Sabtu, 26 Desember 2015

Panen Raya Padi di 2016 Diprediksi Mundur 2 Bulan

Sabtu, 26 Desember 2015

Jakarta -Panen raya yang biasanya jatuh pada bulan Maret diperkirakan akan mundur hingga 2 bulan pada tahun 2016 mendatang. Hal ini terungkap dalam pertemuan antara Perum Bulog dengan para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat pada awal pekan ini.

"Senin (21 Desember 2015) kemarin kami (Bulog) kumpul dengan 250 mitra kerja kami di Jawa Barat.‎ Ketua KTNA provinsi, kabupaten, hadir semua. Kita diskusi tentang perkiraan-perkiraan panen di tahun 2016. Menurut mereka ada pengunduran panen 2 bulan, berarti diprediksi panen pertama bulan Maret, panen raya April-Mei. Biasanya Maret sudah panen raya," ungkap Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu, kepada detikFinance di Jakarta, Sabtu (26/12/2015).

Wahyu menuturkan, sebagian besar Jawa Barat saat ini bahkan belum memasuki musim tanam. Jawa Barat merupakan sentra produksi beras ke-2 terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur.‎ Dengan perhitungan jarak antara tanam dan panen padi adalah 3 bulan, maka Jawa Barat baru mulai musim panen pada Maret 2016 dan panen raya pada April-Mei 2016.

"Sebagian besar petani di Jawa Barat, menurut informasi yang saya dapat dari Ketua KTNA setempat, belum mulai tanam. Ada yang dari Subang, Karawang, Bandung, bilang panen mundur kira-kira 2 bulan," ujarnya.

Dengan mundurnya panen raya pada 2016, berarti musim paceklik pada awal tahun bakal makin panjang. Ketua Umum Persatuan Pedagang Beras dan Penggilingan Padi (Perpadi) yang juga mantan Dirut Perum Bulog, Sutarto Alimoeso, memperingatkan pemerintah bahwa puncak paceklik padi yang biasanya setiap tahun terjadi pada Januari-Februari bisa menjadi Januari-Maret di awal 2016 nanti.

Penyebabnya ‎ialah el nino yang membuat musim tanam mundur. Harusnya tanam besar dilakukan pada bulan Oktober. Tetapi sangat minimnya curah hujan di Oktober lalu membuat para petani, terutama yang sawahnya tadah hujan alias mengandalkan air dari hujan, tak bisa menanam.

"Kalau normal puncak paceklik itu Januari-Februari, kalau sekarang bisa sampai bulan Maret," ujar Sutarto saat dihubungi detikFinance, beberapa waktu lalu.

Pria yang juga mantan Dirjen Tanaman Pangan Kementan ini menambahkan, panen di bulan Februari 2016 akan lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya karena mundurnya musim tanam. Hal inilah yang membuat puncak paceklik diperkirakan bertambah 1 bulan. "Ini harus diantisipasi oleh pemerintah," tutupnya.

(hns/hns)

http://finance.detik.com/read/2015/12/26/102051/3104487/4/panen-raya-padi-di-2016-diprediksi-mundur-2-bulan

Indonesia Selalu Impor Beras, Ini Sebabnya

Sabtu, 26 Desember 2015

Impor beras terjadi karena produksi beras nasional tak selalu terserap Bulog dengan maksimal.

Suara.com - Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia Khudori mengatakan bahwa angka produksi beras Indonesia sudah cukup tinggi bahkan bisa menghasilkan surplus. Masalahnya, produksi beras yang dihasilkan petani Indonesia tidak bisa terserap oleh Perum Bulog secara maksimal untuk menjadi cadangan beras nasional.

"Jadi masalahnya di Indonesia, angka produksi padi yang tinggi dari para petani tidak selalu berkorelasi dengan angka keterserapan gabah nasional oleh Bulog. Ketika Bulog tak mampu menyerap gabah secara maksimal dan cadangan beras kita menipis, impor beras terpaksa dilakukan," kata Khudori saat dihubungi Suara.com, Jumat (25/12/2015).

Kondisi ini disebabkan Bulog dibatasi oleh Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Sementara pengusaha beras swasta mampu membeli gabah dengan kualitas bagaimanapun dengan harga berapapun. Akibatnya banyak petani di Indonesia lebih memilih menjual gabahnya kepada pedagang beras ketimbang kepada bulog. "Sebab kalau merujuk angka produksi beras, sejak 5 tahun lalu kita ini sebetulnya sudah surplus," ujar Khudori.

