Sabtu, 28 Februari 2015

Bulog bakal serap beras petani 5 juta ton

Jumat, 27 Februari 2015

MALANG. Berbagai upaya tengah dilakukan pemerintah untuk menjaga agar harga beras stabil terutama pada saat musim panen raya Maret-Juni mendatang.
Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian berencana menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) menyerap beras petani saat panen mendatang hingga 5 juta ton. Langkah ini diperlukan untuk tetap menjaga pasokan beras dari Bulog sehingga bisa menstabilkan harga saat panen mendatang.
Angka penyerapan beras Bulog ini lebih tinggi dari rencana awal tahun Bulog yang hanya akan menyerap beras petani saat panen raya mencapai 3,2 juta ton.
Amran bilang, Bulog harus dikembalikan fungsinya menjadi stabilisator harga beras. "Bulog harus menyerap beras milik petani pada kisaran harga Rp 7.000 per kilogram (kg) dan menjualnya ke pasaran dengan harga tersebut," ujar Amran, Kamis (26/2).
Amran menyatakan, harga tersebut ideal karena lazimnya harga beras petani selalu jatuh dan dihargai murah para tengkulak ketika musim panen raya tiba. Karena itu, ia bilang, saat musim panen kali ini, petani tak mungkin bisa menjual beras pada harga Rp 7.500 - Rp 8.000 per kg kepada para tengkulak. Lebih baik menjualnya ke Bulog dengan harga yang wajar.
Menanggapi permintaan tersebut, Bulog menyatakan siap dan berjanji untuk menyerap sebanyak mungkin beras petani selama musim panen tahun ini.
Bahkan, Bulog akan mengoptimalkan penggunaan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang sebesar Rp 3 triliun dan sudah disetujui DPR untuk menyerap beras milik petani. Bulog menargetkan bisa menyerapkan sebanyak 417.000 ton beras dari petani dengan menggunakan dana PMN tersebut.
Lenny Sugihat, Direktur Utama Bulog mengaku tengah mempersiapkan diri untuk mendukung upaya pemerintah menyerap hasil produksi petani saat panen raya.
Lenny meminta petani tidak khawatir saat menjelang panen raya nanti, sebab Bulog telah mempersiapkan dana untuk membeli beras milik petani agar harga beras di tingkat petani tidak jatuh. "Bulog berkomitmen untuk menyerap sebanyak mungkin produk petani," ujarnya.
Pembelian Bulog terhadap beras petani sesuai harga pokok pembelian (HPP) beras sebesar Rp 7.260 per kg. Selain itu, Bulog juga berjanji terus menggelar operasi pasar agar harga beras di pasaran tidak semakin mahal sambil menunggu musim panen raya datang.

http://industri.kontan.co.id/news/bulog-bakal-serap-beras-petani-5-juta-ton

Beras Makin Buas

Jumat, 27 Februari 2015

IRONIS. Hingar-bingar dan euforia program swasembada beras nasional yang bergairah dicanangkan Kabinet Kerja, terinterupsi serius oleh makin buasnya harga beras. Harga beras kini semakin tidak terkendali. Hal ini tampak dari mbedhalnya harga secara liar, mencapai 30%. Harga dasar beras yang acuannya Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.600 perkilogram beras menurut Inpres 2/2012 tentang Perberasan dan harga beras global sekitar US$ 500 perton, ternyata semakin dijauhi secara nyata oleh harga pasar hari-hari ini. Karena harganya meloncat-loncat: Rp 9.500, Rp Rp 10.000, Rp 10.500. Bahkan melampaui angka Rp 11.000 untuk beberapa kawasan.
Sudah barang tentu ini menimbulkan persoalan pangan yang tidak sederhana bagi kelompok masyarakat berdaya beli terbatas. Sementara itu, bagi petani produsen, tingginya harga pasar sama sekali bukanlah rezeki bagi mereka sebagai produsen utama karena kejadiannya jauh di luar masa jual pada umumnya. Harga naik petani makin miskin karena mereka pas menjadi net consumers. Jelas sekali perbedaan harga ini bukanlah keberuntungan mereka, produsen maupun konsumen. Semuanya menjadi korban dari eskalasi tidak terkendalinya harga beras. Kalau dua pihak ini korban, lantas siapa yang memperoleh keuntungan harga mbedhal ini?
Untuk melacaknya, rasanya bisa diawali dengan pemetaan permasalahan mulai dari memperbandingkan harga yang terjadi antara harga dunia dan HPP, dengan harga pasar pada hari ini. Besaran disparitas harga domestik normal dengan harga global dan HPP bisa mencapai 30%. Tentu itu merupakan sumber utama rente ekonomi untuk bisa dipermainkan para pemburunya. Konon permainan harga ini menjadi kambing hitam yang dilontarkan oleh para petinggi negara, sebagai sumber masalah kedua, mafia pangan.
Masalah ketiga, kenaikan harga disebabkan karena peledakan permintaan akibat berhentinya sementara bantuan raskin. Realita ini terjadi akibat terjebaknya kebijakan dalam wacana antara: beras dan uang tunai yang makan waktu. Kelambanan pengambilan keputusan telah berakibat eskalasi harga karena siapa pun butuh makan beras, ada ataupun tidak ada raskin. Keempat, kritik yang berkenaan dengan kapasitas Bulog yang terbatas dalam pengendalian harga dan distribusi sebagai akibat dari cadangan atau stok yang terbatas.
Faktanya, memang terdapat empat soal besar sekaligus: harga-stok-raskin-mafia, yang saling mendukung krisis beras kali ini. Beda harga yang tidak terkira antara harga dunia dan harga lokal telah menjadi inspirasi rente luar biasa. Selisih harga antara Rp 2.000-Rp 3.000 perkilogram, untuk konsumsi beras tahunan RI 31 juta ton, sudah setara dengan Rp 62 triliun-Rp 93 triliun. Ini bisa berujud rente antarmusim, rente antarkawasan, dan rente importasi yang mudah diakali para pemburu, rent seekers. Akan tetapi, apakah kita begitu saja mencaci maki pemburu?
Hakikatnya, pemburu kesempatan ekonomi sampai rente sesungguhnya adalah sebuah kewajaran syahwat usaha dalam sejarah perekonomian. Munculnya implikasi kebangsaan dan kesejahteraan tentu harus menempatkan sebab-musabab pemicu rente yang harus dijinakkan. Untuk kasus perberasan nasional, ketika beda harga tinggi, ketika stok dan distribusi terbatas dan tidak mampu mengatasi lokalitas produksi antarwaktu dan antartempat, serta ketika permintaan publik meledak akibat kelambatan raskin, sudah bisa dipastikan kesempatan mengais keuntungan akan semakin nyahwati, merangsang, normal maupun rente.
Tentu pengaitan ini bukanlah pembelaan terhadap para mafia pangan. Sama sekali bukan. Akan tetapi mengingatkan kepada siapa pun penyelenggara negara, bahwa dengan teriak: 'mafia-mafia', sampai teriak 'ganyang mafia!' sekalipun, tidak akan pernah ada gunanya kecuali mengganyangnya dengan kerja dan kerja. Mengendalikan sebab-musabab di sebalik suburnya mafia dan kartel pangan, melalui penegakan power ekonomi yang sesungguhnya dalam pengendalian harga.
Harus dicatat bahwa kali ini terjadi pada perberasan nasional. Setelah fajar menyingsing mungkin dialami oleh kedelai dan tahu-tempe, dan lusa bisa jadi menimpa daging sapi. Begitu senantiasa ketika kita hanya berteriak. Hanya kerja itulah solusi seksama pengendalian harga pangan melawan mafia.

