Jumat, 28 Agustus 2015

Menkeu Sebut Penyaluran Beras Raskin Rawan Penggelapan

Jumat, 28 Agustus 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengakui sistem penyaluran beras raskin rawan dengan penggelapan. Pasalnya, kata dia, selama ini sistem penyaluran raskin terlalu banyak melibatkan banyak orang atau padat karya.

"Percaya sama saya, kalau yang padat karya seperti itu pasti ujungnya padat penggelapan," ujar Bambang saat memberikan sambutan dalam acara pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) di Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Dia menjelaskan, dalam program raskin disebutkan bahwa setiap rumah tangga sasaran mendapatkan 15 kg raskin per bulan. Angka tersebut kata Bambang hanya menjadi sekedar angka untuk menghitung jumlah raskin yang akan diberikan kepada rumah tangga sasaran diseluruh Indonesia dengan hitungan: 15 (kg) x jumlah rumah tangga sasaran x 12 (bulan).

Sayangnya, setelah mendapatkan total angka beras raskin, penyaluran beras tersebut tidak dilakukan dalam satu paket per 15 kg kepada pemerintah daerah melainkan dalam bentuk beras karungan.

Akibatnya, lanjut Bambang, untuk menyalurkan 15 kg kepada rumah tangga sasaran diperlukan banyak tangan untuk membagi porsi beras 1 karung manjadi paket 15 kg.  Di sinilah penggelapan terjadi menurut Menkeu.

"Nah akhirnya pejabat lurah atau camat diminta bagi-bagi (beras 1 karung itu) jadi paket 15 kg. Membagi 1 karung jadi paket 15 kg ini saja sudah menyiksa. Kedua paket itu harus diberikan ke keluarga tertentu. Lalu terjadilah situasi dimana yang dapat itu bukan yang membutuhkan. Kalau pun keluarga sasaran dapat, itu jadi tidak 15 kg karena yang bagi orang-orang ini," kata Bambang.

Oleh karena itu, dia mendorong adanya satu sistem pembayaran berupa satu kartu pintar yang bisa digunakan keluarga sasaran raskin membeli beras 15 kg per bulan di vendor-vendor beras yang ditugasi oleh pemerintah di berbagai pelosok negeri. Dengan begitu Bambang yakin penyaluran raskin akan lebih tetap sasaran.

Selain bisa digunakan membeli raskin, kartu pintar itu juga diharapkan bisa digunakan untuk keperluan lainya misalnya pembelian BBM bersubsidi dan pembelian pupuk subsidi yang penyalurannya juga banyak yang tidak tepat sasaran. Intinya kata dia, subsidi yang diberikan pemerintah tidak diberikan berupa subsidi barang sehingga harganya murah, melainkan subsidi langsung ke orang yang berhak menerima bantuan pemerintah tersebut.

Relawan Jokowi-JK: Ulah Mafia Pangan Bisa Bermuara Pada Krisis Politik

Kamis, 27 Agustus 2015

Rimanews - Pemerintah diminta untuk memprioritaskan pemberantasan mafia di sektor pangan. Sebab, ulah dari para mafia pangan bisa menimbulkan krisis pangan yang bermuara pada krisis politik.

Ketua LSM PROTANIKITA, S Indro Tjahyono menjelaskan, mafia pangan beroperasi mulai dari proses produksi pangan (on farm). Secara teknis, mafia pangan itu bisa mempengaruhi biaya produksi dan stok pangan di Petani. Pasalnya, para mafia pangan itu menguasai benih dan pupuk serta mengendalikan harga dan distribusinya.

”Permainan mafia pupuk sudah kita alami sebelumnya sehingga menyulitkan para petani menyuburkan tanaman mereka," ujar tokoh gerakan mahasiswa 78 ini, dalam keterangan pers-nya, Kamis (27/08/2015).

Menurut koordinator Relawan Jokowi Jk ini, peristiwa yang berlangsung akhir akhir ini adalah ulah mafia daging yang mampu membuat harga daging melejit hingga 30 persen. Mafia daging yang sebelumnya bermain dalam impor daging sapi, saat ini menahan distribusi daging sapi dengan menyembunyikan 20.000 seekor sapi lebih di penampungan mereka.

”Bahkan belum selesai daging sapi distabilkan harganya, harga cabe juga dipermainkan oleh mafia cabe . Harga cabe ini bisa naik 300 persen, sehingga mengganggu sistem kuliner masyarakat. Para mafia pangan ini tidak segan segan pula menggarap kebutuhan pangan pelengkap seperti jengkol dan bawang merah,” tutur Indro.

Dalam paparannya, beberapa hari terakhir mafia ayam (ayam potong) juga menaikkan harga jual daging ayam, sehingga mengakibatkan 5000 penjual ayam di Jawa Barat mogok berjualan.

”Tindakan kejahatan para mafia pangan ini sudah sangat keterlaluan pada saat pemerintah tidak memiliki otoritas pangan yang bisa diandalkan. Apalagi jika pemerintah membiarkan mafia pangan ini mengangkangi badan pangan startegis seperti Bulog”, Jelas Indro.

Indro menjelaskan, bahwa para mafia pangan akhir akhir ini terlibat ingin menjajal kebijakan dan kewibawaan pemerintah dalam mewujudkan stabilitas pangan. Ulah mafia menggangu disemua sektor pangan. Lihat saja, setelah mafia pangan mengganggu distribusi dan hara ayam, persediaan kedele untuk kebutuhan produksi tahu tempe juga dibuat langka. Semua ini adalah akibat dari pemerintah yang memandang sebelah mata urusan pangan.

Lebih lanjut, menurut Indro, rencana untuk mendirikan Badan Pangan Nasional (BPN) sesuai dengan amanat undang undang pangan juga bertele tele.

“Apalagi terdengar adanya isu bahwa Badan Pangan Nasional akan dijadikan ajang untuk main mata dengan mafia pangan. Orang orang yang mengetahui konsep kedaulatan pangan akan semakin tersisih dan dijauhkan dari urusan pangan,“ jelasnya lebih lanjut.

Indro mencermati, soal akurasi data juga menjadi simpul permainan para mafia pangan. Apalagi menilik dari data data yang tidak akurat, soal stok pangan, khususnya beras, baik di masyarakat dan gudang.

”Kini para mafia beras bergerilya untuk menampung padi dan gabah petani, dengan harap di atas HPP yang ditetapkan Bulog,” jelasnya.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh LSM Protanikita , Pembelian yg di lakukan oleh mafia beras ini sudah diluar batas , disinyalir terjadi juga tindak pencucian uang terjadi dalam pembelian stok pangan ini.

”Akibatnya jika ini semua terjadi, maka harga beras akan meningkat lagi, dan bisa terjadi krisis beras di masyarakat, dan dampaknya petani tidak bisa berproduksi secara maksimal,“ tegasnya lagi.

Menurut Indro, Presiden Jokowi harus mencermati masalah ini. Kondisi sekarang ini diperkirakan merupakan ulah dari mafia beras agar pemerintah terus melakukan impor beras. Sebab, jika setelah itu harga beras akan dimainkan lagi oleh mafia beras.

http://nasional.rimanews.com/politik/read/20150827/230990/Relawan-Jokowi-JK-Ulah-Mafia-Pangan-Bisa-Bermuara-Pada-Krisis-Politik

Langkah Kementan Atasi Kekeringan Dianggap Biasa

Kamis, 27 Agustus 2015

Metrotvnews.com, Jakarta: Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Andi Akmal Passudin menilai langkah Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mengatasi kekeringan yang tengah terjadi masih biasa saja.

Menurut Andi, langkah-langkah yang diambil oleh Kementan dalam mengatasi kekringan merupakan hal yang umum dan memang seharusnya dilakukan saat memasuki kekeringan. Namun demikian, ia tetap menghargai berbagai langkah yang dilakukan oleh Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman.

"Langkah antisipasi memang sudah ada dan saya hargai itu. Namun langkah itu masih biasa dan reguler," ujar Andi Akmal Passudin, saat memberikan masukan kepada Kementan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Langkah yang Andi harapkan dari Kementan adalah berupa langkah jangka panjang dalam mengatasi kekeringan. Baginya bantuan seperti traktor, irigasi, dan pompa sebenarnya adalah hal yang biasa dilakukan saat mengatasi kekeringan.

"Yang dimaksud saya adalah langkah konkret. Langkah jangka panjang untuk mengatasi kekeringan ini sehingga masalah seperti ini tidak terulangi lagi," jelasnya.

Selain itu, Andi Passudin juga menanggapi tentang persoalan stok persedian sapi nasional yang dikatakan sensus stok sapi nasional mencapai 14 juta sapi. Namun ia meragukan angka yang disebutkan oleh sensus tersebut. "Itu omdo (omong doang)," pungkasnya.
ABD

http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/08/27/425226/langkah-kementan-atasi-kekeringan-dianggap-biasa

Kamis, 27 Agustus 2015

Mafia Pangan Lebih Mengerikan Daripada Mafia Pelabuhan

Rabu,  26 Agustus 2015

Jakarta. Suar.co — Gebrakan Menko Maritim Rizal Ramli untuk memberantas mafia pelabuhan bisa diberikan acungan jempol. Namun, dalam persoalan “mafia”, “Mafia Pangan” tidak kalah menyeramkan dibanding dengan “mafia pelabuhan”. Sepak terjang mafia pangan lebih menyeramkan.
” Usia kedua mafia itu sama saja. tapi mafia pelabuhan tidak berpengaruh langsung terhadap kehidupan rakyat.Sementara mafia pangan bisa menimbulkan krisis pangan yang bermuara pada krisis politik”. Jelas S Indro Tjahyono, Ketua LSM PROTANIKITA saat ditemui Redaksi SUAR di kantornya di kawasan Menteng.

Indro menegaskan bahwa mafia pangan yang dimaksudkan sudah beroperasi sejak proses produksi pangan (on farm), secara teknis, mereka bisa mempengaruhi biaya produksi dan stok pangan di Petani. Menurut tokoh gerakan mahasiswa 78 ini, para mafia pangan menguasai benih dan pupuk serta mengendalikan harga dan distribusinya.

” Permainan mafia pupuk sudah kita alami sebelumnya sehingga menyulitkan para petani menyuburkan tanaman mereka”. Jelas Indro.

Menurut koordinator Relawan Jokowi Jk ini, mafia pangan ini juga mengendalikan distribusi dan harga pangan seenaknya. Menurut dia, peristiwa yang berlangsung akhir akhir ini adalah ulah mafia daging yang mampu membuat harga daging melejit hingga 30 persen. Mafia daging yang sebelumnya bermain dalam impor daging sapi, saat ini menahan distribusi daging sapi dengan menyembunyikan 20.000 seekor sapi lebih dipenampungan mereka.

” Bahkan belum selesai daging sapi distabilkan harganya, harga cabe juga dipermainkan oleh mafia cabe . Harga cabe ini bisa naik 300 persen, sehingga mengganggu sistem kuliner masyarakat. Para mafia pangan ini tidak segan segan pula menggarap kebutuhan pangan pelengkap seperti jengkol dan bawang merah”. Tutur Indro lebih lanjut.

Dalam paparannya, beberapa hari terakhir mafia ayam ( ayam potong) juga menaikkan harga jual daging ayam, sehingga mengakibatkan 5000 penjual ayam di Jawa Barat mogok berjualan.

” Tindakan kejahatan para mafia pangan ini sudah sangat keterlaluan pada saat pemerintah tidak memiliki otoritas pangan yang bisa diandalkan. Apalagi jika pemerintah membiarkan mafia pangan ini mengangkangi badan pangan startegis seperti Bulog”, Jelas Indro.

Indro menjelaskan, bahwa para mafia pangan akhir akhir ini terlibat ingin menjajal kebijakan dan kewibawaan pemerintah dalam memwujudkan stabilitas pangan. Ulah mafia menggangu disemua sektor pangan. Lihat saja, setelah mafia pangan mengganggu distribusi dan hara ayam, persediaan kedele untuk kebutuhan produksi tahu tempe juga dibuat langka. Semua ini adalah akibat dari pemerintah yang memandang sebelah mata urusan pangan.

Lebih lanjut, menurut Indro, rencana untuk mendirikan Badan Pangan Nasional (BPN) sesuai dengan amanat undang undang pangan juga bertele tele.

“Apalagi terdengar adanya isu bahwa Badan Pangan Nasional akan dijadikan ajang untuk main mata dengan mafia pangan. Orang orang yang mengetahui konsep kedaulatan pangan akan semakin tersisih dan dijauhkan dari urusan pangan. “, jelasnya lebih lanjut.

