Jumat, 27 Juni 2014

HKTI : Kedaulatan Pangan, Bukan Ketahanan!

Jumat, 27 Juni 2014

Ketua Harian HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Sutrisno Iwantono meminta kepada calon presiden Prabowo dan Jokowi untuk tidak lagi memakai istilah “Ketahanan Pangan”. Dia menilai bahwa ketahanan pangan mempunyai arti bahwa negara harus mencukupi kebutuhan pangan warganya, sehingga apabila stok pangan kurang maka negara boleh melakukan impor.

Dalam lansiran halaman di detik.com Sutrisno menegaskan, “Seharusnya yang lebih tepat adalah kedaultan pangan, dimana kebutuhan dicukupi dari dalam negeri”. Dalam upaya mencapai kedaulatan pangan, Sutrisno menyarankan 5 hal kepada calon pemimpin masa depan demi terwujudnya kedaulatan pangan.

Pertama, pemerintah harus memberikan subsidi pupuk pada petani. Pasalnya, selama ini subsidi pupuk tidak pernah sampai ke tangan petani yang berakibat tingginya biaya operasional yang ditanggung petani karena memilih membeli pupuk tak bersubsidi. Alasan ini pula yang menyebabkan generasi muda Indonesia tidak memilih menjadi seorang petani yang berperan terhadap kedaulatan pangan Indonesia karena adanya pandangan bahwa petani tidak mempunyai kesejahteraan yang jelas.

Kedua,pembangunan irigasi. "Misalnya akan membangun irigasi untuk pengairan 500 ribu hektar sawah, itu sudah konkret. Jangan dulu bicara mencetak sawah baru”, Sutrisno menimpali. Hal ini sangat logis, walaupun pemerintah membuka sawah baru untuk petani namun jika irigasinya tidak tersedia mana mungkin bisa ditanami?

Selanjutnya ialah adanya pemberian subsidi bunga kredit usaha tani. Hal ini penting, jangan sampai petani terlibat peseteruan dengan penagih karena tidak mampu membayar bunga atas pinjaman yang diterimanya. Hal ini mengingat, petani itu hanya memiliki keuntungan yang tipis, sebab harga pangan mesti disesuaikan sama keinginan pemerintah. Pendapatan yang diterima petani juga harus dibagi rata antara kebutuhan hidup, membeli bibit dan pupuk, membayar hutang dan bunganya. Dengan pemerintah mau untuk mensubsidi bunga pinjaman maka beban petani akan terasa lebih ringan.

Keempat, member peran utama kepada koperasi untuk mendistribusikan pupuk dan pestisida. Kelima member peran utama kepada koperasi untuk memasarkan hasil produksi pertanian. Selama ini, koperasi simpan pinjam hanya bergerak dalam memutar uang yang diterima dari anggota koperasi. Dengan memberi peran tambahan kepada koperasi tani seperti distribusi pupuk / pestisida serta memasarkan hasil produksi, koperasi bisa menghasilkan pendapatan lebih yang pada nantinya akan membantu menguatkan keuangan para anggotanya.

Kelima, kedaulatan energy harus integral (tidak terpisahkan) dengan sector pertanian. Kedaulatan energi harus diwujudkan dengan pengembangan energy terbarukan. “Energi terbarukan yang rama lingkungan, jangan lagi bergantung pada energy fosil. Misalnya pengembangan pohon jarak, harus ada target yang pasti. Ini sudah 10 tahun kita bicara soal jarak,” tegas sutrisno.

Sutrisno juga menambahkan, biogas dari kotoran ternak juga bisa dikembangkan sebagai sumber energy. Dia pun mencontohkan seperti daerah Pasuruan (jawa Timur) dimana terdapat 5000 petani mengembangkan biogas sebagai sumber energy di desa mereka. “Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau listik,” ujarnya. Sumber detik.com

http://www.arenakarier.com/berita/hkti--kedaulatan-pangan-bukan-ketahanan

SPI: Cabut Perpres Benih Rekayasa Genetika!

Kamis, 26 Juni 2014

Jagung-gmo.jpg

Pemerintah baru saja merilis Peraturan Presiden No. 53/2014 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Aturan ini membuat industri perbenihan pangan dan hortikultura satu langkah lebih dekat dalam memasarkan benih biotek (genetically modified organism/GMO).

Dengan adanya beleid itu, maka sejengkal lagi benih biotek akan hadir di pasar Indonesia. “GMO secara peraturan perundang-undangan sudah ada. Jadi tinggal menunggu Keppres saja,” ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Diah Maulida, Senin (23/6/2014).

Semuanya bermula saat penyelenggaraan Pekan Nasional Tani dan Nelayan (PENAS) XIV di Malang, Jawa Timur, awal Juni lalu. Pada saat pembukaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dan menyampaikan bahwa para ahli teknologi, peneliti, dan pakar pangan dan pertanian bertugas serta bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan.

Selanjutnya, Menkoekuin Chaerul Tanjung berbicara tentang perlunya transgenik dan pameran produk GMO oleh perusahan besar benih GMO, pestisida dan herbisida seperti Syngenta, Bayer, Nordox, AHSTI, dan Nufarm. Penas XIV pun dijadikan jalan masuk perusahaan besar benih untuk mempromosikan GMO kepada para petani peserta PENAS XIV.

Perpres ini seolah-olah menjadi tindak lanjut dari tiga sasaran ketahanan dan kemandirian pangan yang dikemukakan oleh Presiden SBY, yakni peningkatan produksi dan produktivitas pangan, peningkatan pendapatan petani dan ketersediaan pangan yang cukup untuk rakyat Indonesia yang jumlahnya lebih dari 240 juta.

“Hantu Malthus’, yakni laju produksi pangan yang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, membuat para ahli teknologi, para peneliti dan para pakar mengambil ‘jalan pintas’ dengan memanfaatkan teknologi GMO.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, langkah pemerintah ini hanya akan mempermudah jalan perusahaan-perusahaan transnasional penyokong PENAS XIV untuk mendominasi pasar benih ketimbang meningkatkan pendapatan petani.

“Laju pertumbuhan profit dari usaha benih GMO akan maju lebih pesat dibanding laju peningkatan pendapatan petani, karena petani masih dihadapkan pada rantai pasok yang rumit, pemburu rente, pinjaman moda produksi dan impor pangan. Ini berarti SBY memang tidak ingin petani kecil sejahtera, ia hanya ingin berkontribusi terhadap bertambahnyan pundi-pundi kekayaan pihak korporasi,” kata Henry di Jakarta, Rabu (24/06/2014).

Henry menjelaskan, pemanfaatan benih GMO akan menghilangkan benih lokal dan para petani penangkar benih. Selanjutnya, kata dia, kelompok petani penangkar akan diganti dengan buruh ekslusif ‘penangkar’ GMO di laboratoriun-laboratorium benih industri korporasi.

“Dengan demikian hilang satu mata rantai produksi benih dari tangan petani. Dan sistem perbenihan rakyat bakal mengalami kelesuan nantinya bila pasar GMO diizinkan,” tegasnya.

Terkait aspek keamanan pangan (food safety), Henry berharap pemerintah semakin berhati-hati dalam pengambilan keputusan tentang keamanan pangan GMO. “Prinsip kehati-hatian (precautionary) dalam keamanan pangan harus diutamakan. Terlebih pemerintah sudah mengimplemtasikan Convention on Biological Diversitydan Protokol Cartagena, yang selanjutnya diadopsi dalam UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan juga UU Pangan No.12/2012 terkhusus mengenai label dan iklan, serta PP No.69/1999 yang di dalamnya mengatur pelabelan pada pangan hasil rekayasa genetika,” tegasnya.

Jika memang pemerintah SBY mementingkan ketahanan pangan, kata Henry, maka aspek keamanan pangan tidak boleh dilupakan. Ia menilai pemerintah SBY telah bertindak gegabah karena mengeluarkan Perpres yang akan menjadi cikal bakal aturan untuk mengizinkan peredaran benih GMO ini.

Karena itu, Henry menegaskan bahwa pihaknya menolak segala upaya Pemerintah untuk mengizinkan penggunaan dan peredaran benih GMO dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.

Sebaliknya, kata dia, pihaknya akan mendukung penuh upaya para ahli teknologi pertanian untuk memanfaatkan dan mengembangkan benih lokal dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.

Henry mendesak agar Presiden SBY segera mencabut Perpres tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menerapkan sistem perbenihan rakyat sebagai implementasi keputusan MK atas hasil judicial review terhadap UU Nomor 12/1992 tentang Usaha Budidaya Tanaman.

“Kami juga dengan tegas meminta SBY di akhir pemerintahannya ini agar tidak lagi mengeluarkan kebijakan pertanian yang tidak pro-petani kecil yang hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan baru nantinya,” tambahnya.

Hadiedi Prasaja
Departemen Komunikasi NasionalDewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI)

Rabu, 25 Juni 2014

Pupuk Langka, Hasil Panen Padi Menurun

Selasa, 24 Juni 2014

SUMBER, (PRLM).- Pemupukan yang kurang optimal membuat hasil panen padi di Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon menurun hingga tiga puluh persen.

Kondisi itu dipicu oleh kelangkaan pupuk bersubsidi dan melambungnya harga pupuk non subsidi, sehingga para Petani sulit memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan selama masa tanam.

Salah seorang petani Desa Marikangen, Suminah (45) mengatakan, musim tanam kali ini produktifitas tanaman padi garapannya hanya berkisar rata-rata empat ton per hektare.

“Biasanya saya panen bisa sampai enam ton dari satu hektar lahan. Tidak tahu kenapa sekarang bulir gabahnya tak sepadat dan sebesar biasanya, jadi bobotnya ringan,” ujarnya di sela-sela panen, Selasa (24/6/2014).

Menurut Suminah, pasokan air untuk sawahnya pada musim tanam kali ini sangat melimpah. Soalnya Suminah memang menanam padi di saat curah hujan cukup tinggi dan debit air di saluran irigasi Desa Marikangen masih tinggi. Begitu juga dengan masalah hama tikus yang sejak awal sudah diantisipasi, tidak dirasakan banyak berpengaruh.

Meskipun demikian, Suminah Namun ia mengakui bahwa pemupukan selama musim tanam itu tidak seoptimal musim tanam sebelumnya. Ia cukup yakin bahwa faktir itulah yang membuat hasil panennya kali ini menurun cukup drastis.

Hal senada diungkapkan petani lain, Sudirno (50). Ia mengaku sempat melewatkan beberapa kali waktu pemupukan selama masa tanam. Hal itu terpaksa dilakukan, karena dirinya tak memiliki uang untuk membeli pupuk non subsidi.

“Waktu itu pupuk bersubsidi tidak ada di mana-mana mas. Padahal uang saya saya hanya cukup untuk pupuk bersubsidi,” ucapnya.

Kini, Sudirno merasakan imbas dari pemupukan yang kurang optimal tersebut. Dari satu hektar lahan, Sudirno hanya bisa mendapatkan hasil tiga ton gabah atau turun sekitar 40 persen dari hasl panen musim sebelumnya yang mencapai lima ton.

Sudirno hanya berharap harga jual gabahnya bisa tinggi untuk menutupi biaya produksinya selama masa tanam. Oleh karena itu, ia berencana segera menjual hasil panennya sebelum petani di wilayah lain memasuki masa panen raya.

Seperti diberitakan sebelumnya, kekhawatiran penurunan hasil panen akibat kurang optimalnya pemupukan juga dirasakan oleh para petani padi di Kecamatan Kaliwedi.

“Saya terpaksa menggunakan pupuk tunggal karena NPK sempat langka di pasaran. Biasanya tanpa NPK hasil panen hanya mencapai 4,5 ton per hektare, sangat jauh dibandingkan dengan penggunakan NPK yang bisa menggenjot hasil panen sampai 6 ton per hektare,” ujarnya. (Handri Handriansyah/A-89)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/286671

HKTI Harap Capres Usung Kedaulatan Pangan, Bukan Ketahanan

Selasa, 24 Juni 2014

Jakarta -Pada 5 Juli 2014 nanti, Komisi Pemilihan Umum akan kembali menggelar debat capres dengan tema 'Pangan, Energi, dan Lingkungan'. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pun angkat bicara mengenai tema ini.

Sutrisno Iwantono, Ketua Harian HKTI, menyatakan para calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo kerap kali menyebut soal ketahanan pangan. Menurutnya, istilah ketahanan pangan kurang tepat.

"Ketahanan pangan artinya mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, boleh berasal dari dalam negeri maupun impor. Seharusnya yang lebih tepat adalah kedaulatan pangan, di mana kebutuhan dicukupi dari dalam negeri," tegas Sutrisno kala berbincang dengan detikFinance, Selasa (24/6/2014).

