Dia mengemukakan hal itu pada seminar "Peran Perguruan Tinggi dalam Mendukung Program Diversifikasi Pangan Nasional" di Kampus Universitas Padjadjaran.

Menurut Drajat, Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan dari negara-negara seperti India, Vietnam, bahkan Singapura yang pada saat ini termasuk negara dengan ketahanan pangan cukup baik dunia.

Hal senada diungkapkan oleh Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian Prof Dr Achmad Suryana.

Menurut Achmad, Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia yang potensial serta memiliki kinerja ekonomi dan dinamika pasar pangan yang cukup baik.

"Bila semua ini diramu dengan baik, maka ketahanan pangan Indonesia bisa dibangun sehingga bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain," kata Achmad.

Menurut Achmad, diversifikasi atau penganekaragaman produk pertanian juga mampu meningkatkan ketahanan pangan. Alasannya, kekayaan biodiversitas pangan nabati dan hewani cukup besar dan beragam.

Ia mencontohkan komoditas yang sudah dikembangkan antara lain sagu, jagung, ubi kayu, ubi jalar, shorgum dan talas Jepang.

Sementara itu Wakil Ketua Komisi IV DPR Bidang Pertanian, Kelautan dan Perikanan, Kehutanan, serta Pangan H Herman Khoeron menyebutkan persoalan pangan saat ini telah menjadi hal yang sangat krusial.

"Pangan bukan lagi hal strategis dan pokok namun telah menjadi persoalan HAM," kata Herman.

Menurut dia, DPR mendukung regulasi kebijakan pemerintah dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Salah satunya adalah melalui UU Pangan No. 18 Tahun 2012. [Ant]

Era Impor Produk Pertanian Harus Berganti Era Produksi

Kamis, 27 Maret 2014
JAKARTA, KOMPAS.com - Sektor pertanian tak hanya bisa memberikan peluang luas lapangan kerja, tapi juga mendukung ketahanan pangan. Oleh karenanya, perlu tenaga kerja yang cukup besar di sektor pertanian sehingga produktivitas pangan meningkat serta importasi berkurang.

"Era impor ini yang harus kita hentikan, diganti dengan era produksi, dengan memberdayakan tenaga kerja kita," kata Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, Kamis (27/3/2014).

Siti mengatakan perlu keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan sektor pertanian. Di tengah lahan pertanian yang kian sempit, sebetulnya pemerintah memiliki andil cukup besar, karena masih memiliki sejumlah aset.

Hendri Saparini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Conomics menambahkan, salah satu yang juga bisa mengangkat pertanian di Indonesia adalah keberadaan koperasi usaha tani. Sayangnya, peran koperasi di Indonesia telah tereduksi puluhan tahun.

"Sayangnya di Indonesia ini, kita gotong-royong untuk sosial, bukan gotong-royong untuk kepentingan ekonomi," imbuhnya.

Padahal, keberadaan koperasi dapat membantu para petani dan nelayan meningkatkan posisi tawar mereka. Hendri mencontohkan, koperasi petani di Jepang dan Korea memiliki peranan kuat.

"Nelayan di pasar ikan di sana, mereka punya posisi tawar yang kuat, karena memasok (ikan) ke restoran dan industri besar. Tapi kalau enggak ada (koperasi), mereka dipepet sama para tengkulak. Di sini, Bulog itulah seharusnya koperasi harapan petani," papar Hendri.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/03/27/2102472/Era.Impor.Produk.Pertanian.Harus.Berganti.Era.Produksi

Kamis, 27 Maret 2014

Pemuda Subang Temukan Pupuk Ajaib

Kamis, 27 Maret 2014

SUBANG - Penemuan “Pupuk Suherlan”, yang bisa membuat padi sekali tanam bisa panen lebih dari satu kali oleh salah seorang pemuda asal Cibogo, Subang, membuat kagum Deputi Relevansi dan Produktivitas Iptek Kementerian Ristek RI, Dr Agus Puji Prasetyono.

“Ini baru pertama di Indonesia, bahkan di dunia. Dengan menggunakan Pupuk Suherlan ini, padi yang sudah dipanen, batangnya ditebas kemudian bisa tumbuh lagi dan kembali menghasilkan padi,” ujar Agus saat melakukan panen raya di Kampung Kalapa Dua Desa Sumur Barang Kecamatan Cibogo, Selasa (25/3).

Dengan menggunakan pupuk ini, menurut Agus, mampu menggenjot produktivitas padi dengan modal minim serta akan berdampak baik bagi pertanian di Kabupaten Subang sebagai salah satu lubung padi nasional.

“Dengan makin sempitnya pemanfaatan teknologi, ini akan meningkatkan produtivitas hasil panen dengan luas 3,5 juta hektare areal pesawahan dengan sekali tanam dua kali panen akan dihasilkan 4,5 juta ton,” ungkapnya.

Suherlan menjelaskan , keunggulan pupuk ciptaannya yaitu ketika padi ditanam dan disemprot dengan menggunakan pupuk ini akan tumbuh kembali. Pupuk ciptaanya merupakan pupuk ramah lingkungan, karena 85 persen bahannya organik.

“Bahannya 85 persen organik, sisanya kimia. Jadi bisa menghemat pupuk kimia. Kedua akan mengurangi subsidi pupuk. Kalau ini digunakan oleh seluruh petani, maka akan menghemat sebesar 13,8 triliun. Ketiga akan mengurangi pencemaran tanah,” terangnya.

Ditambahkan Suherlan, dengan menggunakan pupuk tersebut, petani akan menghemat biaya tanam. Tetapi tidak akan mengurangi kualitas padi. Bahkan produksi padi akan bertambah dua kali lipat.

"Dengan menggunakan pupuk ini, biaya menjadi lebih hemat, dari satu batang akan panen dua kali serta tahan terhadap hama. Dari hasil panen dari satu gereng padi menghasilkan 0,26 kilo. Jadi untuk satu hektarenya berkisar 8 ton," tutupnya. (ded/din)

http://www.indopos.co.id/2014/03/pemuda-subang-temukan-pupuk-ajaib.html

6 Program Aksi Transformasi Bangsa Partai Gerindra 2014-2019

1. Membangun Ekonomi Yang Kuat, Berdaulat, Adil dan Makmur

a. Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dari Rp 35 juta (3.500 dollar AS) menjadi Rp 60 juta (6.000 dollar AS) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen per tahun menuju pertumbuhan diatas 10 persen.

b. Meningkatkan pemerataan dan kualitas pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi jurang antara si miskin dan si kaya (menurunkan Indeks Gini dari 0.41 menjadi mencapai 0.31) dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia dari sekitar 75 mencapai sekitar 85.

c. Meningkatkan penerimaan negara dari pajak dari sekitar 12 persen hingga mencapai ratio minimal 16 persen dari Produk Domestik Bruto dengan melaksanakan intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak dan perbaikan sistem perpajakan yang lebih adil;menekan pemborosan dan inefisiensi pengeluaran anggaran; dan mengelola utang pemerintah dengan cermat dan bijak serta memanfaatkannya dengan efisien dan efektif.

d. Mendorong peran swasta dalam perekenomian nasional untuk menciptakan lapangan pekerjaan, nilai tambah, industrialisasi, dan industri pengolahan.

e. Menjadikan BUMN yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian bangsa sebagai lokomotif dan ujung tombak kebangkitan dan kedaulatan ekonomi.

f. Membangun industri pengolahan untuk menguasai nilai tambah bagi perekonomian nasional.

g. Membangun dan mengembangkan industri nasional:

- sarana transportasi darat (kereta api, mobil, dan sepeda motor)

- laut (angkutan kapal laut dan angkutan sungai)

- udara (pesawat terbang)

- alat berat dan alat mesin pertanian.


2. Melaksanakan Ekonomi Kerakyatan

a. Memprioritaskan peningkatan alokasi anggaran untuk program pembangunan pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, dan koperasi dan UMKM, dan industri kecil dan menengah.

b. Mendorong perbankan nasional dan lembaga keuangan lainnya untuk memprioritaskan penyaluran kredit bagi petani, nelayan, buruh, pegawai, industri kecil menengah, pedagang tradisional dan pedagang kecil lainnya.

c. Mendirikan Bank Tani dan Nelayan yang secara khusus menyalurkan kredit untuk pertanian, perikanan dan kelautan serta memperbesar permodalan lembaga keuangan mikro untuk menyalurkan kredit bagi rakyat kecil, petani, nelayan, buruh, pedagang tradisional dan pedagang kecil.

d. Melindungi dan memodernisasi pasar tradisional.

e. Melindungi dan memperjuangkan hak-hak buruh termasuk buruh migran (TKI/TKW).

f. Membangun infrastruktur untuk rakyat di melalui Delapan Program Desa yaitu :

i. Jalan, Jembatan, dan Irigasi Desa dan Pesisir

ii. Listrik dan Air Bersih Desa

iii. Koperasi Desa, BUMDES, BUMP dan Lembaga Keuangan Mikro

iv.   Lumbung Desa

v. Pasar Desa

vi. Klinik dan Rumah Sehat Desa

vii. Pendidikan dan Wirausaha Muda Desa

viii. Sistem Informasi Desa

g. Mendirikan Lembaga Tabung Haji.

h. Mempercepat implementasi reforma agraria untuk meningkatkan akses dan penguasaan lahan yang lebih adil dan berkerakyatan, menyediakan rumah murah sederhana bagi rakyat.


3. Membangun Kedaulatan Pangan dan Energi serta Pengamanan Sumberdaya Air

a. Mencetak 2 juta hektar lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan antara lain beras, jagung, kedele dan tebu dan lain-lain yang dapat mempekerjakan lebih dari 12 juta orang.

b. Mendorong peningkatan produksi dan konsumsi protein yang berasal susu, telur, ikan, dan daging.

c. Mencetak 2 juta hektar lahan untuk aren, ubi kayu, ubi jalar, kelapa, kemiri serta bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang-sari yang dapat mempekerjakan lebih dari 12 juta orang.

d. Membangun pabrik pupuk urea dan NPK baru milik petani dengan total kapasitas 4 juta ton.

e. Membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi dan air dengan kapasitas total 10.000 MW.

f. Mendirikan kilang-kilang minyak bumi, pabrik etanol, dan pabrik DME (pengganti LPG).

g. Mengamankan dan merehabilitasi daerah aliran sungai (DAS) dan sumber air.

h. Menjamin harga pangan yang menguntungkan petani dan nelayan, dan melindungi konsumen.