Prof Dr M Maksum Machfoedz (Penulis adalah Ketua PBNU, Guru Besar FTP UGM)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/3833/beras-makin-buas.kr

Jumat, 27 Februari 2015

Janji Swasembada Pangan Jokowi Masih Slogan

Jumat, 27 Februari 2015

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -Janji Presiden Joko Widodo yang menjadikan Indonesia swasembada pangan masih seperti gaya kampanye dan sebatas slogan. Jadi presidan sudah lebih 100 hari, tapi yang lebih sering justru hanya rajin blusukan dan belum banyak yang bisa dilakukan untuk rakyat.

"Sampai detik ini saya belum melihat ada upaya Jokowi mencapai swasembada pangan. Khan janjinya mencetak sawah 2 juta hektar, sampai sekarang belum terlihat perencanaannya sama sekali,” ujar Muhammad Sarmuji.

Menurut anggota Komisi VI Dari Fraksi Partai Golkar ini, langkah untuk menciptakan swasembada pangan belum tampak. Terobosan di bidang pangan juga belum terdengar. Yang ada justru, saat ini harga beras melambung tinggi hingga tidak terkendali bahkan terlambat menangani.

”Mana itu Trisakti Bung Karno yang jadi slogan Jokowi dalam pemilu presiden lalu? Keadulutan pangan sama sekali tidak terlihat.Nawa cita kemana?," imbuhnya.

Saat harga beras sudah melonjak hingga 30 persen baru ada upaya operasi pasar. "Padahal mestinya ketika kebutuhan pokok itu naik 10 persen, mestinya pemerintah sudah harus siaga. Bukan malah blusukan nggak jelas tujuannya," tambahnya. "Wajar kalau orang lalu curiga ini cara agar keran impor dibuka lagi."

http://teropongsenayan.com/6772-janji-swasembada-pangan-jokowi-masih-slogan

Rabu, 25 Februari 2015

Anggaran Dinaikkan, Pupuk Bersubsidi Tetap Langka

Selasa, 24 Februari 2015

TEMPO.CO, Banyuwangi - PT Petrokimia Gresik memastikan kelangkaan pupuk bersubsidi akan kembali terjadi pada tahun ini. Penyebabnya, dari 15,2 juta ton kebutuhan semua jenis pupuk, pemerintah hanya mampu memberi subsidi untuk 9,5 juta ton diantaranya.

"Ada selisih 5,6 juta ton pupuk yang tak disubsidi," kata Manajer Humas PT Petrokimia Gresik, Yusuf Wibisono, saat jumpa pers di Banyuwangi, Jawa Timur, Selasa, 24 Februari 2015.

Rincian alokasi pupuk bersubsidi pada 2015 itu yakni Urea sebanyak 4,1 juta ton, SP-36 850 ribu ton, ZA 1,05 juta ton, NPK 2,55 juta ton, dan pupuk organik 1 juta ton. Dari seluruhnya itu, Petrokimia Gresik mendapatkan alokasi penyaluran sebanyak 5,2 juta ton.

Yusuf menjelaskan, kelangkaan akan terjadi sekalipun anggaran subsidi pupuk tahun ini mencapai Rp 28,5 triliun. Anggaran tersebut meningkat dibandingkan tahun lalu sebesar yang sebesar Rp 21 triliun. "Jadi munculnya kelangkaan pupuk, karena kemampuan pemerintah terbatas," kata dia.

Terbatasnya anggaran diperparah dengan distribusi pupuk bersubsidi yang tidak tepat sasaran. Yusuf mengungkapkan, petani yang lahannya lebih dari dua hektare justru memakai pupuk subsidi.

Padahal alokasi pupuk bersubsidi diperuntukkan bagi petani dengan luas lahan kurang dari 2 hektare. Selain itu, pupuk bersubsidi banyak dipakai di lahan-lahan Perhutani. "Perhutani dilarang memakai pupuk bersubsidi," katanya menegaskan.

Untuk menekan tingkat kelangkaan pupuk, Yusuf mengatakan, Petrokimia Gresik saat ini gencar mensosialisasikan pemupukan berimbang. Dalam satu hektare, idealnya, petani memakai 500 kilogram pupuk organik, 300 kg NPK dan 200 kg Urea. "Saat ini, pemakaian urea per hektarenya lebih dari 200 kg," katanya.

Sekretaris Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Banyuwangi, Suyitno, membenarkan jika dosis pemakaian pupuk kimia saat ini sangat tinggi. Dalam satu hektare, kata dia, petani memakai 400-500 kilogram pupuk urea subsidi.

Tingginya dosis pupuk kimia, menurut Suyitno, karena unsur hara tanah semakin menyusut. Itu hanya bisa diatasi apabila pemerintah daerah memfasilitasi pembuatan pupuk organik dalam skala besar bagi petani. "Kalau tidak petani akan terus-menerus tergantung dengan pupuk kimia," katanya.

IKA NINGTYAS

http://www.tempo.co/read/news/2015/02/24/173645026/Anggaran-Dinaikkan-Pupuk-Bersubsidi-Tetap-Langka

Selasa, 24 Februari 2015

Petani Tidak Nikmati Keuntungan

Selasa, 24 Februari 2015

Wapres Minta Pasokan Ditambah


BANYUWANGI, KOMPAS — Kenaikan harga beras dan gabah ternyata tak dinikmati petani. Sebagian petani ternyata sudah menjual gabah sejak panen terakhir berlangsung atau Desember lalu. Saat ini beras sudah ada di tangan pedagang, sementara panen berikutnya masih akan terjadi bulan depan.
Mutaqin (45), petani di Desa Parijatah Wetan, Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, mengatakan, dari 0,7 hektar sawah yang dimilikinya, seluruhnya sudah dipanen sejak Desember lalu. Hasil panen langsung diambil pengepul. ”Harga gabah kering panen saat itu dihargai Rp 3.900 per kg. Murah karena sedang panen raya,” katanya.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Banyuwangi Ikrori Hudanto di Banyuwangi, Senin (23/2), mengatakan, ada ikatan antara petani dan pengepul sehingga membuat petani mau melepas harga panen jauh di bawah pasar.