Untuk mencapai kedautalan pangan, lanjut Sutrisno, ada 5 hal yang harus dilakukan pemerintahan mendatang. Pertama adalah melalui subsidi pupuk. "Namun, harus dipastikan subsidi pupuk sampai ke petani. Selama ini dalam praktiknya tidak sampai," katanya.

Kedua, tambah Sutrisno, adalah pembangunan irigasi. Harus ada komitmen konkret soal ini, seperti menyebutkan target tertentu.

"Misalnya akan membangun irigasi untuk pengairan 500 ribu hektar sawah, itu sudah konkret. Jangan dulu bicara mencetak sawah baru," tuturnya.

Ketiga adalah pemberian subsidi bunga kredit usaha tani. "Kami meminta ada komitmen soal ini. Perlu ada semacam memorandum dengan petani," ucap Sutrisno.
Keempat adalah memberi peran utama kepada koperasi untuk distribusi pupuk dan pestisida. Kelima, memberi peran utama kepada koperasi untuk memasarkan hasil produksi pertanian.

"Paling tidak nantinya Bulog kalau membeli beras itu dari koperasi dengan jaminan harga pasar. Sekarang kan ke mana-mana," ujar Sutrisno.

Sementara kedaulatan energi, demikian Sutrisno, juga harus integral dengan sektor pertanian. Oleh karena itu, kedaulatan energi harus diwujudkan dengan pengembangan energi terbarukan.

"Energi terbarukan yang ramah lingkungan, jangan lagi bergantung pada energi fosil. Misalnya pengembangan pohon jarak, harus ada target yang pasti. Ini sudah 10 tahun kita bicara jarak," tegas Sutrisno.

Selain itu, menurut Sutrisno, biogas dari kotoran ternak juga bisa dikembangkan sebagai sumber energi. Dia mencontohkan di Pasuruan (Jawa Timur), di mana 5.000 petani mengembangkan biogas sebagai sumber energi di desa mereka. "Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau listrik," ujarnya.

Dengan kedaulatan pangan dan energi yang berhubungan, Sutrisno menilai Indonesia akan semakin maju. "Pemerintah baru nantinya perlu bekerja sama dengan HKTI selaku organisasi para petani," katanya.

Menurut Sutrisno, jika membandingkan kedua capres, program Jokowi dinilai lebih konkret. "Kami berpesan kepada pemerintahan mendatang, khususnya kepada Pak Jokowi, agar memprioritaskan produksi pangan dalam negeri, bukan impor. Kami menilai Pak Jokowi lebih konkret," tuturnya.

http://finance.detik.com/read/2014/06/24/191404/2618208/4/hkti-harap-capres-usung-kedaulatan-pangan-bukan-ketahanan

Selasa, 24 Juni 2014

Petani Subang Sulit Dapatkan Pupuk Bersubsidi

Selasa, 24 Juni 2014

SUBANG, (PRLM).- Kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dirasakan pula petani Pantura Kabupaten Subang. Padahal saat ini mereka sedang membutuhkannya, rata-rata usia tanaman padinya baru dua minggu, tetapi pupuk di pasaran sulit didapat dan di pengecer pupuk bersubsidi persediaannya kosong.

"Kami berharap pemerintah bisa mengatasi kesulitan ini, sekarang kami bingung, dimana mendapatkan pupuk bersubsidi. Di kios-kios persediaan pupuk bersubsidi kosong," kata Manaf seorang petani di Pantura Subang. Malahan pada saat dialog dengan Menteri BUMN, Dahlan Iskan serta jajaran direksi Pt. Pupuk Indonesia, di Desa Ciasemgirang, Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang, Senin (23/6/2014). Manaf sempat meminta menteri bisa menginstruksikan PT Pupuk Kujang segera menyalurkan lagi pupuk bersubsisi ke kios-kios resmi sesuai kebutuhan agar kesulitan petani Subang bisa secepatnya teratasi.

Menanggapi keluhan dan permintaan petani tersebut, Dahlan mengatakan sebenarnya pupuk tidak mengalami kelangkaan, stok di gudang PT Pupuk Kujang cukup banyak. Namun diakuinya, jatah pupuk bersubsidi sesuai kuota yang telah ditentukan sebelumnya ternyata masih kurang, sehingga realisasi penyaluran tidak bisa memenuhi kebutuhan semua petani.

Dahlan mengungkapkan, awalnya pupuk bersubsidi dibatasi karena penyalurannya harus tepat sasaran, sehingga kebutuhannya telah ditentukan sesuai daftar dan data dari menteri pertanian.
"Pemerintah telah memangkas kebutuhan subsidi, dari kebutuhan 13 juta ton realisasinya hanya sebanyak 7,8 ton. Ini yang membuat pupuk subsidi tak cukup, di lapangan masih kurang," ujarnya.

Dia mengungkapkan pihaknya sudah meminta agar Pupuk Indonesia menyalurkan stok pupuk bersubsidi yang ada di gudang. Namun realisasi penyaluran pupuk diatur sesuai ketentuan berdasarkan waktu dan kuota yang telah disepakati. Selain itu prosesnya tak bisa sembarangan, ada aturan main yang harus ditempuh termasuk harus seijin Menteri Pertanian. "Mentan baru bisa mengeluarkan perintah penyaluran apabila sudah mendapat persetujuan DPR RI. Kalau sekarang disalurkan begitu saja, bisa melanggar menjadi temuan BPK," ujarnya.

Sementara Direktur Utama Pt. Pupuk Kujang, Bambang Tjahyono, didampingi Superintendent Informasi dan Komunikasi Dept Humas PT Pupuk Kujang, Abyradityo mengatakan saat ini stok pupuk bersubsidi yang tersimpan di gudang, baik di pabrik maupun gudang lini tiga tersebar di kabupaten-kabupaten mencapai 15 ribu ton. Namun stok itu belum bisa didistribusikan, sebelum ada perintah dari Mentan dan persetujuan DPR.

Dikatakan Bambang, pihaknya mengeluarkan pupuk bersubsidi berdasarkan perintah bulanan. Misalnya, untuk Jawa Barat pupuk urea sesuai peraturan gubernur pada bulan Juni kuotanya sebanyak 37.268 ton. Hingga 19 Juni 2014 lalu pihaknya telah menyalurkan sebanyak 35.890 ton. "Selama Januari - Juni 2014 sesuai pergub kebutuhannya sebanyak 266.825 ton, dan sudah terealisasi hingga 274.000 ton," jelasnya.

Sementara itu upaya mengantisipasi kelangkaan pupuk bersubsidi yang dipicu proses kebijakan ketat pemerintah, Pupuk Kujang mencari solusi seperti mengeluarkan pupuk kemasan lima kilo gram agar terjangkau oleh petani kecil. "Namun harganya non-subsidi jadi per kilogram Rp 4.500," ujarnya.(Yusuf Adji/A-147)***

http://www.pikiran-rakyat.com/node/286637

Jumat, 20 Juni 2014

Presiden Terpilih Diharapkan Pro Pertanian dan Kelautan

Kamis, 19 Juni 2014

PEKANBARU-Serikat Petani Indonesia (SPI) berharap presiden terpilih dalam suksesi Pilpres 2014 agar lebih serius menggiatkan pembangunan pertanian dan kelautan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi pengangguran di tanah air.

"Pengganguran di Indonesia sebagai persoalan besar, termasuk rakyat yang setengah menganggur yang jumlahnya mencapai 40 juta jiwa itu. Jumlah orang miskin dan hampir miskin mencapai 100 juta jiwa," kata Pengurus SPI M. Riza Damanik dalam keterangannya diterima Antara Riau, Rabu.

Ia menyatakan tingkat ketergantungan rakyat terhadap impor pangan dan energi terus meningkat.

Menurut Riza, tingginya jumlah pengangguran lebih akibat cenderungnya pemerintah mengadopsi kebijakan liberalisasi ke dalam praktek pembangunan Indonesia yang sekaligus berdampak mengendurnya kedaulatan dan daya saing bangsa Indonesia.

Oleh karena itu, katanya, pemerintah Indonesia kedepan harus memiliki visi dan aksi kerja nyata dalam membangun dan mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia, dalam kerangka pembangunan pertanian dan pedesaan secara keseluruhan diantaranya yakni meredistribusi 9,2 juta hektar lahan bagi petani dan menyelesaikan konflik-konflik agrarian yang terjadi akibat pola pembangunan selama ini.

"Pemerintah ke depan harus membangunan infrastruktur pedesaan terutama irigasi dan akses transportasi, mengutamakan petani dalam pengembangan dan penguasaan benih, peningkatan kemampuan petani dan penguatan organisasi tani dengan pola hubungan pemerintah yang semakin jelas dalam bergotong royong membangun negara," katanya.

Selain itu mengalokasikan anggaran yang cukup guna mengembangkan riset dan penerapan tehnologi tepat guna bagi pertanian dan pedesaan, peningkatan akses modal bagi petani serta merevitalisasi pasar tradisional dan sistem perdagangan di daerah pedesaan.

Ia memandang bahwa dalam rangka mengokohkan agenda "laut sebagai jalan kesejahteraan Indonesia", diperlukan penyediaan 10 juta lapangan kerja baru, mendukung penyediaan pangan berkualitas, meningkatkan kontribusi ekonomi perikanan hingga lima kali lipat, dan mengurangi kemiskinan.

Oleh karena itu Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengusulkan juga empat agenda prioritas pemerintah harus tegas mencegah dan menghentikan pencurian ikan dengan strategi kesejahteraan. Yakni, menggeser 1.000 armada perikanan rakyat dengan bobot 50-100 GT menangkap di ZEEI (12 - 200 mil) dan laut lepas.

"Selain mempersempit kegiatan pencurian ikan, langkah ini dapat memberikan ruang lebih kepada nelayan kecil dan tradisional untuk menangkap ikan di perairan kepulauan (<12 mil) tanpa harus bersaing dengan kapal-kapal besar," katanya.

Disamping itu pemerintah lebih fokus membangun pelabuhan perikanan rakyat di wilayah timur Indonesia sebagai upaya distribusi kesejahteraan dan memperkuat sistem logistik hulu-hilir nasional. Sebab faktanya, 80 persen pelabuhan perikanan ada di wilayah barat Indonesia, industri pengolahan ikan terpusat di Pulau Jawa, sedang bahan baku atau kekayaan ikan melimpah di kawasan timur Indonesia.

Pemerintah juga perlu merevisi UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk mereduksi semangat privatisasi dan komersialisasi, termasuk mengurangi keterlibatan asing dalam pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia.

Menyediakan layanan-harian harga ikan di setiap provinsi guna memastikan nelayan dan petambak mendapat harga jual ikan yang menguntungkan. Sekurang-kurangnya untuk 18 jenis ikan yang diproduksi dan dikonsumsi rakyat Indonesia.

"Ke depan harga ikan tidak boleh lagi semena-mena ditentukan oleh tengkulak maupun perusahaan nakal, dan pentingnya mereformasi lembaga keuangan nasional dan memfasilitasi penguatan koperasi nelayan guna mendukung modal usaha perikanan rakyat, mulai dari produksi, pengolahan, hingga pemasaran," katanya. (*/hrb)

http://www.investor.co.id/home/presiden-terpilih-diharapkan-pro-pertanian-dan-kelautan/87523

Kamis, 19 Juni 2014

Ganjar ingin Jateng Berdaulat Pangan

Kamis, 19 Juni 2014


TEMANGGUNG (KRjogja.com)  - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan petani harus menerapkan introduksi teknologi dan menambah pengetahuan tentang pertanian agar tidak ketinggalan dengan petani dari negara-negara lain, sebab lahan pertanian di Jawa Tengah semakin berkurang.

"Saat ini Jawa Tengah tidak lagi hanya mentarget ketahanan pangan melainkan kedaulatan pangan, yakni menuju kemandirian pangan, dan kementrian Pertanian  mendukung hal itu," katanya diselaPromosi Agrobisnis ke VI  di Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan Pringsurat Temanggung, Kamis (19/06/2014).

Pada kesempatan itu juga di tandatangani kesepahaman untuk pembangunan sejumlah bandung di Kabupaten Wonosobo, Purworejo, Kulonprogo dan Kebumen dengan nilai miliaran rupiah. Saat ini, ada 17 komoditas pertanian di Jawa Tengah yang telah diekspor ke sejumlah negara. Ekspor tersebut telah jalan dalam beberapa tahun terakhir. Keberadaan Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan sebenarnya semacam pusat tempat pembelajaran pengolahan, pengemasan dan penjualan hasil pertanian.

Dia mengatakan untuk mendongkrak di sektor pertanian, Jateng saat ini gencar memberikan bantuan benih, pupuk dan pembangunan serta perbaikan infrastruktur pengairan, untuk penyediaan air di lahan-lahan pertanian.