Namun Khudori menegaskan bahwa sebetulnya impor beras di Indonesia tidak besar, hanya 3 - 4 persen dari kebutuhan konsumsi beras secara nasional. Walau demikian, Khudori mengakui pemerintah harus membuat terobosan untuk memaksimalkan keterserapan gabah nasional oleh Bulog. "Karena faktanya di Yogyakarta saja, ada 3 pedagang besar bisnis beras. Masing-masing orang tersebut, mampu menyerap gabah nasional dalam setahun lebih besar dari kemampuan serap Bulog dalam setahun. Jadi ini memang yang harus dibenahi," jelas Khudori.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, masalah impor beras selalu menjadi perdebatan sengit. Pihak yang pro berargumen bahwa kebijakan impor beras diperlukan untuk menjaga ketahanan pangan serta stabilitas harga beras nasional. Namun pihak yang kontra menentang kebijakan ini dengan alasan Indonesia sebagai negara agraris mampu memproduksi beras untuk kebutuhan konsumsi dalam negeri tanpa harus bergantung impor beras. Impor beras dianggap sebagai cara menghilangkan kedaulatan pangan Indonesia.

Terakhir pemerintah akhirnya mengimpor beras dari Vietnam pada November 2015 sebanyak 1,5 juta ton. Wapres Jusuf Kalla beralasan kekeringan pada Agustus hingga November 2015 memicu mundurnya masa panen gabah sehingga persediaan beras untuk tahun depan berkurang.

http://www.suara.com/bisnis/2015/12/26/123106/indonesia-selalu-impor-beras-ini-sebabnya

Sabtu, 19 Desember 2015

Golkar Bakal Sulit Dipercaya

Sabtu,19 Desember 2015

JAKARTA- Penunjukan Setya Novanto yang telah dinyatakan melanggar etika oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) menjadi Ketua Fraksi Golkar DPR RI, mengundang berbagai reaksi.

Salah satunya dari mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK). Kalla menilai penunjukan Setya Novanto sebagai Ketua Fraksi, seakan mengingkari hubungan antara politik dan kepercayaan dari rakyat.

‘’Politik itu adalah kepercayaan masyarakat, kepercayaan itu akan muncul dari persepsi. Nah, kalau persepsinya sudah (buruk-red) begini, pasti sulit mendapatkan lagi kepercayaan masyarakat. Teori politiknya ya seperti itu. Semua partai ya pasti begitu, harus bangun kepercayaan, harus punya persepsi yang baik,’’kata JK di Istana Bogor, kemarin.

Saat ini Novanto sudah dipersepsikan buruk oleh publik dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo saat bertemu Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin. Novanto juga telah dinyatakan MKD melanggar etika dengan kategori pelanggaran sedang dan pelanggaran berat.

Semula JK sempat berpikir bahwa Setya Novanto menjadi Ketua Fraksi Golkar masih sebatas usulan saja. ‘’Saya kira itu baru usulan saja,’’kata JK. Di sisi lain, JK tak mempermasalahkan penunjukan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR menggantikan Setya Novanto. JK menilai Ade yang biasa dipanggil Akom adalah sosok orang yang baik.

Pujian itu disampaikan JK tanpa bermaksud memberikan persetujuan atau menolak atas penunjukan Ade sebagai pengganti Novanto di kursi Ketua DPR. ‘’Saya bukan setuju (atau) tidak setuju, saya cuma tahu orangnya baik,’’ujar JK.

Menurut JK Golkar sebenarnya memiliki banyak kader potensial untuk duduk di kursi Ketua DPR atau Ketua Fraksi. Sehingga DPP tinggal menugaskan saja sesuai dengan kemampuannya. ‘’Yah, kalau itu pilihannya dari DPP, cukup baik. Apalagi pernah jadi ketua fraksi,’’ ucap JK.

Akal-akalan

Sementara itu, Generasi Muda Partai Golkar mengatakan pertukaran posisi Setya Novanto dengan Ade Komarudin hanya akal-akalan elite Golkar. Hal itu dikemukakan usai mereka bertemu JK untuk membahas perkembangan internal Golkar.