”Soal keterikatan itu, kami tak bisa berbuat banyak. Petugas kami tak mungkin punya kemampuan seperti itu kepada setiap petani,” katanya.

Kenaikan harga beras juga terjadi di Kota Jayapura. Para pedagang eceran di sejumlah pasar di ibu kota Provinsi Papua tersebut menjual beras dengan harga Rp 14.000 per kg. Para pedagang telah menaikkan harga beras sejak dua minggu lalu. Seluruh beras yang berada di dua pasar itu rata-rata dipasok dari Surabaya, Jawa Timur.

Husniah Mansyur (33), salah seorang pedagang di Pasar Youtefa, mengatakan, kenaikan harga beras mencapai Rp 2.000. Beberapa bulan lalu, harga beras Rp 12.000 per kg. ”Penyebab utamanya, distributor menaikkan harga. Harga satu karung beras seberat 10 kg naik dari Rp 110.000 menjadi Rp 130.000. Harga satu karung beras seberat 25 kg naik Rp 280.000 hingga Rp 295.000.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Jayapura Roberth Awi mengatakan, harga beras di Jayapura diperkirakan akan terus naik karena sejumlah wilayah sentra pemasok beras untuk Jayapura terkena banjir seperti di Jawa Timur.

Di Kupang, Kepala Seksi Humas Perum Bulog Nusa Tenggara Timur (NTT) Marselina Bende Radja mengatakan, belum ada perintah dari Menteri Perdagangan untuk melaksanakan operasi pasar (OP) cadangan beras pemerintah setelah terhenti 22 Januari 2015. Namun, dari 2014 hingga Januari 2015, OP sudah terealisasi di Sumba Timur sebanyak 26.000 kg, Kota Kupang 693.000 kg, Flores Timur 27.625 kg, Manggarai, Manggarai Timur 161.000 kg, serta Timor Tengah Utara dan Belu 110.000 kg.

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan Perum Bulog mengeluarkan stok beras rakyat miskin (raskin) 300.000 ton untuk memenuhi kebutuhan pasokan beras dalam negeri.

”Saya sudah minta agar Perum Bulog mengeluarkan sekitar 300.000 ton untuk menutup kekurangan selama ini,” ujar Kalla seusai rapat koordinasi di Kantor Wapres, Jakarta.

Menurut Kalla, pekan depan, kekurangan pasokan beras harus sudah dikeluarkan dari gudang beras Perum Bulog. ”Tidak apa-apa kalaupun stok beras nasional hanya 1,4 juta ton sekarang ini. Tidak perlu khawatir dengan stok,” tambahnya.

Alasannya, kata Kalla, Maret mendatang sejumlah wilayah panen beras. Dengan demikian, stok beras secara nasional akan bertambah lagi.

”Keterlambatan pasokan beras yang menaikkan harga sampai 30 persen itu tidak ada hubungannya dengan faktor ongkos. Ini hanya karena pasokan turun,” kata Wapres.

Koordinator Tim Ahli Wapres Sofjan Wanandi, siang tadi, melaporkan kepada Wapres, kenaikan harga beras sampai 30 persen akibat kurangnya pasokan.

Pengamat perberasan nasional yang juga profesor riset pada Pusat Analisis Sosial-Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Mohamad Husein Sawit menilai, pemerintah belum berpengalaman sehingga raguragu menjalankan program stabilisasi harga beras melalui operasi pasar. Operasi pasar yang dilakukan di Jakarta dinilai hanya sekadar menunjukkan bahwa pemerintah ada.

(MAS/NIT/FLO/CHE/KOR/ETA/ WIE/NIK/FRN/ACI/ REK/KOR/HAR/B09/B10/BRO/PIN)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150224kompas/#/18/

Gobel Diuji Mafia Beras

Selasa,  24 Februari 2015

Pemerintah menahan diri untuk tidak membuka keran impor beras dalam waktu dekat meski terjadi lonjakan harga beras yang cukup tinggi sejak awal Februari ini.

Alasannya,selain stok beras tersedia untuk beberapa bulan ke depan, pada Maret dan April mulai panen raya.Menyikapi kenaikan harga beras agar tidak menjadi bola liar, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memilih kebijakan operasi pasar dengan memanfaatkan stok cadangan beras milik Bulog. Sayangnya, kebijakan operasi beras disalahgunakan pedagang yang melibatkan orang dalam Bulog, sebagaimana diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel.

Benarkah ada kolaborasi antara pedagang dan orang Bulog yang mempermainkan harga beras—yang belakangan dijuluki mafia beras dibalik meroketnya harga beras di Jakarta dan sekitarnya? Yang pasti,selama dua pekan dalam bulan ini harga beras untuk semua jenis di Pasar Induk Cipinang, Jakarta Timur mencatat kenaikan sekitar 30%.

Para pedagang mengklaim untuk pertama kalinya kenaikan harga beras dipasar induk memecahkan rekor dalam sejarah. Bulog sudah menggelar operasi pasar dengan menggandeng pasukan dari Kodam Jaya untuk pengamanan.

Sementara secara nasional Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SPPKP)Kemendag memantau kenaikan harga beras hanya 2% selama dua pekan ini.Dari hasil monitor SPPKP harga rata-rataberas secara nasional yang terbentuk pada 1 Februari sebesar Rp9.629 per kilogram(kg), lalu sepuluh hari kemudian terjadi kenaikan harga walau tidak signifikan menjadi sebesar Rp9.789 per kg.

Pada 18 Februari harga beras naik lagi yang mencapai Rp9.837 per kg. Pemerintah mengakui panen pada sejumlah sentra produksi beras memang masih rendah pada awal tahun ini sebagai salah satu pemicu kenaikan harga beras.

Lalu,mengapa harga beras di Jakarta dan sekitarnya bisa meroket? Untuk menjelaskan kenaikan harga beras yang fenomenal itu, pengamat pertanian dari Universitas Lampung, Bustanul Arifin, memakai empat pendekatan.

Pertama,keterlambatan musim panen dan saat ini periode transisi antara musim paceklik dan panen raya yang diperkirakan mulai berlangsung pada bulan depan sehingga pemerintah tak perlu membuka keran impor.Hanya,kenaikan harga beras di Jakarta yang mencapai 30% dipertanyakan karena kenaikan harga beras yang wajar seharusnya pada kisaran 10% hingga15%.

Kedua,pada periode November dan Desember 2014,Bulog tidak menyalurkan beras untuk masyarakat miskin. Itu berpengaruh pada permintaan beras yang melonjak signifikan.

Ketiga,perubahan operasi beras yang digelar Bulog.Selama inioperasi pasar kepedagang besar di Pasar Induk Cipinang,namun pemerintah menilai salah sasaran sebab harga beras tetap tinggi, yang terjadi justru melahirkan praktik pengoplosan. Sejak Februari operasi pasar tidak melalui pedagang, tetapi berdampak pada kenaikan harga.

