Jumat, 31 Oktober 2014

Pemerintah Akan Bangun 47 Dam

Jumat, 31 Oktober 2014


JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan Presiden Joko Widodo menargetkan pembangunan 47 bendungan dalam lima tahun mendatang. Program ini ditujukan untuk mendukung pencapaian visi ambisius dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
”Presiden ingin memastikan program kedaulatan pangan tercapai dalam Kabinet Kerja ini. Kedaulatan pangan itu, walau ada benih, pupuk, dan tanah, kalau tidak ada air, tidak bisa terwujud. Presiden memberikan perhatian penuh pada pembangunan bendungan dan irigasi ini untuk menuju kedaulatan pangan,” kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono di Kantor Presiden, Kamis (30/10), seusai rapat kabinet terbatas bidang perekonomian.

Rapat yang dipimpin Presiden Jokowi itu dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Basuki Hadimuljono, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno, Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Menteri Perindustrian Saleh Husin, serta Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengidentifikasi ada 73 lokasi di Tanah Air yang berpotensi dibangun dam atau bendungan. Lokasi itu tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Sumatera, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku. 47 lokasi di antaranya sudah disurvei dan dam ditargetkan dibangun hingga 2019.

Saat ini pemerintah sedang menyelesaikan 16 bendungan yang pembangunannya dirintis pemerintah sebelumnya. Tahun ini, pemerintah berupaya mempercepat penandatanganan kontrak pembangunan lima bendungan yang hingga kini masih terhenti. Lima bendungan itu berada di Aceh, Banten, Kudus (Jawa Tengah), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Timur.

”Kami percepat agar lima bendungan yang kontraknya ditandatangani tahun 2014 bisa dilaksanakan pembangunan fisiknya tahun 2015. Untuk tahun 2015, sudah dialokasikan anggaran untuk pembangunan enam bendungan,” kata Basuki.

Dengan 47 bendungan baru itu, menurut Basuki, volume tampungan air untuk irigasi diprediksi bertambah hingga lebih dari 14 miliar meter kubik. Selain membangun bendungan, pemerintah berupaya merehabilitasi saluran irigasi yang rusak. Tercatat hingga saat ini ada sekitar 7,3 juta hektar lahan irigasi. Dari luasan itu, saluran irigasi bagi 3 juta hektar lahan akan direhabilitasi tahun 2015.

Ada sekitar 0,5 juta hektar lahan yang rehabilitasi saluran irigasinya menjadi tanggungan pemerintah pusat, 0,5 juta hektar lahan menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, dan 2 juta hektar lahan menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten.

Sofyan Djalil menambahkan, Presiden memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang turun tangan mengatasi persoalan pembebasan lahan agar tidak terkendala. Dengan kementerian yang aktif dan dukungan anggaran, diharapkan tak ada lagi hambatan pembangunan.

Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Gatot Irianto mengatakan, masalah terbesar pembangunan waduk pada pemerintahan adalah pembebasan lahan. ”Kalau lahan tersedia, pembangunan fisik waduk tinggal dilakukan karena anggaran ada,” katanya. (WHY/MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141031kompas/#/1/

Kamis, 30 Oktober 2014

Swasta Didorong Produksi Benih

Rabu, 29 Oktober 2014

Tanaman Padi Berbeda dengan Komoditas Lain


TULUNGAGUNG, KOMPAS Pemerintah terus mendorong swasta agar berkontribusi menciptakan benih tanaman pangan, khususnya padi. Sejauh ini, dari total produksi benih padi bersertifikat di Indonesia yang hampir mencapai 200.000 ton per tahun, baru 50.000-60.000 ton yang berasal dari produsen swasta.

Hal itu diungkapkan Direktur Pembenihan Direktorat Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Bambang Budhianto di sela-sela acara labuh massal dan panen raya padi Pak Tiwi-1, padi unggul produksi PT Agri Makmur Pertiwi, di Desa Ngrendeng, Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Selasa (28/10).

Produktivitas benih padi yang diklaim tahan wereng dan genangan ini bisa mencapai 9-11 ton gabah per hektar.

”Produksi benih padi kita hampir 200.000 ton atau sekitar 60 persen dari kebutuhan total 350.000-an ton benih per tahun. Dari 200.000 ton itu, 140.000-150.000 ton diproduksi oleh badan usaha milik negara. Sisanya diproduksi pihak swasta, mulai dari produsen besar, menengah, sampai kecil,” ujarnya.

Menurut Bambang, benih padi memang berbeda dengan komoditas lain. Ia mencontohkan, untuk jagung hibrida didominasi swasta, dalam hal ini produsen multinasional.

Bahkan, produsen multinasional ini telah mengusai sekitar 70 pasar. Sisanya dikuasai produsen nasional. Sementara untuk kedelai sejauh ini belum ada produsen benih, yang ada baru penangkar.

Pemerintah tidak pernah memberi batasan target produksi benih terhadap pihak swasta. Perkembangan mereka dibiarkan secara alami. ”Karena BUMN sendiri juga banyak yang telah berkolaborasi dengan swasta, misalnya karena alasan keterbatasan lahan,” ucapnya.

Bupati Tulungagung Syahri Mulyo mengatakan, penggunaan benih unggul di tingkat petani masih rendah sehingga berpengaruh pada kesenjangan produktivitas di tingkat petani.

Hal ini menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi Tulungagung dalam mengembangkan dan membangun pertanian, selain masalah lain, seperti penggunaan pupuk yang belum berimbang, serangan organisme pengganggu, dan dampak perubahan iklim.

Meski demikian, menurut Syahri, Tulungagung menjadi salah satu penyangga pangan di Jatim. Tahun 2013, misalnya, Tulungagung surplus beras hingga 90.000 ton lebih.

Musim tanam
Petani di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, memilih padi jenis umur pendek untuk menyiasati mundurnya musim tanam pertama dari awal Oktober menjadi pertengahan November. Mereka berharap memulai panen lebih awal sehingga dapat memanfaatkan hujan yang tersisa pada musim tanam kedua.

Ketua Kelompok Tani ”Tani Jaya” Wonodadi, Kecamatan Buayan, Kabupaten Kebumen, Joko Sudarisman, Selasa, mengatakan, mundurnya musim tanam yang seharusnya sudah dimulai awal Oktober membuat dia khawatir hanya dapat menanam sekali dalam setahun.

Sebesar 70-75 persen dari 30.200 hektar sawah di Kabupaten Purworejo, Jateng, saat ini masih dibiarkan. Sebagian besar petani belum berani menanam padi karena pasokan air irigasi minim dan intensitas hujan masih terbilang rendah.

Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sulawesi Selatan Lutfi Halide meminta petani padi lahan tadah hujan menunda musim tanam yang biasanya dimulai awal November. Hal itu karena adanya prakiraan musim kemarau masih akan berlangsung hingga akhir November.

”Petani yang tak dialiri irigasi diimbau menunggu hujan turun untuk mengurangi risiko kegagalan,” ujarnya, Selasa. Lutfi menambahkan, di beberapa daerah yang memiliki irigasi yang baik, seperti di Kabupaten Maros, Soppeng, dan Sidenreng Rappang, para petani bisa tetap menyiapkan musim tanam sesuai jadwal, yakni akhir Oktober atau awal November. Tujuannya agar Januari tetap ada panen.

(WER/GRE/ENG/EGI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141029kompas/#/22/

PU-PERA Ditugaskan Bangun 5 Waduk per Tahun

Rabu, 29 Oktober 2014

MedanBisnis - Jakarta. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PERA) Basuki Hadimuljono, mengungkapkan Kementerian PU-PERA ditugaskan untuk membangun lima waduk per tahun, hal tersebut dilaksanakan guna mendukung kedaulatan pangan.
Diketahui bahwa kedaulatan pangan tercantum dalam salah satu visi, misi dan platform perubahan pemerintahan Jokowi-JK, yaitu Daulat Pangan Berbasis Agribisnis Kerakyatan untuk mendukung Kemandirian yang Mensejahterakan. Basuki mengatakan hasil sidang kabinet perdana tersebut usai serah terima jabatan dari Menteri PU dan Menteri PERA KIB II kepada dirinya sebagai Menteri PU-PERA Kabinet Kerja Senin lalu.

"Jadi ditugaskan kepada kami lima waduk per tahun harus dibangun, termasuk jaringan irigasi sampai kepada sekunder dan tersier, kami akan selalu bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dalam mewujudkan itu," tutur Basuki usai acara serah terima jabatan.

Menteri PU-PERA menambahkan bahwa sebelumnya Ditjen Sumber Daya Air sudah inventarisasi lokasi potensial calon waduk sebanyak 49 lokasi, yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Selain itu, dalam sidang kabinet tadi juga dibahas tentang bahwa kita harus langsung bekerja, di 2014 ini akan ada perpres yang mengatur sesuai dengan DIPA sekarang, jadi tidak boleh terhambat," tutur Basuki.

Selanjutnya juga, bahwa visi misi Kementerian saat ini berubah menjadi visi-misi pemerintah Jokowi-JK, Kementerian merupakan implementasi secara nasional dan tidak boleh ada visi misi sendiri. "Kuncinya adalah Nawacita dan Trisakti, salah satunya dalam bidang ke-PU-an adalah mendukung kedaulatan pangan," tegas Basuki.

Tidak Pengaruhi Kinerja
PU-PERA merupakan hasil penggabungan dari dua Kementerian dan juga mengalami perubahan nomenklatur. Menanggapi hal tersebut, Menteri PU-PERA Basuki Hadimuljono mengungkapkan tidak akan mempengaruhi kinerja pemerintah baik dalam sektor infrastruktur maupun perumahan rakyat. "Tidak ada masalah karena dulu Kemenpera juga pernah bergabung dengan Kementerian PU," kata Basuki.

Basuki optimis, kedua kementerian dapat segera beradaptasi dan bekerjasama. hal tersebut dikarenakan, program perumahan rakyat dari Kemenpera dinilai tidak jauh berbeda dengan program Ditjen Cipta Karya Kementerian PU dalam menciptakan permukiman layak bagi masyarakat.

Mengenai teknis struktur organisasi, Basuki mengaku baru akan menggelar rapat pimpinan (rapim) dengan pejabat eselon I dari kedua Kementerian tersebut untuk membahas program-program kerja pasca adanya penggabungan. "Ada kemungkinan nantinya akan diciptakan Direktorat Jenderal Perumahan Rakyat atau bisa juga disatukan dengan Ditjen Cipta Karya. Kita lihat saja nanti bagaimana hasil Rapim," tambah Basuki.

Ditemui terpisah, Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian PU Djoko Mursito menyatakan, tentunya dengan penggabungan tersebut akan membuat kinerja pemerintahan lebih efisien dan efektif.

"Justru dengan disatukannya Kementerian ini tidak akan ada tumpang tindih, ini akan lebih menyatukan penanganan infrastruktur dan perumahan di satu kewenangan. Tentunya akan lebih efisien dan arah penanganannya akan lebih menyeluruh dan lebih baik lagi," tutur Djoko saat dikonfirmasi wartawan kemarin.

Mengenai teknisnya nanti, Djoko menyatakan akan memanfaatkan apa yang ada di Kompleks Kementerian PU maupun Komplek Kemenpera, karena lokasinya juga berdekatan. "Lokasi kantor meskipun penggabungan kita harus mendata sumber daya yang ada di masing-masing Kementerian dan nantinya akan di bahas di Menpan dan RB nanti struktur nya seperti apa,"tambah Djoko.

Djoko juga menjelaskan untuk masa transisi akan dikeluarkan perpres masa transisi yang akan mengatur penyelesaian perubahan nomenklatur dan struktur organisasi yang baru dengan batas waktu tertentu. (kpu)

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/10/29/126198/pu-pera-ditugaskan-bangun-5waduk-per-tahun/#.VFGcVjSsXyQ

Selasa, 28 Oktober 2014

Jadi Mentan, Amran Sulaiman Fokus Swasembada Jagung, Kedelai, dan Gula

Selasa, 28 Oktober 2014

Jakarta -Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan ada beberapa program prioritas yang akan dikerjakannya selama 5 tahun ke depan. Selain menjaga swasembada beras, Amran akan fokus untuk mengejar swasembada pangan jagung, kedelai, dan gula.

"Prioritas pada jagung, kedelai, dan gula," kata Amran usai serah terima jabatan di kantor Kementan, Ragunan, Jakarta, Selasa (28/10/2014)

Amran mengatakan, untuk mencapai target tersebut, ada langkah-langkah prioritas kementeriannya yaitu dengan meningkatkan irigasi, penyediaan bibit dan pupuk untuk petani, juga langkah-langkah jaminan pasar pasca panen.

Di tempat yang sama, mantan Mentan Suswono mengatakan tantangan sektor pertanian di Indonesia cukup berat yaitu soal persoalan perubahan iklim, konversi lahan produktif yang membuat lahan pertanian menyempit, dan persoalan infrastruktur pertanian yang minim.

"Sebanyak 52% irigasi kita rusak, untuk bisa menopang itu perlu SDM dan pemodalan, itu tantangan," katanya.