4. Meningkatkan Kualitas Pembangunan Manusia Indonesia Melalui Program Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Budaya serta Olahraga

a. Memperkuat karakter bangsa yang berkepribadian Pancasila, menjunjung tinggi sifat jujur,  disiplin, patuh terhadap hukum, toleransi terhadap perbedaan suku agama dan ras, hormat kepada budaya bangsa melalui pendidikan Pancasila, kebangsaan dan budi pekerti.

b. Melaksanakan wajib belajar 12 tahun dengan biaya negara, menghapus pajak buku pelajaran, menghentikan model penggantian buku pelajaran setiap tahun, dan mengembangkan pendidikan jarak jauh terutama untuk daerah yang sulit terjangkau dan miskin.

c. Merevisi kurikulum nasional yang berorientasi pada upaya memantapkan pengembangan budaya bangsa yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, memajukan karsa dan karya bangsa yang memiliki daya saing yang tinggi, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan menghargai kearifan lokal.

d. Mengembangkan sekolah-sekolah kejuruan pertanian, kehutanan, maritim dan industri, termasuk Balai-balai  Latihan Kerja.

e. Meningkatkan martabat dan kesejahteraan guru, dosen dan penyuluh.

f. Memberantas perdagangan manusia dan membasmi peredaran dan penyalahgunaan narkoba dengan hukuman berat.

g. Menyediakan komputer di sekolah dasar, menengah dan lanjutan serta sekolah kejuruan lainnya, memberikan beasiswa bagi mahasiswa kurang mampu, menyediakan fasilitas kredit bank untuk mahasiswa berprestasi dan mampu, serta membangun jaringan internet gratis.

h. Menjamin pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin.

i. Mengembangkan rumah sakit modern di setiap kabupaten dan kota dan memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan rakyat terlantar.

j. Meningkatkan peran PKK, Posyandu dan Puskesmas.

k. Menggerakkan revolusi putih mandiri dengan menyediakan susu untuk anak-anak miskin di sekolah dengan mendirikan proyek-proyek sapi perah dan kambing.

l. Mewajibkan sarjana dan dokter yang baru lulus untuk mengabdi di kantong kemiskinan dan daerah tertinggal.

m. Melestarikan peninggalan dan warisan budaya bangsa sebagai kekuatan dan pemersatu bangsa.

n. Pembinaan dan pelatihan khusus untuk meningkatkan prestasi Tim Nasional Sepakbola Indonesia

5. Membangun Infrastruktur dan Menjaga Kelestarian Alam serta Lingkungan Hidup

a. Membangun prasarana di seluruh wilayah Indonesia :  jalan dan jembatan termasuk  3.000 km jalan raya nasional baru yang modern dan 3.000 km rel kereta api, pelabuhan laut (samudera dan nusantara) dan pelabuhan  udara, listrik, dan telekomunikasi.

b. Mempercepat pembangunan infrastruktur strategis irigasi di pedesaan dan pelabuhan perikanan di  pesisir.

c. Membangun infrastruktur, fasilitas pendukung dan kawasan industri nasional termasuk industri maritim dan pariwisata.

d. Melakukan rehabilitasi 77 juta hektar hutan yang rusak dengan sistem tumpang-sari dan konservasi aneka ragam hayati, hutan lindung, taman nasional dan suaka alam.

e. Mencegah dan menindak tegas pelaku pencemaran lingkungan dan melindungi flora dan fauna sebagai bagian dari aset bangsa.

f. Mengembangkan infrastruktur pendukung pulau-pulau terluar.


6. Membangun Pemerintahan yang Bebas Korupsi, Kuat, Tegas dan Efektif

a. Mempercepat peningkatan kesejahteraan aparatur negara dan mengakselerasi reformasi birokrasi untuk mencapai sistem birokrasi yang efisien dan melayani dengan menerapkan sistem insentif dan hukuman yang efektif.

b. Menciptakan kepastian dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu dan seadil-adilnya.

c. Mencegah dan memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme dengan menerapkan teknik-teknik manajemen yang terbuka dan akuntabel.

d.  Meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI/Polri, pegawai negeri sipil dan keluarganya termasuk para veteran dan pensiunan.

e.  Menempatkan 30 % perempuan dalam posisi menteri dan atau pejabat setingkat menteri dan mendorong kedudukan strategis lainnya bagi perempuan pada pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140327kompas/#/19/

Harga Jual Gabah Turun Drastis, Petani Menjerit

Rabu, 26 Maret 2014

SUMBER, (PRLM).- Setelah bergulat dengan hama kresek beberapa waktu lalu, petani padi di beberapa wilayah Kabupaten Cirebon kini diberatkan dengan harga jual gabah yang turun drastis. Hal itu disebabkan panen raya yang mulai dilakukan serentak di wilayah-wilayah tersebut.

Salah seorang petani Desa Karangsari, Kecamatan Weru, Sumarto (59) mengatakan, saat ini gabah hasil panennya hanya dihargai Rp 3.800 per kilogram. Padahal beberapa pekan lalu, harga jual gabah masih berada di angka Rp 5.000 per kilogram.

"Saya sempat memanen lebih awal padi di satu petak sawah yang terserang hama kresek tiga pekan lalu. Meskipun hasil panen menurun, saat itu harga jual gabah masih tinggi. Namun di saat padi yang bagus dan tidak terserang hama bisa dipanen, harga jual gabah malah turun. Saya bingung dengan kondisi ini, tahu begitu kemarin saya paksakan panen dini saja semuanya," tutur Sumarto saat ditemui "PR" Online, Rabu (26/3/2014).

Hal senada diungkapkan petani lain, petani Kelurahan Kenanga, Kecamatan Sumber, Sayuti (45). Sama seperti Sumarto, Sayuti juga sempat direpotkan dengan hama kresek yang membuat ia terpaksa melakukan panen dini terhadap sekitar 75 persen padi di lahan yang digarapnya.

Turunnya harga gabah dilansir Sayuti sebagai ulah oknum tengkulak yang seenaknya menerapkan harga pembelian sesuai keinginan mereka. "Dengan menekan harga jual di tingkat petani, para tengkulak bisa meraup untung besar, apalagi jumlah gabah yang bisa mereka tampung di musim panen raya begini bakal melimpah," ujarnya. (A-178/A-88)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/275382

Rabu, 26 Maret 2014

Panen Raya dan Catatan Fluktuasi Harga Gabah Petani

Rabu, 26 Maret 2014

Di Akhir Maret 2014 ini hampir semua petani di wilayah Kota Metro menikmati masa panen. Masa menikmati hasil kerja keras mereka. Padi menguning dengan bulir-bulir padi yang bernas.

Dan alhamdulillah, ucapan syukur yang selalu diucapkan para petani tatkala jerih payahnya selama tiga bulan berbuah hasil. Hasil yang ditunggu-tunggu atas kerja keras demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kebutuhan yang tentu saja tak dapat ditunda kewajibannya.

Hamparan padi yang telah menguning dan deru mesin tleser rakitan sendiri turut menghiasi senyum sumringah petani yang kini tinggal memetik buah kesabaran tatkala selama masa tanam harus bergumul dengan masalah hama yang menghantui tanaman padi mereka. Bahkan hampir setiap masa tanam mereka selalu berjuang bertahan dari serangan hama. Hingga ada di antara mereka yang harus gagal panen karena serangan yang bertubi-tubi. Tak hanya  hama tikus, walang sangit dan serangga lain turut menghiasi hamparan tanaman  satu-satunya sebagai penopang hidup mereka.

Tapi jangan sebut mereka sebagai petani, jika segala macam risiko pekerjaan tak mampu mereka hadapi dengan ketekukan dan kesabaran. Karena meskipun hama berjibun mengerubuti  tanaman mereka, toh bagi para petani ini pantang ‘tuk berputus asa apalagi berpangku tangan menerima keadaan.

Meskipun akibat dari serangan hama tersebut, tatkala masa panen saat sekarang, jika dihitung-hitung justru hanya dapat  mengembalikan modal mereka.  Dalam bahasa mereka disebut “balek modal “. Tenaga dan waktu tak lagi dihitung karena hasil panen mereka hanya cukup menutup tunggakan kelompok tani dan toko obat-obatan yang telah dihutang dahulu tatkala mereka mulai menanam padi.

Di sisi lain dari perihnya perjuangan petani adalah tatkala hasil panen sudah ditangan ternyata ketika dijual pun harganya selalu murah. Berbeda sekali tatkala mereka tak memiliki segantang pun gabah, harga dipabrik dan agen justru naik setinggi langit. Maka wajar saja mereka sulit sekali meningkatkan taraf hidup mereka.

Contoh kecil tatkala musim kemarau dan petani dalam masa tanam, harga gabah basah di tangan tengkulak bisa mencapai Rp.5.000 dan harga gabah kering giling bisa mencapai Rp. 6.500 sedangkan saat panen seperti saat ini, harga gabah mereka turun menjadi Rp 3.200 bahkan hanya bisa sampai Rp 3.500 dan gabah kering giling mencapai Rp. 4.200 s.d Rp 4.500. Sangat murah sekali.

Meskipun harga tersebut tidak dapat memberikan keuntungan bagi kerja keras mereka, namun karena hasil panen itulah satu-satunya, maka mau tidak mau rasa syukur itulah yang mendorong mereka untuk tetap bersemangat mengelola tanah pertanian mereka.

Maka tak jarang karena harga hasil panen yang tak sebanding dengan pengeluaran modal, maka yang terjadi setiap tahun hutang pun bertambah alias minus. Gali lobang tutup lobang adalah kata yang pantas buat para pejuang pangan ini.

Namun anehnya adalah, tatkala harga petani tatkala panen cukup murah tapi ternyata beras import masih saja menghiasi kantung-kantung toko sembako. Beras import yang juga selalu menuai cibiran dari para petani karena dampak dari import beras ini merusak nilai jual padi dan beras mereka. Para petani sendiri menjual dengan harga yang tak pantas,tapi beras-beras asing justru masuk tanpa dibatasi. Dampaknya semakin beras import bebas masuk ke dalam negeri, maka tidak ada harapan lagi harga gabah petani akan terdongkrak naik. Justru akan semakin tergilas beras-beras import yang juga menjadi penyebab rusaknya harga di tingkat petani.

Pertanyaan yang sampai saat inibelum terjawab adalah kenapa ketika beras langkapun harga hasil panen mereka selalu saja murah? Sedangkan biaya-biaya modal seperti pupuk, obat-obatan dan biaya pengolahan juga tidak lagi murah? Ditambah lagi hama tikus yang selalu merusak hamparan padi mereka.