Keempat ,permainan dalam perdagangan beras yang oleh mendag diistilahkan sebagai mafia beras. Sebelumnya istilah mafia beras dipopulerkan Mendag Rachmat Gobel terkait distribusi ilegal beras operasi pasar Bulog. Pada pertengahan Januari lalu,muncul kasus beras operasi pasar Bulog yang dioplos di Cakung,Jakarta Timur.

Modusnya dengan cara mengoplos berasoperasi pasar Bulog seharga Rp7.400 perkg dengan beras jenis medium yang lebih baik lalu dikemas ulang dengan harga di atas Rp8.000 per kg. Praktik curang tersebut membuat pemerintah mengubah mekanisme operasi pasar.

Sejak awal Februari operasi beras tak lagi melalui pedagang di Pasar Induk Cipinang,namun langsung ke pasar tradisional dan masyarakat. Jadi, kesimpulan dari pemerintah bahwa terjadi kenaikan harga beras yang mencapai sekitar 30% di wilayah Jakarta terutama di pasar induk beras lebih karena dipicu ulah pedagang.

Mafia beras tidak bisa lagimengoplos beras dari operasi pasar Bulog.Dengan perubahan sasaran operasi pasar yang langsung ke pasar tradisional dan masyarakat telah mengurangi pasokan beras di pedagang besar, terutama di Pasar Induk Cipinang.

Dengan memahami pokok masalah penyebab kenaikan harga beras tersebut, sekarang tinggal menunggu aksi nyata dari pemerintah bagaimana menstabilkan harga beras. Dan, meringkus para mafia beras yang jelas sudah meresahkan masyarakat.


(ftr)

http://nasional.sindonews.com/read/968103/16/gobel-diuji-mafia-beras-1424746834

Senin, 23 Februari 2015

"Kedai Lebah" suguhkan masakan seba madu

Minggu, 22 Februari 2015

Bagi masyarakat umum, madu lebih dikenal sebagai pelengkap sajian makanan lain, seperti pancake, olesan roti, dan juga es krim, serta untuk campuran minum jamu.

Akan tetapi, tangan kreatif Endang Tri Retnowati asal Desa Pasuruan Kidul, Kecamatan Jati, Kudus, berhasil mengembangkan aneka masakan cita rasa khas madu.

Warung makan milik Endang bernama Kedai Lebah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menyajikan aneka masakan yang dalam proses memasaknya menggunakan madu.

Menu masakan yang disajikan, antara lain kepiting madu, udang goreng madu, ayam goreng madu, ayam rica madu, nasi putih telur madu, pisang crispy madu, dan aneka minuman madu.

Minuman yang ditawarkan, yakni dari mulai teh madu, kopi madu, susu madu, es madu segar, hingga jus madu 18+.

"Jus madu 18+ tersebut memang dikhususkan untuk usia 18 tahun ke atas karena di dalamnya terdapat gingseng serta susu dan ekstra joss serta bahan lain yang bisa menyegarkan badan," kata pemilik kedai lebah Endang Tri Retnowati di Kudus, Selasa.

Untuk menemukan ramuan aneka masakan yang bercita rasa khas madu tersebut, dibutuhkan waktu hingga satu tahun lebih guna menemukan takaran yang pas sehingga hasilnya cukup enak dimakan oleh siapapun.

Apalagi, lanjut dia, semua jenis masakan yang disajikan itu bebas dari Monosodium Glutamat (MSG) atau vetsin sehingga aman bagi semua umur untuk menikmatinya.

Meskipun warung makannya baru dibuka sejak 12 Desember 2014, "Kedai Lebah" yang mulai buka pukul 11.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB itu, sudah banyak pengunjung. Mereka penasaran ingin merasakan masakan yang diolah menggunakan madu.

Ide awal membuat aneka masakan menggunakan bahan tambahan madu, kata dia, berawal dari ketertarikannya mengetahui manfaat yang diperoleh ketika menyantap masakan laut yang dipadu dengan madu.

Endang yang merupakan lulusan jurusan farmasi itu, akhirnya mengetahui manfaat bahwa memasak kepiting ditambah madu akan meningkatkan antioksidan yang dipercaya bisa memerangi efek penuaan dini.

"Kepiting sendiri memiliki kandungan lesitin ketika bercampur dengan madu, unsur kimia yang muncul justru semakin memperkuat kandungan lesitin," ujarnya.

Selain itu, kata dia, kandungan lesitin juga baik untuk kecantikan.

Ia mengakui kepiting madu yang ditawarkan oleh "Kedai Lebah" merupakan menu andalan usahanya, selain menu lainnya.

Manfaat tersebut, kata dia, sudah pernah dikonsultasikan pula dengan salah seorang dosen yang juga aktif di lembaga penelitian yang memahami hal itu.

Dengan memahami kandungan yang ada di dalamnya, dia berharap, bisa memberikan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat masakan yang diolah menggunakan madu.

 "Setidaknya kami bisa memberikan penjelasan soal kandungan setiap makanan yang disajikan, terutama menu andalan kepiting madu," ujarnya.

Meskipun baru buka sejak bulan Desember, dia mengaku pernah mencapai omzet penjualan selama sehari hingga Rp1 juta lebih, terutama pada akhir pekan.


Hindari Minuman Jeruk

Endang berita-cita menyajikan makanan yang sehat dan bergizi. Demi menjaga kesehatan pelanggan yang datang, "Kedai Lebah" tidak menawarkan minuman yang menggunakan bahan jeruk.

"Selama ini sering disebutkan bahwa setelah makan aneka makanan laut jangan minum minuman yang mengandung jeruk karena bisa memunculkan reaksi negatif terhadap kesehatan," ujarnya.

Ternyata, kata dia, hal itu bukan sekadar mitos. Hasil konsultasi dengan berbagai pihak yang paham soal itu memang dibenarkan bahwa setelah menyantap aneka masakan laut diupayakan untuk menghindari minuman jeruk.

Oleh karena itu, kata dia, demi menyajikan makanan yang sehat, "Kedai Lebah" tidak menyediakan minuman jeruk.

Ia mengklaim aneka masakan yang disediakan aman untuk ibu hamil maupun anak-anak dengan harga yang terjangkau.

"Jangan khawatir dengan harga jual, khususnya kepiting madu karena kami juga menyediakan kepiting madu dengan harga ekonomis," ujarnya.

Ia menjamin kepiting yang disediakan masih segar, sedangkan pelanggan juga bisa memilih sendiri.

Untuk membuat kepiting tetap segar, kata dia, disediakan tempat khusus yang lengkap dengan air payau.

Meskipun sempat terjadi fluktuasi harga bahan bakar minyak serta elpiji, kata dia, harga jual aneka masakan di kedainya tidak mengalami kenaikan.