Menteri Pertanian Suswono mengatakan bila membicarakan perdagangan secara keseluruhan perdagangan di Indonesia sebenarnya surplus bahkan pada tahun lalu mencapai surplus 17 juta dolar Amerika. Tetapi bila berbicara produk pangan yang diekspor dan pangan yang diimpor, Indonesia divisit, namun divisit itu masih kecil wajar.  "Impor pangan kita masih dibawah 10 persen dan itu berarti ketahanan pangan negara ini masih relatif kuat, " katanya. (Osy)

http://krjogja.com/read/220179/ganjar-ingin-jateng-berdaulat-pangan.kr

Pejabat Kementan Akui Aksi Preman Bikin Rusak Harga Petani

Kamis, 19 Juni 2014

Jakarta -Pihak Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui masih banyaknya preman-preman pasar yang justru membuat petani makin menderita dan harga produk pertanian di konsumen menjadi mahal.

Dirjen Hortikultura Kementan Hasanuddin Ibrahim mengatakan banyak aksi-aksi premanisme masih terjadi di desa yang membuat petani dan peternak makin sengsara.

"Di desa itu peternak capek-capek ngerawat sapi sudah besar pas mau dijual, tali di sapinya sudah dipegang para belantik-belantik (pedagang) yang harus jual ke dia, murahlah harganya, rugilah peternaknya," ucap Ibrahim ditemui di Gedung Bank Indonesia, Kamis (19/6/2014).

Dari persoalan ini lah, yang membuat pihaknya ingin membuat pasar lelang sapi di Pasar Klampok, Jawa Tengah untuk memperpendek mata rantai perdagangan sapi hidup. Namun rencana itu mendapat perlawanan dari para pedagang di pasar tersebut.

"Mereka tidak mau ada pasar lelang di sana, mereka protes, bahkan sampai pake ancaman," ucapnya.

Ia juga mengungkapkan, masalah premanisme juga terjadi pada komoditi bawang merah. Misalnya ada kekurangan pasokan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, lalu ada upaya pedagang di Pasar Cibitung, Jawa Barat untuk memasok bawang ke Kramat Jati justru dihalang-halangi oleh preman.

"Itu harga pasti dikerjain, harganya langsung jatuh, jadi pedagang lain merugi, hal seperti ini masih banyak terjadi di lapangan," tutupnya.

(rrd/hen)

http://finance.detik.com/read/2014/06/19/175530/2613393/4/pejabat-kementan-akui-aksi-preman-bikin-rusak-harga-petani?f9911023

Rabu, 18 Juni 2014

Berharap kepada Presiden Baru

Selasa, 17 Juni 2014

Pemilu presiden masih sebulan lagi. Jelang hari H, 9 Juli mendatang, capres dan cawapres sibuk mensosialisasikan visi misi mereka kepada masyarakat. Pasangan capres dan cawapres nomor urut satu, Prabowo Subianto - M. Hatta Rajasa mengusung visi “Membangun Indonesia yang Bersatu, Berdaulat, Adil dan Makmur serta Bermartabat”. Mereka mengemban tiga misi yang dijabarkan dalam “Agenda dan Program Nyata untuk Menyelamatkan Indonesia”.

Sementara pasangan capres dan cawapres nomor urut dua, Joko Widodo - M. Jusuf Kalla, menawarkan visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong Royong”. Visi ini ditempuh melalui tujuh misi yang selanjutnya dijabarkan dalam agenda 31 strategis.  Dari 31 agenda strategis ini, mereka memerasnya dalam sembilan agenda prioritas.

Kalangan pelaku agribisnis tentunya berharap sang pemenang nanti menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah yang menghalangi perkembangan sektor yang digeluti mayoritas masyarakat ini. Bicara pertanian, apapun komoditasnya akan berhubungan dengan ketersediaan lahan.

Pasangan Prabowo–Hatta menjanjikan pencetakan lahan baru 2 juta hektar untuk meningkatkan produksi pangan, seperti beras, kedelai, jagung, sagu, dan tebu. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, mereka akan mengalokasikan anggaran Rp1 miliar untuk tiap desa. Dana ini untuk pembangunan desa dan infrastruktur buat rakyat melalui program desa.

Tentang lahan, pasangan Jokowi-JK menawarkan meningkatkan akses dan kepemilikan lahan petani melalui program kepemilikan lahan untuk petani dan buruh tani seluas 9 juta hektar melalui redistribusi aset. Melalui program ini, akses petani gurem terhadap lahan akan meningkat dari rata-rata 0,3 ha/kepala keluarga menjadi 2 ha/kepala keluarga. Mereka juga akan membuka lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali seluas 1 juta hektar. Pembangunan kedaulatan pangan akan berbasis agribisnis kerakyatan. Caranya melalui pengendalian impor, penanggulangan kemiskinan petani, pembangunan sarana irigasi dan bendungan, mereka misalnya perbaikan jaringan irigasi rusak yang melayani 3 juta ha lahan dan 25 bendungan sampai 2019.
Infrastruktur yang menjadi pekerjaan rumah besar menyangkut perekonomian secara luas juga dijanjikan akan diperbaiki. Sebenarnya pemerintahan sekarang pun dulu punya tekad untuk membangun infrastruktur. Bahkan menetapkan 2012 sebagai tahun infrastruktur. Namun sampai sekarang hasilnya belum optimal sehingga sangat berpengaruh terhadap daya saing produk agribisnis. Tidak hanya jalan raya tetapi juga sarana transportasi yang lebih efisien, pelabuhan, bandara, sarana perekonomian lainnya.

Satu contoh kecil dan agak klasik adalah ongkos angkut. Ini sangat menonjol dalam perdagangan produk-produk agribisnis. Jagung misalnya, ongkos angkutnya terbilang mahal, bisa Rp500/kg. Akibatnya, jagung dari berbagai daerah timur Indonesia yang menghasilkan dalam jumlah besar tak bisa mencapai daerah konsumsi di barat Indonesia dengan harga layak. Tak pelak ini menyebabkan petani dari daerah penghasil tidak menikmati hasil yang memadai gara-gara dipotong ongkos.

Demikian pula sapi potong. Tidak ada sarana yang efisien untuk mengangkut sapi dari sentra produksi di timur ke kawasan barat yang menjadi konsumen utama. Sejak beberapa tahun terakhir, paling tidak periode kedua pemerintahan saat ini, alat angkut khusus ternak belum terwujud. Kalau pun ada, jauh dari cukup. Pun angkutan darat, kereta ternak tak kunjung tersedia. Jauhnya jarak dan minimnya sarana jalan, pelabuhan, angkutan, berkontribusi terhadap gejolak harga produk agribisnis. Daging sapi misalnya, pernah mencapai rekor tertinggi konon di dunia, salah satunya gara-gara ongkos angkut ke Pulau Jawa, khususnya daerah Jabodetabek mahal. Padahal pemerintah mengklaim populasi sapi di Indonesia cukup. Kalau pun impor tidak sebanyak yang terealisasi. Para penggemuk sapi butuh bakalan yang banyak, tetapi lokasinya sangat tersebar. Sementara para peternak rakyat, tak mampu menggemukkan banyak sapi lantaran modal cekak.

Masih juga soal ongkos angkut udara yang banyak berkait dengan produk hortikultura. Daya saing produk hortikultura seperti buah tropis, sayuran, dan florikultura relatif lemah dibandingkan para tetangga kita seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja Tiongkok. Sebut saja pasar Singapura dan Jepang, kita sulit bersaing di sana karena kargo kita mahal dan tidak tersedianya sarana angkut yang kontinu dan efisien. Itu sebabnya peluang komoditas buah dan sayuran kita di pasar Singapura direbut Vietnam dan Malaysia.

Masih banyak masalah dalam agribisnis kita yang sangat memerlukan solusi dan fasilitasi dari pemerintah. Masih banyak yang dijanjikan dua pasang calon pemimpin nasional tersebut. Dan masih cukup waktu pula bagi kita untuk mencermati program-program pasangan capres-cawapres mana yang menjanjikan solusi bagi kemajuan agribisnis kita khususnya dan kemakmuran Indonesia pada umumnya. Dan tentu saja program yang masuk akal untuk direalisasikan, bukan sekadar janji manis yang sulit diwujudkan.

Peni Sari Palupi

http://www.agrina-online.com/redesign2.php?rid=20&aid=5061

Selasa, 17 Juni 2014

Ketahanan Berbasis Impor

Senin, 17 Juni 2014

Ketahanan Berbasis Impor

DI tengah produksi gabah kering giling (GKG) yang terancam menurun tahun 2014, pemerintah kembali merencanakan mengimpor beras.

Penurunan produksi terjadi karena gangguan hama wereng batang cokelat yang meluas di 22 provinsi. Serangan wereng mengakibatkan turunnya produktivitas tanaman padi dari 6,5 ton menjadi 4,5 ton GKG per hektar Penurunan produksi akan mendongkrak kenaikan harga beras menjelang pilpres. Apalagi selama ini pemerintah lebih mengedepankan opsi impor beras dibandingkan berusaha keras meningkatkan stok beras di dalam negeri dengan memberdayakan petani lokal.

Alasan klasik seperti serangan wereng, musim kemarau dan banjir menjadi justifikasi untuk membuka keran impor. Seakan serangan wereng tidak bisa diatasi dan banjir tak bisa ditangani. Masalah ini terus dikloning dan cara cerdik pun tidak ditemukan untuk solusi. Pasar pangan di Indonesia kian dibanjiri pangan impor. Pemerintah nyaris tidak punya kekuatan untuk menghempangnya. Indonesia menjadi negara yang membangun ketahanan pangan berbasis impor.

Kita menghuni negeri yang makmur, namun tidak mampu memproduksi pangan untuk rakyatnya. Krisis pangan datang silih berganti. Mulai krisis beras, krisis kedelai, daging sapi, gula, jagung, bawah putih hingga bawang merah. Sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumber daya pertanian dan pangan yang melimpah, Indonesia seharusnya bisa menjadi lumbung pangan dunia.

Namun ironisnya, berdasarkan data terkini dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan sektor pertanian tanaman pangan pada kuartal I/2014 hanya sebesar 0,94% atau melambat dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013 yang sebesar 2,18%. Implikasinya, impor pangan makin tidak terbendung. Hampir 75 % dari kebutuhan pangan di dalam negeri dipenuhi dari impor.

Ruang impor pangan akan semakin terbuka lebar guna mengawal stabilitas politik Pemilu Presiden 2014. Agar gejolak harga pangan—memicu inflasi tinggi—terkendali, maka pangan harus tersedia. Sayangnya pangan yang tersedia kerap harganya tidak terjangkau rakyat miskin. Kian mahalnya harga pangan diduga akibat ulah para pemain kartel pangan yang dikuasai segelintir pemodal besar.

Praktik kartel pangan dengan power (kekuasaan) uang yang dimiliki semakin terkuak setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar kasus dugaan korupsi impor daging sapi dan ketidakefisienan penyaluran raskin. Temuan ini menunjukkan bahwa suap impor pangan adalah jenis corruption by design. Fenomena ini menunjukkan pangan impor sudah dikendalikan oleh mafia pangan yang melibatkan pejabat tertentu dan politisi untuk meraup keuntungan.

Sepanjang 2013, Indonesia mengimpor bahan pangan utama dengan menghabiskan devisa sekitar Rp125 triliun. Suatu jumlah yang sangat besar dan bisa digunakan untuk membangun infrastruktur sektor pertanian. Masih tingginya pertumbuhan penduduk dan kian miskinnya petani ditengarai penyebab kian derasnya pangan impor mengalir ke Indonesia.

Meski usia kemerdekaan republik ini sudah memasuki 69 tahun, alih-alih pemerintah dapat menyejahterakan petani justru petani gurem kian meningkat jumlahnya. Petani kecil termarginalisasi digilas roda pembangunan hedonis yang kapitalistik. Keterpurukan ini membawa konsekuensi logis, yakni Indonesia semakin tak berdaulat atas pangan. Dalam satu dekade terakhir, petani di negara yang dikenal sebagai bangsa agraris ini mengalami proses pemiskinan.

Hasil sensus pertanian tahun 2013 menunjukkan keluarga petani berkurang sebanyak 5,04 juta keluarga. Pada 2003, BPS mencatat jumlah keluarga petani 31,17 juta keluarga, sepuluh tahun kemudian menurun menjadi 26,13 juta keluarga. Jumlah keluarga petani yang berhenti menggantungkan hidup dari usaha pertanian ratarata 500.000 rumah tangga pertahunataulajupenurunannya mencapai 1,75% per tahun.