Ia mengatakan saat ini persoalan peningkatan produksi gula dan kedelai masih terkendala penyedian lahan. "Potensi kita untuk swasembada masih memungkinkan, saya yakin dengan menteri baru ada terobosan-terobosan yang lebih baik lagi," ujar Suswono.

Politisi PKS ini mengatakan, sektor pertanian sangat erat kaitannya dengan kemandirian bangsa. Apalagi 50% penduduk Indonesia bergantung dari sektor ini.

"Moto kita adalah petani sejahtera bangsa berjaya. Moto ini perlu diwujudkan dalam realita," katanya.
(hen/hds)

http://finance.detik.com/read/2014/10/28/120937/2731771/4/jadi-mentan-amran-sulaiman-fokus-swasembada-jagung-kedelai-dan-gula?9911012

Gerak Cepat Dibutuhkan untuk Swasembada Pangan

Selasa, 28 Oktober 2014

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dengan menteri pertanian yang baru harus bergerak cepat mewujudkan target swasembada beras, jagung, dan gula dalam tiga tahun mendatang. Pada tahun pertama dan kedua, selain menambah lahan pertanaman, menyiapkan benih varietas unggul, memastikan ketersediaan sarana produksi, juga harus dilakukan koordinasi pusat-daerah, peningkatan kapasitas, kualitas dan efisiensi pabrik gula, serta perbaikan jaringan irigasi secara masif.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Nasional Anton J Supit, Senin (27/10), di Jakarta, mengatakan, saat ini pemerintahan JKW-JK tidak mempunyai anggaran besar. Dengan keterbatasan APBN, pemerintahan JKW-JK harus bisa seluas mungkin mengajak para pelaku usaha terlibat di dalam peningkatan produksi jagung sebagai bahan baku pakan unggas. Setidaknya harus menambah produksi jagung 3 juta ton sebagai substitusi jagung impor.

Selain itu, perlu lebih rinci dalam pelaksanaan program, misalnya siapa yang harus menanam, benihnya butuh berapa, lahannya di mana, siapa yang bertanggung jawab, dan melakukan apa.

”Tidak banyak waktu yang ada. Kalau tidak langsung bergerak, harapan swasembada jagung dalam tiga tahun ke depan bakal sulit dicapai,” ujarnya.

Penggunaan benih jagung kualitas unggul seperti hibrida harus dilakukan secara meluas. Banyak lahan di daerah yang masih bisa ditanami jagung. Masalah tata niaga juga harus diperbaiki. Misalnya bagaimana agar biaya logistik jagung dari sentra produksi jagung ke sentra produksi pakan bisa ditekan.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Arum Sabil memperkirakan, tiga tahun ke depan (2017/2018) konsumsi per kapita gula Indonesia sekitar 19 kilogram per orang per tahun setara 4,8 juta ton konsumsi gula nasional atau naik sekitar 2 kilogram dibandingkan 2014.

Produksi gula saat ini 4,1 juta ton atau masih kurang sekitar 700.000 ton. Lahan tebu yang tersedia secara nasional 465.000 hektar. Agar produksi gula aman dan terjadi surplus produksi sehingga industri hilir bisa dikembangkan, setidaknya membutuhkan tambahan lahan 285.000 hektar.

Pada tahun pertama dan kedua, revitalisasi pabrik gula dengan meningkatkan kapasitas terpasang dari 213.000 ton tebu per hari menjadi 500.000 harus dilakukan.

Terkait produksi beras, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementerian pertanian Gatot Irianto menyatakan pentingnya perluasan lahan dengan memanfaatkan lahan marginal sekaligus pengendalian alih fungsi lahan. (MAS)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141028kompas/#/20/

Minggu, 26 Oktober 2014

Ini Sosok Amran Sulaiman, Menteri Pertanian

Minggu, 26 Oktober 2014

Koordinator Umum Sahabat Rakyat KTI, Amran Sulaiman (duduk ketiga dari kiri), di Posko Sahabat Rakyat Makassar, Senin (19/5/2014).
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo menunjuk Andi Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian dalam Kabinet Kerja periode 2014-2019. Pengumuman dilakukan di halaman Istana Negara, Minggu (26/10/2014).

Berikut ini sosok Amran.

Nama
DR. IR. H. Andi Amran Sulaiman, MP

Tempat, Tanggal Lahir
Bone, 27 April 1968

Jabatan terakhir
CEO PT Tiran Group

Pendidikan:
SD Impres 10 Mappesangka, Bone
SMP Negeri Ponre, Bone
SMA Negeri Lappariaja, Bone
Fakultas Pertanian Unhas 1988-1993 (Penerima Hak Paten/Penemu)
Pasca Sarjana Pertanian Unhas 2002-2003 (Cum laude)
Program Doktor Ilmu Pertanian Unhas 2008-2012 (Cumlaude)

Kursus dan Seminar:
- Presentase Pengendalian Hama Tikus di Istana Presiden, Jakarta 1996
- SUSKALAK-PIM di Pakkatto, Gowa, Sulsel, 1997
- Presentase Pengendalian Hama Tikus untuk Kalteng di Istana presiden, Jakarta, 1999
- Studi Banding di Singapura, 2002
- Seminar Internasional Palm Oil Belt di Malaysia 2002
- Studi Banding di Bangkok, Thailand, 2009
- Kunjungan ke Sutech Engineering Co. Ltd (Perusahaan perakitan mesin pabrik gula) untuk transaksi pembelian Pabrik Gula dan Erawan Power (Pabrik Gula Terbesar di Thailand), 2014

Surat Penghargaan:
- Hak Paten Alat Empos Tikus “Alpostran” dari Menteri Kehakiman RI, 1995
- Surat Izin Khusus Pestisida Tiran 58PS dari Menteri Pertanian RI, 1997
- Surat Izin Tetap Pestisida Tiran 58PS dari Menteri Pertanian RI, 1998
- Tanda Kehormatan Satyalancana Pembangunan di Bidang Wirausaha Pertanian dari Presiden RI, 2007
- Penghargaan FKPTPI Award tahun 2011 di Bali.
- Surat Izin Tetap Pestisida, Ammikus 65PS dari Menteri Pertanian RI, 2011
- Surat Izin Tetap Pestisida Ranmikus 59PS dari Menteri Pertanian RI, 2012
- Surat Izin Tetap Pestisida Timikus 64PS dari Menteri Pertanian RI, 2012
- Hak Paten Alpostran (Alat Empos Tikus modifikasi) dari Menteri KehakimaN 2014

Keluarga:
Istri: IR. Hj. Martati
Anak:
Andi Amar Ma’ruf,
Andi Athira,
Andi Muh. Anugrah,
Andi Humairah

http://nasional.kompas.com/read/2014/10/26/18193461/Ini.Sosok.Amran.Sulaiman.Menteri.Pertanian

Peneliti: 50 Tahun Lagi Sawah di Pulau Jawa Hilang

Jumat, 24 Oktober 2014

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu peneliti Universitas Pembangunan Nasional Yogyakarta, M Kundarto berpendapat, 50 tahun lagi lahan persawahan di Pulau Jawa akan hilang karena desakan pembangunan.

"Sawah akan habis di Pulau Jawa 50 tahun lagi dan tidak ada pemda yang memantau masalah ini sebab selalu disibukkan dengan masalah konversi lahan persawahan," kata Kundarto dalam Diskusi Pertumbuhan Penduduk dan Peran Sumber Pangan Non Beras di Jakarta, Kamis (23/10/2014).

Ia mengatakan, berdasarkan hasil penelitiannya dengan mengambil contoh di 5 kabupaten Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta, dari tahun ke tahun kebutuhan pangan meningkat seiring banyaknya penduduk, namun tidak diimbangi dengan luasan lahan produksi pangan seperti sawah.

Selain itu, dirinya juga menyayangkan upaya pemerintah pusat yang berencana memindahkan lahan persawahan di luar Pulau Jawa, sebab kondisi tanah di Jawa adalah jenis tanah yang tersubur dan takkan bisa tergantikan.

"Pulau Jawa banyak gunung berapi dan setiap gunung ada jarak lahan yang strategis untuk pertanian sehingga sangat subur dan harus dilindungi sebagai lumbung pangan," katanya.

Kundarto mengatakan, hal itu dibuktikan dari seluruh kebutuhan pangan nasional, mayoritas atau 60 persennya dipenuhi dari pertanian di tanah Pulau Jawa.

Secara struktur, tanah di Jawa sangat bagus karena memiliki lapisan atas dengan ketebalan 1 meter lebih ditambah kadar kandungan PH yang besar, hal ini dipengaruhi oleh musim serta curah hujan yang ada.

"Standar tanah subur dan bisa ditanami segala jenis tumbuhan termasuk persawahan memiliki lapisan atas dengan ketebalan 1 meter lebih," katanya.

Sementara, dosen pertanian ini mengaku berdasarkan pengamatannya di berbagai wilayah di Indonesia, ada beberapa pulau yang memiliki tingkat kesuburan sama, tapi luasannya tidak seperti di Jawa, yakni salah satunya di daerah Sumatera.

"Oleh karena itu perlu upaya melindungi tanah di Pulau Jawa sebagai lumbung pangan, tidak malah mengalihkan lahan persawahan ke luar Jawa yang memiliki struktur jenis tanah berbeda," katanya.

http://regional.kompas.com/read/2014/10/23/16354201/Peneliti.50.Tahun.Lagi.Sawah.di.Pulau.Jawa.Hilang

Swasembada Saja Tidak Cukup

Jumat, 24 Okotber 2014

Sasaran pembangunan pertanian adalah swasembada pangan. Slogan ini telah menjadi azimat bagi para pejabat dan didukung oleh rakyat. Seakan-akan, apabila swasembada pangan tercapai, pembangunan pertanian pun dinilai telah berhasil.

Swasembada selalu diartikan sebagai suatu keadaan ketika produksi pangan berhasil memenuhi kebutuhan konsumsinya. Swasembada dicapai bila produksi pangan mencapai jumlah konsumsi dalam negeri. Anggaplah total kebutuhan konsumsi beras sebanyak 33,4 juta ton per tahun. Jika produksi telah mencapai angka tersebut, swasembada tercapai. Bila panen jagung telah mencapai 20,4 juta ton, sesuai dengan perkiraan konsumsinya, maka swasembada jagung terjangkau.

Angka perhitungan swasembada seperti ini hanyalah mendekati benar. Penghitungan swasembada pangan harus melibatkan penghitungan jumlah persediaan atau stok akhir tahun terlebih dulu, untuk kemudian ditambahkan dengan produksi. Bila konsumsi dan stok tercukupi, barulah dapat disebut swasembada. Itu pun masih harus dihitung angka ekspornya.

Bila ada produksi pangan yang diekspor, kecukupan persediaan pangan harus dikurangi dengan ekspor. Nah, angka-angka ekspor tersebut juga harus diimbangi dengan angka impor. Impor pangan berarti produksi dalam negeri tidak mencukupi.

Persediaan pangan di dalam negeri ini memang sering diperdebatkan. Meskipun semua pihak setuju akan pentingnya persediaan, besarnya persediaan ini masih sering dimasalahkan. Ada yang mengatakan 5 persen sudah cukup. Namun ada juga yang mengatakan jumlah persediaan pangan dalam negeri seharusnya lebih dari 10 persen.

Mengapa persediaan pangan di dalam negeri harus cukup besar? Pertama, fluktuasi produksi pangan. Padi, misalnya, mencapai puncak produksi pada Mei, Juni, dan Juli. Produksi padi setelah Juli cenderung menurun. Musim kemarau yang memasuki wilayah Indonesia membuat area panen padi pada semester kedua selalu lebih rendah daripada kebutuhan. Tak mengherankan bila pemerintah memprediksi, Jawa saja akan kekurangan gabah sebanyak 1,8 juta ton pada 2014 ini.

Alasan kedua kebutuhan persediaan adalah bencana alam. Menghadapi situasi bencana yang datangnya tidak bisa diprediksi ini, kita harus memiliki persediaan yang cukup.

Alasan ketiga yang juga tidak kalah penting adalah perubahan iklim atau pergeseran jadwal tanam. Musim hujan dapat saja lebih lama atau lebih pendek daripada perkiraan, dan musim kemarau bisa datang lebih cepat. Pergeseran jadwal tanam membuat produksi pangan di bawah perkiraan. Padi yang dipanen di musim hujan cenderung produksinya lebih rendah, karena proses penyerbukan dan pembentukan biji terganggu oleh air hujan. Demikian pula penanaman yang dilakukan di musim kemarau, yang biasanya terhambat oleh ketersediaan air. Akibatnya, produksi pangan yang ditargetkan meleset.

Beberapa riset menunjukkan terjadinya perubahan iklim di berbagai daerah di Indonesia. Pranata mangsa, yang dulunya menjadi pegangan petani, telah menurun akurasinya. Di samping itu, terjadi perbedaan iklim mikro antara satu daerah dan daerah lainnya. Contohnya sering terjadi cuaca cerah di Malioboro, namun di Sleman hujan turun dengan lebatnya.