Indro mencermati, soal akurasi data juga menjadi simpul permainan para mafia pangan. Apalagi menilik dari data data yang tidak akurat, soal stok pangan, khususnya beras, baik di masyarakat dan gudang.

” Kini para mafia beras bergerilya untuk menampung padi dan gabah petani, dengan harap di atas HPPyang ditetapkan Bulog”, jelasnya.

Berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh LSM Protanikita , Pembelian yg di lakukan oleh mafia beras ini sudah diluar batas , disinyalir terjadi juga tindak pencucian uang terjadi dalam pembelian stok pangan ini.

” Akibatnya jika ini semua terjadi, maka harga beras akan meningkat lagi, dan bisa terjadi krisis beras di masyarakat, dan dampaknya petani tidak bisa berproduksi secara maksimal “, Tegasnya lagi.

Menurut Indro, Presiden Jokowi harus mencermati masalah ini. kondisi sekarang ini diperkirakan merupakan ulah dari mafia beras agar pemerintah terus melakukan impor beras. Sebab, jika setelah itu harga beras akan dimainkan lagi oleh mafia beras. (Munk)

http://suar.co/2015/08/26/mafia-pangan-lebih-mengerikan-daripada-mafia-pelabuhan/

Rabu, 26 Agustus 2015

Data Pertanian Ditata Ulang

Rabu, 26 Agustus 2015

Pemerintah Optimalkan Sawah di Kalimantan dan Sumatera

JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan mengoptimalkan sawah-sawah di Kalimantan dan Sumatera untuk mengantisipasi dampak El Nino. Optimalisasi dilakukan dengan cara menyediakan sarana pertanian. Data sektor pertanian juga hendak ditata ulang agar kebijakan yang diambil sesuai.

Demikian dikatakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman seusai menghadiri rapat di kantor Kementerian Koordinasi Perekonomian, Selasa (25/8), di Jakarta. Selain Amran, pada rapat dipimpin yang Menteri Koordinasi Perekonomian Darmin Nasution itu dihadiri Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, dan Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin.

"Kami membahas strategi bagaimana menghadapi dan menangani El Nino. El Nino hanya terjadi di wilayah selatan khatulistiwa, sedangkan di bagian utara tidak terjadi El Nino. Oleh karena itu, semua potensi sawah di Kalimantan dan Sumatera akan dioptimalkan," kata Amran.

Menurut Amran, ada sekitar 2 juta hektar sawah di Sumatera dan 1 juta hektar di Kalimantan yang akan dioptimalkan untuk menjaga produksi pangan. Pemerintah, menurut dia, akan menyalurkan bantuan mesin pompa air dan alat-alat pertanian di kedua wilayah tersebut. Irigasi juga akan dioptimalkan.

"Ada irigasi seluas 500.000 hektar yang mengaliri air sepanjang musim. Ini yang kami optimalkan. Kami sedang mendistribusikan pompa-pompa air di sekitar Bengawan Solo, Jawa Tengah, dan di Sungai Cimanuk di Jawa Barat," kata Amran.

Mengenai gagal panen, lanjut Amran, setiap tahun di Indonesia rata-rata sebanyak 28.000 hektar dengan catatan tak terkena dampak El Nino. Menurut dia, hingga saat ini 25.000 hektar sawah gagal panen.

"Sampai Agustus ini, panen sudah mencapai 76 persen. Jangan diasumsikan El Nino melanda seluruh 14 juta hektar lahan pertanian di Indonesia. Kami akan menjaga sisanya agar tak terjadi gagal panen," ujar Amran.

Untuk mengatasi kekeringan di sejumlah wilayah di Indonesia, imbuh Amran, pemerintah akan segera meluncurkan hujan buatan dalam waktu dekat. Hujan buatan tersebut diperuntukkan bagi lahan-lahan pertanian yang membutuhkan air.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring memperkirakan El Nino tidak berkepanjangan. Di beberapa daerah di Indonesia sudah mulai mengalami kekeringan. Ia optimistis target produksi beras tahun ini tercapai.

"Kami usulkan 75 juta ton, lalu dikurang menjadi sekitar 74 juta ton. Kami optimistis target sekitar 74 juta ton tercapai," kata Sembiring.

Kalibrasi data

Rapat di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian juga membahas soal kalibrasi data di sektor pertanian. Menurut Sofyan Djalil, kalibrasi data diperlukan agar tidak keliru mengambil kebijakan. Data tersebut meliputi luasan sawah dan produksi beras yang antarinstansi bisa berbeda-beda angkanya.

"Data harus menjadi perhatian pertama pemerintah. Untuk data produksi beras, luas sawah, ataupun sapi perlu dikalibrasi ulang karena antara kementerian yang satu dengan yang lain bisa berbeda-beda walaupun tidak terlalu jauh bedanya. Dengan data yang pasti, kebijakan yang diambil juga bisa lebih tepat," kata Sofyan.

Suryamin membenarkan tentang rencana menata ulang data pertanian di Indonesia. Menurut dia, tahap pertama yang akan dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua data, misalnya luas lahan dan produksi, dari semua kementerian terkait. Instansi yang dilibatkan antara lain Badan Pusat Statistik, Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Pekerjaan Umum.

"Sekarang masih konsolidasi data terlebih dahulu. Belum ada yang diubah. Data luas lahan pertanian dan sebagainya kan sudah ada. Itu yang akan dikonsolidasikan. Termasuk apakah ada konversi lahan pada setiap periodenya," kata Suryamin.

Sementara itu, produksi sawit diperkirakan turun 10-30 persen sebagai dampak fenomena cuaca El Nino tahun ini. Jutaan petani sawit swadaya akan merasakan dampak terberat dari turunnya produksi di tengah turunnya harga sawit saat ini.

Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia Delima Hasri Darmawan mengatakan, dampak saat ini sudah terjadi seperti pengecilan buah dan ketidaksempurnaan proses pembungaan di kebun-kebun sawit. (APO/IRE)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150826kompas/#/18/

Selasa, 25 Agustus 2015

Produsen Tahu Mengeluh

Selasa, 25 Agustus 2015

Harga Kedelai Tidak Stabil Seiring Menguatnya Nilai Dollar AS

PADANG, KOMPAS — Pengusaha tahu di Kota Padang, Sumatera Barat, mengeluhkan tidak stabilnya harga kedelai. Hal itu terjadi karena pedagang kedelai tidak berani menetapkan harga seiring belum stabilnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Namun, di Semarang dan Kediri (Jawa Timur) harga komoditas impor itu masih stabil.

Di Solo, Jawa Tengah, harga kedelai yang menjadi bahan baku tahu tempe terus merangkak naik seiring penguatan nilai dollar AS. Meski demikian, perajin tahu-tempe tetap tenang menghadapi hal itu.

Syahmiral (24), pemilik pabrik tahu di kawasan Belimbing, Lubuk Minturun, Padang, Senin (24/8), mengatakan, harga kedelai hampir setiap hari berubah karena pedagang mengikuti perubahan harga dollar.

Ujang (54), pemilik usaha produk makanan di kawasan Bandar Olo, Padang Barat, membenarkan, kedelai yang digunakan pengusaha tahu adalah kedelai impor sehingga harganya sangat bergantung pada perubahan dollar. Dia juga mengatakan, pedagang tidak berani menetapkan harga standar karena jika dilakukan akan rugi.

"Sejak dollar naik, harga kedelai kacau. Biasanya, saya membeli Rp 365.000 per karung ukuran 50 kilogram (kg), lalu naik ke Rp 375.000, bahkan bisa sampai Rp 390.000. Kondisi ini sangat berdampak buruk terhadap usaha saya," kata Syahmiral.

Menurut Syahmiral, meski harga bahan baku naik, pedagang di pasar tetap tidak mau tahu. Mereka justru menolak jika dia serta-merta harus menaikkan harga jual tahunya.

"Karena itu, saya menyiasatinya dengan memproduksi tahu dengan ukuran lebih tipis sekitar 10 persen dari biasanya. Ini juga masih tetap mendapat komplain dari pedagang di pasar. Namun, mau bagaimana lagi kalau tetap seperti biasa, justru saya yang rugi," kata Syahmiral.

Syahmiral, setiap hari, membutuhkan sekitar 12 karung atau setengah ton kedelai untuk memproduksi sekitar 10.000 batang tahu. Jika sebelumnya dia bisa mendapatkan keuntungan Rp 200.000, setelah harga kedelai tidak stabil, kini turun menjadi Rp 150.000 per karung.

"Saya sekarang mempekerjakan delapan orang. Saya khawatir, setengahnya harus diistirahatkan dan tidak bekerja dulu jika penghasilan menurun. Sebab, kondisi perekonomian tidak kunjung membaik," ujar Syahmiral yang sudah dua tahun menggeluti usaha itu.

Ujang menambahkan, meskipun stok saat ini masih banyak, harga kedelai masih berpeluang naik. "Kami tidak pakai kedelai lokal karena kualitasnya kurang bagus. Namun, bukan berarti harus terus seperti itu. Pemerintah seharusnya memberikan perhatian lebih sehingga petani dalam negeri bisa menghasilkan kedelai berkualitas," kata Syahmiral.

Naik

Ketua Paguyuban Perajin Tahu Tempe Sumber Rejeki Solo Aco Warso Praja Sumitra mengatakan, harga kedelai saat ini sekitar Rp 7.100 per kg. Harga itu naik Rp 350 per kg dibandingkan harga di bulan lalu sekitar Rp 6.750 per kg. "Kami masih menganggap wajar kenaikan harga ini. Relatif belum terlalu tinggi kenaikannya dibandingkan harga lainnya, misalnya daging sapi," ujar Aco di Solo, Senin.

"Kebutuhan kedelai untuk paguyuban tetap 5 ton per hari. Produksi juga masih berjalan normal," katanya. Meski demikian, pihaknya berharap harga kedelai tidak terus meroket seperti terjadi pada tahun 2013. Diharapkan, harga kedelai menjadi stabil. Selain itu, jangan sampai terjadi kelangkaan kedelai di pasar.

Ketua Primer Koperasi Produsen Tahu Tempe Kabupaten Kendal Rifai mengemukakan, dengan harga kedelai impor masih di bawah Rp 7.000 per kg, perajin tahu-tempe bisa bernapas lega, apalagi persediaan kedelai impor tercukupi.

"Kami saat ini tidak kesulitan mendapatkan pasokan kedelai impor. Harganya pun sangat membantu perajin tetap mempertahankan produksi tahu dan tempe, sesuai kebutuhan pasar," kata Rifai di Weleri, Kendal.

Rifai mengatakan, harga saat ini berbeda kondisinya saat 2013. Ketika itu, kurs dollar AS terhadap nilai rupiah mencapai Rp 10.000, ternyata harga kedelai melejit hingga Rp 10.000 per kg. Ketika itu pula, kedelai harganya tinggi, pasokannya pun tersendat.

Diakui Rifai, kedelai impor menjadi andalan pasokan bagi ratusan perajin tahu-tempe di Kendal yang jumlahnya mencapai lebih dari 120 perajin.

Oleh karena itu, Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jatim Ahmad Nurfalakhi mengatakan, dengan harga kedelai mahal, saatnya mendorong petani menanam kedelai. Apalagi, masa tanam kedelai hanya 80 hari, dan kedelai lokal lebih cocok untuk bahan tahu. Lebih gurih karena produksi lebih baru ketimbang impor.

Kebutuhan kedelai untuk Jatim rata-rata 480.000 ton per tahun, sedangkan produksi sekitar 450.000 ton. Artinya, kekurangan untuk memenuhi kebutuhan industri berbahan baku kedelai relatif sedikit, yakni sekitar 30.000 ton. Jadi, dengan harga sekarang berkisar Rp 6.000-Rp 7.000 per kg, petani enggan menanam kedelai. "Minat petani tanam kedelai akan muncul jika harga mencapai 150 persen dari harga beras," kata Falakhi, Senin, di Surabaya.

Kepala BPS Jatim Sairi Hasbullah menambahkan, petani kedelai di provinsi ini terus menyusut karena ongkos produksi mahal. Petani memilih tanaman yang biaya produksinya murah, seperti jagung dan padi.

(ZAK/RWN/WHO/ETA/WER)

http://print.kompas.com/baca/KOMPAS_ART0000000000000000015826897.aspx

Pertanian ke Depan Memperkokoh Poros Petani, Peneliti dan Penyuluh

Senin, 24 Agustus 2015

Pembangunan pertanian ke depan harus dengan sistem yang baru. Sistem tersebut harus membuat penyuluhan berjalan efektif. Karena itu sistem yang dibangun mewadahi tiga unsur yakni petani, peneliti dan penyuluh (3P).