Harga jual aneka masakan yang ditawarkan antara Rp10.000 hingga Rp100.000, disesuaikan dengan porsi yang diinginkan.

Editor: Desy Saputra

http://www.antaranews.com/berita/473942/kedai-lebah-suguhkan-masakan-seba-madu

Rabu, 18 Februari 2015

Mendag Diwarning Ancaman Kelangkaan Akibat Perubahan Sistem Distribusi Beras

Rabu, 18 Februari 2015

Pemerintah Mau Salurkan Lewat Satgas
 

RMOL. Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel mengu­rangi pasokan stok beras Bulog ke Pasar Induk beras Cipinang. Alasannya, banyak yang dijual dengan harga lebih mahal.

Gobel mengungkapkan, ban­yak konsumen yang protes karena harga beras hasil operasi pasar (OP) Bulog di Cipinang di­jual di atas Rp 10.000 per liter.

Menurut dia, selama ini penyaluran beras Bulog di­lakukan melalui food station di Cipinang dan lewat satuan tu­gas (satgas). Akibat banyaknya keluhan dari masyarakat. Se­bab itu, pemerintah akan lebih banyak menyalurkan beras melalui satgas.

"Yang selama ini kita sa­lurkan ke food station akan diubah jadi lebih banyak ke masyarakat," ujarnya.

Gobel mengatakan, pember­lakuan perubahan penyaluran beras mulai dilakukan, pada Senin (17/2). Dengan adanya perubahan sistem penyaluran tersebut diharapkan masyarakat bisa merasakan langsung harga beras yang sebenarnya.

Dia juga mengungkapkan, saat pihaknya melakukan sidak ke tempat penimbunan beras, ditemukan beras Bulog yang selama ini digunakan untuk op­erasi pasar diproses kembali dan diedarkan ke pasar lain dengan harga yang lebih mahal.

"Saya masuk ke tempat penimbunan beras. Itu (beras Bulog) diproses lagi, malah masuk ke tempat lain. Seka­rang kita ubah strateginya ke masyarakat langsung melalui satgas," tandasnya.

Sebelumnya, Ketua Kop­erasi Pedagang Beras Pasar Induk Cipinang Zulkifli men­gatakan, saat ini harga beras di pasar Cipinang sudah melonjak tinggi dari awal bulan lalu.

"Saat ini harga beras paling jelek di pasar Cipinang capai Rp 10.000 per liter hingga Rp 12.000 ribu per liter. Jauh dari klaim pemerintah yang hanya Rp 8.300 per liter," ujarnya.

Menanggapi kisruh harga beras, anggota Komisi VI DPR Nasril Bahar meminta pemerin­tah tidak coba-coba mengganti sistem distribusi beras.

"Jangan sampai niat kita baik untuk menjaga harga beras stabil, tapi karena sistemnya tidak siap dan coba-coba jus­tru menaikkan dan membuat langka beras," ungkapnya pada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurut Nasril, yang harus­nya dilakukan oleh Kemente­rian Perdagangan bagaimana meningkatkan pengawasan penjualan harga beras. Ala­sannya, yang menimbulkan banyaknya penyelewengan dalam penjualan beras itu karena lemahnya pengawasan. Alhasil, membuka peluang oknum pedagang memainkan harga.

Nasril mengingatkan Ke­menterian Perdagangan harus menghapus mata rantai peny­aluran beras. Selain itu, harus dibuat kebijakan early warning di beberapa daerah remote supaya ketika ada tanda-tanda lonjakan harga bisa segera diantisipasi. ***

http://ekbis.rmol.co/read/2015/02/18/192157/Mendag-Diwarning-Ancaman-Kelangkaan-Akibat-Perubahan-Sistem-Distribusi-Beras-

Polres Tegal Gerebek Gudang Pupuk Oplosan

Selasa,  17 Februari 2015

TEGAL - Sebuah gudang yang diduga dijadikan tempat penimbunan dan pengolahan pupuk bersubsidi di Jalan Raya Dampyak, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal digerebek aparat Polres Tegal.

Di dalam gudang diperkirakan ada ratusan karung pupuk bersubsidi yang akan dijual kembali.

Penggerebekan dilakukan oleh Polres Tegal bersama Kodim 0712/Tegal dilakukan sekitar pukul 11.00 WIB.

Gudang yang digerebek tersebut berjarak sekitar satu kilometer dari gudang pengoplosan pupuk bersubsidi yang sudah digerebek sebelumnya oleh aparat Kodim pada Kamis 12 Februari 2015 lalu.

Saat didatangi aparat, kondisi pintu gudang yang berada tak jauh dari Rumah Sakit Mitra Siaga itu dalam keadaan tertutup rapat dan terkunci.

Sejumlah anggota polisi hanya bisa masuk melalui tembok setinggi sekitar tiga meter menggunakan tangga.

Di dalam gudang terdapat ratusan karung pupuk bersubsidi yang diduga akan diolah menjadi pupuk nonsubsidi.

Hal ini ditunjukan dengan sampel pupuk yang dibawa petugas yang mengecek ke dalam gudang berbentuk butiran-butiran kecil bewarna merah muda seperti warna pupuk bersubsidi.

Pengamatan Sindonews.com dari luar gudang, kondisi dalam gudang tidak tampak ada aktivitas apapun.

Penjaga gudang maupun karyawan juga tidak terlihat di dalam gudang. Setelah mengambil sampel pupuk, petugas lalu memasang police line di pintu masuk gudang.
Kapolres Tegal AKBP Tommy Wibisono mengatakan, gudang diduga dijadikan tempat penimbunan dan pengolahan pupuk bersubsidi menjadi non subsidi.

"Kita cek di dalam ada berkarung-karung, diduga pupuk subsidi," kata Tommy, Selasa (17/2/2015).

Meski demikian, Tommy belum dapat memastikan lebih lanjut jenis pupuk bersubsidi yang ada di dalam gudang maupun modus pengolahan pupuk yang dilakukan dia hanya memastikan keberadaan pupuk bersubsidi yang ada di dalam gudang ilegal.

"Apakah dicuci atau diapakan belum tahu. Ini baru awal, masih kami dalami. Sementara ini kita pastikan ini bukan distributor resmi," tandasnya.

Selain memasang garis police line, polisi juga mengamankan seorang pria yang diduga pemilik gudang.

Pria berkacamata yang belum diketahui identitasnya tersebut diminta datang ke gudang dan dibawa ke Mapolres Tegal menggunakan mobil patroli. "Pemilik gudang sudah kita panggil dan akan kita periksa terlebih dahulu," kata Tommy.