‘’Penunjukan Novanto sebagai ketua fraksi adalah akal – akalan elite Golkar,’’ ujar juru bicara Generasi Muda Partai Golkar, Andi Sinulingga usai pertemuan yang berlangsung di kediaman dinas JK, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Jumat (18/12). Bahkan, Andi menyebut penunjukkan Novanto akan memperburuk persepsi masyarakat terhadap partai berlambang pohon beringin ini.

Sementera itu, Ahmad Dolly Kurnia mengatakan pertemuan tersebut juga menyinggung pembicaraan soal Munas ulang sebagai jalan keluar atas konflik Golkar yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

‘’Prinsipnya Pak JK setuju konflik harus diselesaikan. Penyelesaiannya adalah lewat Munas. Tinggal tahap-tahapannya yang harus diselesaikan dengan mengacu ke Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) partai,’’kata Dolly. Dalam pertemuan dengan JK itu, Kader muda Golkar selain Andi dan Dolly juga diikuti Dave Laksono, Ace Hasan Syadzily, Melki Lakalena, Mirwan MZ Vauly dan Sari Yuliati.

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Ruhut Sitompul, mengatakan dengan diposisikannya Setya Novanto menjadi Ketua Fraksi, berarti Partai Golkar masih memberikan posisi penting bagi Novanto. Padahal di sisi lain Novanto telah melakukan pelanggaran etika.

Langkah Golkar yang masih mengistimewakan Novanto menurut Ruhut ibaratnya bagaikan menggali kuburnya sendiri. ‘’Ini sama saja Partai Golkar menggali kuburnya sendiri. Kan masih banyak kader, kok yang melanggar etika yang diberi posisi penting,’’ kata Ruhut di gedung DPR RI senayan, kemarin.

Ruhut mengaku khawatir, dengan menjadi Ketua Fraksi, Novanto bisa menunjuk dirinya sendiri menjadi pimpinan di Komisi atau alat kelengkapan Dewan. Bahkan Novanto bisa menjadi Ketua Badan Anggaran (Banggar) atau MKD.

Oleh sebab itu Ruhut mengaku heran dengan manuver yang dilakukan Golkar. Dari Gedung DPR RI, kemarin Pelaksana tugas Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan pihaknya telah menerima surat dari fraksi Partai Golkar tentang pengajuan Ade Komarudin sebagai Ketua DPR RI pengganti Setya Novanto.

Namun karena waktunya sudah mepet, pelantikan Ade sebagai Ketua DPR baru akan dilangsungkan setelah masa reses berakhir awal Januari 2016. ‘’Sudah kami terima suratnya, tapi karena waktunya sudah mepet, maka tidak mungkin dilakukan pelantikan Ade pada masa sidang ini.

pelantikan baru bisa dilakukan pada berakhirnya masa reses, Januari 2016,’’ kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Senayan, kemarin. Dalam rapat paripurna kemarin, Setya Novanto sudah tidak duduk lagi di kursi pimpinan Dewan. Dia duduk bersama anggota yang lain.

Saat Setya membacakan pidato pengunduran dirinya di rapat paripurna terakhir sebelum anggota Dewan memasuki masa reses Setya menjelaskan bahwa pilihan dirinya mengundurkan diri adalah bentuk penghormatan kepada seluruh rakyat Indonesia.

‘’Atas itulah saya mengundurkan diri dan memohon maaf. Semoga bangsa ini dapat menyongsong masa depan yang lebih baik,’’kata dia. Saat hendak menutup pidatonya, suara dia makin berat, bergetar dan raut mukanya penuh haru. Dia berharap kejadian ini hanya terjadi pada dirinya saja. ‘’Mudah-mudahan ini hanya terjadi pada saya.

Sekali lagi, apa yang saya lakukan akan saya pertanggung jawabkan kepada seluruh rakyat Indonesia, seluruh anggota Dewan, dan Allah Tuhan Yang Maha Esa,’’kata Setya terisak. (F4, dtc-92)

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/golkar-bakal-sulit-dipercaya/

Selasa, 15 Desember 2015

Gubernur Haramkan Beras Impor Masuk NTB

Senin, 14 December 2015

MATARAM – Gubenur Provinsi Nusa Tenggara Barat,  TGH Muhammad Zainul Majdi menegaskan beras impor dari negara mana saja asalnya haram hukumnya masuk di wilayah Provinsi NTB.