Sebuah ironi, tatkala para petani menghendaki harga mereka dapat menyesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang tinggi, ternyata juga sulit menemui kata keberuntungan jika dihitung dari besarnya modal yang harus mereka keluarkan.

Ketika mereka menjual gabah-gabah mereka seperti tak berharga, tapi tatkala ingin membeli di saat paceklik harga di tingkat tengkulak sudah tak terbendung lagi.

Kondisi ini memang menjadi gambaran bahwa hakekatnya kerja keras petani tak sebanding dengan hasil yang mereka dapatkan. Dan tak sebanding pula tatkala harga pembelian beras tatkala musim paceklik tiba. Ketika mereka harus menabung gabah-gabah mereka untuk tiga bulan menanti masa panen kembali, hasil panen mereka sudah habis terjual demi mengembalikan modal “ngutang” yang mereka lakukan karena semakin mahalnya harga pupuk dan obat-obatan.


http://regional.kompasiana.com/2014/03/26/panen-raya-dan-catatan-fluktuasi-harga-gabah-petani-642086.html

Ancaman Bencana Pangan

Rabu, 26 Maret 2014

DI tengah capaian ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 5 persen selama 10 tahun terakhir, kinerja sektor pangan dan pertanian di dua periode jabatan pemerintahan saat ini sungguh tidak menggembirakan.
Dengan menggunakan data impor tahun 2004 sebagai acuan, rata-rata impor beras selama periode Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid I (2005-2009) meningkat tajam sebesar 117 persen, daging sapi 234 persen, bawang merah 76,2 persen, gula 61,7 persen, cabai 56 persen, gandum 13,1 persen, dan kedelai 10,9 persen. Hanya jagung yang menunjukkan angka turun, yaitu sebesar minus 39,8 persen bila dibandingkan dengan 2004.

Kinerja sektor tersebut tidak membaik pada periode KIB II (2010-2013) bahkan lebih buruk. Dibandingkan tahun 2004 sebagai acuan, rata-rata impor beras pada periode tersebut meningkat 482,6 persen, daging sapi 349,6 persen, cabai 141 persen, gula 114,6 persen, bawang merah 99,8 persen, jagung 89 persen, kedelai 56,8 persen, dan gandum 45,2 persen (diolah dari Bappenas, 2014, USDA, 2014). Berkaitan dengan gandum, Indonesia saat ini menduduki peringkat kedua importir gandum terbesar di dunia. Pertumbuhan impor yang sedemikian tinggi tersebut jauh melampaui pertumbuhan penduduk selama periode 2004-2013 sebesar 12,0 persen.

Pertumbuhan impor pangan selama hampir 10 tahun terakhir ini sekaligus juga menyiratkan kinerja sektor pertanian yang buruk. Akibatnya indeks ketahanan pangan Indonesia jauh di bawah negara-negara tetangga. Di antara 105 negara yang dinilai, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di urutan ke-64 dengan skor 46,8 yang jauh di bawah Malaysia yang berada di peringkat ke-33 (dengan skor 63,9), China 38 (62,5), Thailand 45 (57,9), Vietnam 55 (50,4), dan bahkan Filipina yang berada di urutan ke-63 (47,1) (Global Food Security Index, 2012).

Ironisnya dalam periode yang sama terjadi peningkatan tajam anggaran sektor pertanian yang disediakan APBN setiap tahunnya. Total anggaran yang disediakan untuk sektor pertanian pada tahun 2004 sebesar Rp 10,1 triliun (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2004). Anggaran tersebut meningkat menjadi Rp 12,6 triliun pada tahun 2005, Rp 49,8 triliun pada tahun 2009, dan Rp 71,9 triliun pada tahun 2013 (Pusat Kebijakan APBN-Badan Kebijakan Fiskal, 2014) atau terjadi peningkatan sebesar 611 persen dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun. Anggaran tersebut terdistribusi untuk Kementerian Pertanian, irigasi, subsidi, transfer ke daerah, dan belanja lain-lain berupa cadangan beras pemerintah, cadangan stabilisasi pangan, cadangan benih nasional, dan cadangan ketahanan pangan.

Bencana pangan
Bila kecenderungan impor dan stagnasi produksi pertanian ini berlanjut, Indonesia akan memasuki situasi yang mengkhawatirkan. Defisit pangan kemudian hanya bisa dipenuhi melalui impor yang semakin tahun semakin membengkak. Hal tersebut tampak jelas dengan dikeluarkannya berbagai keputusan Kementerian Perdagangan beberapa tahun terakhir ini yang justru menjadi pemicu meningkatnya impor pangan. Bagi para importir dan pelaku kolutifnya, impor pangan menjanjikan keuntungan yang luar biasa besar karena disparitas harga internasional dengan harga (buatan) di dalam negeri.

Impor menjadi solusi instan bagi pemerintah ketika menghadapi inflasi yang penyebab terbesarnya biasanya adalah harga pangan. Impor juga sering kali menjadi langkah pertama dan utama untuk stabilisasi harga di tingkat konsumen.

Sebaliknya, impor pangan selalu berdampak buruk bagi petani kecil yang menyebabkan semakin banyak petani meninggalkan lahannya karena usaha tani tidak lagi menguntungkan bagi mereka karena harus bersaing dengan produk impor yang murah artifisial (artificially low agricultural prices).

Proses yang seperti lingkaran setan tersebut menyebabkan Indonesia masuk ke dalam jurang jebakan impor pangan yang semakin lama semakin dalam dan akhirnya tidak memiliki kemampuan untuk bangkit kembali. Setiap upaya untuk menerobos kebuntuan tersebut sering kali harus berhadapan dengan tembok-tembok kepentingan para pemburu rente yang justru mendapat justifikasi dari para pabrikan data dan penguasa.

Ketika kemampuan untuk bangkit tidak ada lagi dan tiba-tiba terjadi gejolak harga pangan di level internasional, masuklah Indonesia ke dalam krisis pangan yang parah yang berakhir pada bencana pangan.

Fluktuasi harga pangan dunia dalam 5-10 tahun terakhir ini cukup mengkhawatirkan. Sejak tahun 1960 harga pangan cenderung terus menurun akibat peningkatan produksi pangan dunia dan mencapai tingkat terendah untuk kedelai pada tahun 2000, jagung pada tahun 2005, dan gandum pada tahun 2006 (Kalaitzandonakes, 2013). Tetapi, sejak saat itu harga ketiga komoditas tersebut dan komoditas pangan lainnya meningkat tajam dalam tempo yang sangat pendek.

Sejak tahun 2005 sudah terjadi tiga kali gejolak harga pangan di dunia yang berujung dengan krisis pangan di puluhan negara di dunia. Harga pangan untuk berbagai komoditas penting, yaitu gandum, jagung, kedelai, dan beras, sudah meningkat sebesar 200 hingga 300 persen. Saat ini harga hampir semua komoditas pangan sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada tahun 1960 (harga riil berdasarkan nilai tukar dollar AS tahun 2005). Harga pangan internasional di masa depan dipastikan tidak akan lagi murah. Dengan demikian, upaya untuk peningkatan produksi pangan di Indonesia menjadi suatu keniscayaan bila Indonesia ingin selamat dari bencana pangan.

Meretas persoalan
Agak berbeda dengan dekade-dekade sebelumnya, di masa depan dunia akan dihadapkan pada dua masalah utama, yaitu pangan dan kedua energi. Pada tahun 2025 dunia akan mengalami defisit pangan sebesar 68,8 juta ton dan defisit pangan terbesar akan dialami oleh wilayah Asia Timur dan Tenggara, yaitu sebesar 126,9 juta ton.

Dengan demikian, kita tidak bisa lagi menggantungkan diri pada belahan dunia lainnya untuk mencukupi kebutuhan pangan kita. Kebijakan pertanian dan pangan yang selama ini dijalankan benar-benar telah mengarahkan kita bersama ke bencana pangan. Untuk meretas persoalan-persoalan tersebut, perubahan radikal di dalam kebijakan pertanian dan pangan harus dilakukan.

Pola business as usual sebagaimana yang dikerjakan dalam sepuluh tahun terakhir ini harus dikuburkan dan digantikan dengan kebijakan pertanian dan pangan yang sama sekali baru. Pola piramida struktur pertanian dan pangan yang ada saat ini adalah mendudukkan agrobisnis, produsen benih dan input pertanian, pertanian korporasi, pertanian kapitalistik, dan spekulan pangan di puncak piramida dengan jumlah kurang dari 500.000 orang.

Mereka sekaligus juga mendapatkan akses dan fasilitas mewah dari pemerintah. Adapun dasar piramida tersusun dari 26,13 juta keluarga petani kecil atau 91 juta jiwa. Puncak piramida tersebut menekan ke bawah dan menyebabkan 5,1 juta keluarga petani kecil tercerabut dari lahan mereka dalam 10 tahun terakhir ini dan menjadi penyusun masyarakat miskin kota.

Berkaitan dengan hal itu, pemerintah mendatang perlu melakukan perubahan radikal dengan membalikkan piramida tersebut sehingga petani kecil dan pertanian keluarga menduduki posisi teratas (Tejo Pramono, 2012). Hak dan kedaulatan petani dijamin, porsi kue pembangunan untuk mereka ditingkatkan, serta akses terhadap sumber daya produktif terutama tanah diberikan.

Para petani kecil saat ini sudah menyumbangkan 1,9 juta varietas tanaman untuk umat manusia. Angka tersebut jauh lebih besar dari apa yang dibuat perguruan tinggi, lembaga riset, dan perusahaan benih yang hanya sekitar 80.000 varietas tanaman. Mereka juga mengembangkan berbagai teknologi pertanian dan kearifan lokal. Petani kecil juga yang saat ini memberi makan kita dan 70 persen penduduk dunia. Dengan demikian, perubahan orientasi kebijakan yang meningkatkan hak, kedaulatan, dan kesejahteraan petani kecil akan berujung pada terangkatnya kita bersama dari jurang bencana pangan.