Mantan Menteri Pertanian, Sjarifudin Baharsjah menilai, pembangunan pertanian tidak bisa lepas dari memperkokoh kegiatan penyuluhan. Sayangnya selama ini tidak ada dukungan yang cukup baik dari pemerintah pusat dan daerah untuk kegiatan tersebut. Hal ini karena ketidaktahuan fungsi penyuluh bagi pembangunan pertanian.

“Lihat saja jumlah penyuluh yang makin sedikit. Penyuluh yang pensiun tidak tergantikan,” katanya saat sambung rasa penyuluh pertanian yang digelar Tabloid Sinar Tani di Bogor, beberapa waktu lalu. “Memang banyak yang bekerja di bidang penyuluhan, tapi bisa disebut sebagai penyuluh swasta,” tambahnya.

Karena itu menurut Sjarifudin Baharsjah, ke depan sistem yang digunakan untuk kegiatan penyuluhan tidak lagi dengan sistem yang ada sekarang, tapi harus dengan sistem yang baru. Sistem tersebut harus membuat kegiatan penyuluhan berjalan efektif untuk menggerakkan pembangunan pertanian agar lebih maju.

Sistem tersebut lanjutnya, juga harus mewadahi tiga unsur yang juga disebut poros petani, peneliti dan penyuluh atau 3P. “Sistem tersebut tidak bisa tidak harus meliputi tiga poros tersebut. Tiga poros tersebut harus ada kesetaraan,” katanya.

Untuk membangun tiga poros tersebut ungkap Baharsjah, harus ada rumah bersama. Rumah bersama tersebut adalah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dalam rumah tersebut nantinya ada kerjasama penyuluh, petani dan peneliti.

Selama ini Sjarifudin menilai BPTP belum menjadi rumah bersama. Penyuluh yang berada di BPTP ibarat anak bawang. Justru yang terjadi peran penyuluhan ke petani diambil alih oleh peneliti. Padahal BPTP mempunyai kedudukan dan fungsi yang strategis, terutama sebagai centre of exellence daerah.

“Jadi BPTP harus terbuka agar petani tahu teknologi baru. BPTP juga menjadi agrofarm bagi petani,” ujarnya. “Obsesi saya adalah bagaimana penyuluh bersama peneliti dan petani, sebagai aset penting bergerak untuk pembangunan pertanian yang lebih baik,” tambah dia.

Kompetensi Penyuluh

Sebagai garda terdepan pembangunan pertanian, peran penyuluh memang sangat penting. Penyuluh ibarat jembatan hasil penelitian dengan petani. Karena itu kompetensi penyuluh tak bisa ditawar lagi.

Mantan Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Kementerian Pertanian, Winny Dian Wibawa mengatakan, yang menjadi pertanyaan ke depan adalah penyuluh kompeten atau tidak, ahli tidak dalam suatu bidang. “Ke depan kompetensi penyuluh yang bisa kita jual,” ujarnya.

Misalnya, Winny mencontohkan, jika di suatu daerah produktivitas tanaman rendah, maka berikan kesempatan kepada penyuluh untuk membuat demplot di lokasi tersebut. Cara ini untuk membuktikan peran penyuluh dalam mentransfer teknologi dan pengetahuan ke petani. “Kompetensi penyuluh menjadi taruhan. Jadi pembuatan demplot tidak lagi di lahan BPP, tapi langsung di lahan petani,” ujarnya.

Untuk meningkatkan kompetensi, menurut Winny, harus ada pelatihan bagi penyuluh pertanian. Dengan pelatihan nantinya penyuluh akan kompeten di bidang masing-masing. Jadi penyuluh akan menjadi spesialis dalam satu bidang. “Pelatihan yang simultan akan menjadi sarana peningkatan kompetensi,” kata Winny.

Sementara itu sebagai poros simpul koordinasi pembangunan pertanian, menurut Winny, pimpinan BPP/BP3K harus mendapat pelatihan manajemen agar bisa menggerakkan penyuluh dan orang lain. Apalagi kini pemerintah menggandeng TNI untuk mengawasi kegiatan pembangunan pertanian. “Jadi pimpinan BPP/BP3K juga harus bisa menggerakkan Danramil dan Babinsa,” ujarnya.

Sementara itu mantan Kepala Pusat Penyuluhan, BPPSDMP, Mulyono Machmur mengatakan, masuknya arus informasi teknologi ke pedesaan sehingga diperlukan adanya keahlian dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian. Namun kini sering diartikan sempit penyuluhan pertanian hanya proses transfer teknologi semata.

Padahal peran penyuluh pertanian diharapkan dapat memandirikan petani dan mampu membangun petani menjadi ahli di bidang pertanian. Jika petani ahli di bidangnya, dia akan menjadi pelaku utama dan pelaku usaha yang handal dalam pembangunan pertanian. “Sayangnya dalam beberapa tahun terakhir ini dirasakan adanya penurunan motivasi kerja penyuluh pertanian,” katanya.

Untuk mengetahui kondisi penyuluhan dilakukan kajian di empat provinsi (Banten, Jabar, Jateng dan Jatim), empat kabupaten yang memiliki kelembagaan penyuluhan dan empat kabupaten yang tidak memiliki kelembagaan penyuluhan (Serang, Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sragen, Klaten, Gresik dan Lamongan).

Dari hasil kajian tersebut penyuluhan pertanian sebagai salah satu sub sistem dalam pembangunan pertanian mempunyai peran strategis dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas sebagai pelaku utama dan pelaku usaha. Keberhasilan pembangunan pertanian akan terlihat dengan adanya perubahan dari pertanian tradisional menjadi pertanian modern/maju.

“Pertanian modern seperti halnya di sektor industri sangat tergantung dari adanya informasi teknologi dan modal dari luar lingkungannya serta hasil/output yang keluar dari lingkungannya,” katanya.

Mulyono menjelaskan, tersedianya informasi teknologi dan modal dalam kemasan "delivery system" akan berdaya guna dan berhasil jika adanya peran penyuluh pertanian sebagai penyedia input intelektual bagi pelaku utama dan pelaku usaha. Dengan demikian, efektifitas penyelenggaraan penyuluhan pertanian jika didukung penyuluh pertanian yang berkualitas, kelembagaan yang kuat, sarana dan prasarana yang memadai.

“Fakta pada tataran operasional adanya spirit penyuluh pertanian apabila ada dalam wadah kelembagaan tersendiri dengan dukungan pendanaan yang memadai,” ujarnya.

Komitmen Pemda

Karena itu, menurut Mulyono, terbentuknya kelembagaan penyuluhan merupakan wujud suatu komitmen dari kepemimpinan wilayah yang menyadari pentingnya peran penyuluh pertanian dalam pembangunan wilayahnya. Sebaliknya daerah yang tidak memiliki kelembagaan penyuluhan patut diduga tidak merasakan pentingnya peran penyuluh pertanian atau potensi wilayahnya tidak mendukung.

Artinya, peran kepemimpinan formal/wilayah (Bupati, Walikota dan Gubernur) sangat dominan dalam mendorong berkembangnya sistem penyuluhan di wilayahnya. Bahkan dengan diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur penarikan penyuluhan perikanan ke pusat dan penyuluhan kehutanan ke provinsi menimbulkan kegalauan penyuluh di lapangan, terutama bagi penyuluh pertanian.

“Kekhawatiran tersebut sangat beralasan karena UU No. 16 Tahun 2006 yang mengatur tentang sistem penyuluhan akan semakin sulit diimplementasikan di lapangan,” katanya.

Ke depan Mulyono menyarankan, untuk meningkatkan peran penyuluhan, maka peran kepemimpinan formal (Gubernur, Bupati/Walikota) sangat diperlukan dalam harmonisasi hubungan kerja antara kelembagaan penyuluhan (BP4K) dengan Dinas/Lembaga terkait di berbagai tingkatan. Pada tingkat lapangan peran Camat, Kades/Lurah perlu ditingkatkan perhatian dan komitmennya dalam penyelenggaraan penyuluhan dan BP3K/BPP dan Posluhdes. Yul

http://tabloidsinartani.com/read-detail/read/pertanian-ke-depan-memperkokoh-poros-petani-peneliti-dan-penyuluh/

Senin, 24 Agustus 2015

Penghasil Pangan yang Belum Sejahtera

Senin, 24 Agustus 2015

Musim kemarau paling dinanti petani rawa-rawa atau sawah lebak di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan. Di puncak kemarau inilah, mereka dapat menikmati panen padi yang cuma sekali setahun. Berperan sebagai penghasil pangan kala kering melanda, tetapi mereka rata-rata masih jauh dari sejahtera.
Seorang buruh tani sedang memanen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di tengah puncak kemarau di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak tahun ini turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Seorang buruh tani sedang memanen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di tengah puncak kemarau di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak tahun ini turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

M Nur (59) menuntun sepeda tuanya melintasi hamparan sawah menghijau, Minggu (9/8). Sepeda itu dibebani dua karung berisi pupuk. Di usianya yang tak lagi muda, Nur masih rajin bergelut dengan teriknya mentari untuk merawat sawahnya.

"Sawah harus ditambah pupuk sebab kurang air," kata Nur saat ditemui di persawahan di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Rambutan, Kabupaten Banyuasin.

Keluarga Nur memiliki dua hektar sawah lebak, yang dia garap bersama anak-anaknya. Tahun ini kemarau datang lebih cepat. Ia mulai menanam padi Mei lalu atau lebih awal sebulan dari biasanya karena air sudah surut dan hujan tak lagi datang. Beberapa bulan ini, hujan nyaris tak pernah turun. Hanya pada awal Agustus hujan turun cukup deras. Kondisi itu membuat tanaman padinya tumbuh lebih kecil dari biasanya.

"Saat berumur sebulan, tak terkena hujan lagi, padahal kami sudah berusaha kejar tanam lebih awal, tetap saja kurang air," kata Nur.

Ia berusaha menyelamatkan panen dengan menggunakan pompa air dan menambah pupuk. Untuk sewa pompa air dengan tarif Rp 250.000 semalam, ia menghabiskan Rp 1 juta per hektar. Ia juga menambah pupuk senilai Rp 200.000 per hektar. Namun, upaya itu tak membuat padi tumbuh normal.

Ia memperkirakan hasil panennya yang kira-kira sebulan lagi akan turun dari biasanya. Tahun lalu, ia memperoleh 5 ton gabah kering panen (GKP) dari satu hektar sawah. "Tahun ini bisa dapat 3 ton saja sudah sangat bersyukur," ujarnya.

Ratusan hektar sawah lebak di Rambutan mulai ditanami pada awal kemarau, biasanya bulan Juni. Pada musim hujan, sawah terendam air dan terbenam menjadi rawa-rawa selama enam bulan. Biasanya mulai Desember lahan tak dapat digarap. Air mencapai kedalaman hingga 1,5 meter hingga Maret, dan perlahan menyusut setelahnya.

Selama ini, Nur dan para petani lebak di Rambutan tak punya pilihan lain selain mengikuti siklus alam itu. Ketiadaan saluran irigasi dan pintu air membuat pengaturan air tak dapat dilakukan. Akibatnya, para petani lebak baru bisa panen sekali setahun. Saat tak dapat menanam sawah, Nur mencari nafkah dengan bekerja serabutan, salah satunya menjadi buruh bangunan di Kota Palembang.

Bahkan, beras hasil panen mereka pun kadang tak memadai untuk kebutuhan rumah sendiri. Petani lebak di Sungai Dua, Maya (46), mengatakan, beras hasil panen biasanya habis pada bulan Desember. Dengan turunnya panen tahun ini, ia memperkirakan beras akan lebih cepat habis. "Setelah itu kami terpaksa beli beras juga," kata ibu dua anak itu.

Tahun ini, sawah lebak milik Maya seluas 0,75 hektar hanya menghasilkan 2,5 ton gabah basah dari biasanya sekitar 4,3 ton. Selain kekurangan air, buruknya panen tahun ini juga karena serangan hama pianggang (walang sangit) dan kepik hitam.
Kaum ibu di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah menjemur gabah hasil panen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di puncak kemarau, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Kaum ibu di Rambutan, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tengah menjemur gabah hasil panen sawah lebak (rawa-rawa) tadah hujan di puncak kemarau, Minggu (9/8). Kekurangan air dan tingginya serangan hama akibat parahnya musim kemarau tahun ini membuat panen sebagian sawah lebak turun 30-40 persen. Selama ini, sawah lebak menjadi kantong penghasil beras di tengah kemarau di Sumatera Selatan.