Persediaan juga penting untuk stabilisasi harga. Harga pangan sangat besar pengaruhnya terhadap inflasi. Kenaikan harga pangan akan memicu inflasi. Menghadapi kemungkinan kenaikan harga yang dapat meresahkan, Pemerintah mesti memiliki stok pangan yang memadai. Adanya persediaan yang cukup dan mudah dimobilisasi akan menurunkan spekulasi dan menstabilkan harga pangan.

Alasan lain yang jarang diperhitungkan adalah adanya masalah di negara lain. Banjir dan topan yang melanda Filipina, misalnya. Kejadian kemanusiaan ini tidak boleh membuat Indonesia berdiam diri. Bantuan kemanusiaan terbaik yang dapat diberikan, salah satunya, adalah mengirim bantuan pangan. Sejarah mencatat Indonesia pernah dibantu India menangani kelangkaan beras beberapa puluh tahun lampau. Namun Indonesia pun telah sering mengirim bantuan pangan ke negara-negara lain yang membutuhkan.

Dalam konteks perdagangan internasional juga patut diperhitungkan bahwa perubahan musim di negara lain dapat mengganggu situasi di Indonesia. Kemarau panjang di Amerika beberapa tahun lalu telah menurunkan produksi kedelai dan menyebabkan harga kedelai internasional naik. Kita pun terkena dampak kenaikan harga tersebut.

Karena itu, manajemen stok dan persediaan pangan di dalam negeri sangat penting dan strategis. Ketercukupan pangan Indonesia tidak boleh terombang-ambing oleh pasar internasional. Itulah makna kedaulatan pangan. Indonesia harus berdiri di atas kaki sendiri, bahkan menjadi faktor penting dalam penyediaan pangan dunia.

Jadi, swasembada pangan saja tidak cukup. Indonesia harus memproduksi pangan dalam jumlah, jenis, dan kualitas yang lebih banyak dan lebih baik. Makna kedaulatan pangan akan berarti bila ada kecukupan dalam negeri dan mampu memberikan sumbangan kepada kebutuhan pangan dunia.

Bambang Sutrisno,
Peneliti Senior pada Indonesia Center for Sustainable Development.


Sabtu, 25 Oktober 2014

Relawan Politik

Jumat, 24 Oktober 2014

BANYAK pihak mengakui bahwa kelompok-kelompok relawan memberi kontribusi sangat besar atas terpilihnya pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI dalam Pilpres 2014. Kontribusi para relawan mulai dari proses pencalonan, kampanye pemenangan hingga pelaksanaan penghitungan suara, termasuk dalam sidang gugatan di MK dengan aktif mencari bukti-bukti. Bahkan saat pelantikan, kelompok relawan membuat kegiatan pesta rakyat di sejumlah kota untuk merayakan resminya Jokowi sebagai Presiden. Tidak ada pelantikan presiden yang hiruk-pikuk seperti saat ini.

Besarnya dukungan para relawan terhadap Jokowi-JK konon dilatarbelakangi kesamaan agenda (politik), yakni pembangunan yang pro-rakyat. Sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas kontribusi relawan, Jokowi menyertakan mereka sebagai Kelompok Kerja dalam transisi pemerintahan. Selain itu, relawan diminta terus berperan dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Hal ini menunjukan bahwa secara tidak langsung Presiden Jokowi (1) memberi posisi dan akses politik kepada kelompok relawan dan (2) menempatkan kelompok relawan sebagai penopang kekuasaannya.

Istilah relawan (volunteer) mulai dikembangkan pada 1755 oleh seorang Perancis M Fr Voluntaire ketika memberi pelayanan kepada tentara yang sedang berperang. Tugasnya adalah mengabdi secara ikhlas terkait kegiatan altruistik untuk mendorong, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kehidupan di bidang sosial-budaya-ekonomi. Relawan hadir membantu tidak dilandasi motif mencari keuntungan ekonomi dan posisi politik, namun lebih berupa kepedulian, komitmen, serta tanggung jawab bagi upaya memperbaiki kondisi yang ada. Relawan biasanya bekerja dengan tenggat terbatas, bertumpu pada network serta tidak tergantung pada organisasi dan komando maupun dukungan pihak lain (baca: sponsor).

Dengan esensi tersebut, peran dan tugas para relawan pendukung Jokowi seharusnya usai seiring dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019. Tugas berikutnya adalah melihat sejauh mana Presiden Jokowi menjalankan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan komitmennya. Prinsip relawan yang independen secara politik kurang tepat jika diterjemahkan dalam bentuk peran aktif mengusulkan struktur dan personel kabinet hingga mengawal dan menjaga pemerintahan. Relawan tidak diperlukan lagi bila pemerintahan Jokowi menjalankan tugas dengan baik. Sebaliknya, relawan mutlak dituntut bersikap kritis dan menjadi oposisi bila Presiden Jokowi tidak menjalankan pemerintahan dengan baik, melakukan penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Peran (aktif) relawan politik pasca-pilpres memang bisa memunculkan beragam tafsir terhadap keberadaannya. Para relawan dapat dituding bahwa “berlanjutnya” peran mereka sekadar alat atau media untuk memasukkan kepentingan dan agenda politik tertentu. Seolah-olah menjadi relawan merupakan jalur cepat dan jalan pintas untuk memperoleh posisi atau jabatan politik dalam pemerintahan. Karena itu, penting untuk dihindari bahwa relawan politik pada dasarnya bekerja hanya untuk mencari kekuasaan. Jika hal ini terjadi, maka publik akan menilai relawan politik tidak jauh berbeda dibanding partai politik. Perbedaannya, relawan tampak “malu-malu” dan mampu menyembunyikan kepentingan politik yang disandangnya

http://prismaindonesia.com/index.php/editorial/item/325-relawan-politik

Jumat, 24 Oktober 2014

Darurat Sektor Pertanian

Jumat, 24 Oktober 2014

Apresiasi masyarakat dalam pesta penyambutan presiden baru yang gegap gempita menjadi modal besar bangsa untuk mempercepat pembangunan nasional. Pertarungan politik antara legislatif dan eksekutif sebagai implikasi hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2014 berisiko besar memperlambat laju pembangunan nasional. Sebab untuk menyelaraskan gerak langkah pembangunan bangsa dengan negara maju lainnya, Indonesia harus lebih dulu menyatukan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Trias politika ini telah lama menjadi dasar politik nasional yang akan mewarnai proses “reunifi kasi” berbagai kelompok masyarakat, seperti kalangan pers, lembaga pendidikan, LSM, korporasi, petani, dan pedagang. Kemampuan Jokowi-JK diharapkan dapat membawa berbagai perubahan positif pada sektor-sektor kehidupan yang selama ini masih dipandang sebagai kelas kedua, atau bahkan kelas ketiga. Di antaranya, pemerintah harus lebih fokus dalam membangun pertanian karena sektor agraris selama ini menjadi tulang punggung (backbone) bagi penyangga pangan.

Buktinya, jutaan penduduk berprofesi sebagai petani maupun buruh tani. Kebutuhan beras nasional untuk mencukupi pangan sebanyak 240 juta penduduk Indonesia juga masih pas-pasan. Ketidakcukupan suplai dan kebutuhan beras nasional sering kali menjadi pembenar penguasa untuk memberlakukan impor sebagai langkah sangat dilematis bagi masa depan pertanian. Maka perlu diupayakan penggenjotan produksi beras nasional. Salah satunya dengan intensifi kasi lahan di Jawa dan ekstensifi kasi di pulau lain. Minimnya minat generasi muda menjadi petani yang mulai menggejala sejak 16 tahun silam menyebabkan ketersendatan regenerasi petani.

Saat ini, para petani sudah tidak produktif karena memasuki usia senja. Rata- rata usia mereka sudah berada di atas 50 tahun. Kondisi demikian jelas sangat membahayakan masa depan pertanian nasional. Apalagi, perguruan tinggi yang memiliki fakultas pertanian sangat sedikit. Orang-orang tua tersebut tak dapat lagi diharapkan dalam waktu lebih lama lagi untuk mengolah tanah karena sudah semakin renta.

Jika situasi demikian tidak disadari pemerintah, akan ketiadaan tenaga pertanian. Jadi, sekarang dapat dikatakan sebagai darurat pertanian. Harus ada program khusus menggalakkan pertanian agar diminati kaum muda. Generasi muda sekarang tidak tertarik mengolah tanah, ini harus diubah sehingga mereka senang bertani. Motivasi Pemerintahan Jokowi-JK harus mampu memotivasi generasi muda agar terjun ke dunia petani, seperti insentif untuk membuka usaha di bidang pertanian.

Ketidakseriusan pemerintahan Orde Reformasi terhitung sejak dipimpin BJ Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono dalam membangun budaya pertanian mengakibatkan “jebloknya” sektor ini. Pertanian harus dijadikan isu untuk dikaji secara akademis (ilmiah) dan empirik (sosial) agar meningkatkan perhatian publik untuk sektor ini. Dibutuhkan pemimpin di lingkungan kementerian pertanian dan kehutanan yang benar-benar memiliki jejak rekam andal. Kesalahan Orde Reformasi, menempatkan para menteri yang sama sekali tidak berlatar belakang bidang pertanian (profesional).

Mereka hanya diangkat berdasarkan pada rekomendasi partai politik. Keberanian Jokowi-JK menempatkan sosok-sosok yang profesional, dari latar belakang pendidikan pertanian-kehutanan sangat penting. Bagian lain yang perlu mendapat perhatian khusus adalah sektor kelautan sebagaimana telah menjadi program utama kampanye Jokowi-JK. Sektor ini cukup strategis untuk disatukan dengan pembangunan sektor pertanian. Pembangunan tol laut akan memaksimalkan fungsi laut sebagai sarana produktif. Sinergi pembangunan darat (pertanian) dan lautan (melalui program tol laut) akan menjadi andalan di masa depan guna memenuhi berbagai kebutuhan masyrakat. Sektor pertambangan, minyak, energi, dan gas yang sangat potensial menjadi “lahan basah” bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) harus benar-benar dikendalikan.

Sebab hal itu sebagai potensi luar biasa sumber daya alam dan energi. Kesalahan manajemen atau pengelolaan sektor pertambangan, minyak bumi, energi, dan gas berdampak sistemik pada siklus kehidupan ekonomi. Lonjakan harga bahan bakar minyak (BBM), gas, dan listrik selama Orde Reformasi, sangat berdampak buruk bagi kehidupan penduduk miskin. Data BPS Maret 2014, jumlah penduduk miskin masih di atas 28 juta jiwa, sebuah angka yang sangat tinggi. Makanya, rezim baru harus menempatkan para pemimpin di lingkungan kementerian yang menangani pertambangan, minyak bumi, gas, listrik, dan energi harus orangorang yang berkomitmen tinggi melayani kepentingan publik. BUMN ini harus bisa dikelola untuk menyejahterakan rakyat dan memberikan keuntungan fi nansial bagi kas negara.

Jangan sampai pucuk-pucuknya hanya menjadikan BUMN sebagai pemain yang menggerogoti keuangan negara. BUMN yang merugi harus perlu dievaluasi dan disinergisasikan dengan badan usaha lainnya, termasuk milik daerah (BUMD). Lingkungan lain yang perlu mendapat perhatian utama adalah sumber daya manusia dan teknologi. Sektor ini menjadi sangat vital dalam upaya meningkatkan kompetensi penduduk untuk berkompetisi dengan negara lain. Kompetisi di era globalisasi yang bersifat terbuka dan cenderung liberal- kapitalistis menuntut sumber daya manusia sangat berkualitas, terampil, dan profesional. Pengelolaan berbagai lembaga pendidikan dari TK hingga PT secara profesional adalah kata kunci yang tidak bisa dikesampingkan.

Dengan meningkatkan mutu pendidikan warga, secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak terhadap mutu kesejahteraan dan kualitas hidup bangsa. Publik sangat berharap duet Jokowi-JK menjadi pembuka “jalan emas” menuju negara maju, beradab, dan berkeadilan sosial.

Oleh Supadiyanto

Penulis lulusan pascasarjana Undip, dosen Akindo dan AKRB Yogyakarta.

http://www.koran-jakarta.com/?22712-darurat-sektor-pertanian

Calon Mentan Harus Paham Persoalan Pangan

Jumat, 24 Oktober 2014

Koordinasi dengan Kementerian Lain Jadi Kunci

JAKARTA, KOMPAS — Sektor pertanian membutuhkan menteri yang mampu menjadikan pertanian sebagai lokomotif ekonomi dengan tetap memberikan kesejahteraan bagi para pelakunya. Calon menteri pertanian harus paham cara-cara mencapai kemandirian pangan.
Harapan terhadap sosok menteri pertanian (mentan) yang tepat pada kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla dikemukakan secara terpisah, Kamis (23/10), di Jakarta, oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia sekaligus Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia Anton J Supit dan Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Indonesia Franky Sibarani. Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih juga mengemukakan pandangannya.

Anton mengatakan, sektor pertanian sangat penting, bukan hanya menyangkut kedaulatan pangan, melainkan juga ada sekitar 40 juta pekerja di sana.

Total angkatan kerja di sektor pertanian merupakan terbesar dibandingkan sektor lain.

”Kalau sampai petani tidak diberdayakan, artinya pemerintah gagal menyejahterakan rakyat,” katanya.