Dwi Andreas Santosa, Guru Besar Fakultas Pertanian IPB; Ketua Umum Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) dan Associate Scholar Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140326kompas/#/7/

Selasa, 25 Maret 2014

Agama dan Pemilu

Selasa, 25 Maret 2014

EMOSI dan keyakinan agama masyarakat Indonesia sangat kental sehingga opini dan pilihan keberagamaan seseorang akan selalu berpengaruh ketika mengambil keputusan penting, termasuk dalam peristiwa pemilu legislatif dan pemilihan presiden.
Ketika seseorang memilih wakil rakyat dan pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres), sangat mungkin muncul pertimbangan afiliasi keagamaan seseorang. Jangankan di Indonesia yang masyarakatnya dikenal religius, di Amerikat Serikat yang pemerintahannya sekuler pun pengaruh Protestan masih sangat kuat dalam setiap pemilu.

Aspirasi dan emosi keagamaan setidaknya terekspresikan dalam empat domain, yaitu individual, komunal, kelembagaan, dan negara. Pada domain individual dan komunal, ekspresi keagamaan di Indonesia masih sangat kuat dan bahkan berkembang.

Tempat-tempat ibadah dan pengunjungnya terus bertambah jumlahnya. Namun, pada domain kelembagaan, terutama lembaga kepartaian, spirit dan identitas keagamaannya semakin mencair. Tentu saja lembaga partai politik mesti dibedakan dari lembaga sosial-keagamaan seperti halnya Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama (NU) yang jelas-jelas karakter dan jati dirinya memang penyebar dan pengayom kehidupan beragama.

Mencairnya simbol agama
Ketika simbol dan ekspresi keagamaan masuk ke wilayah publik, baik partai politik maupun negara, aspirasi satu agama akan bertemu atau mungkin berbenturan dengan aspirasi agama lain, mengingat ruang publik adalah ruang bersama yang sangat plural dan diatur dengan etika dan hukum positif sekalipun bisa saja sumbernya dari nilai-nilai agama.

Simbol dan kaidah agama yang dominan pada wilayah pribadi dan komunal ketika memasuki ruang publik dan negara mesti berkompromi dan taat pada dominasi hukum positif mengingat Indonesia bukanlah negara agama.

Mencairnya simbol-simbol agama pada lembaga partai politik disebabkan oleh tiga hal. Pertama, karena sikap kedewasaan dalam beragama dan berpolitik yang lebih mengedepankan substansi dan prestasi nyata mengingat ruang publik mestilah bersifat inklusif sehingga tidak memicu segregasi sosial berdasarkan sentimen etnis dan agama yang pada urutannya akan memperlemah kohesi bangsa.

Kedua, berdasarkan kalkulasi politik bahwa lembaga partai politik yang kental dengan jargon dan simbol agama ternyata selama ini semakin berkurang peminatnya. Oleh karena itu, akhir-akhir ini banyak partai
politik, yang semula eksklusif dengan ciri keagamaannya, membuka diri bagi pemeluk agama lain dan menonjolkan semangat nasionalisme dengan harapan akan semakin memikat warga negara lintas etnis dan agama.

Ketiga, partai politik tidak perlu menonjolkan ciri keagamaan secara eksklusif mengingat negara Indonesia menganut falsafah dan ideologi Pancasila yang menempatkan ketuhanan pada sila pertama.

Sampai hari ini, siapa pun yang terpilih menjadi presiden, apa pun asal partai politik dan etnisnya, pasti seorang Muslim yang juga setia pada Pancasila. Dengan demikian, tuntutan pada komitmen keberislaman seorang pemimpin dan politisi bukan terletak pada penampilan formal-simbolis keislamannya, tetapi lebih pada kualitas kepemimpinannya dan karya nyatanya dalam memajukan bangsa dan melayani rakyat.

Dalam kaitan ini, ekspresi dan komitmen keagamaan seseorang pada ranah publik dan negara diharapkan lebih substantif, fungsional, dan kontributif bagi upaya-upaya mencerdaskan dan menyejahterakan rakyat. Adapun wacana keagamaan yang bersifat normatif-eskatologis biarlah itu bergerak pada wilayah individual-komunal.

Ruang publik dan jabatan kenegaraan yang diperebutkan banyak partai politik lebih memerlukan kualitas dan otoritas yang menjamin kesuksesan seseorang dalam melayani rakyat ketimbang simbol-simbol primordialisme etnis dan agama. Pernyataan ini tidak berarti anti agama dan mendukung paham sekularisme dalam sistem kepartaian di Indonesia, tetapi hanya ingin menekankan bahwa ekspresi keagamaan dalam ruang publik dan komunal itu berbeda.

Oleh karena itu, menjadi krusial ketika partai politik dan ormas keagamaan merebut ruang publik dengan mengedepankan semangat komunalisme keagamaan sehingga merusak kohesi dan kerukunan sosial yang dijaga dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Kepentingan bangsa
Tidak bisa dimungkiri bahwa banyak tokoh dan parpol yang berusaha menjaring dukungan massa selama masa kampanye dengan melekatkan jargon dan identitas keagamaan. Namun, ketika mereka telah masuk wilayah pemerintahan serta jabatan publik, loyalitas, dan etika yang mesti dikedepankan, hendaknya bersifat inklusif dengan menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan agama dan kelompoknya.

Mereka mesti mampu membuktikan bahwa penghayatan dan komitmen keberagamaannya justru memperkuat agenda bangsa dan negara demi melindungi dan menyejahterakan rakyat. Spirit dan nilai-nilai ini telah dicontohkan oleh para pendiri bangsa, apa pun agama dan etnis mereka.

Sejauh ini sebagai warga negara, saya merasa bangga bangsa ini mampu melewati tikungan terjal yang mengancam keutuhan Indonesia. Proses demokratisasi berjalan dengan damai meskipun ongkosnya terlalu mahal.

Banyak politisi dan birokrat yang diharapkan mengawal
proses demokratisasi dan reformasi untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan efektif, justru mabuk kekuasaan dan jabatan.

Mereka telah mengubah konsep harga diri yang berdasarkan integritas dan kompetensi menjadi konsep yang dangkal, yaitu formula wani piro? Kamu berani membayar berapa?

Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140325kompas/#/7/

Senin, 24 Maret 2014

Gerindra Janjikan Kedaulatan Pangan



Senin, 24 Maret 2014

JAKARTA – Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dalam kampanye akbar di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (23/3), menilai Indonesia masih gagal dalam menghadirkan kedaulatan pangan di Tanah Air.

Apabila Gerindra diberi kepercayaan memimpin, Indonesia harus menjadi bangsa yang bisa memenuhi kebutuhannya sendiri dan tidak bergantung pada barang impor.

"Bangsa Indonesia memiliki pertanian yang besar, tapi kita harus impor singkong, jagung, bawang putih, dan pepaya dari negara lain. Di bawah kepemimpinan Gerindra, Indonesia harus menjadi bangsa produsen, bukan konsumen," kata Prabowo di hadapan sekitar 132 ribu simpatisan dan kader Gerindra yang hadir.

Prabowo menyatakan keprihatinannya mengenai masalah impor bahan baku karena sebenarnya Indonesia sudah cukup kaya untuk memenuhi kebutuhannya.

Dia juga menyinggung tentang situasi saat ini, yakni banyaknya elite asing yang mengeksploitasi kekayaan alam dan sumber daya manusia Indonesia. Elite asing yang menurutnya telah merugikan Indonesia itu tidak akan diperbolehkan masuk Indonesia apabila Gerindra memimpin.

Dalam kampanye terbuka Gerindra di Senayan, ada pemandangan menarik dengan hadirnya dua petinggi partai lain, yakni Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali, yang hadir didampingi salah seorang waketumnya, Djan Faridz. Bahkan saat didaulat memberi sambutan singkat di atas panggung, Suryadharma melemparkan sinyal tentang koalisi PPP dengan Gerindra.

"Saya makin jatuh cinta dengan Pak Prabowo. PPP bersama Gerindra siap membangun bangsa," kata Suryadharma.

Secara terpisah, Hary Tanoesoedibjo, pada Kampanye Nasional Partai Hanura di depan ribuan masyarakat Malang yang hadir di GOR Bima Sakti, mengatakan komoditas produksi dalam negeri harus menjadi raja di negerinya sendiri, tidak tergerus atau tenggelam dengan derasnya arus produk impor.

"Kondisi ini memprihatinkan sekali. Selain masyarakatnya dirugikan, kita sebagai bangsa juga dirugikan. Impor merajai pasar dalam negeri, sementara komiditas lokal semakin terpinggir," jelas Hary.
Dia mencontohkan apel malang sebagai salah satu komiditas yang terdesak produk impor dan para petani mengeluhkan persaingan dengan produk impor. ags/ant/P-6

http://www.koran-jakarta.com/?8667-gerindra%20janjikan%20kedaulatan%20pangan

RI Berdaulat bila Petani Punya Lahan Sendiri



Senin, 24 Maret 2014

MALANG – Perubahan menuju Indonesia yang lebih baik bisa dilakukan dengan membangun kedaulatan pangan. Agar pangan berdaulat, kesejahteraan para petani dan nelayan harus meningkat.

Ini adalah langkah nyata yang sedang dibangun pasangan calon presiden (capres)- calon wakil presiden (cawapres) dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Wiranto- Hary Tanoesoedibjo (WINHT). ”Petani dan nelayannya harus sejahtera, agar mereka mampu memproduksi pangan untuk bangsa sendiri,” kata Harry Tanoeseodibjo di hadapan ribuan kader dan simpatisan Partai Hanura yang memadati GOR Bimasakti Kota Malang, kemarin.

Dalam kampanye akbar partai peserta Pemilu 2014 bernomor urut 10 ini, Hary menegaskan, petani dan nelayan adalah motor utama untuk menciptakan kedaulatan pangan. Sebab dari merekalah pangan bisa dihasilkan. Namun hidup petani dan nelayan seperti ironi. Penghidupan mereka tidak membaik karena kebanyakan adalah penggarap lahan, bukan pemilik lahan. Sementara nelayan tidak memiliki alat yang memadai untuk mengoptimalkan tangkapan ikan.

”Menyejahterakan petani tidak sulit. Syaratnya mereka harus memiliki lahan sendiri dan tidak hanya menjadi petani penggarap. Mereka juga harus mendapatkan peralatan dan bantuan permodalan yang cukup. Demikian juga dengan nelayan,” terangnya. CEO Media Nusantara Citra (MNC) Group ini hadir di Kota Malang, untuk mengikuti sejumlah rangkaian kegiatan kampanye akbar Partai Hanura. Diawali dengan temu para tokoh dan umat beragama se-Malang Raya, dilanjutkan pertemuan dengan para pengusaha se-Malang Raya, kampanye akbar di GOR Bimasakti, dan memberikan kuliah tamu tentang kewirausahaan di Universitas Merdeka (Unmer) Malang.