 Namun, jumlahperusahaan di bidang pertanian justru naik36,77%. Dari 4.011 perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013. Di negara maju, susutnya jumlah keluarga petani dan meningkatnya jumlah perusahaan pertanian merupakan pertanda kemajuan sektor pertanian.

Penurunan jumlah keluarga petani gurem karena ada penyerapan tenaga kerja secara signifikan di sektor industri dan jasa. Sayangnya, yang terjadi di Indonesia adalah guremisasi akibat tingginya alih fungsi lahan pertanian pangan.

Jalan di Tempat
Setuju atau tidak setuju, selama 10 tahun terakhir pembangunan pertanian jalan di tempat atau bahkan ”mundur” ke belakang. Mayoritas warga Indonesia yang bekerja sebagai ”petani”, hidupnya mengalami proses pemiskinan. Fenomena ini harus dapat menyadarkan pemerintahan hasil Pemilu 2014 bahwa pekerjaan rumah memperkuat ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat belum selesai.

Rapuhnya (decay kedaulatan pangan tak bisa dilepaskan dari kurangnya perhatian pada pembangunan sektor pertanian. Alokasi anggaran yang masih terbatas di kementerian pertanian hanya satu indikator ketidakberdayaan bangsa ini untuk keluar dari perangkap pangan impor. Untuk melepaskan Indonesia dari jebakan pangan impor maka perlu didorong penggunaan produk pangan lokal dengan segala konsekuensinya dan mengurangi ketergantungan dan ketagihan produk pangan berbasis beras dan gandum.

Kita perlu belajar dari negara kaya yang teknologinya maju, seperti Jepang dan Korea Selatan. Mereka tetap bangga menggunakan produk lokalnya seperti telepon seluler dan mobil buatan sendiri tanpa terpengaruh produk bangsa lain yang lebih canggih. Harga diri bangsa menjadi harga mati dalam melepaskan diri dari jebakan pangan.

Sebagai bangsa agraris, Indonesia harus keluar dari jebakan dan perangkap pangan negara maju dengan segera melakukan pengurangan praktik liberalisasi pangan. Praktik ini telah menyebabkan munculnya beragam kartel pangan baru yang pola kerjanya mirip mafia yang menguasai distribusi dan perdagangan pangan. Untuk menghentikannya, pemerintah harus melakukan pembatasan penguasaan distribusi pangan melalui korporasi.

Satu hal yang tak kalah penting adalah kecenderungan selama ini yang memilih langkah gampang dengan mengimpor tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjang harus diakhiri. Kebergantungan pada impor ini hendaknya menyadarkan pemerintah untuk terus membangun ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat seperti perintah Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

POSMAN SIBUEA
Guru Besar Tetap di Unika Santo Thomas Sumatera Utara. Pendiri dan Direktur Center for National Food Security Research (Tenfoser)

Tanah Subur, Indonesia Tetap Impor Singkong

Senin, 16 Juni 2014

Jakarta, LiputanIslam.com—Meskipun singkong sering dianggap bahan pangan murah, namun ternyata Indonesia selalu kekurangan singkong dan terpaksa mengimpor. Jumlah impor fluktuatif, pada tahun 2012 impor singkong tercatat 13,3 ribu ton atau senilai US$ 3,4 juta. Sementara hingga pertengahan tahun 2013, jumlah impor singkong 100 ton.

Lalu, apakah petani Indonesia tidak mampu menanam singkong? Lahan Indonesia yang subur, seharusnya membuat Indonesia mampu menjadi eksportir singkong.

Menurut Ketua Budidaya Singkong Himpunan Asosiasi Industri Singkong Indonesia John Waas sebagaimana dikutip Detik.com (15/5), salah satu masalah yang dihadapi petani singkong adalah sulitnya mendapatkan pinjaman modal dari perbankan. Hanya kurang dari 1% petani yang memiliki akses kepada perbankan. Sulitnya perbankan memberikan pinjaman modal kepada petani singkong disebabkan adanya anggapan petani singkong yang dekat dengan kemiskinan.

Waas menambahkan saat ini rata-rata produktivitas singkong di dalam negeri cukup rendah yaitu hanya 2 kg/pohon. Sementara petani singkong Nigeria mampu menghasilkan 5 kg singkong dari setiap pohon.

“Bank mana yang mau keluarkan kredit untuk petani singkong? Petani singkong butuh modal hingga Rp 35 juta untuk meningkatkan produksinya. Dengan uang Rp 9 juta apakah bisa meningkatkan produksi singkong dari 2 kg/pohon menjadi 10 kg/pohon,” imbuhnya.

Sementara itu dilihat dari kualitas, singkong Indonesia belum cukup untuk bisa bersaing dengan produksi singkong dari Nigeria atau Thailand. Rendahnya kualitas singkong Indonesia juga berpengaruh terhadap harga jual. Misalnya harga gaplek ekspor (singkong olahan dasar) dalam negeri hanya Rp 2.100/kg atau Rp 2,1 juta/ton. Sedangkan harga gaplek Thailand dan Nigeria jauh lebih tinggi yaitu US$ 2.300/ton atau Rp 23.000/kg.

Meski bergelar doktor bidang pertanian, Presiden SBY ternyata tak berpihak kepada petani Indonesia. Di akhir masa jabatannya SBY malah menandatangai Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014 yang ditandatangani pada 23 April 2014 lalu.Dalam Perpres ini, investor asing diberi kesempatan untuk memiliki modal 30-95 di sektor pertanian Indonesia.

Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (DPN-Repdem) Bidang Penggalangan Tani Sidik Suhada menilai, Prepres ini sama saja dengan menciptakan gladiator ekonomi.

“Ibaratnya para petani dilempar ke tengah gelanggang gladiator. Singa-singa pemodal asing yang lapar akan dengan mudah menerkam dan mengoyaknya,” ujarnya sebagaimana dikutip Sindo (9/5/2014).

Dalam Perpres 39/204 itu tercantum asing diperkenankan untuk menanam modal hingga 49% untuk budidaya padi, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan tanaman pangan lainnya (ubi kau dan ubi jalar), dengan rekomendasi dari Menteri Pertanian.(dw/detik/sindonews)

http://liputanislam.com/berita/tanah-subur-indonesia-tetap-impor-singkong/

Sabtu, 14 Juni 2014

Petani Jember Minta Presiden Terpilih Setop Impor Pangan

Sabtu, 14 Juni 2014

Bisnis.com, JEMBER — Sejumlah organisasi petani di Kabupaten Jember, Jawa Timur, berharap kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih melalui pemilu mendatang untuk menghentikan kebijakan impor sejumlah komoditas pangan dan menjaga ketahanan pangan di Indonesia.

“Saat ini keran impor terhadap komoditas pertanian terus meningkat setiap tahun, sehingga harga sejumlah komoditas pangan yang ditanam petani selalu anjlok,” kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jember Jumantoro di Jember, Jumat (13/6/2014).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 mencatat Indonesia mengimpor beras, masing-masing dari Vietnam (171.286 ton), Thailand (194.633 ton) , India (107.538 ton), Pakistan (75.813 ton), dan Myanmar (18.450 ton).

“Pemerintah sering mengklaim bahwa produksi padi di Indonesia selalu surplus, namun kenyataannya kebijakan impor beras selalu meningkat setiap tahun dan hal tersebut menunjukkan kebijakan yang tidak berpihak kepada para petani,” katanya.

Menurut dia, kedaulatan dan ketahanan pangan menjadi isu pokok yang dituntut oleh petani terhadap presiden dan wakil presiden yang baru agar sektor pertanian di Indonesia menjadi andalan negara agraris yang saat ini justru menjadi negara pengimpor.

“Pembangunan sektor pertanian juga perlu ditingkatkan dan kebijakan terhadap program-program yang berpihak kepada petani harus mendapatkan prioritas, sehingga kesejahteraan para petani dapat ditingkatkan,” katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jember Mukhsin. Pihaknya meminta capres dan cawapres terpilih memberikan perlindungan terhadap para petani dan menghentikan kebijakan impor yang merugikan para petani.

“Kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada petani menyebabkan banyak petani yang enggan bercocok tanam dan beralih ke pekerjaan lain, sehingga luas lahan sawah terus berkurang seiring dengan banyaknya pembangunan perumahan,” katanya.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara agraris yang harus bisa menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan, sehingga pemerintah seharusnya memberikan sejumlah program untuk meningkatkan produksi pangan dan mengurangi impor secara perlahan-lahan.

“Bangsa Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang begitu melimpah, sehingga pemerintah yang baru harus dapat mengolahnya dengan baik dan mengembalikan kejayaan pangan di negeri tercinta ini,” katanya.

Pemilu Presiden yang digelar 9 Juli 2014 diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan nomor urut 1 dan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan nomor urut 2.

http://bewara.co/read/2014/06/petani-jember-minta-presiden-terpilih-setop-impor-pangan/

Kedaulatan Pangan Syarat Utama Kemandirian Ekonomi

Sabtu, 14 Juni 2014

CILACAP – Calon presiden (capres) nomor urut dua, Joko Widodo, menyatakan kedaulatan pangan berbasis agribisnis kerakyatan merupakan syarat utama terciptanya kemandirian ekonomi. Untuk itu, perlu ada kebijakan pengendalian atas impor pangan yang hanya menguntungkan kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan pangan nasional.

Guna mewujudkan kedaulatan pangan tersebut, Jokowi menjelaskan, salah satunya adalah keberanian dan kebijakan pemerintah untuk menyediakan pupuk dan benih yang cukup bagi petani di seluruh Indonesia. “Benih itu harus benih unggul lokal, bukan impor. Ini penting sekali karena selama ini cost (biaya) benih sangat tinggi sehingga hasil produksi petani menjadi murah,” kata Jokowi seusai menemui para petani yang tengah beraktivitas di Desa Gentasari, Kecamatan Kroya, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (13/6), tidak jauh dari Museum Soesilo Soedarman.

Selain itu, Jokowi menambahkan agar petani tidak terjerat rentenir, yang paling penting adalah keberadaan bank agrimaritim sehingga para petani dan nelayan akan sangat terbantu dari sisi modal agar dapat membeli benih yang baik dan alat pertanian yang mendukung. “Karena problem yang mereka sampaikan soal mesin yang sudah tua, tapi mereka tidak memunyai kemampuan untuk membeli,” jelasnya.

Jokowi juga menilai perlunya mendekatkan pasar dengan petani agar petani bisa langsung menjual hasil pertaniannya. Dengan demikian, para petani tidak harus menjual hasilnya kepada pengijon dengan hasil yang jauh lebih rendah dari harga pasar.

Mahmudi, 55 tahun, salah seorang petani yang ditemui Jokowi, mengaku tidak percaya dan seperti bermimpi dapat langsung bertatap muka dengan calon presiden nomor urut dua tersebut.

Dia bahkan dengan terbuka menyampaikan unek-unek tentang nasib petani. “Saya bilang ke Pak Jokowi mengenai pupuk untuk mengendalikannya. Karena pupuk sampai satu bulan ini langka, harganya melonjak dari 80 ribu rupiah menjadi 120 ribu rupiah per 50 kilogram,” ungkap Mahmudi.

Kepada Jokowi, dia juga menyampaikan kesulitan para petani sekarang ini. Bukan sekadar sulitnya dan harga pupuk yang melonjak yang dikatakannya kepada Jokowi, tapi juga efek dari langka dan tingginya harga pupuk pada penghasilan dan kesejahteraan para petani yang makin rendah. “Kita makin sulit. Kekurangan pupuk. Dampaknya kurang pertumbuhan. Pengaruhnya telat panen. Hasilnya kurang maksimal. Misalnya sehektarenya bisa jadi 7 ton, sekarang jadinya rendah, hanya 5 ton gabah kering giling,” tuturnya.

“Belum lagi hama tikus, enggak bisa dikendalikan, keong juga. Sekarang usia padi 20 hari, seharusnya panen habis Lebaran, tapi kita lihat saja sekarang, bagaimana padinya,” tambahnya.

Sementara itu, saat menjumpai masyarakat di Pasar Induk Sokaraja, Banyumas, dilaporkan pembeli dan penjual sontak menghentikan aktivitasnya dan berebutan ingin menjabat tangan calon presiden nomor urut 2 itu. Terik matahari membuat Jokowi berulang kali mengelap keringat.

Di Sokaraja, Jokowi kembali mengklarifikasi kampanye gelap yang ditujukan padanya. Dia menjelaskan mulai isu pencabutan sertifikasi guru dan beras miskin sampai isu suku agama yang menerpanya. Jokowi kemudian meminta pendukungnya mengklarifikasi dengan cara yang santun kepada orang yang termakan isu itu.