Sektor pertanian harus menjadi prioritas. Jika pertanian diberdayakan, ekonomi nasional akan kuat karena daya beli meningkat.

Oleh karena itu, sosok menteri pertanian harus orang yang memahami masalah di sektor pertanian dan mengenal organisasi di Kementerian Pertanian yang rusak selama beberapa tahun terakhir karena dampak permainan politik.

Menurut Franky, sosok menteri pertanian ke depan harus yang berpengalaman serta mengerti dan menguasai persoalan pertanian dengan baik sehingga tidak harus belajar lagi.

Menteri pertanian harus mengetahui cara pemerintah bekerja. Dia harus mampu menggerakkan organisasi serta mengerti administrasi anggaran dan aturan-aturan.

Lembaga lain
Dalam kesempatan berbeda, mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih mengatakan, menteri pertanian harus mampu membujuk dan memberikan pemahaman kepada presiden dan kementerian/lembaga lain bahwa sektor pertanian sangat strategis.

Oleh karena itu, sektor pertanian harus menjadi prioritas sebagai penggerak utama ekonomi nasional.

Sebagai konsekuensinya, sektor dan lembaga yang lain berkewajiban mendukung, baik
untuk meningkatkan produksi dan kapasitas sektor pertanian maupun dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan daya saing.

Jika lahan merupakan sumber daya pertanian yang penting, menteri pertanian harus mampu meyakinkan Badan Pertanahan Nasional dan presiden bahwa lahan menjadi prioritas. Jika industri olahan pangan penting, menteri pertanian harus mampu menarik Kementerian Perindustrian agar memprioritaskan pengembangan industri terkait pertanian.

Visi dan misi
Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Jember Rudi Wibowo mengatakan, sosok menteri pertanian harus memahami dengan baik visi dan misi presiden di bidang pertanian, terutama masalah pada komoditas strategis seperti beras, gula, kedelai, dan jagung.

”Profesionalisme yang sangat dibutuhkan adalah pemahaman mendalam pada arah politik pertanian/pangan bangsa ke depan,” jelasnya.

Ketua Asosiasi Petani Perkebunan Jawa Timur Arum Sabil berharap, presiden tidak memilih menteri pertanian hanya karena pernah memberikan bantuan. Presiden harus benar-benar
mengetahui latar belakang calon menteri. (MAS/MAR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141024kompas/#/23/

Sawah Beririgasi Pun Berubah

Jumat, 24 Oktober 2014

300 Hektar di Manggarai Gagal Panen

MAGELANG, KOMPAS — Empat tahun ini, 1.807 hektar sawah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, berubah dari sawah beririgasi teknis menjadi tadah hujan. Itu terjadi karena 11 bendung dan irigasi yang menyuplai air areal sawah tersebut rusak akibat diterjang banjir lahar dingin tahun 2011.
Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum, Energi, dan Sumber Daya Mineral Magelang Santoso, Kamis (23/10), mengatakan, perbaikan tidak serta-merta dilakukan Pemerintah Kabupaten Magelang karena membutuhkan dana cukup besar. ”Kebutuhan dana perbaikan 11 bendungan Rp 70 miliar. Dana itu tidak mungkin ditanggung oleh APBD Kabupaten Magelang,” ujarnya.

Sebanyak 11 bendung dan saluran irigasi itu tersebar di Kecamatan Dukun, Sawangan, Salam, Ngluwar, dan Srumbung. Bendung yang mengaliri areal terluas adalah Bendung Pasekan di Desa Gondowangi, Kecamatan Sawangan, dengan luasan sawah terairi 832,69 hektar.

Menurut Santoso, pihaknya sudah mengajukan permintaan bantuan dana dan masih menunggu respons selanjutnya dari pemerintah pusat.

Ujianto, warga Desa Sengi, Kecamatan Dukun, mengatakan, sejak aliran irigasi terputus, dia dan sebagian besar warga desa hanya bisa menjalankan aktivitas bertani saat hujan. ”Pada musim kemarau, sebagian warga membuat saluran kecil dan mengambil air dari Kali Tlising dari lain desa. Namun, hal itu justru membuat warga sering bertengkar dan berebut air dengan warga desa tetangga,” ujarnya.

Heri Priyanto dari Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak mengatakan, tahun 2015 instansinya juga akan melanjutkan upaya perbaikan sabo dam yang rusak akibat erupsi Gunung Merapi.

Tahun depan, upaya perbaikan akan dilakukan di delapan sabo dam di delapan lokasi di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Sleman. ”Anggaran untuk perbaikan delapan sabo dam diperkirakan Rp 130 miliar,” ujarnya.

Kerusakan 11 bendung dan irigasi di Magelang membuat kekeringan lahan pertanian semakin menjadi-jadi pada musim kemarau ini. Petani membiarkan lahan mereka menganggur karena tidak ada pasokan air.

Mengering
Musim kemarau yang juga melanda Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, tiga bulan ini mengakibatkan sawah, tambak, dan sumur warga kekeringan.

Berdasarkan pantauan Kamis, wilayah pesisir yang terkena dampak parah kemarau yaitu Kecamatan Ma’rang dan Mandalle. Sebagian tambak mengering hingga terlihat dasar tambak yang pecah-pecah. Begitupun dengan sawah yang gersang.

Kepala Desa Pitusunggu, Ma’rang, Nurhayati, mengatakan, dari total 365 hektar luas lahan tambak di desanya, hampir semuanya dilanda kekeringan.

Nurhayati menambahkan, sekitar separuh dari total 598 keluarga di wilayah desanya itu juga mengalami kesulitan air bersih gara-gara sumur yang mengering. Warga harus membeli air seharga Rp 2.500 per jeriken.

Gara-gara kemarau panjang itu pula, penghidupan warga dari budidaya rumput laut terpukul. Warga Desa Pitusunggu, M Saing (60), mengatakan, harga rumput laut juga turun menjadi Rp 13.000 per kilogram karena kualitas turun. Saat normal harganya Rp 18.000 per kilogram.

Di Ruteng, Nusa Tengara Timur, tiga sumber air yang diandalkan sebagai penunjang pasokan air baku bagi perusahaan daerah air minum mengering. Direktur PDAM Ruteng Klemens Man mengatakan, kekurangan pasokan air bersih kini mulai dirasakan warga daerahnya.

Wakil Bupati Manggarai Deno Kamelus menegaskan, pihaknya sudah meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dan instansi terkait lainnya agar terus memantau dampak kemarau yang semakin mengganas.

Kepala BPBD Manggarai Anggelus Angkat menjelaskan, kemarau panjang kali ini juga berdampak pada pengolahan sawah. Dari catatan sementara, sekitar 300 hektar sawah petani di Manggarai hampir dipastikan gagal panen atau puso.

Dari Kabupaten Malang, Jawa Timur, dilaporkan, tanggap darurat kekeringan daerah itu berlangsung hingga 31 Oktober. Jika sampai akhir Oktober hujan belum juga turun merata, bantuan air bersih bagi warga akan diteruskan sampai kebutuhan air warga tercukupi.

Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Malang EK Hafi Lutfi, Kamis, di Malang, pihaknya belum bisa memastikan kapan bantuan air bersih akan diakhiri. Sejauh ini ada tujuh kecamatan yang mendapatkan bantuan air dengan jumlah penduduk lebih dari 5.000 keluarga.

Kemarau yang menyebabkan sawah-sawah kekeringan memicu kenaikan harga beras di pasar- pasar tradisional di Serang, Banten. Produksi padi diduga menurun sehingga pasokan tersendat dan harga merambat naik setidaknya sejak satu bulan lalu.

Di Makassar, Sulsel, kemarau panjang mengakibatkan makin sering terjadi kebakaran. (EGI/ENG/WER/ANS/BAY/REN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141024kompas/#/25/

Kamis, 23 Oktober 2014

5.000 Hektar Sawah Tak Terairi

Kamis, 23 Oktober 2014

Debit Air Bendungan Pamarayan Menurun


SERANG, KOMPAS — Jangkauan Bendungan Pamarayan di Kabupaten Serang, Banten, untuk mengairi sawah berkurang dari 20.000 hektar sawah menjadi sekitar 15.000 hektar sawah akibat kemarau. Debit air yang dialirkan dari waduk tersebut tinggal 200 meter kubik per detik.
Hanan, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau, Ciujung, dan Cidurian, di Serang, Rabu (22/10), mengatakan, Bendungan Pamarayan biasanya mengalirkan air untuk irigasi hingga 750 meter kubik per detik.

Penurunan debit air waduk tersebut mulai terjadi pada Agustus lalu. Berdasarkan pantauan Kompas, sawah-sawah di beberapa daerah di sekitar Pamarayan terlihat kering. Ini seperti terjadi di Desa Katulisan, Kecamatan Cikeusal, dan Desa Dukuh, Kecamatan Kragilan, di Kabupaten Serang. Sawah-sawah tak digarap. Tanah yang kekeringan tersebut retak-retak. ”Sepertinya panas pada tahun ini lebih lama. Kalau tahun lalu, lebih lama hujannya,” ujar Hanan.

Hujan biasanya sudah mulai turun Oktober ini. Namun, kata Hanan, perubahan iklim membuat pola itu berubah. Tahun ini hujan masih turun hingga Juli lalu. ”Mungkin hujan baru turun Desember nanti,” ujarnya.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Banten Oong Sahroni mengatakan, pada masa paceklik panjang akibat kemarau seperti saat ini, irigasi yang rusak terasa menjadi persoalan yang amat pelik. Sebagian besar sawah di Banten belum diairi irigasi sehingga para petani hanya mengandalkan hujan.

”Nanti, kalau hujan mulai turun pun, petani masih harus menggarap sawahnya dan baru mendapatkan panen empat bulan lagi,” katanya.

Gagal panen
Di Jawa Tengah, tanaman cabai di Kabupaten Magelang mengering, mati, dan gagal panen akibat kekurangan air. Yono, salah seorang petani di Desa Sumber, Kecamatan Dukun, mengatakan, dari sekitar 2.000 tanaman cabai miliknya, sekitar 200 tanaman mati karena kekurangan air.

”Hasil panen juga merosot drastis karena rata-rata produktivitas lebih dari 1.800 tanaman lainnya berkurang 40 persen daripada biasanya,” ujarnya.

Jika biasanya dia bisa mendapatkan hasil panen cabai lebih dari 1 kuintal, kini tanaman cabainya hanya menghasilkan kurang dari 50 kilogram cabai.

Hal serupa dikatakan Eko, petani di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan. Sebanyak 2.500 tanaman cabai milik Eko yang biasanya menghasilkan 7 kuintal cabai kini hanya menghasilkan sekitar 5 kuintal karena 500 tanaman cabainya mati.

”Saya sudah berusaha mencukupi kebutuhan air dengan menyiram tanaman setiap hari, tetapi itu pun belum cukup,” ujarnya. Lahan tanaman cabai milik Eko adalah tadah hujan.

Siswo, petani di Desa Jati, Kecamatan Sawangan, mengatakan, minimnya air irigasi menyebabkan tanaman cabainya yang berusia 50 hari terlihat kurang segar. ”Jika musim kemarau terus berlangsung berkepanjangan, tanaman cabai milik saya pun berpotensi gagal panen,” ucapnya.

Kekeringan juga mengakibatkan kualitas hasil panen menurun. ”Banyak cabai terlihat menghitam, gosong, karena terpanggang sinar matahari terus- menerus,” ujar Ny Cipto, salah seorang pedagang cabai di Pasar Muntilan, Kecamatan Muntilan.

Sementara itu, hujan yang belum kunjung turun membuat krisis air bersih di sejumlah wilayah di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, meluas. Permintaan bantuan air bersih pun terus bertambah. Beberapa di antaranya diajukan oleh daerah-daerah baru yang sebelumnya tidak pernah mengalami krisis air dan tak termasuk dalam peta daerah rawan kekeringan.

Kepala Seksi Penanganan Darurat dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Temanggung Eko Suprapto mengatakan, jika biasanya permintaan air bersih diajukan maksimal enam kecamatan, tahun ini hingga awal Oktober, permintaan air bersih telah diajukan oleh sembilan kecamatan.

”Ini adalah krisis air bersih terburuk yang pernah terjadi di Temanggung selama 10 tahun terakhir,” katanya.

Di Kalimantan Timur, PDAM Balikpapan masih menggilir jadwal distribusi air. Penggiliran air tetap dilakukan hingga 31 Oktober,” ungkap Gazali Rahman, juru bicara PDAM Balikpapan, Selasa. (BAY/EGI/PRA)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141023kompas/#/24/

Selasa, 21 Oktober 2014

Kurang, Stok Pupuk Bersubsidi

Selasa, 21 Oktober 2014

KEBUMEN, KOMPAS — Stok pupuk bersubsidi di sejumlah gudang produsen dan distributor di Kabupaten Kebumen dan Wonosobo, Jawa Tengah, belum mencukupi kebutuhan petani menjelang musim tanam pertama 2014/2015. Padahal, sebagian petani di wilayah itu sudah mulai menyemai benih.
Dari pantauan Kompas, Senin (20/10), petani di sejumlah areal pertanian di Kabupaten Kebumen dan Wonosobo yang dialiri saluran irigasi Waduk Wadaslintang mulai menyemai di lahan mereka. Irigasi Wadaslintang dibuka sejak Jumat pekan lalu setelah ditutup dua bulan.