Kampanye akbar yang digelar sejak pagi hari kemarin, dipadati ribuan kader dan simpatisan Partai Hanura. Mereka berduyun-duyun datang ke GOR Bimasakti untuk bertemu langsung dengan Hary yang juga tak canggung berjalan bersama masyarakat yang menantinya sejak pagi hari. Selain panggung terbuka, kampanye akbar ini juga dimeriahkan dengan berbagai kesenian mulai pagelaran musik patrol; kuda lumping; drum band; dan tentu saja sajian musik dangdut. Taufik Iman Santoso, salah satu kader Partai Hanura menyebutkan, hadirnya pasangan WIN-HT ini sangat positif bagi masyarakat.

Dia mengaku, berdasarkan hasil survei yang ada saat ini, Partai Hanura di Malang Raya mampu masuk jajaran tiga besar. Hal ini membuat para kader Partai Hanura optimistis menghadapi Pemilu 2014. Namun tetap dengan catatan bahwa tidak ada kecurangan dan permainan kotor dalam pelaksanaannya. ”Keduanya memiliki rekam jejak yang bersih, dan dikenal masyarakat luas, sehingga sangat prospektif untuk menang,” tuturnya. Sementara Ketua DPC Partai Hanura Kota Malang Yaqud Ananda Gudban menyatakan, Partai Hanura pada Pemilu 2009 berhasil memperoleh satu kursi di DPRD Kota Malang.

”Tahun ini kami bekerja keras untuk mampu mewujudkan satu fraksi dengan perolehan minimal 5 kursi. Kami punya kader yang sangat solid di setiap daerah pemilihan. Kami juga terus bekerja nyata demi meraih kepercayaan masyarakat,” ungkapnya. yuswantoro

http://www.koran-sindo.com/node/377208

Minggu, 23 Maret 2014

Impor dan Statistik Beras

Sabtu, 22 Maret 2014

Kisruh beras impor kualitas premium asal Vietnam belum jelas ujungnya.Seperti diketahui, ihwal kisruh tersebut, pemerintah memutuskan untuk menghentikan sementara (moratorium) importasi beras khusus atau kualitas premium selama enam bulan mendatang sembari membenahi kembali tata niaga impor beras.

Meski sah saja,beras impor selalu menuai tanggapan negatif dari publik. Tak peduli beras impor tersebut kualitas premium atau medium. Bagi Indonesia yang luas sawahnya mencapai 8 juta hektar, impor beras sungguh keterlaluan. Bukti bahwa bangsa ini lemah dalam soal kemandirian pangan.

Galibnya, dalam soal importasi beras kualitas premium, yang dilakukan pemerintah bukan sekedar moratorium, tapi penghentian secara permanen. Pasalnya, selain membuka peluang masuknya beras illegal, produk substitusi untuk beras kualitas premium yang diimpor selama ini sebetulnya bisa dihasilkan di dalam negeri. Beras jenis Rojolele dan Cianjur, misalnya, memiliki kualitas yang setara dengan beras impor kualitas khsusus, seperti Japonica, Basmati, dan Thai Hom Mali.

Selain itu, selama ini importasi beras kualitas premium sebetulnya hanya ditujukan untuk memenuhi selera pasar atau kebutuhan konsumen segmen tertentu dengan jumlah yang terbatas. Karena iut, bila pemerintah memiliki keberpihakan terhadap petani dan kepentingan produksi dalam negeri, produksi beras lokal kualitas premium mestinya digenjot.

Akurasi data

Bagaimana dengan beras kualitas medium? Diketahui, menurut undang-undang, importasi beras jenis ini hanya boleh dilakukan oleh Bulog untuk stabilisasi harga beras di dalam negeri.

Selama ini, indikator utama yang dijadikan pijakan perlu atau tidaknya importasi beras oleh Bulog adalah harga pasar beras termurah. Bila harga beras termurah 25 persen lebih mahal dari harga pembelian pemerintah (HPP), Bulog akan melakukan impor beras.

Indikator yang juga dijadikan pijakan adalah stok beras yang dimiliki oleh Bulog. Bila stok di bawah level aman (kurang dari 2 juta ton), impor beras harus dilakukan.

Pertanyaannya, mengapa bukan data produksi beras di dalam negeri yang dijadikan acuan utama untuk memutuskan perlu atau tidaknya impor beras?

Selama ini, data produksi beras hanya menjadi bahan pertimbangan. Tidak lebih dari itu. Berdasarkan data produksi yang ada, Kementerian Pertanian (Kementan) hanya bisa memberi rekomendasi perlu atau tidaknya dilakukan impor. Keputusan tetap di tangan Bulog berdasarkan kondisi stok dan harga beras di pasar.

Data produksi beras tidak bisa dijadikan indikator utama perlu atautidaknya impor karena selama ini kerap terjadi disasoiasi antara data dengan kondisi stok dan harga beras di pasar.

Surplus acapkali hanya sekedar angka-angka di atas kertas (semu). Data menunjukkan produksi beras melimpah. Tapi pada saat yang sama, Bulog mengalami kesulitan dalam pengadaan beras dan harga beras di pasar merangkak naik, yang merupakan indikasi kekurangansuplai.

Pada tahun 2011, misalnya, data menunjukkan produksi beras cukup melimpah. Namun, pada saat yang sama, Bulog mengalami kesulitan dalam pengadaan beras, dan harga beras di pasar merangkak naik karena kekurangan suplai. Impor beras sepanjang 2011 bahkan nyaris 3 juta ton. Padahal, surplus ditaksir mencapai 4 juta ton.

Meski disasosiasi ini bisa jadi disebabkan oleh market power atau praktek kartel yang dilakukan oleh pedagang perantara seperti yang lazim terjadi pada komoditas pangan strategis lainnya, hal ini sebetulnya merupakan petunjuk bahwa data produksi beras tidak akurat.

Secara faktual, akurasi data produksi beras memang lemah. Persoalan ini telah banyak disorot oleh sejumlah kalangan. Kritik dan desakan agar akurasi data diperbaiki juga telah sering disuarakan. Namun hingga kini belum ada kemajuan yang berarti.

Produksi beras nasional dihitung dari produksi padi nasional yang dikalikan dengan laju konversi sebesar 0,57 sehingga diperoleh beras yang siap dikonsumsi untuk pangan.

Selama ini, produksi padi nasional dihitung oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dengan menggunakan metode yang nyaris tidak pernah berubah sejak tahun 1973.

Produksi padi dihitung dengan mengalikan data luas panen dengan data produksi per hektar (produktivitas).

Data luas panen dikumpulkan oleh mantri tani (petugas dinas pertanian di tingkat kecamatan) secara rutin setiap bulan dengan pendekatan blok pengairan, penggunaan pupuk, informasi dari aparat desa, dan penaksiran dengan pandangan mata (eye estimate). Hasil penaksiran luas panen kemudian disetor ke BPS.

Di lapangan, metode yang banyak digunakan adalah pendekatan terakhir. Dalam prakteknya, petugas hanya datang ke sawah yang tanaman padinya siap dipanen kemudian memperkirakan luasnya. Masih mending petugas datang ke sawah, bagaimana kalau perkiraan luas panen dilakukan di atas meja?

Dalam teori statistik, data luas panen yang dikumpulkan oleh petugas dinas pertanian disebut catatan administrasi sehingga tidak bisa dihitung dan dievaluasi tingkat akurasinya. Idealnya, pengumpulan data luas panen dilakukan dengan menggunakan survei statistik (objective measurement).

Sementara itu, pengumpulan data produktivitas dilakukan melalui survei statistik yang disebut Survei Ubinan. Produktivitas ditaksir dengan mengobservasi produksi tanaman padi pada 73.109 plot berukuran 2,5x2,5 m2. Pengumpulan data produktivitas sebagian dilakukan oleh petugas dinas pertanian dan sebagian lagi dilakukan oleh petugas BPS.

Jadi, angka produksi padi/beras yang selama ini disebut sebagai “angka BPS” sejatinya merupakan hasil kompromi antara dua sistem pengumpulan data yang berbeda, dan bukan sepenuhnya angka BPS.

Upaya perbaikan

Kelemahan utama dalam perhitunga produksi padi/beras nasional pengumpulan data luas panen yang tidak menggunakan survei statistik. Hasil kajian yang dilakukan oleh BPS pada tahun 1996 hingga 1997 menemukan bahwa data luas panen yang dikumpulkan oleh mantra tani di Pulau Jawa mengalami overestimate atau lebih tinggi dari angka yang sebenarnya. Besarnya overestimate ditaksir mencapai 17 persen. Akibatnya, data produksi padi/beras juga overestimate .

Karena hingga kini belum ada perubahan dalam metode pengumpulan data luas panen, saat ini overestimate pada data produksi dipastikan lebih besar lagi akibat akumulasi dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagian kalangan bahkan memperkirakan besarnya overestimate sudah di atas 20 persen.

Overestimate pada data luas panen sebetulnya sangat mudah dibuktikan dengan mengamati tren data luas panen yang dilaporkan terus meningkat dari tahun ke tahun, sementara pada saat yang sama kita tahu luas lahan sawah terus menyusut akibat derasnya laju konversi lahan sawah ke lahan non-pertanian yang terjadi secara masif di wilayah-wilayah yang merupakan sentra produksi padi nasional.

Data menunjukkan, dalam 20 tahun terakhir luas lahan sawah telah berkurang 2 juta hektar. Namun luas panen justru terus meningkat dari 10,99 juta hektar pada tahun 1993 menjadi 13,77 juta hektar pada tahun 2013.

Perbaikan metode pengumpulan data luas panen sebetulnya sedang dilakukan. Metode baru  yang didasarkan pada survei statistik sedang dikembangkan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bekerjasama dengan BPS. Metode ini memadukan teknik statistik (probability sampling) dan teknologi penginderaan jauh (remote sensing), dan bakal diimplementasikan pada tahun 2016.

Begitupula dengan data produktivitas, akurasinya juga terus ditingkatkan dengan menambah sampel. Namun demikian, meski sampel terus ditambah, jumlah sampel untuk penaksiran produktivitas sebetulnya masih kurang. Saat ini, satu sampel plot ubinan dengan ukuran 6,25 m2 digunakan untuk menaksir produktivitas padi pada lahan seluas 188 hektar. Tentu kurang memadai untuk menggambarkan keragaman produktivitas yang dipengaruhi banyak faktor, seperti teknologi budidaya, jenis varietas, dan tingkat kesuburan tanah.