“Haram hukumnya NTB menerima beras impor,” kata Gubernur Majdi saat diskusi terbuka dengan tema peran sektor keuangan dalam memperkuat pengembangan ekonomi rakyat yang dihadiri Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Haddad, Ketua Dewan Pakar ICMI, Prof. Hj. Marwah Daud di Hotel Grand Legi Mataram, Sabtu malam (12/12).

 Bahkan Gubenur Majdi mewanti-wanti kapal yang mengangkut beras impor tersebut tidak diperkenankan untuk merapat di wilayah perairan ,"laut Provinsi NTB. “Dengan dalih apapun kapal pengangkut raskin itu tidak boleh merapat di wilayah NTB,” tandas Gubenur Majdi.

 Menurut Majdi, jika beras impor masuk di wilayah Provinsi NTB, maka sudah pasti akan merugikan para petani. Harga gabah petani di NTB sudah pasti akan anjlok jika beras impor dari luar negeri itu membanjiri pasaran di NTB.

Dikatakannya, beras impor yang selama ini di masukan ke NTB kualitasnya jauh dibawah kualitas beras produk petani NTB. Apalagi beras impor yang menjadi bantuan Raskin jauh lebih bagus produksi lokal.Gubenur  juga mempertanyakan komitmen pemerintah pusat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal itu terlihat dari berbagai program yang dikeluarkan banyak yang kontradiktif. Seperti contoh pemerintah pusat menggenjot petani meningkatkan hasil produksi pertanian. Begitu petani semangat menggenjot produksi hasil pertanian, diwaktu yang bersamaan, pemerintah pusat justru melakukan impor komoditas hasil pertanian.

 Sebagai pemerintah pusat jangan buat kebijakan kontradiktip dengan daerah misalnya pemerintah suruh petani perbanyak produksi, tapi disaat yg sama pusat lakukan impor. Akibatnya harga langsung jatuh dan sangat rugikan petani.“Kita ini memang benar benar hilang akal sehat. Kita biarkan saja pemburu rente memasukan komoditas luar masuk. Padahal harga bisa rusak karena itu,” terangnya.

 Sebelumnya pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan impor beras  untuk menstabilkan harga beras yang melonjak naik beberapa bulan terakhir belakangan ini. Pemerintah pusat juga awalnya akan memasukan beras impor asal Vietnam itu ke Provinsi NTB, namun saat rapat koordinasi dengan Perum Bulog Divre NTB,Pemprov NTB menolak keras beras impor masuk ke wilayah NTB. Karena beras impor tersebut akan merusak pasar beras lokal dan sudah pasti akan merugikan para petani di NTB.( cr -luk)

http://www.radarlombok.co.id/gubernur-haramkan-beras-impor-masuk-ntb.html

Senin, 14 Desember 2015

Menegakkan Kedaulatan Petani Kita

Minggu, 13 Desember 2015

Menjadi petani, terutama petani padi, rasanya makin sulit. Ketika harga padi atau beras naik sedikit saja, pemerintah melalui Departemen Perdagangan dan Bulog buru-buru membanjiri pasar dengan beras murah, yang sebagian besar berasal dari beras impor. Tetapi, saat panen raya tiba dan harga anjlok, pemerintah dan Bulog tak sigap menyerap produksi petani. Petani yang posisi tawarnya lemah harus menghadapi sendiri para tengkulak bermodal kuat.

Niat pemerintah membantu petani dengan menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) pada masa panen raya pun tak banyak membantu. Pasalnya, seperti pernah kita lihat, HPP juga bisa jadi justru di bawah harga pasar.

Dengan HPP seperti itu, tentu saja Bulog ogah membeli produksi petani. Sebab, sebagai perum yang misinya juga mengais laba, Bulog tak boleh membeli beras atau padi di atas HPP. Apalagi harga beras di pasar dunia juga cenderung lebih rendah dari dalam negeri. Logika dagang Bulog tentu memilih mengimpor beras ketimbang bersusah payah menyerap produksi petani.

Perubahan Paradigma

Makanya, jangan harap Bulog mau membeli secara langsung padi petani. Apalagi membeli gabah basah yang harus mereka olah sendiri menjadi gabah kering atau beras. Ini mustahil dilakukan, kecuali ada perubahan paradigmatis di kalangan Bulog dan pembuat kebijakan pemerintah umumnya.