Zamzami (54), petani Desa Poncowarno, Kecamatan Poncowarno, Kebumen, mengaku cukup sulit mendapatkan pupuk urea bersubsidi di sejumlah toko sarana pertanian di desanya. ”Beberapa hari lagi, saya pindahkan benih dari penyemaian ke sawah. Kalau pupuk masih sulit, bisa jadi bencana buat petani,” katanya.

Imam Fathoni, karyawan salah satu pengecer pupuk di Desa Gemeksekti, Kecamatan Kebumen, mengatakan baru bisa menyediakan pupuk bagi petani sekitar pertengahan November. Alasannya, stok pupuk di gudang distributor masih sangat sedikit.

Terkait hal itu, anggota Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida Kebumen Agung Patuh menjelaskan, sesuai peraturan Bupati Kebumen, kebutuhan lima jenis pupuk bersubsidi yang harus dialokasikan untuk Oktober 2014 terdiri dari 1.599,75 ton urea, 775 ton SP36, 972 ton ZA, 1.273,5 ton Phonska, dan 1.518 ton pupuk petragonik (organik).

”Tetapi, hasil pemantauan kami di kantor perwakilan produsen pupuk, ternyata stok pupuk di gudang produsen sampai pekan kedua Oktober masih di bawah ketentuan,” katanya.

Dari lima jenis pupuk bersubsidi, hanya urea yang sudah memenuhi kebutuhan. Stok SP36 hanya tersedia 249 ton dari 775 ton kebutuhan. Stok pupuk ZA 792 ton dari kebutuhan 972 ton.

”Sekarang petani di irigasi Wadaslintang memang baru mulai mengolah tanah dan penyemaian benih. Pemupukan kemungkinan baru dilakukan awal November. Tetapi, mereka butuh jaminan ketersediaan pupuk sehingga bisa bercocok tanam dengan tenang,” ujar Agung.

Di Wonosobo, Ketua Tim Pengawas Barang Bersubsidi Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Wonosobo Oman Yanto mengatakan telah memanggil PT Pertani (Persero) selaku distributor pupuk di Wonosobo. Pemanggilan ini terkait kekosongan pupuk di gudang lini III milik distributor itu karena tidak ada penebusan pupuk selama Agustus.

”Hasil inspeksi kami ke gudang mereka di tiga kecamatan (Kalibawang, Kepil, dan Leksono) juga kosong. Kelalaian mereka bisa merugikan petani,” ujarnya.

Sementara itu, Pemkab Sidoarjo berencana menggarap sektor pertanian secara modern dengan mengadopsi konsep sistem pertanian korporasi. ”Konsep ini diharapkan meningkatkan produktivitas dan mengatasi persoalan klasik seperti kesulitan pupuk dan benih yang tak tersertifikasi,” kata Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan Kabupaten Sidoarjo Anik Puji Astuti. (GRE/NIK)

http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000009633784.aspx?epaper=yes

Jumat, 17 Oktober 2014

Bertekad Wujudkan Swasembada Pangan

Jumat, 17 Oktober 2014

Sejumlah tantangan berat masih mengadang dalam upaya mewujudkan swasembada pangan, seperti keterbatasan lahan serta keberadaan petani yang jumlahnya terus menurun.

Hingga peringatan hari pangan sedunia ke 34, yang digelar 16 Oktober 2014 ini, masih banyak catatan penting yang menjadi hambatan untuk mencapai swasembada pangan. Keterbatasan lahan dan semakin minimnya jumlah petani yang bersedia menggarap lahan pertanian tetap masih menjadi masalah serius yang menghambat rencana swasembada pangan.

Beberapa hal yang dinilai para praktisi pertanian, menjadi masalah utama yang harus diperhatikan pemerintah yakni ketersediaan lahan pertanian, ketersediaan pupuk dan bibit unggul, regenerasi petani dan kemudahan modal dari perbankan atau lembaga keuangan lain. Tidak kalah pentingnya, yakni kejelasan dan perlindungan pasar dan harga komoditas pertanian.

Ketua HKTI Jawa Babar Entang Sastraatmaja menyatakan, berkurangnya lahan pertanian sebagai akibat pembangunan yang masif memang sulit untuk dihindari. Namun, bukan berarti pemerintah diam tanpa mengeluarkan ketentuan untuk mencegah semakin berkurangnya lahan pertanian.

"Pemerintah menjadi pihak yang sangat diandalkan untuk mengendalikan alih fungsi lahan pesawahan. Regulasi pengendalian alih fungsi lahan persawahan diharapkan bisa menghindari krisis produktivitas pangan," tegasnya di Bandung, baru-baru ini.

Menurutnya, kepala daerah dapat membuat peraturan bupati atau walikota tentang  pengendalian alih fungsi lahan pertanian dengan melihat Peraturan Daerah soal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) atau Undang-undang mengenai Perlindungan Sawah.



Melalui Peraturan Bupati, tegas Entang Sastraatmaja, dapat mengatur dengan lebih detail tanpa melanggar Peraturan Daerah soal RTRW ataupun Undang-undang mengenai Perlindungan Sawah. Sebab, jika tidak ada regulasi khusus mengenai pengendalian ini, maka alih fungsi akan tetap terjadi.

Karena, tegas Entang, untuk membuka lahan pertanian baru tidak mudah. Selain lokasinya yang harus subur, juga infrastruktur pertanian harus terpenuhi. Salain itu, juga saluran irigasi dan jalan harus diperhatian untuk mengirimkan hasil produksi petani."Kepala daerah memiliki otonomi sendiri, jadi itu tergantung kepala daerahnya, mau atau tidak membantu petani," tuturnya.

Entang mencontohkan, saat ini alih fungsi lahan makin menyusutkan lahan pertanian di sentra produksi padi seperti Karawang, Subang, dan Bekas. Semua disebabkan oleh pertumbuhan kawasan industri dan pabrik baru. Lalu, rencana membangun kawasan bandara internasional di Majalengka, juga berdampak pada penyusutan lahan pertaninan disana.
"Apa artinya  Waduk Jatigede jika lahan di Majalengka dan Sumedang habis. Jadi harus dikendalikan."

Perluasan Lahan
Kepala Bidang Tanaman Pangan pada Dinas Pertanian Pemprov Jawa Barat Uneef Primadi menambahkan, pemerintah Jabar terus berupaya menambah lahan pesawah baru sebagai ganti dari beralihnya lahan sawah akibat pembangunan pabrik ataupun perumahan.

Dia menyebutkan lahan pesawahan  di Jabar saat ini mencapai  sekitar 925 ribu hektare (ha) membuat program untuk mencetak lahan sawah baru sebanyak 100 ribu ha hingga tahun 2018. "Lokasi lahan pertanian baru itu ada di Jabar wilayah Selatan. Targetnya pada 2018 tercetak lahan baru sebanyak 100 ribu hektare," ujarnya.

Target itu menurut Uneef, dapat terealisasi mengingat potensi lahan pertanian yang dapat dibuka menjadi lahan baru mencapai 360 ribu ha. "Berdasarkan data peta Geo Investigation Survey masih ada lahan seluas 360 ribu hektare yang dapat menjadi lahan pertanian. Sekitar 260 hektare berada di daerah Jabar bagian Selatan seperti Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Pangandaran, Garut, dan Ciamis. Tetapi sampai saat ini baru sekitar 500 ha yang kita buka," katanya.

Hanya saja, tambah Uneef, untuk membangun lahan pertanian baru tidak mudah.  Lahan pertanian itu harus disetujui pemiliknya, kemudian memiliki ada sumber air. Sehingga pemerintah baik tingkat provinsi hingga kabupaten telah menyediakan dana bantuan untuk mencetak lahan baru tersebut.

tgh/E-12

http://koran-jakarta.com/?22210-bertekad%20wujudkan%20swasembada%20pangan

Rabu, 15 Oktober 2014

Anggaran Ideal Kedaulatan Pangan Diusulkan 20% dari APBN

Rabu, 15 Oktober 2014

 Metrotvnews.com, Jakarta: Koordinator Nasional Aliansi untuk Desa Sejahtera (ADS) Tejo Wahyu Jatmiko menyatakan, idealnya anggaran untuk mewujudkan kedaulatan pangan pada masa pemerintahan Jokowi-JK harus dialokasikan sebesar 20% dari APBN.

"Sekarang trennya anggaran untuk pangan hanya 5% dari APBN. Sedangkan aturan dari Badan Pangan Dunia mengisyaratkan jika Indonesia ingin berdaulat atas pangan maka harus menyediakan anggaran rata-rata sebesar 20% dari APBN," katanya menyambut Hari Pangan Dunia di Jakarta, Rabu (15/10/2014).

Dia menjelaskan, anggaran ini nantinya dialokasikan untuk pengembangan industri pengolahan pangan yang dikuasai oleh industri kecil berbasis masyarakat sekitar dan kesejahteraan keluarga produsen pangan skala kecil. "Kalau APBN sekarang Rp2.000 triliun maka sekitar Rp400 triliun dialokasikan untuk membangun kemandirian yang semuanya harus berbasis lokalitas dan produsen pangan skala kecil," ujar dia.

Dia mengatakan untuk menuju kedaulatan pangan basisnya dari penghasil pangan skala kecil dan itu sejalan dengan ketentuan Badan Pangan Dunia yang menyatakan 2014 Indonesia harus memfokuskan kepada petani keluarga karena mereka telah menyumbangkan lebih dari 50% produksi pangan dunia.

"Sementara Indonesia malah aneh, selama 10 tahun periode 2003-2013 telah kehilangan lima juta petani di tingkat rumah tangga petani dari jumlah total 31 juta petani menjadi 26 juta petani yang sekarang," ucapnya.

Hal senada diungkapkan Koordinator Pokja Beras ADS Said Abdullah, yang mengatakan, jika pemerintahan baru memprioritaskan kebijakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dan meningkatkan ketersedian pangan di dalam negeri maka dapat menjadi langkah awal yang berarti bagi kedaulatan pangan Indonesia.

"Pemerintah baru harus berfokus pada peningkatan kesejahteraan petani karena kalau petani sejahtera maka proses produksi akan terjadi dengan sendirinya," tukasnya.

Data Badan Pangan Dunia menyebutkan, keluarga petani merupakan penghasil pangan dunia, dari 570 juta hektar lahan pertanian, 500 juta dimiliki oleh keluarga petani seluruh dunia dan mereka menghasilkan lebih dari 57% produksi pangan di dunia.  (Antara)

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/10/15/305334/anggaran-ideal-kedaulatan-pangan-diusulkan-20-dari-apbn

Tekad Ganjar, Jateng Lumbung Pangan

Selasa, 14 Oktober 2014

TEMANGGUNG (KRjogja.com) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo meneguhkan tekad mewujudkan Jawa Tengah sebagai lumbung pangan nasional, baik disektor pangan dalam artian beras, jagung dan kedelai, dan pangan dalam artian komoditas holtikultura. Target itu bisa dicapai dengan syarat ada sinergitas petani dan penerapan kemajuan teknologi pertanian.

"Kami dari Jateng terus komitmen sebagai lumbung pangan nasional. Upaya-upaya terus ditempuh, baik oleh pemerintah dan petani serta didukung seluruh stakeholder pertanian," kata Ganjar Pranowo, Senin (13/10/2014).

Dikemukakan hasil panen dari jateng terus menunjukkan kuantitas dan kualitasnya, serta masuk dalam jajaran produk unggulan pertanian di Indonesia. Dengan berkualitasnya hasil panen maka akan dapat menembus pasar modern dan internasional. Maka itu, petani yang belum menerapkan teknologi pertanian untuk dapat menerapkankannya, mengikuti yang sudah ada. "Jawa Tengah harus mampu menjadi warung hidup sejati dengan kualitas hasil panen, termasuk petaninya sendiri yang harus mempuni" katanya.

Dikatakan, petani Jateng, harus bekerja keras meningkatkan kualitas agar mampu bersaing pada masyarakat ekonomi asia (MEA) yang mulai diterapkan 2015. Untuk itu Pemprov Jateng selain mendorong peningkatan itu juga memberikan berbagai fasilits untuk kemajuan.

Anggota Badan Ketahanan Pangan Propinsi Jawa Tengah, Gayatri Indah Cahyani, mengatakan di Jateng saat ini marak terjadinya alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan menjadi lahan-lahan lain, seperti perumahan dan yang dominan adalah industri.