Solusi paling ideal untuk perbaikan akurasi data produksi padi/beras nasional sebetulnya adalah dengan menyerahkan sepenuhnya  pengumpulan data produksi padi/beras kepada BPS. Dengan kata lain, sistem pengumpulan data yang ada saat ini sudah semestinya ditinggalkan. Dengan sistem yang ada saat ini, tak bisa dimungkiri konflik kepentingan pasti terjadi mengingat 75 persen data yang digunakan dalam perhitungan produksi/beras nasional dikumpulkan oleh petugas dinas pertanian.

Selain itu, data produksi padi/beras sebetulnya termasuk data yang penggunaannya lintas sektor, dan menurut Undang-Undang No.16 tahun 1997 tentang statistik  data seperti ini termasuk statistik dasar yang pengumpulannya harus dilakukan oleh BPS. (*)


Kadir Ruslan

http://m.kompasiana.com/post/read/640742/1/impor-dan-statistik-beras.html

Sabtu, 22 Maret 2014

Peta Menuju Negara Maju

Sabtu, 22 Maret 2014

BANGSA Indonesia menghadapi tiga tantangan pembangunan utama.

Pertama, memanfaatkan bonus demografi, yang menempatkan jumlah penduduk usia 15-59 tahun sebagai tenaga produktif dengan potensi menghasilkan pendapatan yang lebih besar dari jumlah pendapatan penduduk di bawah usia 15 tahun dan di atas 60 tahun dalam kurun waktu 2012-2035.

Kedua, komposisi demografi ini memberi modal mendobrak dinding pembatas antara Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah jadi negara berpendapatan tinggi dengan pendapatan per kapita rata-rata di atas 12.500 dollar AS. Apabila pendapatan per kapita Indonesia kini 4.000 dollar AS dengan laju pertumbuhan rata-rata 7 persen setahun, sasaran 12.500 dollar AS bisa dicapai kurang dari 20 tahun.

Ketiga, dengan melaksanakan pola pembangunan berkelanjutan mencakup bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan secara serentak, dapat dicapai peningkatan kesejahteraan dengan keadilan dan nol kemiskinan, ditopang kemampuan daya dukung lingkungan yang lestari pada 2030.

Untuk mencapai tiga sasaran yang saling berkaitan ini, perlu dikembangkan knowledge based society, terutama untuk mendobrak dinding pemisah negara berpendapatan menengah dengan berpendapatan tinggi. Ilmu yang perlu dikembangkan adalah sains, teknologi, engineering, dan matematika yang dibalut ilmu humaniora, sosial, dan budaya sebagai penggerak daya pembangunan bangsa 2014-2030.

 Dalam  pembangunan  Indonesia sangat penting optimalisasi pengembangan sumber daya alam yang memiliki keunggulan daya saing global. Letak Indonesia diapit dua benua dan dua  samudra  dengan lebih dari 14.000 pulau tersebar  sepanjang khatulistiwa, menempatkan kualitas sumber daya alam dan lingkungan tropis sebagai SDA berpotensi paling bersaing  di dunia.

Pengembangan SDA unik tropis sebagai modal persaingan bangsa menuntut pola pembangunan dengan tiga jalur ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam hubungan keterkaitan timbal balik. Dengan begitu, secara sadar diperhitungkan biaya kerusakan lingkungan, pencemaran, dan deplesi SDA serta biaya sosial.

 Bertolak dari alur pikiran ini perlu dikembangkan ilmuwan yang menghayat sains-teknologi-engineering dan matematika untuk dikembangkan dalam konteks pertumbuhan bangsa yang beragam suku, agama, dan budaya, yang dipahami melalui ilmu humaniora, sosial, dan budaya. Hal itu untuk memberi isi pada model pembangunan berkelanjutan yang memadukan tiga jalur ekonomi-sosial-lingkungan bisa tumbuh berimbang.

Kita sudah punya modal alam tropis dengan kemampuan daya saing. Kini dibutuhkan pengembangan modal manusia yang bisa melengkapinya dengan memanfaatkan bonus demografi. Hanya dengan begitu kita bisa mendobrak dinding pemisah kelompok negara berpendapatan menengah—tempat kita berada—agar bisa melompat ke kelompok negara berpendapatan tinggi.

Belajar dari masa lalu
Pengembangan modal manusia harus dimulai dari tahapan usia bayi. Majalah The Economist, akhir Februari, mengungkapkan hasil  sidang tahunan 2014 the American Association for the Advancement of Science. Terdapat korelasi erat antara jumlah kata yang ayah-bunda cengkramkan kepada anak dan potensi anak mengembangkan kecerdasannya di masa depan. Bahkan, ini juga bisa berlaku jika dimulai sejak usia 18 bulan. Alat language environment analysis dikembangkan untuk mengikuti kuantitas kata yang bisa meningkatkan potensi kecerdasan sang anak. Dan, Amerika Serikat telah memberi perhatian lebih besar pada pendidikan tahap prasekolah.

Pada 2012, AS menguasai 27 persen manufaktur-teknologi tinggi dunia. Namun, dalam waktu sembilan tahun China mengatasi ketertinggalannya dan pada 2013 menguasai 24 persen dari total global. Ini merisaukan AS sehingga dalam State of the Union di depan Kongres baru-baru ini Presiden Obama mencanangkan 100.000 guru baru dalam waktu 10 tahun untuk mendorong peningkatan kualitas dan kuantitas pengajaran sains, teknologi, engineering, dan matematika dalam sistem pendidikan AS. Juga mendorong para ilmuwan mengembangkan inovasi teknologi baru.

Kita sekarang berada di tengah masa perlombaan dua raksasa ekonomi AS dan China dalam menguasai sains, teknologi, engineering, dan matematika. Kita beruntung memiliki keunikan SDA tropis yang khas sebagai faktor keunggulan kompetitif global. Yang dibutuhkan kini adalah membangun modal manusia memiliki kemampuan di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika untuk bisa mengembangkan nilai tambah dari SDA unik khas tropis ini.

Perjalanan yang kita lalui cukup memberi pelajaran tentang kesalahan dan kebaikan pembangunan masa lalu. Menjelang masa kepresidenan baru, terbuka kesempatan   mengangkat derajat pendidikan bangsa kita menjadi modal manusia yang tangguh untuk  mendobrak dinding pemisah kelompok negara berpendapatan menengah dengan kelompok berpendapatan tinggi dalam kurun waktu 2014-2030.

Emil Salim, Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup 1978-1993

http://epaper.kompas.com/kompas/books/140322kompas/#/7/

Jumat, 21 Maret 2014

Pupuk Langka, Petani Cemaskan Gagal Panen

Jumat, 21 Maret 2014

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Sebagian petani di Kabupaten Semarang mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi yang terjadi wilayah mereka.

Kelangkaan komoditas ini dikhawatirkan akan berdampak serius terhadap produktivitas hasil panen mereka.

Ketua Kelompok Tani Sido Rukun 5, Sukri (48), warga Desa Banding, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang mengaku beberapa pekan ini pupuk bersubsidi mulai langka.

Terutama di wilayah Kabupaten  Semarang bagian timur dan selatan. Padahal komoditas ini sangat dibutuhkan untuk pemupukan pada musim tanam kali ini.

“Jika kondisi ini berlangsung lama, petani terancam gagal panen pada musim tanam padi kali ini,” katanya, melalui sambungan telepon seluler.

Saat ini, tambah Sukri, sejumlah penyalur pupuk bersubsidi dari pemerintah di wilayah Beringin, Pabelan dan Susukan mengalami kekosongan stok.

Hal ini terungkap dalam pertemuan seluruh kelompok tani (klomtan) yang ada di wilayah Kecamatan Beringin, baru- baru ini.

“Di Kecamatan Bringin ada 99 kelompok tani, sebagian besar mengeluhkan kekosongan stok pupuk bersubsidi ini,” lanjutnya.

Kondisi yang sama juga dialami petani di kecamatan lainnya. Biasanya tempo pemesanan dan pengiriman pupuk hanya berselang satu hari.

Saat ini, tempo pemesanan dan pengiriman barang (red; pupuk bersubsidi) bisa molor hampir dua bulan,” tambah Sukri.

Rochmad (39), petani di kecamatan Susukan menambahkan, kelompoknya sudah memesan beberapa bulan lalu belum dikirim.

Ia juga menjelaskan, jika pemupukan terlambat maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi.

“Umumnya saat tanaman berumur 10 hari sudah dilakukan pemupukan, sekarang ini tanaman berumur enam pekan belum dipupuk,” tegasnya.

Kelangkaan pupuk di wilayah Kabupaten Semarang ini diamini oleh anggota Fraksi PAN DPRD Kabupaten Semarang, Djoko Sriyono.

Menurutnya, sejumlah petani telah mengadu dan mengeluhkan kelangkaan pupuk di tingkat distributor maupun pengecer ini.

Semestinya Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Distanbunhut) Kabupaten Semarang segera mengambil tindakan agar pupuk tidak sampai langka di tingkat petani.

Iapun mempertanyakan sistem pengawasan dan kontrol terhadap peredaran pupuk bersubsidi yang sangat dibutuhkan petani ini.

“Ini terkait dengan persoalan produktivitas hasil pertanian di Kabupaten Semarang. Jangan menganggap remeh masalah pupuk,” tegas anggota Komisi B DPRD Kabupaten Semarang ini.

Sementara itu Kepala Distanbunhut Kabupaten Semarang, Urip Triyogo membantah ada kelangkaan pupuk bersubsidi ini.

Menurutnya, tahun 2014, Kabupaten Semarang  mendapatkan kuota pupuk bersubsidi hingga 12 ribu ton.

Kuota ini memang mengalami pengurangan dibandingkan dengan kuota tahun sebelumnya yang mencapai 15 ribu ton.

Namun jumlah tersebut masih mencukupi. Karena distribusi pupuk bersubsidi ini akan menggunakan pola pemerataan.

“Wilayah yang mengalami kelebihan stok pupuk akan dialihkan ke wilayah yang kurang, agar distribusinya merata,” tegas Urip.

Ia menduga, hal ini dampak dari kendala teknis dalam pendistribusian. Karena petani tidak mengajukan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK).