(sms)

http://daerah.sindonews.com/read/965667/22/polres-tegal-gerebek-gudang-pupuk-oplosan-1424174142/1

Kamis, 12 Februari 2015

Gubernur NTB: Kedaulatan Pangan Bukti Negara Kuat

Kamis, 12 Februari 2015

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGH M Zainul Majdi mengatakan (kedaulatan) pangan bisa menjadi instrumen yang strategis bagi Indonesia untuk menancapkan pengaruh kepada negara-negara lain. Pasalnya, keberadaan pangan sangat penting dalam kehidupan masyarakat.

“Jadi pertanian itu adalah urat nadi dari peradaban manusia,” ujarnya saat acara penandatanganan kerjasama Pangdam IX/Udayana, Mayjen TNI Torry Djohar Banguntoro dengan Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi tentang ketahanan pangan Provinsi NTB, Rabu (11/2).

Ia menuturkan, pertanian sudah mulai banyak ditinggalkan padahal dengan pangan maka negara mampu menancapkan pengaruh, untuk menguasai dan menghegemoni bangsa-bangsa dan negara-negara lain.

Zainul Majdi mencontohkan kisah Nabi Yusuf dan bangsa Mesir dimana mampu memimpin peradaban selama sekian abad dengan menggunakan pangan sebagai instrument strategi. Dimana, untuk menciptakan ketahanan nasional dan memperkuat posisi bangsa ditengah persaingan.

Selain itu, menurutnya, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan memiliki arti yang berbeda. “Kalau ketahanan pangan itu operasional, maka kedaulatan pangan itu menunjuk pada keberpihakan dari pemerintah,” katanya.

Zainul pun mengapresiasi kerjasama TNI dan Pemerintah Provinsi NTB dalam ketahanan pangan menyangkut keterlibatan TNI dalam mendorong swasembada pangan di NTB.

“Apresiasi kepada TNI Angkatan Darat yang telah merespon arah kedaulatan pangan dengan kebijakan-kebijakan nyata, turun bersama dan ikut dalam rangka swasembada pangan,” katanya.

Selasa, 10 Februari 2015

Pupuk Subsidi RI Sering Dijual Ke Malaysia

Senin, 9 Februari 2015

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI mengingatkan kepada Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman untuk melakukan pengawasan pada pupuk subsidi. Pasalnya, kerap kali penyaluran pupuk tidak tepat sasaran.

Anggota Komisi IV DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Daniel Johan mengatakan, penyaluran pupuk sering melenceng ke pihak yang seharusnya tidak menerima. Bahkan, pupuk-pupuk tersebut dijual ke negara tetangga Malaysia.

"Kami wanti-wanti karena anggaran pupuk besar, tetapi kami punya kewajiban 100 persen diterima rakyat. Sehingga sama-sama kita kawal.  Sehingga tidak ada kasus seperti di Kalimantan Barat pupuk yang dijual Malaysia," kata dia, Jakarta, Senin (9/2/2015).

Menurutnya, dijualnya pupuk subsidi ke Malaysia tersebut itu sangat tragis, mengingat ketika para petani membutuhkannya kerap kali pupuk tersebut habis. "Jawabannya sering habis atau belum tiba," imbuhnya.

Dia pun menegaskan, supaya Amran membuat sebuah mekanisme yang tepat. Sehingga petani menerima pupuk sebagai penunjang kedaulatan pangan. "Kita harus perbaiki sistemnya, mekanismenya, sehingga bermanfaat kedaulatan pangan," tukasnya.

Sebagai informasi, Komisi IV baru saja menyetujui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBNP) 2015 untuk Kementerian Pertanian (Kementan) sebesar Rp 16,92 triliun. Untuk pupuk, Kementan mengalokasikan bantuan pupuk untuk padi dan jagung di 3,6 juta ha dengan anggaran Rp 2,08 triliun. (Dny/Gdn)

http://bisnis.liputan6.com/read/2173176/pupuk-subsidi-ri-sering-dijual-ke-malaysia

Jumat, 06 Februari 2015

Susahkan Rakyat, Jokowi Harus Reshuffle Menteri "Memble"

Jumat, 6 Februari 2015

Menteri Kabinet Kerja Jokowi

Jakarta, HanTer - Cepat atau lambat harus ada reshuffle (perombakan) kabinet. Pasalnya,  setelah dilantik Oktober 2014 lalu, mesin Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum jalan, dan belum melakukan percepatan pembangunan seperti yang diharapkan rakyat.

“Tanpa reshuffle,  kabinet Jokowi hanya membawa kemudaratan. Tidak akan pernah membuat rakyat senang. Untuk itu, saatnya Presiden Jokowi melakukan perombakan kabinet, gantu semua menteri yang kerja tidak becus,” kata Ketua Relawan Jokowi tingkat nasional, Indro Tjahyono menjawab harianterbit.com, Kamis (5/2/2015).

Menurut tokoh yang dekat dengan Jokowi ini, sebelum melakukan perombakan saatnya presiden membentuk tim evaluasi yang akan menetapkan indikator keberhasilan menteri dalam mewujudkan nawacita.

“Nggak fair kalau tiba-tiba menteri diberhentikan sekalipun itu hak prerogatif presiden.”

Saat ditanya siapa menteri yang harus diganti, aktivis pro demokrasi ini mengemukakan,  selain menteri-menteri yang bekerja tidak becus, Jokowi juga harus mengganti semua menteri koordinator (Menko).

“Saya menilai kinerja mereka sangat buruk,” papar Indro.

(Akbar)

http://www.harianterbit.com/2015/read/2015/02/06/18775/25/25/Susahkan-Rakyat-Jokowi-Harus-Reshuffle-Menteri-Memble

Produksi Padi Berkelanjutan

Jumat, 6 Februari 2015

SALAH satu tugas Menteri Pertanian Kabinet Kerja yang diamanatkan Presiden Joko Widodo adalah mewujudkan swasembada pangan (baca: beras) dalam waktu tiga tahun.
Tercapainya swasembada pangan dianggap sebagai jawaban atas persoalan ketahanan pangan. Salah satu kunci mencapai ketahanan pangan adalah kedaulatan (petani tanaman) pangan. Selama ini petani tak punya kendali atas harga, hasil dan sarana produksi serta yang sering terjadi adalah penghasilan petani (beras) tak sepadan dibanding biaya untuk membeli sarana produksi (benih, pupuk, dan pestisida). Petani padi identik dengan kemiskinan sehingga menjadi petani bukanlah cita-cita sebagian besar generasi muda Indonesia (Ngadi, ”Pangan dan Regenerasi Petani”, Kompas, 27 November 20014).

Pertanian organik menjanjikan tercapainya kedaulatan petani atas sarana produksi karena sistem ini memungkinkan pelakunya menghasilkan pupuk dan pestisida (alami) secara mandiri. Lalu, mengapa pertanian padi organik tak banyak dipraktikkan di Indonesia?