"Menurut pihak pemprov memang mengatakan pengetatan perijinan melalui para pimpinan daerah, baik walikota atau bupati, namun kenyataanya alih fungsi lahan pertanian dan perkebunan mencapai ada 2.000 hektar, "katanya.(Osy)

http://krjogja.com/read/233838/tekad-ganjar-jateng-lumbung-pangan.kr

Senin, 13 Oktober 2014

Petani Menyiasati Kekeringan dengan Tanaman Hortikultura

Senin, 13 Oktober 2014

SIDOARJO, KOMPAS — Sebagian besar petani di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, memilih menanam tanaman hortikultura pada musim tanam kemarau II tahun ini. Hal itu untuk menyiasati terbatasnya pasokan air akibat mengeringnya sumber air pada musim kemarau. Apalagi, banyak saluran irigasi yang rusak sehingga mengganggu kelancaran distribusi pengairan.
Ketua Kelompok Tani Tekun Desa Wonoplintahan, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sarnawi mengatakan, pola tanam yang dilakukan petani saat ini, dua kali padi dan satu kali palawija atau horti. Penanaman palawija dilakukan pada musim kemarau untuk menghindari gagal panen akibat kekeringan.

”Di daerah kami, pengairan masih menjadi masalah bagi petani. Pasokan air terbatas pada musim kemarau. Persoalan semakin parah dengan rusaknya sejumlah saluran irigasi sehingga distribusi airnya tidak merata,” ujar Sarnawi, Minggu (12/10).

Terbatasnya pasokan air membuat petani tidak bisa menanam padi karena tanaman ini membutuhkan air yang banyak. Sebagai gantinya, saat ini petani memilih tanaman horti jenis kedelai. Alasannya, tanaman kedelai bisa tumbuh dan berkembang dengan air yang terbatas.

”Selain itu, harga jual kedelai juga lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual jagung dan ketela. Harga kedelai bisa mencapai Rp 6.500 per kilogram, sedangkan jagung pipilan kering hanya Rp 3.000 per kilogram,” ujar Tarmudji, anggota Kelompok Tani Tekun.

Tarmudji mengatakan, anggota kelompok tani di desanya mencapai 192 petani penggarap dengan luas lahan lebih dari 100 hektar. Sebagian besar petani menanam kedelai dan baru akan menanam padi pada musim hujan pada pengujung tahun 2014.

”Musim tanam secara umum di Jawa Timur mundur atau lebih lambat daripada daerah lain di Indonesia karena hujan turun belakangan. Di Sidoarjo, musim tanam padi baru diprediksi mulai pertengahan Desember 2014,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, dan Perkebunan Sidoarjo Anik Puji Astuti.

Anik mengatakan, kondisi saluran irigasi di wilayahnya banyak yang rusak dan belum diperbaiki. Oleh karena itu, pemerintah daerah telah menganggarkan dana perbaikan. Namun, karena terbatasnya anggaran, perbaikan dilakukan secara bertahap sehingga tidak mampu menjangkau seluruh daerah.

Sementara itu, kekeringan masih melanda sejumlah areal persawahan di wilayah Kabupaten Tegal dan Brebes, Jawa Tengah, akibat hujan yang belum juga turun di wilayah tersebut.

Sawah-sawah yang kekurangan air dibiarkan tidak ditanami oleh pemiliknya. Kondisi ini terlihat, antara lain, di wilayah Kecamatan Brebes dan Bulakamba yang berada di Kabupaten Brebes. (NIK/WIE)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141013kompas/#/18/

Mendaratkan Kedaulatan Pangan

Senin, 13 Oktober 2014

KEDAULATAN pangan (food sovereignty) sebagai pilihan politik pangan Jokowi-JK—menggantikan mazhab ketahanan pangan (food security) di era SBY-Boediono—harus diapresiasi.
Pergeseran pendulum ini berimplikasi Indonesia harus mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan lebih khusus lagi pemenuhan itu harus diproduksi anak bangsa sendiri, bukan dari impor. Impor merupakan instrumen ”pilihan paling akhir dan terakhir” dalam keterpaksaan. Konsekuensinya, Indonesia perlu memiliki data dan informasi ”sistem produksi, distribusi, deteksi dini, dan mitigasi rawan pangan yang terintegrasi secara real time” dalam bentuk decision support system tool (DSS).

Tujuannya agar dapat memandu secara akurat para pihak dalam merumuskan, melaksanakan kebijakan dan program kedaulatan pangan, serta mengeksekusinya secara rinci dan operasional di lapangan. DSS dibangun berbasis individu petani dan desa merekam data luas lahan, luas tanam, dan luas panen berdasarkan rekaman citra satelit resolusi sangat tinggi (i piksel 1 x 1 meter) yang di-up date secara real time. Periode dan besaran luas tanam, pertanaman, dan panen petani digunakan untuk menghitung agregat surplus atau defisit  menurut ruang dan waktu.

Aplikasi ini dibuat sangat sederhana, users friendly, multiple purposes, dan multiple users sehingga dapat digunakan untuk kepentingan prediksi produksi, kebutuhan, dan distribusi pangan untuk dimanfaatkan semua pihak. Data real time ini secara operasional digunakan untuk perencanaan tanam, serta alokasi prasarana dan sarana pertanian (pupuk dan benih, alat mesin pertanian, panen, pasca panen, variabilitasnya menurut ruang dan waktu).

Integrasi semua program pembangunan kedaulatan pangan lintas sektor dalam wadah yang sama memungkinkan evaluasi kinerja program dan anggaran dapat dilakukan simultan, jujur, dan fair. Perlindungan dan pemberdayaan petani dan konsumen dapat ditetapkan sasarannya dengan akurat. Bagaimana detail operasional kedaulatan pangan dan apa prasyaratnya?

Operasional dan prasyarat
Perincian kedaulatan pangan dalam bahasa operasional yang terukur menggunakan kerangka waktu jelas harus dilakukan untuk menghindari salah interpretasi. Kedaulatan pangan tercapai jika dan hanya jika standing point pemerintah soal (i) modernisasi pertanian bagi kelompok tani dan gabungan kelompok tani dalam produksi pangan pokok serta (ii) mekanisme katup pengaman ketika terjadi defisit ataupun surplus bahan pangan pokok jelas komitmen penganggaran dan tegas eksekusinya di lapangan.

Modernisasi pertanian bertujuan memaksimalkan akses (i) pengelolaan dan konsolidasi lahan minimum 5 hektar, (ii) mekanisasi pertanian sebelum tanam, tanam, setelah panen, dan pengolahan hasil, (iii) benih, pupuk, dan air. Reforma agraria dilandasi beragam perundang-
undangan, mulai dari TAP MPR sampai UU. Namun, faktanya, jumlah masyarakat tak berlahan terus meningkat dan penguasaan lahan didominasi sekelompok kecil konglomerasi. Ketidakadilan ini harus secepatnya dihentikan di tahun pertama pemerintahan Jokowi-JK sehingga akses lahan berkeadilan cepat terjadi.

Peta areal penggunaan lain (APL) dan daftar kepemilikan hak guna usaha (HGU) harus dipublikasikan sehingga masyarakat bisa memanfaatkan APL dan mengawasi HGU yang mangkrak untuk diredistribusi. Konsolidasi lahan sempit  di Jawa juga harus dilakukan agar skala ekonominya tercapai. Peningkatan luas garapan memungkinkan dilakukan mekanisasi menyeluruh sehingga terjadi peningkatan efisiensi dan produktivitas serta upah tenaga kerja pertanian.

Hasil penelitian di Sidrap, Sulawesi Selatan, melalui modernisasi pertanian, pengolahan tanah, tanam, panen dapat dihemat biaya masing masing minimal 30 persen sehingga ada tambahan keuntungan signifikan bagi petani. Tambahan keuntungan ini dapat digunakan untuk membayar operator alat dan mesin pertanian. Saat ini operator mesin pertanian dibayar Rp 150.000-Rp 200.000 per hari sehingga pasti menarik minat generasi muda.

Pengoptimalan akses pengelolaan lahan juga harus dilakukan di kebun kelapa sawit, saat ini 10 juta hektar dan padi 8 juta hektar. Jika daya dukung (carrying capacity) diasumsikan dua sapi per hektar, Indonesia dapat mengembangkan 36 juta sapi (enam juta keluarga dapat ditampung dengan asumsi 1 keluarga mengelola 6 sapi). Dalam waktu tiga tahun, pasti swasembada daging sapi tercapai dan masyarakat tak didera harga daging mencekik.

Selanjutnya pemerintah harus memperkuat akses petani ke benih berkualitas. Saat ini, banyak putra-putri terbaik Indonesia bekerja di perusahaan benih dan bibit multinasional, di dalam ataupun luar negeri. Melalui insentif proporsional dan profesional, pemerintah dapat mengundang mereka kembali ke Tanah Air untuk membangun industri benih bertaraf internasional. Produksi benih bermutu itu selanjutnya dijual murah ke petani sehingga produksinya mampu bersaing dengan produk impor.

Penyesuaian harga pupuk bersubsidi per jenis pupuk Rp 400 per kilogram tiap tahun untuk mitigasi penyimpangan pupuk bersubsidi harus dilakukan sekaligus sebagai sumber pendanaan perbaikan jaringan irigasi.

Katup pengaman
Mekanisme katup pengaman defisit pangan pokok dapat dipantau melalui DSS. Berdasarkan informasi prediksi produksi, konsumsi, dan cadangan pangan setempat, redistribusi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit diikuti pemenuhan pangan substitusinya, dapat dilakukan lebih dini. Sebaliknya saat surplus, industri pengolahan rakyat segera menyerap dan mengolah untuk meningkatkan harga dan nilai tambah. Pendekatan sederhana, konkret, dan operasional ini apabila dieksekusi pemerintahan Jokowi-JK di semua sentra produksi pangan Indonesia dengan basis petani dan kelompok tani, akan menjadikan rakyat berdaulat terhadap pangannya. Kedaulatan pangan petani menjadi fondasi kuat mencapai kedaulatan pangan nasional yang selama ini terus dikoyak dan dicabik-cabik para pihak yang ingin memperebutkan pangsa pasar pangan Indonesia yang tumbuh pesat.

Ambruknya sistem produksi kedelai yang diikuti keruntuhan sistem produksi ternak dan kehancuran infrastruktur produksi gula akibat permainan pemburu rente harus dihentikan at all cost. Liberalisasi pangan di Indonesia menyusul penandatanganan letter of intent dengan IMF, importasi daging yang berlebihan, dan mafia gula rafinasi yang bocor ke pasar tradisional harus jadi pelajaran berharga, dibarengi pengawasan ketat dan sanksi berat bagi pelaku agar rakyat tak jadi korban globalisasi pangan. Pengetatan dalam pengelolaan pangan nasional dipastikan akan menghasilkan devisa, menekan spekulan, memberikan stimulus bagi sentra produksi pangan untuk memacu produktivitas dan efisiensi sistem produksi, pengolahan hasil, dan pemasarannya.

Pemerintah secara serius dan bertahap harus memberikan insentif dan proteksi non tarif—melalui penerapan codex alimentarius serta sanitary and phytosanitary—sebagai filter ampuh meredam serbuan pangan impor. Implikasinya, produk pangan nasional juga harus dikenakan standar sama. Pemerintah dan dunia usaha suka atau tidak suka harus bersinergi membina petani agar menerapkan good agriculture practices, termasuk good handling practices dan turunannya, sehingga serbuan produk impor bisa ditahan dan daya saing produk nasional di pasar internasional menguat.

Gatot Irianto Praktisi Pertanian Perdesaan

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141013kompas/#/7/

Minggu, 12 Oktober 2014

VCO Hasil Petani Minahasa

Sabtu,11 Oktober 2014


SEJAK berabad silam, kelapa menjadi kekuatan ekonomi masyarakat di Minahasa, Sulawesi Utara. Perekonomian digerakkan oleh perputaran niaga kopra hingga bungkil kelapa. Oleh Raymond Legi (63), buah kelapa diolah menjadi minyak kelapa murni (”virgin coconut oil”/VCO).
Proses pembuatan minyak kelapa murni bagi Raymond dan istrinya, Saerih, yang berasal dari Indramayu, Jawa Barat, justru menjadi sebuah gerakan untuk menyadarkan masyarakat di daerah Minahasa betapa pentingnya inovasi. Gerakan ini dimulai dengan menggerakkan petani kelapa di daerah Minahasa Selatan, Sulut.

Tak hanya menggerakkan petani kelapa, pasangan suami-istri ini juga gencar mengampanyekan khasiat minyak kelapa murni. Setiap diberi kesempatan memberikan penyuluhan, mereka menyampaikan manfaat minyak kelapa murni yang kandungannya dapat mencegah kanker, kolesterol, dan meningkatkan daya tahan tubuh tersebut.

”Minahasa terkenal sebagai daerah nyiur melambai karena dipenuhi tanaman kelapa. Namun, nyatanya kehidupan petani kelapa belum sepenuhnya sejahtera. Ini karena tidak ada nilai tambah dari produksi mereka,” tutur Raymond saat ditemui Kompas di rumahnya di Kecamatan Tumpaan, Minahasa Selatan, akhir Agustus lalu.

Selama puluhan tahun, petani kelapa di Minahasa hanya berkutat pada pembuatan kopra atau menjual buah kelapa langsung ke pabrik pembuatan kopra yang beroperasi di wilayah Amurang. Petani sering tidak punya posisi tawar ketika harga ditekan oleh pabrik pengolahan kopra. Harga kopra rata-rata Rp 3.000-Rp 5.000 per kilogram ketika disetor ke pabrik kopra. Padahal, jika diolah menjadi VCO, keuntungan yang diperoleh petani jauh lebih besar.