Kenapa? Sebab, diakui atau tidak, paradigma yang mewarnai cara berpikir Bulog dan para pembuat kebijakannya selama periode pemerintahan yang lalu ialah paradigma ketahanan pangan (food security). Menurut paradigma dari FAO (organisasi pangan dunia) yang amat pro-perdagangan ini, tak soal bagaimana pangan diproduksi dan darimana berasal. Yang penting ketersediaan pangan alias stok beras nasional mencukupi.

“Mereka bukan memikirkan bagaimana meningkatkan produksi beras dan diversifikasi pangan, tapi justru memanjakan kita dengan produk-produk pangan impor yang lebih murah, karena memang di negara-negara asal komoditas pangan ini memperoleh subsidi besar,” ucap pengamat ekonomi pertanian Indef, Iman Sugema, (Suara Karya, 29/3).

“Mereka bukan memikirkan bagaimana meningkatkan produksi beras dan diversifikasi pangan, tapi justru memanjakan kita dengan produk-produk pangan impor yang lebih murah, karena memang di negara-negara asal komoditas pangan ini memperoleh subsidi besar,” ucap pengamat ekonomi pertanian Indef, Iman Sugema"

Dalam konteks ketahanan pangan inilah budidaya pertanian ala revolusi hijau dan impor pangan murah menjadi relevan. Revolusi hijau bertujuan mendongkrak produksi pangan dengan program intensifikasi pertanian, yang dulu dikenal sebagai Bimas atau Panca Usaha Tani. Program ini awalnya memang mampu mengatrol produksi pangan, seperti dirasakan Indonesia dengan swasembada beras pada 1994.

Namun, revolusi hijau lambat laun menjadi malapetaka, karena membuat petani makin tidak berdaulat dalam lapangan pertanian. Revolusi hijau menjadikan kaum tani kian tergantung input pupuk dan obat kimia serta bibit unggul produksi perusahaan besar (MNC). Sementara kesuburan tanah juga kian buruk dan menurun produktivitasnya akibat asupan bahan kimiawi tanpa henti.  Jadi, swasembada beras pada 1994 bukan berarti kita berdaulat dalam hal pangan.

Sebaliknya, kedaulatan pangan (food sovereignty) mengacu hak suatu negara dan petani menentukan kebijakan pangannya sendiri dengan memprioritaskan produksi lokal guna memenuhi kebutuhan sendiri. Selain itu, juga menjamin tersedianya tanah subur, air, benih, termasuk kredit bagi buruh tani dan petani kecil serta melarang praktek perdagangan dengan cara dumping (Tejo Pramono, 2005).

Yang dimaksud hak menentukan kebijakan pangan ialah para petani sendiri yang memilih cara produksi, jenis teknologi, hubungan produksi, sistem distribusi, hingga masalah keamanan pangan. Jadi, dengan kedaulatan pangan diharapkan petani punya kemandirian dalam proses produksi pangan, tak lagi tergantung kepada pengusaha. Bahkan juga tidak lagi tergantung pada pemerintah dan Bulog. Sebab, dengan kedaulatan pangan, petani bisa menjadi wirausahawan kecil yang mandiri.

Ramah Lingkungan & Berkelanjutan

Kedaulatan pangan juga merupakan program pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan (ecological and sustainable agriculture). Maka tak mengherankan jika banyak LSM mendukung ide kedaulatan pangan sebagai pengganti model ketahanan pangan yang dinilai merugikan petani.

Pengalaman Kuba membuktikan, program kedaulatan pangan mampu menyelamatkan negeri itu dari kesulitan. Akibat krisis yang dihadapinya pasca Uni Soviet ambruk, Kuba memutar kiblat kebijakan ekonomi dari berorientasi ekspor (outward looking) menjadi mementingkan kebutuhan dalam negeri (inward looking), terutama pangan.

Dari pengalaman Kuba bisa disarikan bahwa untuk menyelenggarakan program kedaulatan pangan dibutuhkan perubahan kebijakan sektor pertanian, khususnya pangan, yang meliputi tiga hal (Any Sulistyowati, 2003).