Maya mengatakan, saat kemarau panjang dan kering, serangan hama meningkat. Pengeluaran pun bertambah untuk membeli pembasmi hama. Pada musim tanam kali ini, ia menghabiskan biaya Rp 3,5 juta untuk mengolah sawahnya. Modal tanam itu ia peroleh dari utang.

Maya dan keluarga belum dapat menggantungkan penghidupan dari bertani yang panen sekali setahun. Suaminya, Sudarto (48), bekerja sebagai buruh serabutan.

Harga gabah dan beras pun kerap jatuh saat panen melimpah. Berbagai kondisi ini kerap membuat petani patah semangat, apalagi di sawah lebak yang panen sekali setahun. "Kalau ada pekerjaan lain, saya tak ingin bertani lagi. Hasilnya kerap tak sebanding dengan biaya dan tenaga," kata Jumat (60), petani lebak di Sungai Dua.

Bantuan

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumsel Erwin Noorwibowo mengatakan, sekitar 100.000 hektar sawah lebak di daerahnya akan panen pada Agustus hingga awal Oktober. Sawah-sawah itu terdapat di Banyuasin, Ogan Komering Ilir, dan Ogan Ilir.

Sumsel memiliki sekitar 400.000 hektar sawah lebak, yang tiap tahun jadi kantong penghasil beras di musim kemarau. Namun, baru tahun ini sawah lebak di Sumsel mendapat perhatian pemerintah pusat.

Lewat program upaya khusus peningkatan pertanian pangan, pemerintah pusat dan daerah menjanjikan bantuan menanam yang kedua di bulan September mendatang kepada para petani lebak di Rambutan.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang pernah berkunjung ke Rambutan, juga telah mengucurkan dana dari Kementerian Pertanian untuk pembangunan irigasi dan pintu air di kawasan itu. Menurut rencana, pada awal tahun jaringan irigasi akan dibangun untuk sawah lebak seluas 24.500 hektar di Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Banyuasin, dan Musi Banyuasin. Pembangunan jaringan irigasi ini dianggarkan Rp 125 miliar dari dana APBN 2015.

Ini menjadi harapan baru bagi petani lebak untuk meningkatkan kesejahteraan dari sawah. Maya begitu bersemangat, tahun ini untuk pertama kalinya ia akan mencoba menanam dua kali dalam setahun. "Katanya September ini ada bantuan modal. Pintu air juga akan dibangun," katanya.

Para petani lebak di Sumsel pun menanti janji.

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150824kompas/#/1/

Minggu, 23 Agustus 2015

Atasi Produksi Pangan, Jangan Hanya Andalkan Bulog

Sabtu, 22 Agustus 2015

JAKARTA - Impor bahan pokok yang masih menghantui pemenuhan kebutuhan dalam negeri, membuat pemerintah harus memiliki program jangka panjang guna memenuhi kebutuhan konsumsi bahan pokok dalam negeri.
Ketua Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia, Ismed Hasan Putro, mengungkapkan bahwa pemerintah harus segera mengatasi permasalahan impor secara maksimal. Terlebih, kebijakan importir bakal membuat sengsara para petani maupun peternak dalam negeri.

"Pemerintah segera miliki data jumlah sapi di Indonesia karena ketidaksamaan data tidak pernah ada sensus sapi dalam dua tahun ini. Berapa sebetulnya sapi yang bisa dipotong dan diolah peternak kebutuhan untuk mereka," ujar Ismed dalam diskusi Polemik Radio Sindo Trijaya, bertajuk Kabinet Ribet Ekonomi Mampet di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (22/8/2015).

Karenanya, dia menilai pemerintah harus mulai memikirkan untuk mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khusus pangan. Dikarenakan peran Bulog yang belum bisa dibebani masalah pemenuhan kebutuhan produksi.

"Pemerintah punya BUMN pangan khusus tidak usah serta merta di Bulog. Karena Bulog tidak bisa produksi, mengandalkan petani masih memiliki keterbatasan," imbuhnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan, pemerintah juga harus membenahi infrastruktur untuk mengantisipasi masalah mahalnya logistik. Dikarenakan masalah itu, membuat langkah impor dinilai lebih efisien dibandingkan memanfaatkan produksi lokal.

"Pemerintah belajar maintance pangan dengan stok nasional, sehingga pada saat dipanen bahan pokok seperti cabai ini dikeluarkan. Jangan salahkan juga logistik harus dibenahi kalau angkut sapi dari Bali, NTB, Sulsel, Sumut tidak bisa dibawa ke Jakarta maka program tol laut harus jadi solusi efisien ini mesti diterobosi oleh tim ekonomi Jokowi," pungkasnya.

(mrt)

http://economy.okezone.com/read/2015/08/22/320/1200695/atasi-produksi-pangan-jangan-hanya-andakan-bulog

Kamis, 20 Agustus 2015

Impor dan Kedaulatan Bangsa

Kamis, 20 Agustus 2015

Alhamdulillah, kita harus bersyukur kendati di sejumlah daerah di Indonesia ratusan hektar lahan persawahan terancam puso akibat kekeringan, namun persediaan pangan untuk kebutuhan nasional relatif aman dan tidak perlu mengimpor beras. Kami jamin itu.

Saat ini produksi pangan bahkan mengalami peningkatan hingga kisaran 5,5 juta ton. Tahun lalu sekitar 70,61 juta ton atau setara 45,2 juta ton beras, pada 2015 naik menjadi 75,55 juta ton atau setara dengan 48,34 juta ton beras. Jumlah tersebut meningkat sekitar 7% dari estimasi produksi gabah. Termasuk luar biasa sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Saat ini belum diperlukan impor beras untuk kebutuhan pangan nasional, termasuk pangan lainnya seperti bawang merah, cabai dan lain-lain.

Peningkatan produksi pangan nasional ini tidak lepas dari kerja sama pemerintah daerah, TNI AD dan masyarakat petani yang sinergis, juga bertangungjawab untuk mendukung program kedaulatan pangan dengan bekerja tanpa kenal lelah di lapangan.

Itu beras. Lalu jagung. Pemerintah menyetop sementara impor jagung yang dipakai untuk pakan ternak. Jika dibutuhkan untuk impor, hanya Perum Bulog yang mendapat wewenang untuk melakukannya. Terkait hak eksklusif yang diberikan ke Bulog guna melakukan impor jagung tersebut, memiliki tugas untuk stabilisasi harga bukan untuk menyaingi perusahaan yang sudah ada. Kebijakan penghentian sementara impor jagung ini karena saat ini produksi jagung Indonesia berlimpah bahkan bisa ekspor jagung ke Filipina. Penghentian impor ini sampai situasi kondusif, yakni harga di petani naik, hasil panen petani diserap semua (oleh pasar dalam negeri), dan tidak ada impor lagi.

Payung penghentian impor jagung ditetapkan melalui Instruksi Presiden. Pemerintah juga melakukan verifikasi ketersediaan jagung nasional sebelum memutuskan membuka kembali keran impor jagung.

Nantinya izin impor jagung ini akan diberikan lagi ke perusahaan. Pada prinsipnya kami ingin mengajak pengusaha untuk bermitra untuk tingkatkan perannya ke petani. Supaya tidak impor. Semua harus begerak dari petani, pengusaha, dan pemerintah.

Itulah semangat “stop” impor. Ini dalam rangka mengendalikan impor. Impor jagung untuk semuanya, tidak hanya pakan. Akan diatur Inpres (Instruksi Presiden) pembatasan impor untuk tujuh komoditas strategis yaitu beras, jagung, kedelai, bawang, cabai, gula dan daging.

Pengendalian impor jagung yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian merupakan upaya melindungi para petani maupun masyarakat sebagai konsumen. Petani nyaman, konsumen nyaman.

Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) I 2015 Badan Pusat Statistik (BPS), produksi jagung di dalam negeri mencapai 20,67 juta ton pipilan kering jagung. Angka ini tercatat meningkat sekitar 1,66 juta ton atau setara 8,72% dari produksi jagung 2014 yang hanya sebanyak 19,01 juta ton pipilan kering.‎ Penyebabnya, luas panen untuk jagung tahun 2015 bertambah diperkirakan hingga menjadi 160.480 hektar atau bertumbuh 4,18%. Sementara, produktivitas diperkirakan naik 2,16 kwintal per hektar atau naik 4,36%.

Sekarang, daging. Kementerian Pertanian terus melakukan pembenahan terhadap kuantitas impor sapi ke Indonesia. Di mana, jumlah sapi impor menyesuaikan pasokan dan kebutuhan dalam negeri. Seperti diketahui, Indonesia hanya mengimpor sapi Australia sekitar 50 ribu ekor pada Juli hingga September mendatang.

Kementerian Pertanian telah menandatangani rekomendasi pembatasan impor sapi untuk kuartal III-2015 yang hanya 50.000 ekor saja. Kebijakan ini dilakukan untuk membangun kemandirian negara. Lewat kebijakan ini, pemerintah harus melakukan pekerjaan besar dengan swasta untuk menjaga stok sapi dan harga tetap terjaga. Tambahan kuota impor akan dibuka dalam keadaan darurat.

Pemerintah masih konsisten menjalankan kebijakan impor sapi sembari menggenjot produksi dalam negeri agar terus maju. Bahkan dalam waktu dekat, pemerintah akan mendatangkan 30 ribu ekor sapi indukan dan 1.200 ekor bibit sapi dari luar negeri di tahun anggaran 2015. Sapi-sapi indukan  tersebut akan tiba pada akhir Agustus sebanyak 11 ribu ekor.

Saat ini stok sapi di feedlotter atau tempat penggemukan hewan, sebenarnya mencukupi untuk kebutuhan 5 bulan ke depan. Data dua pekan lalu memperlihatkan, ada stok 221.000 ekor sapi di RPH. Per bulan kebutuhan kita 45.000 ekor.

Kementerian Pertanian terus mengebut program sentra peternakan rakyat. Sehingga pemerintah bisa mengukur secara konkret berapa stok sapi yang ada pada peternak di dalam negeri. Yang jelas, langkah ini dilandasi semangat membatasi impor. Tahun ini atau tahun depan akan segera dianggarkan untuk impor 500.000 ekor sapi indukan supaya batasi impor bakalan, juga supaya tidak ada depopulasi.

Yang pasti, saat ini kami menyiapkan beberapa program untuk mempercepat capaian target swasembada daging sapi pada 2019. Kementerian Pertanian mencanangkan 211 Sentra Peternakan Rakyat (SPR) mampu memberdayakan ribuan petani beserta ternaknya dalam satu kawasan.  Kami ingin berupaya tekan impor dengan memberdayakan peternak lewat Sentra Peternakan Rakyat ini.

Saat ini sudah terbentuk 11 SPR di Indonesia. Kawasan yang akan menjadi sentra disyaratkan terdapat minimal 500 orang peternak sapi, mencakup sapi perah maupun sapi potong. Dengan jumlah sapi tidak kurang dari 1.000 ekor. Program tersebut nantinya meliputi sebuah kawasan dan dibuat organisasi yang beranggotakan para peternak sapi termasuk ada Dewan Pengurus Peternakan.

Kami ingin buat manajemen peternakan rakyat yang bagus. Peternak diajari budidaya yang benar sampai soal manajemen pemasaran yang canggih. Saya mengharapkan para peternak punya ilmu mulai dari beternak hingga teknik pemasaran yang mumpuni. SPR ini seperti tempat sekolah sekaligus organisasi bagi peternak rakyat.

SPR juga dicanangkan untuk membenahi rantai distribusi pemasaran sapi yang selama ini belum tertata. Nantinya diharapkan sapi bisa dibuat satu harga berdasarkan bobot sapi. Ada dewan pengurus peternakan dan 76 asosiasi akan kami atur supaya lebih tertata dan jumlahnya tidak sebanyak saat ini.

Selain itu, disiapkan program integrasi antara sapi dengan sawit. Yaitu menggabungkan antara peternakan dengan perkebunan sawit. Juga ada uji coba angkutan kapal ternak dari kementerian perhubungan untuk angkut ternak dari sentra sapi di NTB, NTT ke Jawa dan daerah lain.