“Kula dinyeki nggih meneng wae, sabar. Sampun titeni tanggal 9 Juli. Mriko elite kang katah, mriki rakyat ingkang katah. Rakyat ingkang menang (Saya diejek diam saja, sabar. Silakan dilihat tanggal 9 Juli. Sana banyak elite politik, di sini rakyat yang banyak. Rakyat yang akan menang),” kata Jokowi yang langsung disambut riuh pendukungnya sambil mengacungkan jari tengah dan jari manis.

Jangan Benci Rakyat

Di Gorontalo, kandidat wakil presiden, Jusuf Kalla, mengatakan pemimpin tidak boleh marah kepada rakyat, tetapi mengayomi rakyat.

“Pemimpin tidak boleh marah kepada rakyatnya, tetapi pemimpin harus menyukai rakyatnya,” katanya saat berkampanye di Lapangan Tuladenggi, Kecamatan Telaga Biru, Kabupaten Gorontalo.

Pada kesempatan itu, JK juga mengungkapkan komitmennya bersama Jokowi untuk menjadi pemimpin yang jujur, amanah, dan mengayomi rakyat. Dengan nada bergurau, Kalla menyebut dirinya dan Jokowi, “Tidak pernah tangkap-tangkap rakyat.”

Bersama Jokowi, dia akan fokus membangun bangsa dan memajukan sumber daya manusia. “Sebab orang-orang maju pasti akan mampu membangun negeri berkualitas,” katanya. Ant/AR-2

http://koran-jakarta.com/?14080-kedaulatan%20pangan%20syarat%20utama%20kemandirian%20ekonomi

Petani Dipusingkan Kelangkaan Pupuk Bersubsidi

Sabtu, 14 Juni 2014

HANDRI HANDRIANSYAH/"PRLM"
HANDRI HANDRIANSYAH/"PRLM"SEJUMLAH petani berebut pupuk non subsidi di salah satu agen di Desa Kaliwedi, Kecamatan Kaliwedi, Kabupaten Cirebon beberapa waktu lalu. Meskipun mahal, petani terpaksa membeli pupuk non subsidi, karena pupuk bersubsidi sulit diperoleh.*
SUMBER, (PRLM).- Petani Kabupaten Cirebon hingga saat ini masih terus dipusingkan dengan langkanya pupuk. Bahkan, pupuk NPK yang sangat dibutuhkan sempat hilang di pasaran sehingga petani kebingungan meracik kebutuhan unsur hara tanaman dari pupuk tunggal tak bersubsidi yang harganya lebih mahal.

Salah seorang petani Desa Kaliwedi, Kecamatan Kaliwedi Kartono (41) mengatakan, NPK merupakan pupuk jamak yang berperan vital bagi tanaman padi. Soalnya pupuk tersebut memang mengandung unsur penting Nitrogen, Fosfor dan Kalium.

“Kalau mengandalkan pupuk tunggal, kami harus mengukur sendiri setiap unsur yang diperlukan. Biayanya jelas lebih mahal karena harus membeli satu persatu pupuk tunggal yang diperlukan dan harga masing-masingnya juga lebih mahal. Selain itu belum tentu juga bisa menemukan semua unsur yang diperlukan, karena urea sebagai sumber nitrogen juga kadang sulit dicari,” katanya, Jumat (13/6/2014).

Sampai sekarang, kata Kartono, pupuk NPK masih sulit dicari. Meskipun sudah mencari ke beberapa kecamatan sekitar, Kartono masih juga belum mendapatkan pupuk NPK yang diperlukan. Padahal saat ini usia tanaman padi miliknya sudah mencapai tiga pekan, sedangkan pupuk NPK sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman padi saat berusia 15-25 hari. (Handri Handriansyah/"PR"/A-88)***

Pupuk Subsidi Langka

Sabtu, 14 Juni 2014


Seorang petani menaburkan pupuk jenis urea dan phonska pada tanaman padi jenis 64 yang berumur dua minggu di area persawahan, Desa Blandongan, Bugul Kidul, Pasuruan, Jatim, Kamis (12/6). Pupuk bersubsidi saat ini dirasa langka oleh para petani di kota Pasuruan dan Probolinggo, harga pupuk bersubsidi saat ini dijual dengan harga Rp140 ribu hingga Rp160 ribu per 50 kg. (ant/adhitya hendra)

Kamis, 12 Juni 2014

Kedaulatan Pangan di Desa Adat Kasepuhan Sinar Resmi, Sukabumi

Rabu, 11 Juni 2014

Komunitas adat bagi bangsa Indonesia adalah aset budaya yang tidak terhingga nilainya. Keberadaannya tidak terlepas dari akar sejarah panjang dan wujud unik atas keberagaman bangsa ini. Tata nilai yang telah dianut pada komunitas desa adat bukan hanya terkait aspek sosial-budaya semata akan tetapi terintegrasi pula dengan aspek lainnya seperti sistem ekonomi, lingkungan dan sebagainya.

Salah satu komunitas desa adat yang masih eksis dan terus menjaga tata nilai budaya leluhur mereka terutama dalam sistem budaya pertanian adalah Komunitas Kasepuhan Banten Kidul yang terletak di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kab. Sukabumi. Kasepuhan Banten Kidul adalah kelompok masyarakat adat Sunda yang tinggal di sekitar Gunung Halimun, terutama di wilayah Kabupaten Sukabumi sebelah barat hingga ke Kabupaten Lebak, dan ke utara hingga ke Kabupaten Bogor.omunitas adatbagi bangsa Indonesia adalah aset budaya yang tidak terhingga nilainya. Keberadaannya tidak terlepas dari akar sejarah panjang dan wujud unik atas keberagaman bangsa ini. Tata nilai yang telah dianut pada komunitas desa adat bukan hanya terkait aspek sosial-budaya semata akan tetapi terintegrasi pula dengan aspek lainnya seperti sistem ekonomi, lingkungan dan sebagainya.

Sisi menarik dan sangat menonjol di antara banyak keunikan dari Kasepuhan Sinar Resmi adalah terkait penjagaan adat dalam pengelolaan sistem pertanian padi yang mereka lakukan. Bagi komunitas Kasepuhan Sinar Resmi, bertani bukan hanya sekedar aktifitas ekonomi terkait menanam, memelihara dan memanen. Lebih dari itu, bertani adalah bagian dari nafas budaya dan penjagaan adat istiadat dari leluhur mereka. Maka sistem pertanian yang diterapkan di Kasepuhan Sinar Resmi terus dijaga ketat dalam aturan adat istiadat dan dipantau langsung oleh Abah Asep Nugraha sebagai ketua adat.

Di antara aturan adat terpenting dalam hal pertanian adalah larangan untuk melakukan komersialisasi produk pertanian padi yang mereka tanam. Maka pasca panen hasil pertanian disimpan dalam lumbung (leuwit) yang semua warga kasepuhan wajib memilikinya untuk kebutuhan pangan mereka dan kebutuhan sosial lainnya, termasuk juga adanya leuwit adat Si Jimat milik kasepuhan. Pemakaian bahan-bahan kimia sintetis dalam kegiatan pertanian di kasepuhan Sinar Resmi juga tidak diperbolehkan. Benih padi yang ditanam warga Kasepuhan Sinar Resmi juga harus benih padi varietas lokal dan musim tanam hanya dilakukan satu kali dalam satu tahun.  Alhasil, dalam hal pangan masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi tidak pernah kelaparan. Sistem pertanian mereka pun tidak tergantung pada pihak luar, karena secara adat telah menyediakan semua kebutuhan proses produksi pertanian seperti benih lokal yang hingga saat ini telah ada lebih dari 68 varietas lokal, pupuk organik dan lainnya.

Apa yang dilakukan oleh komunitas adat Kasepuhan Sinar Resmi terkait sistem pengelolaan pertanian menjadi inspirasi penting bagi penetapan cara pandang kita dalam mengatasi berbagai persoalan di negeri ini khususnya dalam hal pangan dan pertanian. Mental kemandirian dalam memenuhi kebutuhan pangan sendiri menjadi kata kunci dalam upaya mengatasi kelangkaan pangan, bukan dengan melakukan alternatif impor secara terus menerus. Petani harus dijadikan sebagai pelaku utama dalam sektor pertanian dan negara harus melindungi mereka melalui kebijakan yang pro-petani. Maka tatkala petani didukung dengan sepenuh hati, bukan hanya ketahanan pangan yang akan dinikmati negeri ini akan tetapi juga kedaulatannya dalam hal pangan dan pertanian sebagaimana yang terjadi di Desa Adat Sinar Resmi, Sukabumi. Indonesia pun akan berdaya, sungguh mengagumkan! (dim/psi).

Rabu, 11 Juni 2014

Menegakkan Kembali Kedaulatan Pangan

Rabu, 11 Juni 2014

Visi dan misi capres-ca wapres soal kedaulatan pangan dan energi layak disimak. Selama ini In do nesia tidak sepe nuh nya berdaulat terkait kedua hal tersebut. Sejum lah bahan pangan masih diimpor, begitu pula dengan bahan energi. Itu pula yang membuat harga-harga melambung tinggi meskipun negeri ini kaya akan kedua sumber tersebut.

Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) akan membangun kedaulatan pangan berbasis pada agrobisnis kerakyatan. Hal itu akan dilakukan melalui penyusunan kebijakan pengendalian atas impor pangan melalui pemberantasan terhadap “mafia” impor yang sekadar mencari keuntungan pribadi/ kelompok tertentu dengan me ngorbankan kepentingan pangan nasional. Pengembangan ekspor pertanian pun diarahkan berbasis pengolahan pertanian dalam negeri.

Dalam iklan politiknya beberapa waktu lalu menjelang pemilu legislatif, PDI Perjuangan yang menjadi tempat bernaung Jokowi memang gencar me ngam panyekan kedaulatan pangan. In donesia di mata partai nasionalis ini harus mampu mandiri dalam hal kebutuhan pangannya sehingga tak lagi tergantung pada pasokan dari luar negeri. 

Tekad Jokowi-JK 
Di beberapa kesempatan blusukan-nya ke daerah-daerah sebelum penetapan capres oleh KPU, Jokowi kerap menga takan tekadnya untuk menjadikan negeri ini mandiri dan berdaulat atas pangannya. Saat bertemu masyarakat di Bogor 27 April lalu misalnya, Gubernur DKI nonaktif ini menegaskan, bila terpilih sebagai presiden, dia akan membawa Indonesia bebas dari impor pangan dalam empat hingga lima tahun ke depan. Itu artinya, kebutuhan pangan nasional se penuhnya akan dipasok dari hasil per tanian dalam negeri.

Oleh karenanya, wajar bila selain pemberantasan mafia impor pangan, kedaulatan pangan yang akan diciptakan oleh Jokowi-JK, yakni dengan penang gulangan kemiskinan pertanian dan dukungan regenerasi petani. Hal ini akan dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, pencanangan 1.000 desa berdaulat hingga tahun 2019.

Hal kedua yang dilakukan, yaitu pe ningkatan kemampuan petani, orga nisasi tani, dan pola hubungan dengan peme rintah, terutama pelibatan aktif perem puan petani/pekerja sebagai tulang punggung kedaulatan pangan. Ketiga, pembangunan irigasi, bendungan, sarana jalan dan transportasi, serta pasar dan kelembagaan pasar secara merata.

Dalam membangun kedaulatan pangan berbasis pada agrobisnis kerakyatan, pasangan Jokowi-JK juga akan mela kukannya melalui komitmen untuk imp lementasi reforma agraria. Caranya? Pertama, pendistribusian aset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani. Ini diikuti dengan menyerahkan lahan sebesar sembilan juta hektare.

Cara kedua, meningkatkan akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian dari rata-rata 0,3 hektare, menjadi dua hektare per KK tani. Selain itu, juga dengan pembukaan satu juta hektare lahan pertanian kering di luar Jawa dan Bali. Untuk membangun kedaulatan pangan berbasis agrobisnis kerakyatan ini, Jokowi-JK selanjutnya akan membangun bank khusus untuk pertanian, UMKM, dan koperasi. 

Misi Prabowo-Hatta 
Lantas apa misi yang akan dilakukan oleh pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam hal kedaulatan pangan? Keduanya berjanji mencetak dua juta hektare lahan baru untuk meningkatkan produksi pangan, antara lain, beras, jagung, sagu, kedelai, dan tebu yang dapat mempekerjakan lebih dari 12 juta orang.

Mereka juga berjanji mempercepat pengembangan inovasi dan teknologi untuk meningkatkan produktivitas perta nian rakyat, terutama tanaman pangan, peternakan, dan perikanan melalui penam bahan dana riset sebesar Rp 10 triliun dari APBN selama 2015-2019.