 “Sekarang distribusi pupuk diperketat, jadi untuk mendapatkan pupuk harus membuat RDKK. Tetapi selama ini petani aday tak mau membuat,” tegasnya.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/jawa-tengah-diy-nasional/14/03/21/n2r302-pupuk-langka-petani-cemaskan-gagal-panen

Pro Kemiskinan Jangan Hanya Jadi Slogan Kosong

Jumat, 21 Maret 2014

Kebijakan Pembangunan| Praktik Perkronian Lebih Kental Ketimbang Penurunan Kemiskinan

JAKARTA – Program pro kemiskinan yang digulirkan pemerintah tidak berjalan mulus, bahkan dinilai tidak sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan.

Sebaliknya, dalam tujuh tahun terakhir, praktik kronikapitalisme di Tanah Air justru meningkat. Hal itu tecermin dari meningkatnya peringkat Indonesia dalam indeks kronikapitalisme yang dirilis The Economist, belum lama ini. Untuk itu, pemimpin masa depan seharusnya merupakan sosok yang mencintai dan peduli pada rakyat miskin, tidak cuma saat kampanye.

Rakyat harus jeli memilih calon anggota legislatif dan calon pemimpin yang benar- benar mementingkan nasib masyarakat miskin. Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika, mengatakan kampanye pro kemiskinan yang banyak digembar-gemborkan saat ini hanya slogan kosong kampanye. Terbukti, pemerintah gagal memenuhi terget RPJP untuk turunkan tingkat kemiskinan.

“Bahkan, anggaran kemiskinan lebih besar dibandingkan jika dana dibagikan langsung untuk mengangkat status penduduk miskin,” jelas dia di Jakarta, Kamis (21/3).

Seperti diketahui, pemerintah akhirnya mengakui gagal memangkas kemiskinan sesuai target yang ditetapkan sendiri. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2009-2014 ditargetkan kemiskinan 2014 tinggal 8–10 persen dari total penduduk. Namun, capaian diperkirakan mengarah 10,54–10,75 persen.

Menurut Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Armida Salsiah Alisjahbana, target melenceng karena realisasi pertumbuhan ekonomi di bawah target APBN 2014 sebesar 6 persen. Sebetulnya pemerintah memiliki komitmen besar untuk menekan kemiskinan. Ini bisa dilihat dari komitmen anggaran.

Sejak 2005, anggaran anti kemiskinan melonjak drastis. Alokasi anggaran anti kemiskinan meningkat dari 23,4 triliun rupiah pada 2005 menjadi hampir 100 triliun rupiah pada 2012, atau naik lebih dari empat kali. Ironisnya, meskipun anggaran terus meningkat, sejak 2009 terjadi gejala berupa tumpulnya jurus-jurus anti kemiskinan dalam menurunkan jumlah warga miskin.

Pada 2008, untuk melepaskan satu orang dari kemiskinan membutuhkan biaya 30 juta rupiah, tetapi pada 2012 biayanya 100 juta rupiah atau lebih dari tiga kali lipat. Ini bisa dilihat dari anggaran 100 triliun rupiah pada 2012, tetapi jumlah warga yang lepas dari kemiskinan hanya 1 juta. Sebaliknya, kata Harryadin, pemerintahan semasa reformasi justru berhasil meningkatkan praktik perkronian.

Terbukti, selain indeks kroni kapitalisme versi Economist naik dari peringkat ke-18 menjadi ke-10 dalam tujuh tahun terakhir, praktik korupsi masih tetap terjadi sekalipun penegak hukuk memvonis berat,” jelas dia.

Harryadin menyatakan para calon pemimpin akan mendapatkan hukuman sosial dari publik jika hanya mengumbar janji. “Kontrol sosial dari masyarakat atau pemilih pasti akan berjalan,” kata dia.

Salah Sasaran

Sementara itu, ekonom UGM, Deni P Purbasari, menjelaskan kegagalan program pengentasan rakyat miskin karena penyaluran subsidi salah sasaran.

Contohnya, subsidi bahan bakar minyak yang banyak dinikmati golongan ekonomi mampu. Subsidi listrik, juga sama, meski bisa dibedakan tarifnya per kelas. Demikian pula subsidi pupuk, juga sama, salah sasaran.

“Makin luas lahan seorang petani, makin banyak pupuk dibutuhkan, jadi dia menikmati lebih banyak subsidi. Jamkesmas dulu juga begitu, banyak dinikmati orang-orang yang relatif mampu, tapi mengaku miskin. Jadi targeting orang miskin ini belum sempurna,” ujar Deni.

Selain itu, imbuh Deni, masing- masing kementerian dan lembaga memunyai anggaran pengentasan rakyat miskin sendiri-sendiri dan targetnya beda-beda. Kemenpera punya grup target, Kementan punya grup target sendiri, Kemensos, Kemendikbud, KKP, KUKM, Kemenakertrans juga punya. “Akhirnya uang banyak keluar, namun tidak fokus,” jelasnya. n SB/YK/nsf/WP

http://www.koran-jakarta.com/?8487-pro-kemiskinan-jangan-hanya-jadi-slogan-kosong

Kamis, 20 Maret 2014

Harga Gabah Turun, Petani Jual Beras

Rabu, 19 Maret 2014

PANGKALAN BALAI-BANYUASIN, BeritAnda - Petani di Desa Santan Sari, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan yang baru panen padi, sebagian kurang beruntung akibat harga gabah turun Rp200 per Kg-nya.
Penurunan harga gabah ini tentu sangat disayangkan petani di Kecamatan Sembawa. Harga gabah kering sawah sejak dua pekan lalu berkisar R3.600 sampai Rp3.700, turun antara Rp3.400 sampai Rp3.500 per Kg.
“Misalnya harga gabah jenis Ciherang, Impara dan Situ Bagendit dan sejenisnya dihargai Rp3.400 sampai Rp3.500 saja. Padahal dua minggu sebelum dirinya panen, harga gabah cukup tinggi mencapai Rp3.700 per Kg,” kata petani dari Desa Santan Sari, Yanto, saat memasarkan hasil panenannya dibeberapa tengkulak gabah.
Penurunan harga gabah sendiri diiringi dengan turunnya harga beras ditingkat petani, yang sebelumnya mencapai Rp7.300 sampai Rp7.500. Kini sejak harga gabah turun, harga beras pun menjadi Rp7.000 sampai Rp7.100.
"Menurut saya, penurunan harga gabah dan harga beras hanya sepekulan pedagang di kota, sementara harga beras diwarung dan toko justru harganya Rp9.000, ada juga Rp10.000," beber dia.
Sementara itu, salah satu penggilingan padi di Limbang Mulya yang enggan menyebutkan namanya mengatakan, penurunan harga beli gabah dan beras pada tingkat petani karena Provinsi Lampung sedang panen raya.
Sehingga para pedagang dari Provinsi Lampung yang sebelum daerahnya panen, mereka (pedagang dari Lampung -red) masuk ke Banyuasin mencari beras di Banyuasin.
"Kami juga menjual sesuai harga pasaran. Kalau harga pasar naik, kami beli ke petani juga tinggi. Kalau harga sedang turun, kami juga terpaksa ikut menurunkan harga, hal ini kami lakukan untuk mengurangi kerugian," tukasnya. (Febri)


Selasa, 18 Maret 2014

Petani Berharap Pupuk Subsidi Tidak Langka

Selasa, 18 Maret 2014

METROSIANTAR.com, SIMALUNGUN – Petani padi di Kecamatan Bandar berharap agar pupuk subsidi tidak langka seperti terjadi beberapa bulan lalu. Sebab jika kembali langka, maka biaya yang dikeluarkan semakin tinggi karena harus membeli pupuk non subsidi.

Edi Sinaga (36), warga Huta I, Kelurahan Pematang Bandar mengaku, musim tanam beberapa waktu lalu mereka kesulitan mencari pupuk subsidi. Padahal saat itu sudah memasuki pemupukan pertama karena tanaman padi sudah berusia 14 hari.

“Kalau padi dua kali pemupukan. Pertama usia 14 hari dan pemupukan kedua usia 32-33 hari. Waktu pertama kami kesulitan mendapatkan pupuk. Sekarang memasuki pemupukan kedua mudah-mudahan tidak langka lagi,” katanya.

Dia menyebutkan, pupuk yang biasa d gunakan jenis phonska dibeli Rp125 ribu per karung berat 50 Kg. Hal senada diakui Syahpudin (47). Menurutnya, jika pupuk kembali langka maka biaya perawatan padi semakin tinggi.

Terpisah, Kepala Unit Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Pematang Bandar Isaq Ansari saat ditemui  mengaku sempat terjadi kelangkaan pupuk di daerah itu. Hal tersebut terjadi karena adanya pendataan ulang dilakukan distributor sehingga distribusi mengalami keterlambatan.

“Ada keterlambatan pendaftaran, jadi terlambat penyalurannya. Dalam setahun biasanya dua kali penyaluran pupuk ke Pematang Bandar,” katanya. Dia menyebutkan, pihaknya akan terus mengatasi permasalahan soal pertanian, terutama masalah pupuk subsidi.

Ansari meminta, supaya para petani dapat terlibat langsung saat dilakukan penyusunan Rencana Defenitif Kebutuhan kelompok Tani (RDKK).

“Terkadang pengurus Kelompok Tani (Kotan) sulit saat diminta membicarakan RDKK. Padahal saat penyusunan yang penting, supaya diketahui berapa kebutuhan pupuk subsisi di daerah masing-masing,” ujarnya.

Dia menambahkan, di daerahnya hanya ada satu distributor yakni KUD Kandangan. “Hanya KUD Kandangan distributor kita. Kita sudah berupaya memberikan yang terbaik, supaya tidak terjadi keterlambatan penyaluran pupuk,” ujarnya. (lud/spy)

http://www.metrosiantar.com/petani-berharap-pupuk-subsidi-tidak-langka/

Ini yang Akan Dilakukan Santri Gus Dur Jika Jadi Presiden

Senin, 17 Maret 2014

RMOL. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah, begitu pula dengan sumber daya manusia. Tapi sayangnya, dengan berbagai kekayaan yang melimpah tersebut Indonesia belum bisa menjadi negara yang maju. Bahkan kesejahteraan rakyat pun masih jauh dari cukup.

"Baru 20 persen rakyat yang sudah menikmati kemerdekaaa, punya rumah, bisa menyekolahkan anak dan lain sebagainya. Tapi yang 80 persennya belum pernah menikmati arti kemerdekaan. Itulah tanggungjawab sejarah kita," kata ekonom senior yang juga calon presiden RI, DR. Rizal Ramli, ketika berbicara di Saresehan Nasional Ulama Pesantren dan Cendikiawan di Pesantren Darul Ma'arif, Margaasih, Bandung, Sabtu (15/3).