Pembatasan impor pada komoditas-komoditas ini, hakikatnya adalah semangat saya beserta jajaran Kementerian Pertanian secara khusus untuk membentuk bangsa yang mandiri, mampu memberi makan anak bangsanya sendiri, merdeka, bebas menentukan apa pangan terbaik untuk rakyatnya. Setidaknya meskipun impor masih ada, jumlahnya tidak banyak dan tidak menggempur petani kita di saat panen raya. Semoga saja cita-cita mulia ini segera terwujud, demi wujud sebenarnya akan nilai kemerdekaan negeri ini. Dirgahayu negeriku: merdeka!

http://mail.tabloidsinartani.com/read-detail/read/impor-dan-kedaulatan-bangsa/

KPPU: Ada 24 Perusahaan Terindikasi Kartel Sapi

Rabu, 19 Agustus 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengungkapkan pihaknya sudah menyelidiki 24 perusahaan terindikasi terlibat dalam kartel sapi. Kartel itu diduga menahan pasokan ke pasar sehingga harga daging sapi di pasar pun melonjak tinggi.

"Yang kita sudah periksa ada 24 perusahaan, jumlah pastinya ada di penyidik kita" ujar Syarkawi usai melakuan rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di istana kepresidenan, Rabu (19/8/2015).

Dia menyebutkan KPPU sudah memantau pola kecurangan kartel sapi ini sejak tahun 2013. Menurut dia, semenjak itu hingga sekarang, polanya tak berubah yakni dengan sengaja menahan pasokan sehingga membuat daging sapi langka di pasaran dengan demikian harga pun akan tinggi.

"Pemainnya juga sama saja, hanya ada yang baru," imbuh Syarkawi.

Sebagian besar mereka berlokasi di daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi (Jabodetabek). Dia menyatakan seluruh perusahaan itu akan segera disidangkan pada awal September 2015.

Apabila perusahaan itu terbukti bersalah, maka majelis hakim bisa memberikan denda administrasi hingga pencabutan izin usaha. Di sisi lain, pemerintah memutuskan akan melakukan impor daging sapi sebanyak 200.000-300.000 ekor sapi untuk menstabilkan harga di pasar.

Harga daging sempat menembus harga Rp 120.000,- per kilogram menyusul kelangkaan daging tersebut. Pemerintah memutuskan memberikan izin impor itu kepada Badan Urusan Logistik (Bulog), dan bukannya kepada feedlotter. Pasalnya, pemerintah menduga adanya permainan feedlotter agar harga-harga naik.

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/19/16273071/KPPU.Ada.24.Perusahaan.Terindikasi.Kartel.Sapi

Rabu, 19 Agustus 2015

5 Juta Petani “Hilang” dalam 10 Tahun Terakhir, Pemerintah Harus Tanggung Jawab

Rabu, 19 Agustus 2015

Jakarta (SIB)- Pemerintah diminta segera menyelesaikan persoalan impor  pangan Indonesia yang  merupakan sumber utama  kemiskinan petani nasional.

Negara  juga  mesti  bertanggung jawab atas hilangnya  5 juta petani dalam 10 tahun  terakhir karena mereka tidak  bisa  lagi menggantungkan hidup dari bertani.  Kemiskinan  petani  akibat  impor pangan tanpa kendali  itu  juga menghambat peningkatan produktivitas pertanian pangan  sehingga kebergantungan  terhadap impor makin besar.

Devisa  negara  bakal  terkuras hanya untuk membeli  pangan dari negara lain. Sumber dari segala  masalah  yang mengancam negeri ini dinilai berasal dari impor yang masif  hingga mencapai 17 miliar dollar  AS  setahun  dan  jor-joran  kredit  konsumsi, khususnya properti,  hingga outstanding-nya mencapai  700  triliun  rupiah.

Kebijakan  perbankan  saat  ini  ditengarai  masih  diatur  oleh  penguasa  masa  lalu  untuk  mendukung  impor dan kredit konsumsi. Dekan  Fakultas  Teknologi  Pangan UGM, Jamhari, menambahkan  cadangan  devisa  yang  tergerus  akan  berujung  pada  tekanan depresiasi terhadap rupiah.

"Pelemahan rupiah adalah  sumber  terbesar  inflasi.  Buktinya,  ketika  seluruh  komponen  impor  barang  meningkat  maka  akan mendorong inflasi.
Namun,  langkah pemerintah justru sebaliknya,  menekan  inflasi  dengan  impor agar harga barang turun,"  papar  dia  di  Yogyakarta, Senin (10/8).

Pengamat  ekonomi  dari  Universitas Airlangga Surabaya,  Leo Herlambang, berpendapat  senada. Menurut dia, harga perumahan dan bahan makanan  yang  banyak  komponen  impornya  memang  cenderung  naik.

Oleh  karena  itu,  pejabat  yang  mengatakan  impor  untuk  menekan  inflasi  termasuk  tidak  kompeten  karena  sumber terbesar inflasi juga berasal  dari impor.

"Masalahnya, impor kita makin  besar,  otomatis  produk  lokal  dilemahkan  dan  berkurang  jumlahnya.  Pengambil  keputusan  mestinya  memahami  hal  mendasar seperti ini," jelas Leo.

Ia  juga  mempertanyakan  jika  ada  pejabat  yang  memahami hal tersebut tetapi masih  juga  meneruskan  kebijakan  fatal masa lalu terkait jor-joran  impor dan kredit properti.

"Mereka berupaya menutupi  kejahatan  masa  lalu  supaya  tidak  meledak  tapi  akibatnya  lebih besar. Ibarat penyakit hanya  ditunda efeknya, bukan disembuhkan. Akibatnya bukan menjadi sembuh," ungkap dia.

Leo memaparkan karut marut  persoalan  pangan  nasional  disebabkan  perencanaan  yang  kurang matang.

"Seharusnya  pemerintah  tidak  boleh  malas  membuat  perencanaan  yang  matang,  baik  jumlah  maupun  timing,  agar  tidak  merugikan  yang  di  dalam. Ini  yang  harus  diatur  atau planning anggaran  yang  dibutuhkan  untuk  infrastrukturnya  sendiri  (pertanian)," kata dia.

Pemerintah,  lanjut  dia,  juga  perlu merombak tata cara impor  agar  tidak  terus-menerus  merugikan petani. "Pembatasan pemegang hak impor untuk sedikit  orang  jelas  merugikan  karena  harga sulit dikontrol. Berikutnya,  kuota impor juga harus dibatasi  untuk melindungi petani."

Sementara  Jamhari  menilai  persoalan  pemenuhan  pangan  tidak  boleh  dan  tidak  bisa  dibiarkan  diserahkan  kepada mekanisme pasar seperti  yang  selama  ini  terjadi.  Negara  harus  segera  hadir  dalam  pemenuhan  pangan  dengan  pembentukan  Badan  Pangan  seperti amanat UU Pangan.
Badan Pangan

Menurut Jamhari, ketiadaan  badan  pangan  telah  membuat  berbagai  kontradiksi  antarkementerian  maupun  lembaga-lembaga  di  bawahnya  seperti  Bulog.

Sebagai  badan  pangan Bulog bertugas menyerap  beras  petani  dan  menjaga  harga namun sebagai BUMN ia  harus mendapat untung. Terkait hal ini, Leo berpendapat  pemerintah  harus  menempatkan  kepala  badan  pangan  yang kompeten untuk mengantisipasi  mandulnya  peran  Bulog.

Ia  bertanggung  jawab  langsung  di  bawah  presiden.  "Revitalisasi  Bulog  mesti  disertai  pengangkatan  kepala  Bulog  yang  tegas,  berintegritas, dan berwibawa."

Sebelumnya,  sejumlah  kalangan  berpendapat  untuk  menghindarkan  Indonesia  dari  krisis  pangan  dan  kebergantungan  yang  makin  tinggi  terhadap  pangan  impor,  Presiden  Joko Widodo dalam rencana perombakan kabinetnya sebaiknya  mengisi  jabatan  kementerian  terkait pangan dengan menteri-menteri yang pro-petani. (KJ/y)

http://hariansib.co/mobile/?open=content&id=72585

Harga Tomat Anjlok, Kementan dan Bulog Bakal Serap Tomat Petani

Rabu, 19 Agustus 2015

JAKARTA - Harga tomat di kalangan petani saat ini sangat rendah, untuk satu kilogram dihargai Rp200 sampai Rp400 per kilogram (kg).
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menyatakan pihaknya bersama Bulog bakal menyerap tomat lokal. Penyerapan dilakukan untuk mendorong harga tomat agar tak terlalu rendah.

"Harga tomat ini, Dirjen Hortikultura (Kementan) kami minta turun untuk menyerap tomat petani-petani di lapangan karena harganya jatuh sekali. Kementan dan Bulog yang menyerap," papar Amran, Rabu (19/8/2015).

Nantinya tomat tersebut akan didistribusikan ke pasar-pasar yang ada di seluruh Indonesia guna menstabilkan harga tomat di pasar.

"Bulog bersama-sama dengan Kementan serap tomat dengan harga Rp8.000-Rp10.000 per kg. Kami minta itu untuk stabilisasi harga dalam negeri dan persiapan untuk ekspor," tandasnya.

(rzk)

http://economy.okezone.com/read/2015/08/19/320/1198818/harga-tomat-anjlok-kementan-dan-bulog-bakal-serap-tomat-petani

Selasa, 18 Agustus 2015

Yusril: Katanya “Ayo Kerja”, Lapangan Kerjanya Mana Ndoro?

Selasa, 18 Agustus 2015

JAKARTA, BIJAKS – Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra tampak gerah dengan slogan “Ayo Kerja” ala Presiden Joko Widodo yang dipasang pada momen perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-70 ini. Slogan yang tampak dalam berbagai momen kenegaraan ini dianggap Yusril semacam tong kosong yang cuma nyaring di bunyi tapi tak tampak di kenyataan.

Buktinya, banyak perusahaan yang gulung tikar dan mem-PHK karyawannya seiring dengan nilai tukar rupiah yang terus-menerus bertekuk lutut di hadapan dolar AS. Akibatnya, angka pengangguran pun kian membengkak. Terlebih, jika benar kabar banyaknya pekerja China yang hijrah ke Indonesia. Tamatlah lahan kerja orang pribumi.

“Dimana-mana panjenengan bilang “Ayo Kerja!”. Lapangan kerjanya mana Ndoro? Wong kita juga gak mau nganggur…,” tulis Yusril melalui akun Twitter pribadinya, @Yusrilihza_Mhd, Selasa (18/8).

Yusril juga menyindir Jokowi dengan sapaan ‘Om’. Pengacara kondang ini bilang, siapa sebenarnya yang tidak mau kerja? Masalahnya, menurut Yusril, peluang kerja saat ini yang memang susah didapatkan akibat PHK. “Ayo Kerja!” Siapa yg gak mau kerja Om? Wong cari kerja susah. Yang udah kerja aja kena PHK,” tulisnya. (wp/bn)

http://www.bijaks.net/news/article/9-181503/yusril-katanya-ayo-kerja-lapangan-kerjanya-mana-ndoro

Kedaulatan pangan terus dipacu

Selasa, 18 Agustus 2015
Kedaulatan pangan terus dipacu

JAKARTA. Pemerintah terus memacu peningkatan produksi pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai, telur ayam, daging sapi serta ikan. Guna mencapai target tersebut, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2016 disektor kedaulatan pangan ditingkatkan.

Tahun 2016 anggaran kedaulatan pangan ditetapkan sebesar Rp 126,6 triliun, atau meningkat tipis 0,5% dibandingkan tahun ini Rp 125,9 triliun. Dari anggaran dana kedaulatan pangan yang ditetapkan untuk tahun 2016, perinciannya sebesar Rp 50,4 triliun dialokasikan melalui belanja kementerian atau lembaga (K/L) dan Rp 76,1 triliun dialokasikan melalui belanja non K/L.

Terdapat tiga kementerian yang memegang peran penting di dalam prioritas kedaulatan pangan, yaitu Kementerian Pertanian (Kemtan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera), serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Alokasi Kementerian Pertanian pada tahun 2016 sebesar Rp 32,9 triliun secara penuh diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, antara lain melalui perluasan areal persawahan dengan pencetakan sawah baru serta upaya untuk meningkatkan produktivitas terutama untuk bahan pangan pokok.

Anggaran kedaulatan pangan pada Kementerian PU-Pera sebesar Rp 6,6 triliun, diarahkan terutama untuk membangun jaringan irigasi untuk pertanian. Sedangkan alokasi pada KKP sebesar Rp 11 triliun diarahkan antara lain untuk meningkatkan produksi baik perikanan tangkap, perikanan budi daya, serta produk perikanan lainnya.

Sementara itu, untuk alokasi belanja non K/L diprioritaskan untuk kegiatan penyaluran subsidi pangan, subsidi pupuk, pemberian alokasi Dana Alokasi Khusus (DAK), penyediaan cadangan beras pemerintah (CAD), serta cadangan stabilisasi harga pangan.