“Termasuk membangun Demplot Peningkatan Produktivitas Pertanian Rakyat di setiap kabupaten mulai tahun 2015. Hal ini disesuaikan dengan pe ngembangan koridor ekonomi Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),” tulis Prabowo-Hatta dalam visi-misi mereka.

Untuk membangun kembali kedau latan pangan, pasangan ini juga mendo rong pembangunan industri pengolahan pangan, peternakan, dan perikanan yang berdaya saing tinggi. “Ini melalui, antara lain, pemberian insentif fiskal dan atau pembiayaan kepada BUMN dan patungan BUMN-swasta,” sebut keduanya.

Pasangan ini juga berjanji mencetak dua juta hektare lahan untuk aren, ubi ka yu, ubi jalar, sagu, sorgum, kelapa, kemiri, dan bahan baku bioetanol lainnya dengan sistem tumpang sari yang dapat mem pe kerjakan lebih dari 12 juta orang. Ini dilakukan dengan berbagai pola pengusa haan, seperti perusahaan BUMN-rakyat maupun patungan BUMN-swasta.

“Dan memberikan prioritas pada pengembangan bahan bakar nabati, serta energi-bio dan energi terbarukan pada umumnya, yang diikuti kebijakan kewajib an pemakaian biodiesel yang dinaikkan bertahap,” tulis mereka di visi-misi setebal sembilan halaman ini.

Prabowo-Hatta berjanji pula mem bangun pabrik pupuk urea dan NPK baru milik petani dengan total kapasitas empat juta ton. Serta menjamin harga pangan yang menguntungkan petani, peternak, dan nelayan, sekaligus terjangkau kon sumen melalui sinergi kebijakan harga dan stok. 

Ditunggu keberaniannya 
Bila ditelisik, program serta agenda kedua pasangan calon dalam mewujudkan visi-misi mereka dalam menegakkan kedaulatan pangan, tidak begitu jauh ber beda. Intinya, kedua pasangan caprescawapres ingin membangun kedaulatan pangan melalui pemberdayaan terlebih dahulu pada petani itu sendiri dengan memberikan kemudahan-kemudahan bagi petani dalam memproduksi dan menjual hasil pertaniannya. Sebagai visi-misi, tentu saja cenderung normatif.

Perkembangan impor pangan nasional sekarang ini dapat dikatakan sudah masuk kategori mengkhawatirkan. Defisit per da gangan pangan sudah semakin lebar. Ini menunjukkan Indonesia lebih banyak meng impor barang daripada mengekspor nya. Dalam pidato kenegaraan di DPR pada 16 Agustus 2013, Presiden SBY mengakui adanya penurunan dalam kinerja ekspor. Sebaliknya, impor terutama bahan bakar minyak (BBM) terus meningkat. Impor yang dimaksud tentu saja termasuk impor pangan nasional.

“Akibatnya, neraca perdagangan kita memburuk dan kondisi neraca pemba yaran kita melemah,” kata Presiden. Itu pula yang mendorong pemerintah mela kukan kebijakan percepatan perubahan APBN 2013 yang bertujuan menjaga difisit APBN dalam batas aman melalui pengen dalian subsidi BBM.

Praktik impor pangan sebenarnya menunjukkan bahwa pemerintah tidak mampu mencapai tujuan meningkatkan produksi pangan nasional sebagaimana diharapkan. Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), laju permintaan terhadap pangan terus meningkat rata-rata lima persen setahunnya. BPS men catat, selama Januari-Oktober 2013, secara volume impor pangan mencapai 15,4 juta ton atau setara dengan 7,73 miliar dolar AS.

Memutus ketergantungan terhadap impor pangan dalam rangka menegakkan kembali kedaulatan pangan, memang bu kan perkara gampang. Sebab, bukan seka dar berhenti pada upaya untuk me ning katkan produksi pangan nasional sesuai permintaan domestik. Tapi, juga menyang kut persoalan keberanian untuk memutus mata rantai mafia impor—seperti dica nang kan oleh Jokowi-JK—yang me libat kan pihak swasta dan pejabat peme rintah.

Untuk memutus mata rantai mafia impor itu, pemerintah yang berkuasa nan tinya—siapa pun mereka—harus berani menindaknya dengan tegas. Impor pangan memang cara mudah sekaligus membawa untung besar untuk menutupi keter ba tasan produksi pangan nasional. Namun, hal ini jelas-jelas akan semakin men jauhkan negeri ini dari cita-cita mene gakkan kedaulatan pangan. Di sisi lain, justru menyuburkan mafia impor pangan yang mengejar keuntungan pribadi dan kelompoknya. Siap bapak-bapak caprescawapres?
oleh nurul s hamami
29 Bahan Pangan yang Diimpor Indonesia
Januari-November 2013 (nilai dalam dolar AS)

1. BERAS
Nilai: 226,4 juta
Volume: 432,8 juta kg
Negara eksportir: Vietnam, Thailand, India,
Pakistan, Myanmar

2. JAGUNG
Nilai: 822,35 juta
Volume: 2,8 miliar kg
Negara eksportir: India, Brasil, Argentina,
Thailand, Paraguay

3. KEDELAI
Nilai impor: 1 miliar
Volume: 1,62 miliar kg
Negara eksportir: AS, Argentina, Malaysia,
Paraguay, Uruguay

4. BIJI GANDUM
Nilai :2,26 miliar
Volume: 6,21 miliar kg
Negara eksportir: Australia, Kanada, AS,
India, Ukraina

5. TEPUNG TERIGU
Nilai: 74,9 juta
Volume: 185,8 juta kg
Negara eksportir: Srilanka, India, Turki,
Ukraina, Jepang

6. GULA PASIR
Nilai: 44,4 juta
Volume: 75,8 juta kg
Negara eksportir: Thailand, Malaysia, Australia,
Korea Selatan, Selandia Baru

7. GULA TEBU
Nilai: 1,5 miliar
Volume: 3,01 miliar kg
Negara eksportir: Thailand, Brasil, Australia,
El Salvador, Afrika Selatan

8. DAGING SEJENIS LEMBU
Nilai:185,8 juta
Volume: 41,5 juta kg
Negara eksportir: Australia, Selandia Baru,
AS, dan Singapura

9. JENIS LEMBU
Nilai: 271,2 juta
Volume: 104,4 juta kg
Negara eksportir: Australia

10. DAGING AYAM
Nilai: 30.259
Volume: 10.825 kg
Negara eksportir: Malaysia

11. GARAM
Nilai: 85,6 juta
Volume: 1,85 miliar kg
Negara eksportir: Australia, India, Selandia
Baru, Jerman, Denmark

12. MENTEGA
Nilai: 93,7 juta
Volume: 20,8 juta kg
Negara eksportir: Selandia Baru, Belgia,
Australia, Prancis, Belanda

13. MINYAK GORENG
Nilai: 77,4 juta
Volume: 84,7 juta kg
Negara eksportir: Malaysia, India, Vietnam,
Thailand

14. SUSU
Nilai: 772,4 juta
Volume: 194,5 juta kg
Negara eksportir: Selandia Baru, AS, Australia,
Belgia, Belanda

15. BAWANG MERAH
Nilai: 38,9 juta
Volume: 81,3 juta kg
Negara eksportir: India, Thailand, Vietnam,
Filipina, Cina

16. BAWANG PUTIH
Nilai: 333,3 juta
Volume: 404,2 juta kg
Negara eksportir: Cina, India, Vietnam

17. KELAPA
Nilai: 868.209
Volume: 835.941 kg
Negara eksportir: Thailand, Filipina, Singapura,
Vietnam

18. KELAPA SAWIT
Nilai: 2,4 juta
Volume: 3,25 juta kg
Negara eksportir: Malaysia, Papua Nugini,
Virgin Island

19. LADA
Nilai: 3,4 juta
Volume: 371.002 kg
Negara eksportir: Malaysia, Vietnam, Belanda,
AS

20. TEH
Nilai :27,7 juta
Volume: 19,5 juta kg
Negara eksportir: Vietnam, Kenya, Iran,
India, Srilanka

21. KOPI
Nilai: 37,4 juta
Volume: 15,2 juta kg
Negara eksportir: Vietnam, Brasil, AS, Italia

22. CENGKEH
Nilai: 3,3 juta
Volume: 309.299 kg
Negara eksportir: Madagaskar, Brasil,
Mauritius, Singapura, dan Comoros

23. KAKAO
Nilai:73,2 juta
Volume: 29,3 juta kg
Negara eksportir: Ghana, Pantai Gading,
Papua Nugini, Kamerun, dan Ekuador

24. CABAI
Nilai: 368.361
Volume: 293.926 kg
Negara: Vietnam dan India

25. CABAI KERING
Nilai: 20,9 juta
Volume: 17,1 juta kg
Negara eksportir: India, Cina, Thailand,
Jerman, Spanyol

26. CABAI AWET
Nilai: 2,7 juta
Volume: 2,6 juta kg
Negara eksportir: Thailand, Cina,
Malaysia,Turki

27. TEMBAKAU
Nilai: 571,6 juta
Volume: 111,8 juta kg
Negara eksportir: Cina, AS, Turki, Brasil,
Italia

28. UBI KAYU
Nilai : 38.380 juta
Volume: 100.798 kg
Negara eksportir: Thailand dan Vietnam

29. KENTANG
Nilai: 27,6 juta
Volume: 44,6 juta kg
Negara eksportir: Australia, Kanada, AS,
Mesir, Jerman

Sumber: Badan Pusat Statistik

Senin, 09 Juni 2014

Pupuk Kurang, Petani Menjerit – Terancam Impor Beras Lagi

Minggu, 8 Juni 2014

Petani kembali menjerit. Pupuk pasokannya berkurang. Kebutuhan pupuk subsidi tahun 2014 mencapai 9,55 juta ton, namun hanya mampu dipenuhi sebesar 7,778 juta ton. Akibatnya produksi pangan terganggu dan diperkirakan akhir tahun terjadi impor beras sekitar 2 juta ton.
Winarno Tohir Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengungkapkan, produksi pangan terganggu akibat kurangnya pasokan pupuk bersubsidi dari pemerintah. Kekurangan pupuk telah terjadi dimana-mana. Kebutuhan pupuk tahun ini diperkirakan mencapai 9,2 juta ton, namun yang mampu dipenuhi oleh pemerintah hanya 7,8...

http://brita.indo.com/2014/06/pupuk-kurang-petani-menjerit-terancam-impor-beras-lagi/

Minggu, 08 Juni 2014

Wamentan: Harga Pupuk Subsidi Tak Boleh Naik Karena Tahun Politik

Minggu, 8 Juni 2014

Malang -Usulan Menteri Pertanian (Mentan) Suswono terkait kenaikan Harga Pokok Pembelian (HPP) dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di 2014 dipastikan tak akan dipenuhi. Opsi kenaikan harga pupuk subsidi tak akan diambil pemerintah karena alasan tahun ini merupakan tahun politik.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan tahun ini banyak faktor yang menyebabkan Harga Pokok Pembelian (HPP) di tingkat produsen naik luar biasa, yaitu karena kurs rupiah yang melemah dan harga gas industri yang juga naik. Sehingga ada usulan dari kementeriannya harga pupuk subsidi naik, agar kebutuhan petani terhadap pupuk subsidi bisa dipenuhi.

"Tapi karena harga eceran tertinggi nggak boleh naik karena tahun politik, akhirnya yang jadi korban itu volume pupuknya, kalau kebutuhan riil itu 9,5 juta ton tapi yang sudah kita salurkan dengan Rp 18 triliun itu cuma 7,8 juta ton jadi kekurangannya itu sekitar 1,7 juta ton," kata Rusman dalam acara Pekan Nasional XIV Kelompok Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) yang berlangsung sejak tanggal 7-12 Juni 2014 Pendopo Diknas Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (8/6/2014)

Rusman mengatakan, dampaknya pupuk di lapangan menjadi langka. Padahal pasokan pupuk di pabrik pupuk BUMN masih berlimpah, namun karena tak ada kenaikan HPP maupun HET maka pabrikan pupuk tak mau menjualnya.

"Barangnya ada tapi para penyalur pupuk tidak bisa berbuat banyak. Akibatnya pupuk kurang di mana-mana. Kalau pupuk komersialnya ada tapikan kita tidak bicara ada atau tidak," katanya.

Ia mengatakan harga pupuk subsidi jauh lebih murah dibandingkan harga pupuk non subsidi. Pupuk subsidi hanya dijual Rp 1.700/Kg, sedangkan harga non subsidi bisa mencapai Rp 4.000/Kg.

"Oleh karena itu dalam rapat pangan dengan menko kita mencari solusi bagaimana volume yang 9,5 juta ton itu dikembalikan," katanya.