Produktivitas sawah
Pendapat masyarakat umumnya adalah produktivitas sawah organik lebih rendah ketimbang produktivitas sawah konvensional yang menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Data BPS menunjukkan hasil produksi rata-rata sawah di Indonesia baik organik maupun konvensional adalah 4,4 ton per hektar pada 2000. Kemudian cenderung meningkat dari tahun ke tahun, mencapai 5,15 ton per hektar pada 2013.

Hasil kajian awal kami terhadap beberapa petani padi organik di lima kabupaten di Jawa Barat (Bandung, Bandung Barat, Tasikmalaya,  Indramayu dan Sumedang) menunjukkan, produktivitas sawah mereka 7-10 ton per hektar, bahkan ada salah satu petani yang mampu mencapai 12 ton per hektar dalam satu musim tanam di tahun 2014.

Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya yang membandingkan tingkat produktivitas antara sawah konvensional dan sawah organis sejak 2005 juga menunjukkan data senada. Produktivitas sawah konvensional tak pernah lebih tinggi dibandingkan dengan sawah organik. Tahun 2012 sawah konvensional di Tasikmalaya rata-rata menghasilkan 6,6 ton padi per hektar, sementara sawah organik 7,8 ton padi per hektar.

Produktivitas sawah organik yang lebih tinggi dibandingkan sawah konvensional memang tidak selalu berbanding lurus dengan penghasilan petani karena bisa saja harga hasil produksi lebih rendah dan/atau biaya produksi (lebih) tinggi. Petani padi organik di Indonesia sebetulnya tak mengalami kedua hal ini atau minimal dapat menghindarinya. Harga beras organik di kota-kota besar hingga saat ini masih lebih mahal dan cenderung stabil dibandingkan dengan harga beras hasil pertanian konvensional. Permintaan pada beras organik di kota besar, seperti Jakarta dan Bandung, juga cenderung meningkat sehingga pendapatan kotor petani padi organik dapat dipastikan lebih tinggi dibanding dengan petani padi secara konvensional.

Perbedaan biaya produksi padi organik dan padi konvensional terletak pada komposisinya. Sawah konvensional menggunakan benih, pupuk dan pestisida kimia yang harus dibeli, tetapi karena tak perlu memproduksi sendiri, pemakaian sarana produksi pertanian kimia ini akan menghemat biaya tenaga kerja. Sementara, sawah organik menggunakan benih, pupuk dan pestisida yang dapat dibuat sendiri oleh petani sehingga biaya bahan baku lebih rendah, tetapi akan menambah biaya tenaga kerja untuk mempersiapkannya. Menanam padi secara organik biasanya juga disertai penerapan System of Rice Intensification (SRI) yang sangat menghemat biaya benih.

Tantangan
Penerapan pertanian organik menghadapi beberapa tantangan. Pertama, ketersediaan pupuk kompos untuk mencukupi kebutuhan di awal penerapan sistem organik. Sawah yang semula ditanami dengan sistem konvensional, ketika dikonversi ke sistem organik membutuhkan pupuk kompos dalam jumlah besar sebagai proses ’detoksifikasi’. Masa transisi yakni konversi dari sistem konvensional ke sistem organik ini biasanya dua tahun atau empat musim tanam.

Kedua, menjadi petani organik dianggap lebih merepotkan: pupuk yang biasanya sudah tersedia meski membeli dari luar, kini harus dibuat dan dipersiapkan secara mandiri, begitu pula halnya dengan pestisida. Pertanian organik membutuhkan lebih banyak waktu dan tenaga. Ketiga, seperti disebutkan sebelumnya, konversi dari sistem konvensional ke sistem organik biasanya akan melalui masa transisi selama dua tahun, dan sepanjang masa transisi tersebut tak jarang produksi akan menurun drastis jika asupan pupuk kompos kurang. Keberadaan masa transisi menjadi disinsentif bagi petani untuk beralih ke sistem organik.

Salah satu keunggulan pertanian padi organik saat ini adalah harga beras organik yang lebih mahal ketimbang harga beras dari sawah konvensional. Untuk mendapatkan harga premium ini, sertifikasi menjadi penting. Biaya sertifikasi yang relatif mahal masih jadi tantangan berikutnya.

Produktivitas sawah organik terbukti lebih tinggi dibanding sawah konvensional. Sistem pertanian organik juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani karena produksi rata-rata yang lebih tinggi dapat diimbangi dengan biaya produksi yang lebih rendah, jika sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida) dibuat secara mandiri. Pertanian organik juga meningkatkan kedaulatan petani pelakunya dalam rantai pasokan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida).

Keunggulan lainnya, beras organik yang bebas pestisida kimia dianggap lebih baik bagi kesehatan. Dari sisi kelestarian lingkungan, dalam jangka panjang sistem pertanian padi organik tak hanya mengembalikan kesuburan lahan sawah, tetapi juga memperbaiki kualitas ekosistem. Pertanian organik identik dengan meningkatnya keanekaragaman hayati. Dari aspek budaya, sistem bertani organik ternyata juga dapat menjadi ajang menggali kearifan lokal. Resep membuat pestisida alami untuk menanggulangi serangga yang sama bisa berbeda antara satu lokasi dan lokasi lain. Keunggulan-keunggulan ini menjanjikan potensi pertanian padi organik dalam mewujudkan ketahanan pangan yang sesuai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), konsep pembangunan yang berlandaskan tiga pilar: pertumbuhan ekonomi, kelestarian lingkungan dan keadilan sosial.

Tugas kita sekarang mengatasi tantangan-tantangan di atas. Ketersediaan sarana produksi terutama pupuk kompos, di awal penerapan sistem organik harus dapat dijamin, dengan harga terjangkau. Penurunan produksi juga menyertai masa transisi. Untuk melewati masa transisi petani perlu mendapat bantuan finansial tanpa membuat mereka memiliki ketergantungan berkelanjutan. Setelah masa transisi terlewati, produktivitas mulai meningkat dan  penyediaan pupuk dapat dilakukan secara mandiri oleh petani. Meski demikian, bimbingan/pendampingan masih tetap dibutuhkan. Jika bimbingan di lapangan dilakukan secara berkesinambungan, maka secara otomatis sudah ada jaminan bahwa hasil produksinya adalah beras organik. Jika jaminan ini kredibel di mata konsumen, sertifikasi yang berbiaya mahal dapat dipangkas.

SIWI NUGRAHENI
Kepala Pusat Studi Ilmu Ekonomi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Kamis, 05 Februari 2015

Distribusi Pupuk dan Benih Jadi Kendala

Kamis, 5 Februari 2015

KUPANG, KOMPAS — Program pengelolaan tanaman terpadu dengan teknologi spesifik terkendala distribusi sarana produksi, seperti pupuk dan benih. Hal itu menyebabkan produktivitas padi belum bisa digenjot maksimal untuk menuju swasembada pangan.
Ketua Kelompok Tani/Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ”Usaha Bersama” Air Sagu Octory Gasperz di Desa Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Rabu (4/2), mengemukakan, kendala distribusi pupuk, saluran irigasi, dan benih menyulitkan optimalisasi produksi padi.