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman mengatakan, selain terus meningkatkan anggaran sebagai upaya peningkatan produksi, langkah lain yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kedaulatan pangan tersebut melakukan akselerasi terhadap regulasi dan rantai pasok. "Kalau tahapan ini dilalui dengan baik, maka 3 tahun swasembada seperti padi dapat kita capai," kata amran, Senin (17/8).

Beberapa komoditas yang menjadi fokus utama pemerintah dalam mencapai kedaulatan pangan tersebut adalah produksi padi sebanyak 76,2 juta ton, jagung 21,4 juta ton, kedelai 1,8 juta ton, gula 3,3 juta ton, daging sapi dan kerbau 0,59 juta ton, dan produksi ikan 14,8 juta ton.

Menteri PU-Pera Basuki Hadimuljono pernah mengatakan bahwa program pembangunan bendungan tetap menjadi skala prioritas dikementeriannya sebagai upaya untuk mendukung kedaulatan pangan. "Pembangunan delapan waduk untuk tahun depan tetap dilakukan," kata Basuki.

Delapan bendungan tersebut antara lain, bendungan Ciawi di Jawa Barat, bendungan Sukamahi di Jawa Barat, bendungan Kolhua di Nusa Tenggara Timur (NTT), bendungan Rukoh di Aceh, bendungan Kuil di Sulawesi Utara, bendungan Sukoharjo di Lampung, bendungan Cipanas di Jawa Barat, dan bendungan Sindangheula di Banten.

http://nasional.kontan.co.id/news/kedaulatan-pangan-terus-dipacu

Kemiskinan dan Ketimpangan setelah 70 Tahun Merdeka

Senin, 17 Agustus 2015
Kemiskinan dan Ketimpangan setelah 70 Tahun Merdeka

Bung Karno pernah berkata dengan lantang, "Tidak boleh ada kemiskinan di bumi Indonesia merdeka."

Setelah 70 tahun proklamasi kemerdekaan, jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia memang berkurang. Namun, sejak krisis 1998, penurunan kemiskinan kian melambat. Bahkan sempat tiga kali mengalami peningkatan.

Yang juga perlu dicermati, penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia lebih lambat dibandingkan negara-negara tetangga seperti China, Vietnam, dan Kamboja.

Hal itu menunjukkan penduduk miskin sangat rentan terhadap gejolak ekonomi. Apalagi mengingat sistem perlindungan sosial di Indonesia sangat buruk. Skor indeks perlindungan sosial Indonesia sangat rendah, hanya 0,044, di urutan ke-27 dari 35 negara di Asia Pasifik. Alokasi dana untuk berbagai macam jaminan sosial hanya 1,2 persen dari produk domestik bruto (PDB), di peringkat ke-28. Posisi Indonesia ini terendah di antara negara ASEAN, bahkan jauh tercecer dibandingkan dengan Timor-Leste sekalipun.

aprotection

Penduduk miskin di atas mencerminkan kemiskinan ekstrem berdasarkan garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Badan Pusat Statistik. Tidak berarti penduduk yang hidup di atas garis kemiskinan kesejahteraannya sudah memadai.

Jika kita menggunakan indikator jumlah rumah tangga yang berhak memperoleh RASKIN (beras miskin) yang pada tahun 2014 sebanyak 15.530.897 dan rata-rata rumah tangga miskin lima jiwa, maka penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan berjumlah 77,6 juta jiwa. Angka itu setara dengan 31 persen atau hampir sepertiga jumlah penduduk.

Jangan ditanya kualitas beras yang didapat orang miskin. Sangat memilukan. Rakyat miskin kerap menerima raskin berkutu, berbatu, dan bau apek. Belum lagi jumlah beras yang diterima disunat. Berikut segelintir contoh.

Cek Gudang Bulog di Tolikara, Mensos Temukan Beras Tidak Layak

Terlalu, Bulog Distribusikan Beras Busuk ke Warga

Raskin seperti Makanan Binatang, Bupati Bireuen Marahi Bulog

Dinsos Temukan Dua Tronton Raskin Buloq Sampang Berkwalitas Jelek

Bupati Temukan Kutu Beras di Gudang Bulog Kendal

4000 Ton Beras Bulog Busuk dan Berkutu Dibongkar Pelabuhan Belawan


Ketimpangan Memburuk

Dengan kasat mata kita menyaksikan jurang kaya-miskin kian menganga. Mudah menjumpai kontras kaya-miskin karena si kaya dengan arogan mempertontonkan kekayaannya: kesombongan perilaku pengguna moge (motor gede), mobil mewah berseliweran di jalan raya dan diparkir di depan pintu gerbang hotel dan mal, penggunaan jet pribadi, acara partai-partai di hotel mewah, mobil-mobil mewah dikawal polisi, pesta perkawinan, dan banyak lagi.

Data pun menunjukkan angka ketimpangan di Indonesia semakin memburuk. Sepanjang sejarah, indeks gini mencapai tingkat tertinggi.

agini


Jangan sampai kondisi itu berlanjut sehingga menimbulkan kecemburuan sosial yang bisa berujung pada kerusuhan sosial sebagaimana terjadi di beberapa tempat di Amerika Serikat, Eropa, Brazil, Timur Tengah.

Kemrdekaan pada hakekatnya adalah memberantas kemiskinan dan menegakkan keadilan, memberdayakan yang papa dan melindunginya.


Faisal Basri

http://www.kompasiana.com/faisalbasri/kemiskinan-dan-ketimpangan-setelah-70-tahun-merdeka_55d1d745529773f80f37cbcf

Senin, 17 Agustus 2015

Ironis, 70 Tahun Indonesia Merdeka, Garam Masih Impor

Senin, 17 Agustus 2015

Jakarta_Barakindo- Indonesia adalah negeri yang lebih dari setengah abad merdeka tapi masih mengimpor garam. Dan ternyata bukan hanya garam yang diimpor, sampai sekarang beras dan daging pun di impor. Hal ini membuat Menteri Susi Pujiastuti  geram dan menyebut ada “Lima Samurai” pelaku Mafia Garam yang membuat Indonesia tetap mengimpor garam.

"Padahal sekarang produksi garam kita untuk rumah tangga  mengalami surplus 300-500 ribu ton. Jadi tidak ada alasan untuk terus-menerus lakukan impor, baik garam untuk rumah tangga maupun industri".

Demikian diungkapkan Koordinator Relawan Jokowi-JK, S Indro Tjahyono, Minggu (16/8/2015). Menurutnya, potensi Indonesia untuk membuka ladang garam adalah seluas 28.000 hektar, dan jika digarap dengan teknologi geomembran dapat menghasilkan 100 ton per hektar setiap musim, yang dapat mencukupi kebutuhan semua jenis garam dalam negeri.

"Sangat disayangkan potensi ini tidak di lirik sama sekali oleh pemerintah yang hanya mendengar bisikan para Mafia Garam," ujarnya.

Saat ini, kata dia, Indonesia menjadi pengimpor garam terbesar dari Australia (733.000 ton senilai 34,2 juta US dolar), India (189.000 ton senilai 7,89 juta US dolar), dan Jerman (177.000 ton senilai 445 ribu US dolar). Selain itu dalam jumlah kecil garam juga diimpor dari Selandia Baru (816 ton senilai 325 ribu US dolar) dan Singapura (663,9 ton senilai 142 ribu US dolar), sehingga volume impor garam Indonesia setiap tahun adalah 2.579 ton atau setara Rp 600 miliar lebih per tahun.

"Angka-angka tersebut tentu ironis dan sekaligus fantastis. Karena dengan areal ladang atau tambak garam hanya seluas 5.000 hektar dan suntikan dana sebesar Rp 500 miliar pada tahun 2015 selama 8 bulan musim kemarau , kita bisa memproduksi 4,6 juta ton garam kualitas nomor satu melebihi kebutuhan tahun 2014 yang sebesar 4 juta ton, terdiri dari 2,2 juta ton garam industri dan 1,8 juta ton garam rumah tangga. Bahkan tidak sulit untuk menggenjot produksi garam sampai 120 ton perhektar setiap musim," ungkap pria yang juga pemerhati bidang pangan.

Ketergantungan Indonesia terhadap garam impor, lanjut S Indro, sama saja membunuh petani garam yang selama  ini loyal menggarap komoditas bermargin tipis. "Ini akibat permainan Mafia Garam,”tegasnya.

Karenanya, selain Menteri Kelautan dan Perikanan, DPRD provinsi Jawa Timur juga sudah membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk memberantas Mafia Garam. Pasalnya, selama ini disinyalir, "mafia" garam bermain dengan oknum-oknum di pelabuhan (PT Pelindo) dan oknum-oknum di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dengan memalsukan dokumen impor.

Pria yang selama ini giat mengkampanyekan kedaulatan pangan itu menegaskan, sudah saatnya Presiden Jokowi memperhatikan para petani garam yang turut menyumbang devisa, namun hidup dalam keperihatinan. "Inilah kesempatan Presiden Jokowi untuk mewujudkan visi Nawacita yang ingin membangun Indonesia dari pinggiran. Presiden harus tegas dan nyata mengambil tindakan tegas untuk memberantas Mafia Garam  tanpa pandang bulu,” pungkasnya. (Redaksi)*

http://beritabarak.blogspot.com/2015/08/ironis-70-tahun-indonesia-merdeka-garam.html

Minggu, 16 Agustus 2015

PDIP Jabar tuding pemprov setengah hati antisipasi kekeringan

Sabtu, 15 Agustus 2015

PDIP Jabar tuding pemprov setengah hati antisipasi kekeringan - Tak ada dana atasi krisis air - Sejumlah petak sawah di kawasan Lemur Situ, Caringin, Kabupaten Bogor, yang sampai saat ini masih mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.

Sejumlah petak sawah di kawasan Lemur Situ, Caringin, Kabupaten Bogor, yang sampai saat ini masih mengalami kekeringan akibat kemarau panjang.

LENSAINDONESIA.COM: Kekeringan akut yang melanda Jawa Barat tak mendapat penanganan dengan serius oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota.

Kondisi itu diungkapkan politisi Komisi II DPRD Jabar, Yunandar Eka Perwira, Sabtu (15/8/2015), yang menuding Pemprov Jabar tak serius tangani kekeringan di kawasan tersebut.

“Jadi langkah memberikan bantuan air bersih ke desa-desa yang dinilai rawan kekeringan itu bagus tapi bantuan yang diberikan itu dinilai tidak memecahkan masalah. Kemudian di dalam APBD Jabar Perubahan tidak ada langkah antisipatif terkait untuk mengatasi kekeringan,” terang Yunandar.

Politisi fraksi PDIP tersebut menyayangkan tak adanya anggaran di APBD Jabar 2015 untuk menangani dampak kekeringan terutama pada sektor perkebunan dan pertanian.

Ia mengimbau, semestinya Pemprov Jawa Barat membuat program prioritas guna mengantisipasi supaya suplai air bersih untuk warga yang membutuhkan tetap terpenuhi selain membuat embung-embung.

“Itu seharusnya bisa diantisipasi, contohnya pemerintah belum memikirkan cara agar kebutuhan air untuk pertanian bisa tetap terpenuhi,” lanjut ia.

Saat ini, sektor perkebunan dan pertanian tengah krisis air di musim kemarau yang berlangsung sejak Juni kemarin.

Petani di sejumlah kawasan ini marak meminta bantuan untuk mendapat sumber air baru.

Meski begitu, pemerintah provinsi sementara hanya bisa membantu dengan membuat embung-embung air dan sumur cadangan. @pir/@rin/@husein/@arie

redaktur: adrian

http://www.lensaindonesia.com/2015/08/15/pdip-jabar-tuding-pemprov-setengah-hati-antisipasi-kekeringan.html

Sabtu, 15 Agustus 2015

Menteri Susi Ancam Hentikan Program Petani Garam, Ini Alasannya

Jum'at, 14 Agustus 2015

Saat ini garam impor masih membanjiri pasar
Petani garam. (Ist)


JAKARTA, JITUNEWS.COM- Jika garam impor masih membanjiri pasar dan menyebabkan harga garam petani lokal anjlok, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengancam akan menghentikan program pemberdayaan petani garam pada 2016.
"Anggaran pemberdayaan untuk petani garam mencapai Rp 258 miliar pada 2015. Dana tersebut diantaranya dimanfaatkan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi petani, serta pembagian geomembran," ujar Susi, di Jakarta.
Menurutnya, segala upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas garam petani tidak akan bermanfaat jika pada akhirnya garam impor mendominasi pasar. Pasalnya, hingga 30 Juni 2015, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan izin impor garam sebanyak 1,51 juta ton.
Bahkan, pada periode 1 Januari-25 Mei 2015, realisasi impor garam telah mencapai 405.233 ton, yang terbagi untuk industri farmasi, industri CAP, dan industri Lain lain. "Pada tahun ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan mampu mendorong produksi garam nasional sebanyak 2,4 juta ton, yang terdiri atas 1,4 juta ton garam konsumsi dan 1 juta ton garam industri," tutur Susi.
Susi pun berharap, adanya produksi 1 juta ton garam bisa memenuhi 50% kebutuhan garam industri secara nasional.

http://www.jitunews.com/read/19547/menteri-susi-ancam-hentikan-program-petani-garam-ini-alasannya

Jumat, 14 Agustus 2015

Wujudkan Kemandirian Pangan di Kawasan Transmigrasi, Kemendes Gandeng BRI dan Bulog

Kamis, 13 Agustus 2015

RMOL. Upaya percepatan pembangunan masyarakat desa, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi membutuhkan dukungan dari sektor perbankan dalam hal permodalan.