Seorang anggota KTNA Kalimantan Selatan Hadi mengeluhkan soal pasokan pupuk bersubsidi yang langka di wilayahnya.

"Kendala kami yang pertama, permasalahan pupuk. Mungkin pupuk ini juga dirasakan di tempat lain. Itu susah cari pupuk bersubsidi. Kalau memang tidak ada bersubsidi, kita beli ya nggak usah disubsidi," katanya

Berdasarkan proyeksi kebutuhan pupuk tahun ini mencapai 9,55 juta ton dengan dibutuhkan dana mencapai Rp 22,18 triliun, sementara APBN 2014 menganggarkan subsidi pupuk tahun ini mencapai 7,78 juta ton dengan anggaran mencapai Rp 21,04 triliun.

http://finance.detik.com/read/2014/06/08/155722/2602369/4/wamentan-harga-pupuk-subsidi-tak-boleh-naik-karena-tahun-politik?f9911023

Tekan Impor Pangan, RI Kaji Pengembangan Teknologi Transgenik

Minggu, 8 Juni2014

Malang -Pemerintah mengkaji menerapkan teknologi transgenik untuk meningkatkan produksi dan kualitas beberapa komoditi pangan seperti kedelai, jagung, dan tebu. Meskipun sistem pertanian dengan teknologi transgenik masih kontroversial, terutama terkait dampaknya bagi manusia yang mengkonsumsinya.

"Kini pemerintah akan mengkaji untuk penerapan transgenik tahap awal itu ada 3 komoditas yaitu kedelai, jagung, dan tebu," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung di sela-sela acara Pekan Nasional XIV Kelompok Tani dan Nelayan Andalan yang berlangsung sejak tanggal 7-12 Juni 2014 Pendopo Diknas Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (8/6/2014)

Ia mengatakan permasalahan impor pangan di Indonesia dipicu oleh dua hal, yaitu soal kurangnya produksi dan persoalan kualitas pangan yang dihasilkan masih rendah meski produksinya cukup tinggi.

Menteri yang dipanggil akrab CT ini menuturkan dalam kasus impor kedelai dari AS, ada anggapan kedelai impor lebih bagus dan produktivitasnya tinggi, padahal kedelai AS berasal dari pertanian yang memakai teknologi transgenik

"Nah kenapa kalau mereka bisa kita nggak bisa untuk bikin itu di Indonesia," katanya.

CT menuturkan saat ini telah ada penelitian pengembangan transgenik di dalam negeri, namun belum sampai pada produksi massal karena pengembangannya belum final.

"Kendala pengembangan produk transgenik ini terdapat direkayasa teknologi karena yang sangat krusial pada kehidupan masyarakat luas," katanya.
Peneliti tanaman kedelai dari Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang Profesor Adi Sarwono pernah mengatakan transgenik adalah teknologi rekayasa genetika untuk menghasilkan tanaman yang tahan terhadap jamur dan penyakit.

Sejumlah peneliti berpendapat produk pertanian hasil transgenik bila dikonsumsi dalam jangka panjang berbahaya bagi manusia, bisa menimbulkan penyakit kanker dan alergi. Negara-negara maju seperti Uni Eropa dan Jepang menolak seluruh produk pertanian hasil transgenik.

Selain pengembangan teknologi pertanian, pemerintah akan berupaya membenahi sistem distribusi bibit dan pupuk kepada petani. Selama ini banyak laporan pasokan bibit datang terlambat, varietas yang tak cocok atau berbeda dari yang diminta petani, dan persoalan distribusi pupuk.

"Pemerintah akan mengusahakan perbaikan sistem distribusi di lapangan dengan melakukan koordinasi bersama Kementerian BUMN dan Kementerian Pertanian dan Perikanan," katanya.


Harga tender rendah, produsen gula berpotensi rugi

Sabtu, 7 Juni 2014

SURABAYA, kabarbisnis.com: Realisasi tender gula di kalangan produsen gula dinilai masih cukup rendah. Saat ini, tender gula di kalangan produsen gula rata-rata hanya berkisar Rp 8.500 per kilogram (kg). Dengan nilai tersebut, dipastikan petani masih belum bisa menikmati keuntungan secara wajar. Karena biaya pokok produksi (unit cost) pada level petani berdasarkan survai Dewan Gula Indonesia (DGI) rata-rata sebesar Rp 8.791 per kg.

Rendahnya harga gula tersebut tercermin dalam dalam tender 5.000 ton gula produksi PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XIdua hari yang lalu, dimana penawaran tertinggi hanya mencapai Rp 8.500 per kg. Itu pun untuk produk Pabrik Gula (PG) Kanigoro di Madiun, sementara penjualan dilakukan dalam bentuk paket untuk produk beberapa PG. "Akibatnya, tender yang diikuti 13 dari 29 perusahaan yang diundang, dinyatakan batal. Rendahnya harga tender juga terjadi pada saat tender gula petani PG Madukismo di Yogyakarta 2 hari sebelumnya, hanya terbentuk harga Rp 8.521," ujar Sekretaris Perusahaan PTPN XI, Adig Suwandi di Surabaya. Jumat (6/6/2014) petang.

Lebih lanjut ia mengetengahkan, penyebab rendahnya harga gula dalam kurun waktu yang cukup lama ini antara lain masih banyaknya stok di gudang-gudang pabrik menyusul rendahnya serapan pasar. Saat ini, setidaknya sekitar 800.000 ton gula hasil giling 2013 lalu yang belum terjual ke konsumen akhir. Hal ini sebagai dampak dari derasnya rembesan gula rafinasi ke pasar konsumen.

"Untuk mengurangi dampak harga gula dunia yang hanya berkisar US$ 467-US$ 475 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk biaya pengapalan dan premium), impor gula termasuk raw sugar untuk bahan baku industri gula rafinasi harus dilakukan secara taat asas," katanya.

Impor, ujarnya harus dengan membayar bea masuk Rp 550 per kg sesuai ketentuan dan volume impor pun harus berdasarkan kebutuhan industri makanan/minuman penggunanya, bukan kapasitas terpasang pabrik sebagai acuan. "Ini dilakukan untuk menghindari efek rembesan yang mengacukan pasar gula lokal," katanya.

Selain itu, katanya, Perum Bulog jangan dipaksa mengimpor gula hingga mencapai 328.000 sesuai ijin impor. Lebih baik Bulog membeli gula lokal dengan aktif mengikuti tender langsung. Meskipun mandat pemerintahan sekarang praktis tinggal 4 bulan, kalangan produsen gula berharap perlindungan terhadap petani dan industri gula berbasis tebu tetap dilakukan.

"Justru keseriusan di ujung pemerintahan ini dapat menjadi bonus bagi produsen. Sedangkan untuk pemerintahan hasil pilpres 9 Juli 2014 tentu harus lebih peduli lagi pada perlindungan tadi terkait komitmen perwujudan kedaulatan pangan. Harus ada keberpihakan nyata, bukan dengan menyerahkan industri gula pada perangkap liberalisasi perdagangan tidak fair dan sarat distorsi," harapnya.

Namun demikian, pada saat bersamaan upaya peningkatan daya saing dilakukan secara terstruktur agar unit cost dapat direduksi secara bertahap melalui rendemen tinggi dan efisiensi pabrik. Karena harga yang tidak kondusif potensial berdampak menurunnya animo petani dalam menanam tebu.

"Bentuk konkretnya, petani hanya akan mempertahankan tanaman keprasan dengan budidaya seadanya, jauh dari praktek terbaik (best agricultural practices) sehingga bisa menyeret produktivitas lebih buruk di tahun depan," kata Adig.

Petani, lanjutnya, juga tidak dapat diharapkan melakukan ekspansi areal. Harga yang tidak bersahabat tersebut tampaknya merupakan kelanjutan 2013 lalu dan dipastikan bakal mengancam capaian target swasembada gula dan kemandirian pangan bangsa.kbc6

http://www.kabarbisnis.com/read/2847918

Sabtu, 07 Juni 2014

SPI: Pekan Nasional Petani Nelayan 2014 Penuh Muatan Politis

Jumat, 6 Juni 2014

Jakarta - Pada 7-12 Juni 2014 ini Kementerian Pertanian menggelar Pekan Nasional Petani Nelayan (PENAS) XIV di Malang, Jawa Timur. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 4748/Kpts/OT.160/10/2013, PENAS merupakan wahana petani dan nelayan Indonesia untuk membangkitkan semangat, tanggung jawab dan melakukan konsolidasi organisasi dalam rangka meningkatkan peran serta dalam pembangunan sistem dan usaha agribisnis.

PENAS seharusnya menjadi proses demokratis seperti melakukan rembug nasional petani untuk mengidentifikasi, melakukan analisis dan sekaligus menyusun program aksi untuk mengatasi segala ancaman dan hambatan yang dihadapi oleh masyarakat petani. PENAS seharusnya menjadi forum yang inklusif bagi seluruh petani Indonesia, tidak hanya untuk golongan dan kelompok tani-nelayan tertentu. Saat ini, PENAS akan berlangsung dengan hanya Kontak Tani Nelayan dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia saja. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menyatakan, hal tersebut jelas mengecewakan.

"Banyak serikat petani, kelompok tani, serikat nelayan tingkat nasional dan regional tidak dilibatkan. SPI sebagai gerakan petani kecil, masyarakat adat, buruh tani, perempuan dan kaum muda pedesaan merasakan ada diskriminasi," tuturnya.

Padahal dengan pelibatan kelembagaan yang lebih luas, PENAS bisa benar-benar menjadi wadah demokratisasi kelembagaan petani yang inklusif dan demokratis, baik dari sisi fokus perhatian, perjuangan maupun bentuk kelembagaan petani. SPI memang masuk dalam susunan kepanitiaan PENAS bersama dengan beberapa organisasi tani lain, sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Pertanian No.4748/Kpts/OT.160/10/2013. Namun pada sisi lain, pelibatan tersebut kurang melalui proses demokrasi, komunikasi dan koordinasi, sehingga SPI dan organisasi tani lain tidak dilibatkan pada proses selanjutnya dan hanya diposisikan sebagai peserta. Bahkan, petani SPI juga tidak diundang ikut serta ke Malang.

"Dengan ini, legitimasi dan proses demokrasi di dalam PENAS menjadi pertanyaan besar," kata Henry lagi.

Sementara masalah petani mulai dari sektor hulu hingga hilir sangat kompleks, sehingga sebagian besar petani masih terperangkap dalam kemiskinan dan tidak memiliki penghidupan yang layak. Berdasarkan Sensus Pertanian 2013, terdapat 14,25 juta rumah tangga petani gurem yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar. Jika tiap rumah tangga petani mempunyai dua anak, maka jumlah petani miskin-karena keguremannya--mencapai 57 juta jiwa. Rumah tangga petani gurem di pedesaan tersebut ini pada posisi kurang bahagia dibandingkan dengan rumah tangga perkotaan bila mengacu pada Indeks Kebahagiaan 2013 menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

"Tahun 2014 ini adalah perayaan Tahun Internasional Pertanian Keluarga yang dicanangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Maka melibatkan seluruh petani--termasuk mereka yang paling miskin--adalah solusi kemiskinan di pedesaan," tegas Henry.

Penyelanggaraan PENAS pada masa kampanye Pilpres seharusnya menjadi momentum dan refleksi diri masyarakat tani untuk menguatkan posisi politik pertanian dan petani sendiri. Namun setelah ada pertanyaan demokrasi dan inklusivitas, muncul pula masalah politisasi. PENAS 2014 ternyata mengundang calon presiden Prabowo Subianto untuk berbicara pada Jumat pagi (06/06). Fakta ini sangat melukai proses demokratisasi di Indonesia terutama untuk petani dan masyarakat pedesaan, terlebih karena PENAS 2014 menggunakan APBN dan APBD yang merupakan dana publik.

"Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, SPI meminta Pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian terkait serta panitia PENAS untuk mempertanggungjawabkan kejanggalan proses demokratisasi dan politisasi pada PENAS 2014 Malang," tambah Henry.

http://www.beritasatu.com/nasional/188462-spi-pekan-nasional-petani-nelayan-2014-penuh-muatan-politis.html

Rabu, 04 Juni 2014

Polisi Tangkap Penjual Pupuk Bersubsidi Lebihi HET

Selasa, 3 Juni 2014

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER-- Aparat Kepolisian Resor Jember, Jawa Timur, menangkap penjual pupuk urea bersubsidi berinisial MS (56), warga Kecamatan Kencong karena menjual pupuk melebihi harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
"Kami menangkap pelaku penyelewengan pupuk saat polisi melakukan razia terhadap kendaraan yang melintas dan mobil pikap milik MS terlihat mencurigakan, sehingga polisi memeriksa isi pikap yang ditutup dengan rapi itu," kata Kepala Bagian Humas Polres Jember AKP Edy Sudarto, Selasa.
Saat dibuka, lanjut dia, terlihat tumpukan pupuk urea bersubsidi yang akan dijual kepada petani di Kabupaten Jember dengan harga diatas HET karena sebagian petani di kabupaten setempat kesulitan mendapatkan pupuk urea bersubsidi.
"Polisi langsung mengamankan tersangka dengan barang bukti sebanyak 20 ton pupuk urea yang siap dijual tersangka kepada petani yang membutuhkan pupuk," tuturnya.
Menurut dia, pelaku mendapatkan pupuk urea bersubsidi tersebut dari beberapa kecamatan di Kabupaten Lumajang seperti Kecamatan Pasirian dan Senduro dengan harga Rp110 ribu per sak, kemudian dijual kepada petani di Jember dengan harga Rp120 ribu hingga Rp150 ribu per sak yang berisi masing-masing 50 kilogram.
"Kami masih terus mendalami kasus itu karena tidak menutup kemungkinan ada pelaku lain yang juga terlibat dan bekerjasama dengan MS terkait dengan penyelewengan penjualan pupuk bersubsidi tersebut," paparnya.
MS dijerat dengan Undang-Undang Perdagangan dan Tata Niaga Pupuk yang menyebutkan bahwa dengan sengaja dan tanpa hak memperdagangkan pupuk bersubsidi yang tidak sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
"Ancaman hukuman terhadap tersangka penjual pupuk di atas HET yakni pidana penjara paling lama dua tahun dan pidana denda paling banyak Rp100 ribu," katanya.
Sementara MS mengaku membeli pupuk urea bersubsidi di beberapa kios resmi di Kabupaten Lumajang dengan harga Rp110 ribu per sak dan pupuk tersebut dijual kepada para petani yang membutuhkan sebesar Rp120 ribu hingga Rp150 ribu per sak.
"Niat saya hanya menolong petani yang saat ini kesulitan mendapatkan pupuk urea bersubsidi, sehingga mereka mau membeli pupuk dengan harga di atas HET dan mereka juga tidak keberatan," katanya.
Sebelumnya para petani di Kabupaten Jember mengaku kesulitan untuk mendapatkan pupuk urea bersubsidi karena pemerintah mengurangi kuota pupuk di kabupaten setempat. Kabupaten Jember pada 2014 mendapat alokasi pupuk urea sebanyak 72.151 ton, padahal penyerapan pupuk urea 2013 di kabupaten setempat mencapai 84.367 ton.

http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/14/06/03/n6lps0-polisi-tangkap-penjual-pupuk-bersubsidi-lebihi-het

Selasa, 03 Juni 2014

Mahapenting, Daulat Pangan dan Energi

Selasa, 3 Juni 2014


PEMILU  presiden akan berlangsung 9 Juli 2014. Bagaimana harapan masyarakat daerah terkait lahirnya pemerintahan baru nanti? Berikut petikan wawancara Kompas dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo seputar tugas-tugas pemerintahan baru Indonesia.

Pemilu presiden sebentar lagi berlangsung, dan tak lama lagi terbentuk pemerintahan baru. Apa harapan Anda?

Ada beberapa agenda besar yang harus diselesaikan pemerintah baru. Pertama, persaingan antarnegara dalam memperebutkan pangan dan energi. Maka, daulat pangan dan daulat energi itu penting. Saya harap pemerintah sudah harus berkonsentrasi pada daulat pangan dan energi karena rentetannya tak akan berhenti. Saling terkait, salah satunya dengan isu ketahanan bangsa.

Kedua, menyiapkan sumber daya manusia yang siap dan profesional. Dengan produktivitas dan kompetensi tinggi, manusia Indonesia diharapkan bisa bersaing. Presiden tidak cukup bicara 34 provinsi, 230 sekian juta penduduk Indonesia. Tetapi, sudah harus berbicara untuk menyiapkan bangsa ini menghadapi persaingan dengan bangsa lain.

Untuk menjadikan Indonesia berdaulat, salah satu kuncinya di susunan kabinet. Kabinet seperti apa yang seharusnya terbentuk?

Melihat pengalaman sejauh ini, saatnya yang dibentuk kabinet ahli, yang menterinya orang-orang profesional. Kabinet ahli ini kita harapkan mampu mengantisipasi kondisi sulit seperti saat ini.

Kabinet ahli akan menempatkan orang-orang yang ahli, tidak lagi disusun berdasarkan koalisi transaksi. Kali ini ada momentum, suka atau tidak suka kabinet ahli harus dibentuk. Kementerian yang dibutuhkan untuk menggerakkan pertumbuhan lebih cepat, harus diisi orang berkeahlian tinggi, tidak bisa lagi diisi yang tidak ahli. Menteri dari orang politik seharusnya tak lebih dari 20 persen di kabinet.

Menyusun kabinet ahli artinya ada kementerian yang penting menjadi perhatian pemerintah mendatang?

Kementerian penting yang harus didorong itu, misalnya, kementerian pendidikan dan kebudayaan serta kesehatan. Kemudian kementerian pertanian dan kementerian energi agar eksploitasi yang besar dapat mengarah pada penciptaan energi yang terbarukan.

Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah

(SIWI NURBIAJANTI/WINARTO HERUSANSONO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/140603kompas/#/5/

Pupuk Langka, Petani Blokade Jalan

Selasa, 3 Juni 2014


Petani Perlu Penyuluhan Cara Bikin Pupuk Organik

Selasa, 3 Juni 2014



Untuk Atasi Kelangkaan

RMOL. Untuk mengatasi kelangkaan pupuk bersubsidi, perlu mengintensifkan penyuluhan tentang cara membuat pupuk organik kepada petani, seperti pupuk kandang dan pupuk kompos.

“Penyuluhan tentang tata cara membuat pupuk kandang dan kompos dari sampah ini solusi tepat dan jangka panjang untuk mengatasi kelangkaan pupuk bersubsidi yang setiap tahun dialami petani sawah, terutama pada musim pemupukan padi,” kata pengamat pertanian agribisnis Leta Rafael Levis.

Menurut Leta, selain penyuluhan tentang cara membuat pupuk kompos dan kandang, pemerintah juga perlu bekerja sama dengan daerah-daerah lain untuk memberi pelatihan dan magang pada pabrik pembuatan pupuk jenis itu sehingga petani menjadi mahir.

Di Kota Bandung, misalnya, ada beberapa tempat pembuatan kompos skala pabrik. Salah satunya Pabrik Pupuk Organik atau Pabrik Kompos Agro Duta yang terletak di antara pabrik-pabrik lain di daerah Holis, yaitu daerah yang terkenal karena ada pabrik bakso dan restoran bakso Holis.

Dalam training pembuatan pupuk kompos, bahan diambil dari sampah Pasar Caringin, yaitu pasar tradisional skala besar di Kota Bandung.

“Setiap hari sampah pasar diangkut dari pasar Caringin ke pabrik ini menggunakan truk kecil, mondar-mandir delapan rit per hari. Komposisi sampah pasar Caringin kurang lebih 80 persen bahan organik dan 20 persen bahan non organik,” jelas Leta.

Selanjutnya, sampah dirajang (dicacah) dengan mesin perajang kapasitas 5 ton per hari. Sampah yang telah dirajang ini dihamparkan di hanggar penghampar dan disemprot dengam mikro organisme buatan pabrik ini juga. Setelah itu, bahan kompos itu dibolak-balik setiap hari dan kurang lebih satu bulan proses pengomposan ini selesai, kemudian diayak atau disaring untuk mendapatkan butir-butir kompos siap pakai.

Menurut Leta, penyuluhan dan praktik bagi petani seperti itu perlu sehingga bisa mengembangkan dan berbagi pengalaman dengan petani lain di wilayahnya.

Meski demikian, dia mengakui industri pupuk organik dalam skala besar di Indonesia sulit dibentuk. Soalnya masih terkendala rantai persediaan bahan baku yang belum maksimal.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Rusman Heriawan mengatakan, untuk memproduksi pupuk organik dalam skala besar diperlukan rantai persediaan bahan baku pembuat pupuk yang maksimal. Namun, hingga kini bahan baku pembuat pupuk organik cenderung susah didapat dalam jumlah besar.

“Kita tidak bisa membuat pabrik pupuk organik secara eksklusif. Agak susah untuk meningkatkan produksi pupuk organik bila persediaan bahan baku masih sulit didapat dan cenderung tersebar tempatnya,” ungkap Rusman. ***

http://ekbis.rmol.co/read/2014/06/02/157784/Petani-Perlu-Penyuluhan-Cara-Bikin-Pupuk-Organik-

Pupuk Subsidi Dioplos, Delapan Tahun Tak Tersentuh Hukum

Selasa, 3 Juni 2014

Petani di Binjai Menderita dan Resah

MedanBisnis - Medan. Aksi ilegal berupa pengoplosan pupuk bersubsidi menjadi non-subsidi yang sudah berlangsung dan diperdagangkan sejak delapan tahun lalu kini kian marak di wilayah Kota Binjai, bahkan terkesan tidak tersentuh aparat penegak hukum.
Kondisi memprihatinkan itu membuat resah kalangan petani di daerah berjuluk kota rambutan tersebut, sebab sejak adanya kegiatan pengoplosan pupuk bersubsidi menjadi non-subsidi serta peredarannya, mereka tidak bisa menikmati pupuk bersubsidi dari pemerintah.

Salah seorang petani di Binjai, Oyok, menduga penderitaan dan keresahan para petani itu akibat ulah seorang mafia pupuk kelas kakap berinisial AO. Terbukti, kata dia, sejak AO mulai membuka usaha pengoplosan pupuk subsidi ke non-subsidi dimulai pulalah penderitaan mereka.

"Juga terbukti adanya pengondisian oleh oknum kepolisian, karena kami para petani pernah melaporkan pengoplosan pupuk ini ke kepolisian setempat, bahkan ke Polda Sumut, tapi tidak pernah ada tindakan, juga tidak ada yang melindungi, melayani dan mengayomi kami para petani," papar Oyok kepada wartawan di Medan, Senin (2/6/2014).

Oleh karenanya, lanjut Oyok yang mewakili para petani, mereka meminta Kapolri Jenderal Sutarman menangkap pelaku pengoplosan pukuk bersubsidi menjadi non-subsidi tersebut dan menutup usaha ilegalnya di Kota Binjai karena polres setempat tidak mampu memberantas kejahatan yang juga berakibat merugikan negara itu.

"Bantulah kami bapak Kapolri. Apakah kami petani Binjai di mata kepolisian dianggap bukan masyarakat Indonesia yang juga perlu dapat perhatian pemerintah?" ujarnya. Menurut Gustap, mantan ajudan AO, hingga kini pabrik pengoplosan pupuk bersubsidi menjadi non-subsidi milik AO masih beraktivitas dan tidak terjamah aparat hukum, namun sebagai upaya mengelabui penempatan pupuk sementara dipindah ke gudang daerah rambung di Tanah Seribu Binjai.

"Tapi tempat gudang besarnya sebenarnya di Jalan Soekarno Hatta No 424 Binjai dan Jalan Gajah Mada Km 19 Binjai. Ketiga gudang tersebut dapat menghasilkan pupuk subsidi oplosan menjadi pupuk non-subsidi 50 ton per hari. Bayangkan, harga pupuk subsidi Rp 1.800 per kilogram dijual menjadi pupuk non-subsidi Rp 5.000 per kilogram, jadi satu hari AO meraih keuntungan Rp 160 juta dan delapan tahun ini telah meraup Rp 460 miliar lebih," ungkap Gustap.

Sementara itu Kasubdit I/Indag Ditreskrimsus Poldasu, AKBP Fredo Situmorang, saat ditemui wartawan akhir pekan lalu mengaku pihaknya telah melakukan penyelidikan di gudang-gudang milik AO, namun hasil penyelidikan ditemukan gudang-gudang tersebut kosong dan tidak ada aktivitas.

"Kita telah kirim anggota untuk lakukan penyelidikan, namun pengopolosan pupuk sudah tidak ada lagi," katanya.

Ditanya soal kabar tempat usaha pengoplosan pupuk bersubsidi menjadi non-subsidi itu dipindah ke daerah Tanah Seribu Binjai, Fredo mengaku tidak mengetahuinya. "Saya tidak tau apa sudah dipindahkan. Tapi, SMS-kan aja alamatnya, nanti diselidiki lagi," tandasnya. ( khairunnas)

http://medanbisnisdaily.com/news/read/2014/06/03/98441/pupuk_subsidi_dioplos_delapan_tahun_tak_tersentuh_hukum/#.U40iM-OSzME