Di hadapan 300 kiai se Jawa Barat, Rizal Ramli yang merupakan santri Gus Dur yang dikalangan Nahdlyini disapa Gus Romli, membeberkan beberapa langkah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat bila nanti dirinya menjadi presiden atau wakil presiden. Berikut beberapa resep jitu tersebut:

Merubah rasio harga jual gabah dan pupuk yang tidak berpihak pada petani. Pada saat Presiden Soeharto rasio harga jual gabah dengan harga jual pupuk diatur sebesar 3:2. Rasio ini menjadi hukum besi, dan petani mendapat setengah dari keuntungan menjual hasil panen mereka. Tapi sepuluh tahun terakhir, di era presiden SBY yang lulusan doktor ekonomi ITB, rasio harga gabah dan pupuk nyaris 1:1. Rasio seperti ini membuat  petani kita cuma numpang makan, kesejahteraannya tidak bisa naik.

Rasio 1:1 harus dinaikkan menjadi dua untuk harga jual gabah, satu untuk harga jual pupuk (2:1). Caranya bukan dibikin mahal harga gabahnya tapi harga pupuknya dibuat murah. Dengan rasio ini petani kita pelanpelan akan lebih sejahtera.[dem]


Minggu, 16 Maret 2014

Inovasi Pertanian Bersumber Kearifan Lokal

Minggu, 16 Maret 2014

Dengan menerapkan sistem pertanian organik yang memperhatikan pranata mangsa, produktivitas padi lokal bisa mencapai 8 ton per hektare.

Biasanya koperasi simpan-pinjam berkutat pada permasalahan perekonomian. Namun, sebuah lembaga keuangan di Bantul, Yogyakarta, turut mendesiminasikan teknologi pertanian yang bersumber kearifan lokal.

Sebagian warga Dusun Dowaluh, Desa Sumber Batian, Kecamatan Trirenggo, Kabupaten Bantul, Jawa Tengah, lebih memilih menutup pintu rumah selama seharian. Kalau pun mereka ingin keluar rumah harus sembunyi-sembunyi. Apa sebab?

Usut punya usut, warga yang sebagian besar bermata pencaharian petani itu malu dengan para tetangganya lantaran berurusan dengan bank plecit alias rentenir. Mereka malu ribut dengan rentenir karena tidak mampu bayar utang.

"Kemarin pinjam kepada rentenir, keesokan harinya sudah harus bayar kalau tidak ingin bunganya berlipat ganda," cerita tokoh masyarakat Dusun Dowaluh, Hery Astono, di Koperasi KSP Credit Union (CU) Tyas Manunggal, Bantul, Selasa (11/3).

Segelintir petani terpaksa berhubungan dengan rentenir karena kurangnya kepercayaan berutang dengan keluarga, tetangga, dan lembaga keuangan berbadan hukum. Rentenir merupakan jalan terakhir bagi mereka untuk menambal kebutuhan harian karena minim pengetahuan maupun keterampilan.

Secara umum, petani yang terbelit utang dengan rentenir berpenghasilan lebih kecil ketimbang pengeluaran. Biasanya pascapanen mereka menghambur-hamburkan uang untuk keperluan konsumtif, tapi menjelang musim tanam mulai kelabakan cari utangan.

Lebih runyam lagi, mereka banyak menganggur di sela musim tanam hingga panen arena hanya bisa bertani padi. Praktis, usaha pertanian mereka tidak bisa berkelanjutan.

Berangkat dari permasalahan tersebut, Hery melontarkan gagasan inovasi sosial dengan membangun Koperasi KSP CU Tyas Manunggal. Uniknya, lembaga keuangan ini tidak sekadar melayani simpan-pinjam, tapi membekali para anggotanya dengan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bidang pekerjaannya untuk mencapai kesejahteraan.

Para anggota dengan bidang dan minat tertentu dikelompokkan dalam sebuah fokus grup simbiosis (FGS) difasilitasi koordinator yang kompeten. "Sejauh ini sudah terbentuk FGS pertanian organik dan peternakan puyuh," terang Hery yang juga menjadi Ketua Koperasi KSP CU Tyas Manunggal.

Setiap bidang usaha dalam kedua FGS tersebut dirancang sedemikian rupa, dari hulu sampai hilir, agar bersinergi sehingga saling memberikan kontribusi. Penataan hulu-hilir tergambar adanya pemberdayaan anggota sesuai dengan bidang keahliannya.

Kebetulan Hery dianggap kompeten dalam bidang pertanian organik padi mulai dari persiapan lahan, pembibitan, pemupukan, penanaman, panen, hingga pemasaran produk organik.

Pupuk Organik

Ihwal persiapan lahan, tanah ditaburi pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah. Menariknya, pupuk organik tersebut diproduksi oleh anggota koperasi yang umumnya perempuan. Hery memberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan kepada para perempuan cara memproduksi pupuk dengan formula yang bersumber dari kearifan lokal.

Salah satu anggota koperasi yang akrab disapa Sugila mengatakan beruntung bisa belajar dan mempraktikkan produksi pupuk organik bersama teman-teman perempuannya. Perempuan berusia 50 tahun ini memanfaatkan waktu senggang di antara musim tanam hingga panen agar tidak menganggur.

"Kalau menganggur bisa kelaparan karena tidak punya uang untuk makan harian," ujar Sugila yang enggan berhubungan dengan rentenir untuk mencukupi kebutuhan harian keluarganya. Setelah bergabung dengan koperasi, dua tahun lalu, kini dia mengaku berpenghasilan 30 ribu hingga 40 ribu rupiah per hari dari memproduksi pupuk organik ini.

Untuk mendapatkan upah harian itu, Sugila bekerja mulai pagi hingga sore hari memproduksi pupuk organik dengan formula decomposer tetes tebu 0,4 liter per ton, urine kelinci, buah-buah busuk, dan air sumur. Decomposer itu kemudian disiramkan bahan baku utama pupuk organik berupa onggokan kotoran sapi 1 ton, tanah di sekitar rumpun bambu (mengandung bakteri) 1 ton, delomit (unsur kalsium) 25 kilogram, dan kotoran puyuh 15 kilogram.

Kotoran puyuh yang digunakan dalam formula pupuk organik tersebut dipasok dari FGS peternakan puyuh dengan banderol 18 ribu rupiah per 25 kilogram. Anggota FGS peternakan puyuh, Valentina Suryani, mengatakan ketersediaan kotoran puyuh untuk memasok produksi pupuk organik sangat berlimpah mengingat jumlah burung puyuh yang diternak sebanyak 1.500 ekor.

Formula pupuk organik, kata koordinator FGS pertanian organik padi, Mulyono, cocok untuk benih lokal yang dikembangkan anggota koperasi. Benih lokal itu antara lain jasmin, menthik wangi, mentik susu, somali, dan genjah rantai. "Setiap bibit lokal tersebut memiliki keunggulan tersendiri," ujar dia.

Sebagai contoh, benih jasmin dan mentik wangi dapat diproduksi setiap musim dengan cita rasa pulen dan beraroma. Benih mentik susu masa produksi panjang (120 hari), tapi memiliki cita rasa pulen dan harum, sementara benih somali hanya bisa ditanam pada musim kedua, dipanen Juli hingga Agustus.

Mulyono menuturkan petani yang menjadi anggota koperasi bisa menggunakan benih lokal untuk pembibitan, tapi harus mengembalikan sesuai dengan penggunaanya pada waktu panen kepada koperasi. "Bibit lokal tidak dijual karena tidak bersertifikat, jadi dipinjamkan kepada anggota," ucap dia.

"Pranata Mangsa"

Moyono menyarankan kepada anggotanya ketika menanam bibit lokal tersebut untuk memperhatikan pranata mangsa atau ketentuan musim sehingga peluang keberhasilan panen semakin besar. Pranata mangsa adalah sistem penanggalan warisan leluhur petani Jawa yang terkait dengan musim.

Sebagai contoh, untuk menyebar benih padi disarankan musim keenam (kenem/naya) pada 10 November hingga 22 Desember. Lebih terperinci lagi, padi golongan satu berumur 90 hari disarankan menanam pada 20–30 November, sedangkan padi golongan kedua pada 20–31 Desember. Ciri-ciri pada musim tersebut burung belibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.

Adapun masa panen, menurut pranata mangsa, dimulai pada musim kesepuluh (srawana) mulai 19 April hingga 11 Mei. Ciri-ciri pada musim tersebut burung-burung memberi makan anaknya dan buah kapas mulai merekah. "Dengan menerapkan sistem pertanian organik yang memperhatikan pranata mangsa, produktivitas padi lokal bisa mencapai 8 ton per hektare," klaim Mulyono.

Setelah panen, kata Mulyono, proses pengolahan gabah menggunakan teknik tertentu agar bulir-bulir tidak rusak. Bulir-bulir padi dengan kualitas super dijual petani mulai dari harga 11 ribu–15 ribu rupiah per kilogram. Harga beras tersebut bergantung pada jenis padi lokal yang digunakan bibitnya. Selain itu, beras dijual lebih murah kepada anggota koperasi ketimbang konsumen biasa.

Pengusaha nasi bakar, Purwaningsih, setiap hari tidak kurang membeli beras organik jenis menthik wangi, genjangrante, dan menthik susu total sekitar 5 kilogram. Anggota koperasi ini mengolah beras organik ini menjadi nasi uduk, lalu ditambahkan ikan tuna segar sebagai lauk.

Nasi uduk dan lauk itu kemudian dibungkus daun pisang untuk dikukus. Setelah itu dibakar dan dihidangkan selagi panas dengan harga tujuh ratus rupiah per bungkus. Nasi bakar ini dijual di beberapa outlet di wilayah Bantul.

Sebagian dari penghasilan Purwaningsih berjualan nasi bakar itu kemudian ditabung di koperasi. Pada sisi lain, dia juga sempat meminjam uang 25 juta rupiah di koperasi untuk mengembangkan usaha yang dirintisnya dua tahun lalu.

Nah, simpanan dan pinjaman anggota di koperasi ini ditata sedemikian rupa mulai dari bidang di hulu hingga hilir secara adil. Simbiosis mutualisme inilah motor yang digunakan Koperasi KSP CU Tyas Manunggal untuk meningkatkan kesejahteraan para petani secara bekelanjutan. agung wredho

http://koran-jakarta.com/?8060-inovasi-pertanian-bersumber-kearifan-lokal