Selain dukungan modal, masyarakat desa juga membutuhkan kerjasama dengan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk memasarkan dan menjamin produk-produk pertanian yang dihasilkan dari masyarakat perdesaan.

Untuk mendukung program ini, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi menjalin kerjasama dengan Bank Republik Indonesia (BRI) dan Badan Urusan Logistik (Bulog). Menteri Desa Marwan Jafar menjelaskan bahwa Kementeriannya menjalin kerjasama ini untuk mempercepat pembangunan masyarakat perdesaan dan penguatan ekonomi masyarakat desa, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi.

"Kerjasama ini akan mendorong Pemberdayaan Masyarakat, pemasaran dan Penyerapan Hasil Produksi Pangan, serta Pelayanan Perbankan dalam Mendukung Kemandirtian Pangan di Desa, Daerah tertinggal, dan kawasan Transmigrasi," ujar menteri desa, PDT, dan Transmigrasi Marwan Jafar usai menandatangani MoU di Kantor kementerian, Kalibata, Jakarta, Kamis (13/8).

Mou yang ditandatangani langsung oleh Menteri Marwan, Direktur Utama Bank BRI Asmawi Syam, serta Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti tersebut berlaku selama empat tahun. Menurut Menteri Marwan, kerjasama dengan BRI dan Bulog merupakan langkah strategis untuk menguatkan ekonomi masyarakat desa, daerah tertinggal dan kawasan transmigrasi.

Ruang lingkup kerjasama meliputi pemberdayaan masyarakat yang ada di desa, daerah tertinggal, dan kawasan transmigrasi. Kemudian penelitian dan pengembangan, kegiatan pelatihan dan pendampingan, serta menyediaan fasilitas pengembangan usaha mikro kecil dan menengah yang produktif.

"Dengan adanaya MoU dengan BRI dan Bulog, saya yakin kedepan masyarakat desa yang banyak bergelut dalam ranah pertanian bisa dengan melakukan pemasaran dan penyerapan hasil produksi pangan di desa, sehingga apa yang dicita-citakan oleh pemerintah untuk menciptakan kedaulatan pangan bisa terwujud.

Dalam kesempatan tersebut, Menteri Marwan langsung meminta kepada Dirut Bulog untuk membantu petani yang ada di desa agar terhindar dari para tengkulak yang sering memonopoli harga produk pertanian.

"Mumpung ada Dirut Bulog disini, saya meminta untuk dihentikan para tengkulak, agar petani kita tidak dirugikan dengan harga yang dimainkan oleh para tengkulak," tandasnya.[dem]

http://politik.rmol.co/read/2015/08/13/213359/Wujudkan-Kemandirian-Pangan-di-Kawasan-Transmigrasi,-Kemendes-Gandeng-BRI-dan-Bulog-

Kamis, 13 Agustus 2015

Grobogan Darurat Kekeringan

Rabu, 12 Agustus 2015

GROBOGAN, KOMPAS.com - Kabupaten Grobogan telah dinyatakan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai salah satu daerah darurat kekeringan, selain di Kabupaten Wonogiri. Berdasarkan data BPBD setempat ternyata di Kabupaten Grobogan ini bencana kekeringan sudah merambah di lebih 70 desa di 16 kecamatan.

"Hingga akhir juli lalu, kita sudah menyalurkan bantuan air total ada 695 tangki air. Baik dari BPBD, Bakorwil I Pati dan dari PMI Grobogan. Tapi itu semua belum mencukupi, masih banyak warga kita yang mengalami krisis air bersih," kata Kasi Kedaruratan BPBD Grobogan, Masrikan, di sela acara penerimaan simbolis bantuan air bersih dari PT Sidomuncul di Pendopo Kabupaten Grobogan, Rabu (12/8/2015) siang.

Menurut Masrikan, munculnya kepedulian dari pihak swasta memang cukup beralasan. Sebab jika dalam waktu dekat tidak turun hujan maka desa kekeringan diperkirakan akan bertambah. Ia mengungkapkan, dari 280 desa/kelurahan yang rawan bencana kekeringan dari 19 kecamatan di Kabupaten Grobogan, hanya empat kecamatan yang relatif  aman dari bencana kekeringan, yakni Kecamatan Godong, Gubug, Klambu dan Tegowanu.

"Bahkan Tegowanu yang biasanya aman, tahun ini ada satu desa yang krisis air. Yakni desa Tlogorejo," imbuhnya.

Sementara itu, Direktur PT Sidomuncul, Irwan Hidayat dalam sambutannya mengatakan, bantuan air bersih sebanyak 400 tangki khusus untuk Kabupaten Grobogan diharapkan bisa meringankan beban masyarakat yang kekurangan air bersih.

"Mudah-mudahan bisa mencukupi untuk dua bulan. Mohon maaf kalau sumbanganya kurang," ungkap Irwan.

Sebelumnya pada pekan lalu, Sidomuncul telah memberikan bantuan air bersih ke Kabupaten Wonogiri sebanyak 740 tangki air untuk didistribusikan ke 38 desa di delapan kecamatan.

"Total se-Jawa Tengah kami bantu 2.000 tangki. Bantuan kami distribusikan ke beberapa wilayah seperti Wonogiri, Grobogan, Blora, Pati dan Rembang," imbuhnya.

Sebelum Gubernur Jawa Tengah menetapkan Grobogan sebagai wilayah darurat kekeringan, Bupati Grobogan Bambang Pudjiono telah menetapkan status siaga darurat penanganan bencana kekeringan di Kabupaten Grobogan ini per 1 Juli 2015. Dengan ditetapkannya status ini, maka penanganan bencana kekeringan akan berlagsung selama 123 hari sejak ditetapkan atau berakhir pada 31 Oktober 2015.

http://regional.kompas.com/read/2015/08/12/15572151/Grobogan.Darurat.Kekeringan.

Rabu, 12 Agustus 2015

Gudang Pedagang Masih Penuh Stok

Rabu, 12 Agustus 2015

JAKARTA, KOMPAS — Meski pengadaan beras Perum Bulog rendah, stok beras di gudang-gudang pedagang beras melimpah. Dengan strategi yang tepat, gejolak harga beras di dalam negeri selama musim paceklik bisa diantisipasi.

Pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Billy Haryanto, Selasa (11/8), mengaku, sudah berkeliling di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk melihat gudang-gudang para pengusaha beras. Hasilnya, gudang mereka terisi beras penuh.

Rata-rata pedagang beras menengah dan besar menyimpan beras di gudang hingga ribuan ton, bahkan belasan sampai puluhan ribu ton untuk tiap pedagang.

Menurut Billy, tidak ada keharusan bagi pemerintah untuk mengimpor beras sekarang. Ketersediaan beras cukup di tangan pedagang. "Masalahnya, sekarang bagaimana pemerintah membuat strategi agar beras di gudang-gudang pedagang bisa keluar. Jika beras itu keluar, harga beras akan stabil meski dalam musim paceklik," katanya.

Menurut Ketua Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) wilayah DKI Jakarta Nellys Sukidi, pemerintah tidak perlu terlalu sibuk dan menghabiskan energi hanya untuk memutuskan impor atau tidak impor beras.

Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu mengatakan, total pengadaan beras Bulog hingga sekarang 1,7 juta ton atau 800.000 ton di bawah target pengadaan 2,5 juta ton.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, realisasi pertanaman padi 2015 hingga sekarang mencapai 76 persen dari total 14 juta hektar (ha). Tambahan luas tanam sampai sekarang 400.000 ha.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil mengungkapkan, pemerintah berupaya mengatasi ancaman kekeringan akibat dampak El Nino. Ia mencontohkan, Menteri Pertanian telah mengadakan pompa-pompa di sejumlah daerah.

"Air diambil dari waduk-waduk," katanya. Dari 16 waduk utama, diperkirakan waduk yang mengalami kekurangan air hanya empat waduk.

Menurut Sofyan, pemerintah juga memiliki beberapa opsi, termasuk impor, jika terjadi kekurangan beras. Selain masalah harga, indikator lain, sejauh mana Perum Bulog mampu memiliki cadangan beras, terutama beras raskin dan beras untuk keperluan operasi pasar (OP).

Ditargetkan, Bulog tetap memiliki cadangan beras 1,5 juta ton sampai akhir tahun ini.

(MAS/FER)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150812kompas/#/18/

Selasa, 11 Agustus 2015

Sapinya Mogok Lagi

Selasa, 11 Agustus 2015

MOGOOOK lagi, mogoook lagi.... Penggalan nyanyian Titiek Sandhora ini betul-betul diadopsi Asosiasi Pengusaha Daging dan Sapi Potong Indonesia (Apdasi) Kota Bandung. Mereka melakukan pemogokan penjualan daging sapi pada 9-12 Agustus. Pemogokan ini pun diikuti para pedagang daging sapi di banyak kawasan.

Pasalnya, harga daging sapi melambung melebihi harganya waktu Hari Raya Idul Fitri, sementara permintaan konsumen merosot tajam. Akibatnya, volume penjualan berkurang sampai 60-70% karena harga jual yang tinggi. Itu pun harga sudah dipepet-pepetkan untuk sekadar memperoleh keuntungan ala kadarnya. Mengingat harga kulakan di pemotongan terus merangkak naik.

Simalakama memang. Pembatasan importasi sapi oleh pemerintah sampai 50.000 ekor untuk Kuartal III telah dicacimaki sebagai biang segala kenaikan itu. Kritik tersebut membandingkannya dengan importasi sekitar 200.000 pertriwulan selama Kuartal I dan II. Untuk ke sekian kalinya krisis sapi menggila, meski konsumen aktifnya sebenarnya hanyalah sekitar 16,5% saja.

Sungguh tidak jelas apakah kenaikan harga ini karena kelangkaan akibat turunnya importasi dan cadangan. Ataukah pelangkaan, rekayasa pemilik modal untuk memaksa pemerintah melebarkan kembali kran impor dengan segala rente dan gratifikasi yang menyertainya. Apa yang terjadi pada 2012 yang diwarnai kontaminasi bakso dengan daging babi dan tikus, kali ini berpotensi kembali berulang. Dan kembali akan kita simak, sejauhmana efektivitas upaya stabilisasi pemerintah dengan bersegeranya Bulog melakukan operasi pasar (OP).

Sejalan dengan mandat Nawacita dan UU 18/2012 tentang Pangan, pembatasan importasi sapi menjadi 50.000 ekor tentu merupakan keputusan yang sangat berdaulat dan nasionalistik. Meski demikian, sudah barang tentu diperlukan beberapa prasyarat kebijakan dimaksud. Antara lain: (1) kebenaran data, (2) potensi substitusi impor, (3) efektivitas operasi pasar, (4) kekuatan kendali Kabinet Kerja dalam tataniaga, dan (5) kapasitas market intelligent Kabinet Kerja. Yang terakhir ini sangat diperlukan Kabinet Kerja untuk bisa membaca fakta lapangan dengan benar: apakah krisis ini terjadi karena kelangkaan atau pelangkaan.

Bukan sebuah prasangka buruk tentang kemungkinan pelangkaan ini karena potensinya adalah sebuah keniscayaan. Secara teknis mudah sekali dengan mengatur jumlah penyembelihan. Ketika sapi dikandangkan dan tidak dibawa ke rumah potong hewan (RPH), maka detik itu pula pasok daging sapi pasti menyusut dengan akibat yang sama: kelangkaan pasar. Manakala kelangkaan model begini tidak terdeteksi, maka itulah kelemahan pemerintah untuk mudah didikte pemilik uang.