Sawah seluas 125,44 hektar di sana digarap 225 anggota kelompok. Sawah itu memiliki siklus tanam padi dua kali setahun, yakni bulan Desember-April dan Mei-Juli. Menteri Pertanian dijadwalkan mengunjungi areal tersebut, Kamis (5/2), untuk memantau pengelolaan tanaman terpadu di wilayah tersebut.

Octory menambahkan, dalam tiga tahun terakhir, produksi padi di Air Sagu rata-rata hanya 4,3 ton per hektar. Padahal, tahun 2010-2011, produksi padi rata-rata mencapai 5,6 ton per ha.

Penurunan produksi padi itu dipicu sejumlah persoalan, di antaranya keterlambatan pasokan pupuk hingga sebulan. Seharusnya, pemupukan dilakukan pada Desember 2014, tetapi pupuk baru terdistribusi Februari 2015.

”Terlewat satu periode pemupukan karena keterlambatan pengiriman pupuk. Produksi padi mungkin menurun,” katanya.

Kerusakan saluran irigasi dan serangan hama walang sangit serta pengerek batang juga ikut menekan produksi padi.

Sementara itu, pasokan benih bersertifikat dari penangkar belum terjamin unggul, karena ukurannya belum standar. Akibatnya, petani masih cenderung mengandalkan benih dari petani lokal yang telah menggunakan benih unggulan.

Teknologi pengelolaan tanaman terpadu meliputi pembenihan, pemupukan, pengairan, pengaturan sistem tanam, penanganan panen dan pasca panen, serta pengolahan pasca panen. Pengelolaan terpadu diharapkan meningkatkan produksi dan menekan hama.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Timur (NTT) Yohanes Tay mengakui masih ada kendala distribusi pupuk bersubsidi. Kendala distribusi antara lain dipicu masalah administrasi dokumen antara dinas setempat, badan penyuluh, dan kelompok tani.

Secara keseluruhan, kuota pupuk yang dialokasikan di NTT mencapai 47.900 ton, masih lebih rendah dibandingkan rencana definitif kebutuhan kelompok.

Kupang merupakan salah satu sentra pertanian andalan di NTT. Luas total sawah di NTT sebesar 200.090 ha, tersebar di Manggarai Barat, Manggarai, Manggarai Timur, Nagekeo, Sumba Barat Daya, dan Kupang. (LKT)

 http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150205kompas/#/18/

Senin, 02 Februari 2015

Petani Minta Tak Ada Impor

Senin, 2 Februari 2015

Padi Tumbuh Baik, Harga Gabah Kering Panen Tinggi

GROBOGAN, KOMPAS — Harga gabah kering panen hasil panen musim tanam pertama di sejumlah daerah di wilayah sistem irigasi Waduk Kedung Ombo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, tinggi. Hasil panennya juga berlimpah. Petani berharap pemerintah tidak mengimpor beras.
Suminto (45), petani Desa Klambu, Kecamatan Klambu, Kabupaten Grobogan, Minggu (1/2), di Grobogan, mengatakan, harga gabah kering panen (GKP) saat ini Rp 4.500–Rp 4.600 per kilogram (kg). Harga ini lebih tinggi daripada harga GKP tahun lalu, yakni Rp 3.500–Rp 4.000 per kg.

”Hasil panen juga berlimpah, 7-8 ton per hektar. Tahun lalu 6-6,5 ton per hektar. Panen bagus karena hujan merata dan tak berlebihan sehingga padi tumbuh dengan baik,” kata Suminto.

Ketua Federasi Perkumpulan Petani Pemakai Air Sistem Irigasi Waduk Kedung Ombo Kaspono mengatakan, wilayah sistem irigasi Waduk Kedung Ombo, seperti Grobogan, Pati, Kudus, dan Demak, memang tengah panen. Dari total sawah irigasi waduk seluas 63.000 hektar, sekitar 25.200 hektar atau 40 persen telah dipanen.

Saat ini, harga rata-rata GKP Rp 4.500 per kg atau lebih tinggi daripada harga pembelian pemerintah GKP 2014, yaitu Rp 3.300 per kg. Hasil panen di wilayah Grobogan, Kudus, Pati, dan Demak rata-rata sekitar 7,8 ton per ha.

”Hasil panen GKP di seluruh daerah di wilayah saluran irigasi Waduk Kedung Ombo diperkirakan 491.400 ton. Harga dan hasil panen musim tanam pertama ini sangat bagus. Kami berharap pemerintah tidak mengimpor beras agar harga gabah petani tidak jatuh,” katanya.

Kaspono berharap pemerintah tidak hanya bersandar pada Waduk Kedung Ombo untuk mencapai swasembada pangan. Oleh karena itu, perlu diikuti pembangunan waduk lain.

Di Tangerang Selatan, Banten, Sabtu lalu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina mengatakan, Perum Bulog memiliki stok komersial 1,4 juta ton beras. Kemendag berharap stok itu bisa dibeli dan digunakan pemerintah sebagai cadangan beras. Dengan demikian, kebutuhan beras sebelum panen raya—yang diperkirakan puncaknya pada Maret 2015—bisa dipenuhi.

Infrastruktur
Pemerintah Kabupaten Kudus dan Pati berharap pembangunan waduk di kedua wilayah itu segera direalisasikan. Dengan demikian, swasembada beras bisa segera terealisasi.

Di Kecamatan Dawe, Kudus, ada Waduk Logung yang mampu menambah lahan pertanian 3.800 hektar. Pembangunan waduk dengan investasi Rp 620 miliar itu terkendala pembebasan lahan meski telah memasuki proses peletakan batu pertama.

Di Pati, Bupati Pati Haryanto berharap Waduk Randugunting segera direalisasikan. Selama ini, pembangunannya hanya sebatas rencana, belum ada langkah konkret. Waduk itu mampu mengairi 5.000 hektar sawah.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Jateng akan memprioritaskan pembangunan lima waduk dengan dana dari pemerintah pusat Rp 2,1 triliun. Kelima waduk itu adalah Waduk Gondang di Kabupaten Karanganyar, Pidekso di Wonogiri, Logung di Kudus, Matenggeng di Cilacap, dan Kuningan di Jawa Barat, yang akan dimanfaatkan pula oleh warga Jateng.

Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jateng Prasetyo Budie Yuwono mengemukakan, Waduk Gondang dan Pidekso akan dikerjakan lebih dulu. Setelah itu, Waduk Logung menyusul dikerjakan. ”Selain untuk irigasi, waduk-waduk itu akan digunakan sebagai bahan baku air minum dan mengatasi banjir,” katanya. (HEN/MED)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150202kompas/#/18/