Kondisi ini makin mendorong Raymond, sarjana pertanian dari Universitas Siliwangi, Tasikmalaya, Jawa Barat, memutuskan kembali ke tanah kelahirannya pada 1999. Sebelum pulang kampung, dia adalah manajer di sebuah lapangan golf di Kota Bandung.

Perhatiannya terhadap kelapa baru muncul saat diminta mengurus perkebunan kelapa seluas 187 hektar milik adiknya yang diserang hama. Dari situlah dia menyadari pengolahan kelapa di wilayah Minahasa belum baik. Bekerja sama dengan Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Minsel, dia membagikan ilmu teknologi pertanian kepada petani kelapa di Minahasa.

Membuat minyak murni
Medio 2002, dia dikirim Dinas Pertanian Minsel untuk mengikuti seminar mengenai pembuatan VCO di Yogyakarta. Kesempatan itu digunakan untuk menimba ilmu dari Prof Dr AH Bambang Setiaji, peneliti dan pelopor VCO di Indonesia.

Raymond pun langsung tertarik dengan minyak hasil pemurnian buah kelapa itu dan terus belajar melalui literatur yang diperolehnya. Awal 2004, dia mulai menerapkan pembuatan VCO secara sederhana di rumahnya sendiri dengan menggunakan kelapa dari kebunnya sendiri. Saat itu masih menggunakan alat pemerasan santan manual. ”Awalnya saya buat dari lima hingga 10 kelapa. Gagal-gagal terus. Namun, saya enggak menyerah,” katanya.

Setelah melalui percobaan-percobaan hingga sekitar 200 kelapa, pada 2006, Raymond akhirnya berhasil menjadi orang pertama di Amurang yang memproduksi VCO. Dia pun mendirikan UD Qiara untuk menangani produksi dan pemasaran. VCO yang diproduksinya diberi label Obedsay.

Awalnya, tidak banyak masyarakat yang menaruh minat pada VCO, tetapi Raymond tidak menyerah. Dia pun terus meningkatkan kualitas VCO. Awalnya, Raymond dibantu istri dan tiga kerabatnya mengolah 500 kelapa setiap tiga hari dengan mengoperasikan tiga mesin.

Untuk mendapatkan 1 liter VCO dibutuhkan 10-14 kelapa. Hasil 1 liter VCO setara dengan Rp 25.000. Jika kelapa itu diolah menjadi kopra hanya menghasilkan 2,5 kilogram kopra. ”Dari sisi ekonomi, membuat VCO jelas lebih menguntungkan walau proses pembuatannya lebih capek,” ungkap Raymond.

Untuk meningkatkan produksi minyak kelapa murni, dia membentuk jejaring usaha dengan melibatkan ratusan petani kelapa yang sebelumnya dilatih Raymond. Kebetulan, pada 2008, pemerintah memberikan bantuan belasan mesin pemeras santan kelapa (mesin pres) kepada 13 kelompok tani di Kecamatan Tumpaan. Kelompok-kelompok tani itu kemudian membentuk Koperasi Produsen Narwastu.

Jaringan pemasaran
Namun, ketika petani memulai proses pembuatan VCO, mereka terkendala dalam memasarkan produk tersebut. Raymond pun berupaya mencari pasar VCO ke Pulau Jawa. Ia memanfaatkan jaringan pemasaran kosmetik yang menjadi bisnis ibunya di Bandung. Belakangan, minyak kelapa murni dapat diterima toko-toko kosmetik di Bandung dan Jakarta. Selain aktif ikut pameran di Jawa dan Sulawesi, dia juga mendekati pedagang besar yang memiliki jaringan ke sejumlah toko kesehatan dan apotek di Manado. VCO buatan Raymond juga dikirim ke Korea Selatan melalui pedagang perantara.

Saat ini dalam sebulan, UD Qiara rata-rata mampu memproduksi hingga 1.700 botol VCO dengan omzet minimal Rp 60 juta. Untuk sebotol VCO ukuran 60 mililiter (ml) dihargai Rp 20.000, ukuran 125 ml Rp 35.000, dan ukuran 250 ml Rp Rp 60.000.

Raymond kini menggandeng sejumlah kelompok tani di Amurang dan bersiap mendirikan pabrik VCO di lahan seluas 600 meter persegi.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141011kompas/#/20/

Anak Muda Harus Melawan Oligark

Sabtu, 11 Oktober 2014

PILKADA TIDAK LANGSUNG

JAKARTA, KOMPAS — Saat ini, masyarakat sipil merasakan bagaimana sakitnya dibohongi dan dikhianati para elite politik yang menguasai parlemen, terutama setelah mereka berhasil mengegolkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Oligarki parpol telah menunjukkan kekuatannya. Generasi muda harus sadar dengan fenomena ini dan saatnya mulai melawan.
Oligark adalah individu yang menguasai dan mengendalikan konsentrasi besar sumber daya material yang bisa digunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan kekayaan pribadi. Sementara oligarki adalah politik pertahanan kekayaan dari kaum oligark.

Demikian benang merah diskusi ”Urgensi Keterlibatan Generasi Muda Mengawal Pilkada Langsung” yang digelar Transparency International Indonesia, di Jakarta, Jumat (10/10). Tampil sebagai pembicara peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi, Donny Ardyanto; Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini; dan mahasiswa Ilmu Politik Freie Universitaet, Berlin, Iman Waskito.

Donny Ardyanto mengatakan, kekalahan dalam penentuan sistem pemilihan kepala daerah sebenarnya bukan akhir dari demokrasi. Masih ada esensi demokrasi yang mendasar dan harus segera direbut masyarakat sipil. Jika masyarakat masih merasa kalah dan dikhianati sejak penetapan UU Pilkada, hal itu sah-sah saja. Namun, harus segera disadari, kesedihan itu tidak ada gunanya jika tidak diiringi kesadaran baru soal sistem politik Indonesia.

Tak ada yang mengontrol
Satu hal yang harus segera dilawan adalah fakta makin berjayanya oligarki di sistem politik Indonesia, terutama yang bercokol di parpol-parpol. ”Oligarki dari dulu ada, tetapi bisa dikontrol Soeharto. Ketika reformasi, oligarki masih ada, tetapi tak ada yang mengontrol hingga kini,” kata Donny.

Tujuan mereka adalah mempertahankan kekuasaan ekonomi dan bahkan menambahnya. Oligark ini sedemikian canggih untuk mempertahankan kepentingan bisnisnya dengan terlibat dalam pembuatan UU dan kebijakan lain. ”UU akan selalu dipengaruhi oleh para oligark. Di Indonesia, problemnya makin rumit karena tak ada yang mengontrol,” ujar Donny.

Saat ini memang ada oligark yang tak mau menjadi elite, tetapi banyak juga oligark yang biasanya berlatar belakang pengusaha telah menjadi elite dan menjadi penguasa parpol.

”Mereka menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi melalui jalur-jalur legal dan memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan proyek,” ucapnya.

Titi Anggraini mengatakan, sesungguhnya alasan para elite menolak pilkada langsung oleh rakyat hanya karena target politik yang dibungkus berbagai argumentasi. ”Fakta, argumentasi, dan data bisa ditarik ulur sesuai selera,” kata Titi.

Masyarakat sipil sempat berprasangka baik terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

”Antara percaya dan tidak percaya karena ada elite politik yang berjanji, tetapi dengan mudah mengingkarinya. Ini bukan sekadar drama, ini tragedi. Ini ironi dari demokrasi kita,” ungkap Titi.

Tanggal 2 Oktober, Presiden Yudhoyono mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) yang membatalkan UU Pilkada. Namun, perppu tersebut masih harus dimintakan persetujuan kepada DPR pada sidang Januari 2015. DPR bisa setuju, bisa tidak. ”Kalau saya tidak percaya,” kata Titi. (AMR)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141011kompas/#/5/

Jumat, 10 Oktober 2014

Pemerintah Diminta Hentikan Impor Beras

Kamis, 9 Oktober 2014

Jakarta - Lembaga Bina Desa mengharapkan pemerintah mampu menghentikan impor beras karena dinilai merugikan petani padi. "Impor beras yang tinggi mengakibatkan harga di pasar menurun, tidak sebanding dengan biaya pengelolaan pertanian padi yang tinggi," kata Kepala Bagian Kelembagaan Bina Desa, Naning Baeti di Jakarta, Selasa (7/10).

Ia mengatakan, impor beras ini mengakibatkan persaingan ketat yang mengancam stabilitas harga beras ditingkat petani yang terus mengalami penurunan. "Saat ini, sebagian petani beralih profesi karena mereka menilai harga hasil panen padi tidak lagi menguntungkan seiring biaya produksi yang tinggi," ujar Naning.

Berdasarkan data Statistik (BPS) 2013, realisasi impor beras premium dari Thai Hom Mali sebanyak 23.117,8 dan beras dari Basmati, Japonica, hibah sebanyak 47.867,1 ton (premium).Tingginya impor beras ini, kata dia, pihaknya menjual beras lokal lebih murah dibanding harga beras impor. Misalnya harga beras merah Rp35 ribu per bungkus (satuan isi lima kilogram per bungkus), beras itam Rp50 ribu per bungkus, beras putih kualitas premium Rp50 ribu per bungkus.

"Kami berupaya membantu petani ini dengan ikut memasarkan beras lokal ke pasar moderen, tradisional dan rekanan kerja, agar petani bisa menikmati harga yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarganya," ujarnya.Untuk itu, diharapkan pemerintah dapat mengurangi impor beras ini dengan cara memperkuat kelembagaan pemasaran produk pertanian lokal.Pemerintah juga diharapkan meningkatkan bantuan alat produksi, bibit, pupuk dan mempermudah pembukaan lahan baru untuk pertanian, untuk meningkatkan animo petani mengembangkan usaha pertaniannya. "Saat ini, petani hanya mampu mengelola lahan pertanian dalam skala kecil dan hanya cukup untuk makan sehari-hari karena biaya produksi pertanian tinggi," ujarnya.

Dilain sisi, pemerintah kembali membuka keran impor beras, untuk menjaga stok di Bulog. Dengan demikian, maka stok beras akan aman. Menteri Perdagangan M Lutfi telah membuka pintu selebar-lebarnya kepada Perum Bulog untuk melakukan impor beras jika diperlukan. Pasalnya, saat ini permasalahan yang mengganggu di bidang pangan adalah beras. “Ini masalah beras saja, Bulog saya minta untuk lakukan operasi pasar untuk tekan harga, Bulog juga bisa impor kalau diperlukan," ucapnya.

Lutfi menambahkan, tadi juga sudah dilaporkan kepada Menteri Koordinator bidang Perekonomian Chairul Tanjung untuk meminta izin agar Perum Bulog dapat lakukan operasi pasar. “Kenapa? sekarang musim tanam tapi kering. Saya sudah instruksi kepada  Bulog untuk pengadaan lokal dan impor. Kenapa penting? Dengan adanya trade deficit ini, dijaga inflasinya, jangan sampai jatuh tertimpa tangga,” kata Lutfi.

Untuk besaran impor beras dan harga beras di pasaran, Lutfi meminta agar Bulog berkomunikasi dengan pemerintah. “Saya instruksikan, harga dan waktu minta kelenturan dengan pemerintah,” pungkasnya.Namun begitu, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras pada Maret lalu.

Dirjen Perdagangan Luar Negeri kala itu, Bachrul Chairi menyampaikan beberapa pokok pengaturan dalam Permendag tersebut yang terkait dengan ekspor dan impor beras. Dalam beleid baru ini, ekspor beras hanya dapat dilakukan bila persediaan beras di dalam negeri telah melebihi kebutuhan. Adapun, jenis beras yang dapat diekspor meliputi beras yang tidak diproduksi melalui sistem pertanian organik, beras ketan hitam, dan beras organik dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25%.

Selain itu, ekspor beras hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan ekspor dengan memperhatikan rekomendasi dari Kementerian Pertanian, kecuali untuk ekspor beras yang dilakukan oleh Perum Bulog, persetujuan ekspornya dengan memperhatikan rekomendasi dari Tim Koordinasi. Sementara itu untuk impor beras, lanjut Bachrul, dapat dilakukan untuk keperluan stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan kerawanan pangan; keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri; keperluan tertentu dapat dilakukan dengan ketentuan yang terkait dengan kesehatan/dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu; serta beras yang bersumber dari hibah.