Karena itu, mudah sekali dibayangkan bahwa ketika kelima prasyarat yang dipaparkan ini tidak berada dalam genggaman Kabinet Kerja, maka keputusan nasionalistik dan berdaulat yang dicanangkan akan selalu menjadi simalakama. Satu prasyarat saja tidak dipenuhi, sudah bisa dipastikan bahwa kebijakan apapun adalah bom waktu untuk meledaknya krisis sapi gila.

Menggilanya harga daging sapi ini harus menjadi perhatian seksama dalam jajaran Kabinet Kerja umumnya, dan khususnya kementerian yang membidangi perekonomian, untuk bisa menjadi titik balik guna melakukan reorientasi. Juga melakukan benah kapasitas dalam menghadapi aneka krisis pangan ke depan. Karena persoalannya tidak pernah beranjak dari realitas kelangkaan dan pelangkaan yang tipis sekali batasnya.

Peringatan oleh sapi kali ini, telah menyusul krisis beras, daging ayam, dan gula beberapa waktu lalu. Dan sudah hampir pasti akan diikuti ke depan oleh krisis beras lagi, kedele, cabai merah dan lainnya secara musiman dan langganan. Nasionalisme pangan bukanlah basa-basi. Akan tetapi, tanpa pembenahan prasyarat yang disampaikan, kebijakan yang teramat berdaulat itupun bisa menjadi sumber laknat dan kiamat.

Benahi seksama terhadap prasyarat, kekuatan politik dan kebenaran data, pada akhirnya hanya tergantung kepada kehendak politik Kabinet Kerja. Political will, bukan yang lainnya.

(Prof Dr  M Maksum Mahfoedz. Guru Besar Fakultas Teknologi Pertaniana UGM, Ketua PBNU periode 2010-2015)

http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/4133/sapinya-mogok-lagi.kr

Babak Baru, Keluarga Mantan Presiden Soeharto Dihukum Rp 4,4 Triliun

Senin, 10 Agustus 2015

Jakarta - Kasus Yayasan Supersemar memasuki babak baru. Mahkamah Agung (MA) memperbaiki salah ketik putusan kasasi antara Pemerintah Indonesia melawan Yayasan Supersemar dan keluarga mantan Presiden Soeharto. Trah Cendana itu harus membayar Rp 4,4 triliun.

Kasus bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar USD 420 ribu dan Rp 185 miliar.

Namun dalam perjalanannya, dana tersebut yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia diselewengkan. Setelah Soeharto tumbang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai oleh Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI sebesar USD 105 juta dan Rp 46 miliar. PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.

Vonis ini lalu dikuatkan di tingkat kasasi. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada Penggugat 75 persen x USD 420 ribu atau sama dengan USD 315 ribu dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp 139.229.178. Namun ternyata putusan kasasi itu salah ketik, seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904. Duduk dalam majelis kasasi yang diketok pada 28 Oktober 2010 ini yaitu hakim agung Dr Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto.

Kesalahan ketik ini lalu membuat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Alhasil, jaksa lalu mengakukan peninjauan kembali pada September 2013. Ternyata, di saat yang bersamaan, Yayasan Supersemar juga ikut melakukan (PK). Lalu apa kata MA?
"Mengabulkan PK I (Negara Repubilk Indonesia), menolak PK II (Yayasan Supersemar)," demikian lansir website MA, Senin (10/8/2015).
Putusan ini diketok oleh Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial hakim agung Suwardi dengan anggota majelis Soltony Mohdally dan Mahdi Soroinda Nasution. Vonis dengan nilai perkara sangat besar ini diketok pada 8 Juli 2015 lalu.

Lantas berapakah uang yang harus dibayar keluarga Soeharto ini? Berdasarkan kurs hari ini, Senin (10/8), maka ahli waris Soeharto harus memberikan ganti rugi ke negara Rp 4.309.200.000.000 plus Rp 139 miliar sehingga totalnya menjadi Rp 4,448 triliun.
(asp/try)

http://news.detik.com/berita/2988088/babak-baru-keluarga-mantan-presiden-soeharto-dihukum-rp-44-triliun/1

KASUS YAYASAN SUPERSEMAR - Babak Baru, Keluarga Mantan Presiden SOEHARTO...

Senin, 10 Agustus 2015

Kekeringan di Sukabumi Meluas

Senin, 10 Agustus 2015

REPUBLIKA.CO.ID,  SUKABUMI -- Kekeringan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, terus meluas. Bahkan, musim kemarau panjang menyebabkan sebagian warga Sukabumi, kesulitan mendapatkan air bersih.
"Awalnya hanya lima kecamatan saja yang melaporkan terkena dampak kekeringan, tetapi sekarang bertambah dua kecamatan lagi yang melapor bahwa daerahnya juga kekeringan khususnya warganya kesulitan mendapatkan air bersih," kata Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi Usman Susilo di Sukabumi, Senin (10/8).
Adapun daerah yang melaporkan kekeringan antara lain Kecamatan Palabuhanratu, Bantargadung, Warungkiara, Ciracap, dan Gegerbitung. Kemudian dua daerah lainnya yang baru saja melaporkan kekeringan adalah Kecamatan Sagaranten dan Cimanggu. Di daerah tersebut warga sudah sulit mendapatkan air bersih, karena sumber air sudah mulai mengering.
Menurutnya, untuk mengurangi beban warga untuk mendapatkan air bersih pihaknya berupaya menyalurkan air bersih ke lokasi-lokasi yag diprioritaskan. Dan sampai saat ini baru dua kecamatan saja yang mendapatkan bantuan tersebut yakni Kecamatan Palabuhanratu dan Bantargadung, sementara dua lima kecamatan lainnya dalam waktu dekat akan disalurkan.
"Dalam menyalurkan air bersih ini kami juga mendapatkan hambatan karena tidak memiliki tanki air bersih, sehingga kami berkoordinasi dengan PMI Kabupaten Sukabumi untuk menyalurkan air ke pemukiman warga," tambahnya.
Sementara, Humas PMI Kabupaten Sukabumi, Atep Maulana mengatakan pihaknya saat ini fokus terhadap penyaluran air ke daerah-daerah yang berada di pelosok. Ini dilakukan karena menurut informasinya banyak warga yang tinggal di pelosok seperti Kecamatan Ciracap harus mengambil air bersih hingga beberapa kilometer.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/08/10/nsv3uy282-kekeringan-di-sukabumi-meluas

Pemerintah Bangun Posko Bencana Kekeringan

Senin, 10 Agustus 2015
Pemerintah Bangun Posko Bencana Kekeringan

Pemerintah Bangun Posko Bencana Kekeringan Ratusan warga mengikuti salat Istisqo (meminta hujan) di Lapangan Sempur, Kota Bogor, Jabar, Jumat (24/7). Pemerintah Kota Bogor bersama MUI Kota Bogor melaksanakan salat Istisqo di musim kemarau karena kekeringan yang melanda Kota Bogor sejak satu bulan ini menyebabkan warga kesulitan mendapatkan air bersih. (ANTARA FOTO/Arif Firmansyah)

Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo merespons serius masalah kekeringan yang melanda sejumlah wilayah di Tanah Air. Untuk mengatasi persoalan tersebut pemerintah bakal membangun posko-posko penanggulangan kekeringan.

Posko dibangun atas kerja sama sejumlah kementerian dan dimotori oleh Kementerian Pertanian. Peresmian posko akan diadakan di Kementerian Pertanian hari ini, Senin (10/8). (Baca:

Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah hadir di lokasi peresmian sekitar pukul 06.00 WIB. Kehadirannya disusul oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif.

Setelah Amran dan Syamsul, Kepala UPT Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Heru widodo serta Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Andi Eka Sakya. (Baca: El Nino Menguat, Kepala BMKG Sarankan Warga Hemat Air)

Pihak keamanan yang berasal dari TNI dan Polri pun diagendakan hadir dalam pembukaan posko tersebut. Namun pantauan CNN Indonesia, baru Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang hadir sedangkan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo belum tampak.

Rencananya, peresmian posko komando penanggulangan bencana kekeringan nasional 2015 dilakukan di Kementerian Pertanian pukul 06.00 WIB. Namun hingga pukul 08.00 prosesi peresmian belum dilaksanakan.

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin, Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuko Hadimuljono dan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel  tampak baru hadir di lokasi.

Kekeringan yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu ini disebabkan oleh fenomena El Nino atau anomali suhu permukaan laut Samudera Pasifik. (Baca: El Nino Landa Indonesia, Ini Dampak Ilmiahnya)

Diperkirakan, cadangan air tanah di Indonesia masih bisa digunakan untuk mandi dan minum masyarakat hingga November 2015. (Baca: Jusuf Kalla: Stok Beras Masih Cukup) (obs)

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150810081928-20-71029/pemerintah-bangun-posko-bencana-kekeringan/

Sejumlah Irigasi Kekeringan

Senin, 10 Agustus 2015

PURWOKERTO TIMUR – Musim kemarau, air di sejumlah saluran di Banyumas mulai mengalami kekeringan.

Menurut Kepala Seksi (Kasie) Operasi dan Perawatan Balai Pengelola Sumber Daya Air (BPSDA) Serayu Citanduy, Arief Sugiarto, musim kemarau kali ini berdasarkan catatannya sejumlah irigasi memang mengalami penurunan debit air.

Bahkan, ada beberapa airnya banyak menyusut. Ia mencontohkan, saluran yang mengalami defisit debit air yaitu di Daerah Irigasi Andongbang Cilongok, yang mengairi sawah seluas 1.128 hektare.

Menurutnya, debit air di daerah irigasi tersebut beberapa waktu belakangan tercatat hanya 0,660 meter kubik per detik. ”Kebutuhan air di daerah irigasi tersebut mencapai 1,765 meter kubik per detik,” ucapnya, kemarin.

Bahkan, kata dia, ada daerah irigasi yang debit airnya sudah 0 meter kubik per detik. Daerah itu adalah Daerah Irigasi Buniayu yang mengairi sawah seluas 220 hektare. Padahal kebutuhan air di daerah itu rata-rata mencapai 0,350 meter kubik per detik.

Akan Digilir

Kondisi itu berpengaruh terhadap debit air di saluran. Guna menghindari terjadinya kekeringan, sejumlah saluran akan digilir. Di wilayah kerja BPSDA Serayu Citanduy yang meliputi empat kabupaten yakni Kabupaten Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap ada 13 daerah irigasi dengan luas lahan pertanian sebanyak 10.523 hektare.

Kemudian yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat ada 57.276 hektare. Meski demikian, potensi kekeringan tidak saja terjadi karena musim kemarau.

Kondisi saluran juga turut berpengaruh sebab banyak saluran yang mengalami kebocoran. Berkaitan hal itu, pihaknya berniat melakukan perbaikan. Karena itu, ada sejumlah saluran irigasi yang akan dikeringkan.

Salah satu saluran yang akan dikeringkan yakni irigasi Sumpiuh. ”Yang jadi persoalan ternyata pada lahan pertanian yang dilalui saluran itu masih ada yang menanam padi, bahkan cukup luas mencapai 292 hektare dan dikhawatirkan berpotensi gagal panen bila dikeringkan,” tambahnya.(K17-17)

Ini Langkah Kementan-BNPB Atasi Kekeringan

Senin, 10 Agustus 2015


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Pertanian telah mengantisipasi dampak negatif kekeringan sejak Januari 2015 dengan memperbaiki dan menambah kapasitas irigasi dan pendistribusian pompa air.

"Sudah 21.000 pompa air didistribusikan ke desa-desa dan saya dapat laporan itu sudah 100 persen didistribusikan," ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman saat konferensi pers di Kantor Kementan, Jakarta, Senin (10/8/2015).

Selain itu, lanjut Amran, kementeriannya juga telah memperbaiki sejumlah saluran irigasi. Menurut dia, perbaikan irigasi tersebut dilakukan untuk menjaga 1,2 juta hektar lahan pertanian dari ancaman puso.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif menambahkan, pihaknya juga telah merencanakan hujan buatan di beberapa daerah rentan terkena dampak kekeringan.

BNPB telah berkoordinasi dengan TNI dan Kementerian Pertanian untuk melaksanakan hujan buatan. Dalam satu atau dua hari ke depan, hujan buatan akan dilakukan dengan menggunakan lima pesawat milik TNI.

"Kita sudah siapkan anggaran Rp 200 miliar untuk tahap pertama hujan buatan di Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, dan Nusa Tengggara Barat," ujar Syamsul.

Beberapa provinsi lain yang rentan terdampak kekeringan ialah Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.

http://nasional.kompas.com/read/2015/08/10/10051711/Ini.Langkah.Kementan-BNPB.Atasi.Kekeringan