"Impor beras untuk keperluan kesehatan/dietary dan konsumsi khusus/segmen tertentu hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah mendapatkan penetapan sebagai IT-Beras. Sedangkan impor beras untuk keperluan tertentu guna memenuhi kebutuhan industri sebagai bahan baku/penolong yang tidak atau belum sepenuhnya dihasilkan di dalam negeri," ujarnya.

http://www.neraca.co.id/article/46295/Pemerintah-Diminta-Hentikan-Impor-Beras/3

Kamis, 09 Oktober 2014

Perlawanan Elegan Petani Kendeng

Kamis, 9 Oktober 2014


RATUSAN orang berjalan melingkari tanah lapang, di pinggiran hutan sonokeling, di gelap malam. Obor di tangan meliuk-liuk mengiringi langkah kaki. Sambil berjalan, mereka merapal doa, meminta perlindungan agar dijauhkan dari ancaman bencana. Ancaman itu dilafalkan dengan tegas oleh mereka sebagai ”hama pabrik semen”.
”Bang Suratebang surate Gunung Kendeng ono omo teko kene panggonane kali gede ojo ngganggu, nek ngganggu seblak obor dadi awu. Se hore....” Demikian penggalan mantra yang dirapal Mbah Sarutomo, pemimpin ritual, sambil terus berjalan. Artinya, kira-kira, ”...Bang Suratebang kabar dari Gunung Kendeng ada hama datang kemari tempatnya sungai besar jangan mengganggu, kalau mengganggu ditebas obor jadi abu. Se hore.” Lalu, dengan kompak, orang-orang menyambut dengan sorakan, hore...!

Ritual ”lamporan” yang dilakukan petani di Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Jumat (3/10) malam, itu menutup acara rembuk warga tentang kedaulatan pangan yang digelar sejak pagi. Warga, yang kebanyakan petani itu, datang dari kawasan di sepanjang Pegunungan Kendeng Utara, mulai Pati, Purwodadi, Blora, hingga Rembang. Bahkan, datang wakil warga dari kawasan karst Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan.

Laki-laki, perempuan, anak-anak hingga dewasa, antusias. Keragaman peserta ritual tampak dari penampilan. Beberapa perempuan berjilbab, sebagian berkebaya hitam berkain jarit. Sebagian lelaki berkopiah dan kain sarung, lainnya bersurjan hitam bercelana komprang berikat udeng.

Amrih Widodo, peneliti komunitas Sedulur Sikep dari Australian National University, mengatakan, lamporan adalah ritual masyarakat agraris Jawa. ”Ritual ini biasanya dimaksudkan mengusir lampor atau kekuatan jahat. Bagi petani, lampor bisa mewujud hama perusak tanaman dan berbagai penyakit yang dianggap ancaman,” katanya. ”Kali ini, yang dianggap ancaman besar adalah pabrik semen.”

Amrih datang atas undangan Gunretno, tokoh komunitas Sedulur Sikep. Beberapa akademisi yang selama ini membela petani Kendeng juga datang, seperti Hermanu Triwidodo dan Soeryo Adi Wibowo dari Institut Pertanian Bogor, Eko Teguh Paripurno dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta, dan Hendro Sangkoyo dari School of Democratic Ecomy. Selain itu, turut serta tokoh agama, seperti Gus Zaim Uchrowi dan Gus Baehaqi dari Rembang. Ada juga Alissa Wahid, putri mantan Presiden Abdurrahman Wahid, serta mantan Menteri Sekretaris Negara di era Gus Dur, Bondan Gunawan.

Hidup mati
Sekalipun berasal dari latar belakang berbeda, mereka disatukan semangat melindungi tanah dan air dari ancaman tambang. ”Seumur hidup saya, petani yang menggantungkan air untuk hidup. Kehadiran pabrik semen pasti merusak lingkungan kami. Karena itu, kami tegas menolaknya,” tutur Saidi (54), petani dari Desa Karangawen, Kecamatan Tambakromo, Pati.

Sukinah yang datang dari Desa Tegaldowo, Kecamatan Gunem, Rembang, juga berharap banyak dari pertemuan itu. Sudah lebih dari dua bulan ia dan puluhan perempuan Gunem lain tinggal di tenda, menolak pembangunan pabrik semen. ”Saya sebenarnya ingin berdialog dengan Pak Gubernur. Saya memilih dia saat pilkada lalu. Saya juga memilih Pak Jokowi. Ayo Pak, jangan lupakan kami,” katanya.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebenarnya diundang, tetapi tidak datang. Ia mengirim anak buahnya, salah satunya Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral Jawa Tengah Teguh Dwi Paryono yang menyatakan, pendirian pabrik semen jalan terus, asal sesuai aturan, termasuk yang di Rembang. ”Pak Surono (Kepala Badan Geologi) juga sudah menganulir surat sebelumnya yang melarang penambangan di Cekungan Air Tanah (CAT) Watuputih Rembang, yang intinya boleh menambang dengan syarat tertentu,” ungkapnya.

Penjelasan Teguh ini mengagetkan warga, khususnya Sukinah dan kawan-kawannya yang datang dari Rembang. Apalagi, sehari sebelumnya, Gunretno juga diberi informasi langsung dari Gubernur bahwa Surono melunak. Sebelumnya, 1 Juli 2014, Surono mengirim surat kepada Gubernur Jateng yang isinya soal kondisi batu gamping di rencana tapak penambangan itu telah ditetapkan sebagai CAT Watuputih, yang sesuai peraturan harus dilindungi.

Saat dikonfirmasi terpisah, Surono tegas menyatakan tidak menganulir surat yang dibuat sebelumnya. Ia memang kembali mengirim surat ke Gubernur. ”Itu pun karena Pak Gubernur meminta penjelasan lagi. Namun, surat terakhir saya tidak ada satu kata pun Badan Geologi mengizinkan boleh menambang di sana,” papar Surono sambil menunjukkan surat itu.

”Kita jangan sampai dipecah belah dan mudah dibujuk-bujuk agar melepas tanah. Mari satukan tekad membela Ibu Pertiwi. Kita tidak akan bisa hidup tanpa tanah dan air. Salam Kendeng lestari,” tutur Gunarti, perempuan tokoh Sedulur Sikep dalam dialog.

Pecah belah
Sekalipun marah dengan sikap Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dianggap tak membela mereka, para petani Kendeng menunjukkan sikap melawan secara elegan. Selain menggelar dialog untuk mencari jalan keluar dan doa bersama melalui ritual lamporan, acara hari itu juga diramaikan berbagai kegiatan kesenian. Sepanjang acara, gending Jawa berlirik sarat kritik segar terus mengiringi. Acara diselingi pertunjukan teater dan tari dari grup Sahita, Solo.

Empat biduanita yang bersolek seperti petani paruh baya berlenggak-lenggok di tengah petani. Pertunjukan dimulai dengan tembang pangkur, dari Serat Wedatama yang konon ditulis Mangkunegara IV. Dimulai dengan kalimat mingkar mingkuring angkoro, syair tembang ini berisi falsafah kehidupan, seperti hidup bertenggang rasa, menjadi manusia seutuhnya, dan orang berwatak ksatria.

Dialog-dialognya pun segar dan kontekstual sehingga menggugah penonton antusias menyahutinya, ”Anakku, putuku, bakale manggon ning endi? Lemahku mung sak cuil, kuwi wae arepo diiris-iris? Opo iyo jarene awake dewe negoro agraris, ning wis ora bakal nduwe beras? Awake dewe arep mangan opo? Aku arep manggon ning endi?” (Anakku, cucuku, bakal tinggal di mana? Tanahku hanya sedikit, itu pun bakal kalian ambil? Apa iya negara kita masih agraris, tetapi nanti bakal tidak punya beras lagi? Kita mau makan apa? Mau tinggal di mana?).

Para petani itu bersorak. Sebagian tertunduk. ”Saya mbrebes mili (menangis) menyaksikan semangat perlawanan petani di sini,” kata Bondan, sore hari seusai dialog. ”Kita mungkin akhirnya kalah, tetapi harus terus melawan karena Sedulur Sikep ini mungkin benteng terakhir perlawanan warga di Jawa.”

Seperti dikatakan Hendro Sangkoyo, perlawanan petani Kendeng itu bukan hanya mencerminkan konflik antara pengusaha semen dan Sedulur Sikep. ”Namun, kapital global melawan laku sikep. Ini etika kehidupan Sedulur Sikep, juga petani, yang hidup dari tanah dan air, melawan kapital global yang hanya peduli pada keuntungan usaha mereka,” katanya.

(P RADITYA MAHENDRA YASA)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141009kompas/#/15/

Rabu, 08 Oktober 2014

Rakyat Bergerak Kawal Pilkada Langsung

Rabu, 8 Oktober 2014

Konsolidasi Awal di Universitas Indonesia

JAKARTA, KOMPAS — Gerakan Rakyat Berdaulat yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, kelompok buruh, organisasi massa perempuan, dan peneliti menyatakan sikap akan terus mengawal pembatalan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Gerakan ini menuntut pemerintah dan DPR mengembalikan hak politik rakyat untuk memilih secara langsung.

Sri Budi Eko Wardani, Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, mengatakan, gerakan tersebut mewakili elemen masyarakat yang terdiri dari 132 organisasi massa independen yang terus mengawal perubahan politik di Indonesia. Peserta yang datang di antaranya adalah aliansi mahasiswa untuk demokrasi dari UI, Perludem, Formappi, Indonesia Corruption Watch, Walhi, Lingkar Madani untuk Indonesia, Koalisi Perempuan Indonesia, JPPR, Elsam, Migrant
Care, Pattiro, dan LIPI. ”Tidak mau hak politik kami diambil paksa,” ujarnya di Kampus FISIP UI, Depok, Jawa Barat, Selasa (7/10).

Gerakan ini akan mendesak masyarakat berkonsolidasi dan berjuang supaya hak memilih langsung tidak hilang dengan tujuan jangka panjang mengembalikan partisipasi rakyat memilih secara langsung disahkan dalam UU. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggantikan UU No 22/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah tidak memberikan jaminan kembalinya hak itu.

”Pilkada oleh DPRD justru menjadi ajang politik transaksi, baik sebelum maupun sesudah pemilu. Selain itu, pemilihan oleh DPRD ini bukan sekadar masalah mekanisme, melainkan kuat ada upaya pembajakan demokrasi dan akan mengembalikan pemerintah yang otoriter seperti pada zaman Orde Baru,” kata Bara Lintar, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UI.

Bara menambahkan, mahasiswa tidak akan tinggal diam oleh permainan politik oligarki. Mahasiswa yang bergabung dengan gerakan independen ini akan lebih kritis menyuarakan aspirasi masyarakat. Bahrain, Direktur Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, menambahkan, gerakan masyarakat sipil akan selalu berada di garda terdepan memastikan elite politik memperjuangkan hak rakyat.

Deputi Direktur Perludem Veri Junaidi mengatakan, meski sudah ada perppu yang diterbitkan SBY, tidak ada kepastian dikembalikannya hak politik. Pasalnya, revisi UU Pilkada oleh DPRD harus disetujui DPR periode 2014-2019. Karena itu, gerakan ini akan mengawal ketat hingga pilkada langsung dapat disahkan menjadi UU.

Dipindah, listrik padam
Pernyataan sikap gerakan ini sedianya dilaksanakan di Plaza FISIP UI, tetapi dipindah ke dalam di gedung ruang F 202. Selama diskusi berlangsung, pukul 13.30-16.00, aliran listrik padam. Peserta diskusi yang memadati ruangan kepanasan. Panitia acara menyatakan, acara di ruangan terbuka itu tidak mendapatkan izin dari Dekan FISIP UI.

Saat dimintai konfirmasi, Dekan FISIP UI Arie Setiabudi Soesilo mengatakan, secara substansi, UI tidak menolak upaya Puskapol UI, mahasiswa, dan aktivis melakukan kajian dan diskusi tentang UU Pilkada. Namun,
teknis pengorganisasian massa, menurut dia, kurang profesional dan mendadak. Padahal, elemen masyarakat yang diundang dalam acara itu sangat banyak. Arie khawatir massa tidak bisa ditampung di Plaza FISIP UI.

”Karena khawatir mengganggu perkuliahan, saya minta teman-teman ini pindah ke ruangan untuk berdiskusi konstruktif di dalam ruangan,” kata Arie.

KPU rancang biaya
Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera merancang kebutuhan biaya untuk Pilkada 2015 dengan menyesuaikan aturan baru di Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur dan Bupati/Wali Kota. Mengacu perppu, pendanaan Pilkada 2015 sepenuhnya dibebankan pada APBD dengan sejumlah hal baru yang perlu dimasukkan dalam usulan kebutuhan biaya pilkada.

”Hal-hal baru yang masuk menjadi beban APBD itu seperti dana untuk pemasangan alat peraga, penyebaran bahan kampanye kepada masyarakat, debat antarcalon, serta iklan media cetak dan elektronik,” kata Djohermansyah.

Pendanaan pilkada sepenuhnya oleh APBD hanya berlaku untuk pilkada serentak di ratusan daerah otonom pada 2015. Pilkada serentak tahun 2018 dan 2020 pendanaan oleh APBN didukung APBD. Dukungan dana melalui APBD, antara lain,
berupa kegiatan sosialisasi, pengamanan, dan distribusi logistik. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, jumlah daerah yang menggelar pilkada serentak pada 2015 sebanyak 204 daerah otonom.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengakui, pelaksanaan pemilu yang tahapannya berlangsung lama dan menguras energi idealnya harus berdasarkan UU. Dengan UU, tak ada pertentangan lagi antara pihak pemerintah dan DPR. Berbeda dengan perppu yang nantinya masih bisa bergantung pada persetujuan DPR. Namun, KPU saat ini sudah berkoordinasi secara internal untuk membahas perppu dan melibatkan para pihak. (A13/APA/ATO/AMR)

 http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141008kompas/#/5/