Pertama, perubahan teknologi. Model kedaulatan pangan mengadopsi pola alternatif, yakni pertanian organik, yang memaksimalkan pemakaian sumber daya lokal. Termasuk dengan gerakan menanam kembali spesies padi lokal, penerapan sistem multikultur atau diversifikasi pangan, minimalisasi asupan luar seperti pestisida dan pupuk kimia, dan penyediaan sarana pendukung seperti bioteknologi yang berbasis masyarakat.

Kedua, perubahan produksi. Ini dilakukan dengan pembagian lahan pertanian dan pemanfaatan lahan tidur untuk usaha tani. Ditambah dengan mengintroduksi pertanian perkotaan yang memanfaatkan pekarangan penduduk.

Ketiga, perubahan distribusi, yang antara lain dengan membuka pasar khusus produk pertanian dan penjualan langsung dari petani kepada konsumen guna memotong jalur distribusi yang panjang.

Pengalaman Indonesia

Di negeri kita, upaya ke arah model kedaulatan pangan ini relatif berhasil dicoba oleh Pemkab Bantul DIY dan Sragen, Jawa Tengah. Di Sragen, misalnya, pertanian organik menjadi program unggulan pemerintah daerah di sana. Jumlah kelompok tani organik pun bertambah signifikan. Semula 29 kelompok (639 petani) saat program dimulai (2001), menjadi 247 kelompok (1.721 petani) pada 2004. Total lahan padi organik terus bertambah, dari 232 hektar (2001) menjadi 1.973 hektar (2004). Hasilnya, jumlah produksi padi organik melonjak tajam. Jika pada 2001 dihasilkan 1.187 ton gabah kering giling (GKG), tiga tahun berselang nyaris 11 ribu ton GKG.

Maka, Pemkab Sragen pun berani mencanangkan visi Sragen menjadi sentra beras organik terbesar di Tanah Air pada 2010. Mereka mengerahkan penyuluh lapangan dan membentuk perusahaan pengolahan dan pemasaran pasca panen untuk menampung produksi petani.

Walhasil, kendati tanpa Bulog atau HPP sekalipun, petani organik Sragen bisa meningkatkan kesejahteraannya. Soalnya, harga jual padi organik selalu di atas padi nonorganik. Sementara biaya produksinya justru lebih rendah, lantaran petani cukup memakai kotoran hewan sebagai pupuk dan ekstrak dedaunan setempat sebagai obat hama. Padi organik juga lebih aman dikonsumsi lantaran bebas dari residu pupuk maupun pestisida kimia.

"Pemkab Sragen pun berani mencanangkan visi Sragen menjadi sentra beras organik terbesar di Tanah Air pada 2010. Mereka mengerahkan penyuluh lapangan dan membentuk perusahaan pengolahan dan pemasaran pasca panen untuk menampung produksi petani. Walhasil, kendati tanpa Bulog atau HPP sekalipun, petani organik Sragen bisa meningkatkan kesejahteraannya"

Bagaimana dengan petani di daerah lain, di mana pemerintah lokal belum berminat memberdayakan petani melalui program kedaulatan pangan?

Jika demikian, saatnya petani tak lagi berharap banyak kepada pemerintah, apalagi pemerintah pusat. Pemerintah pusat saat ini jelas hanya peduli untuk menjadikan beras sebagai komoditas politik yang harus dijaga ketat fluktuasi harganya, demi menjaga angka inflasi. Nasib petani sendiri yang terpuruk dari tahun ke tahun, dari generasi ke generasi, tak pernah dijadikan tolok ukur pembuatan kebijakan.

Karena itu, petani harus mampu mengorganisir diri sendiri dan menegakkan kedaulatan pangan dalam kelompoknya sendiri. Dalam hal ini termasuk menyisihkan sebagian hasil panennya untuk konsumsi sendiri, sehingga jika harga beras melambung pada masa paceklik, mereka tak perlu kelabakan atau malah kelaparan.

Setelah itu, perlu disusul kerja sama lintas kelompok tani dan secara bersama mengimplementasikan ide kedaulatan pangan dalam kenyataan. Para petani dapat belajar ke kelompok-kelompok tani di Sragen, misalnya, yang menyelenggarakan kursus singkat pola pertanian organik.

Dengan berdaulat, pilihan kaum tani bukan lagi menanam padi sebanyak mungkin seperti imbauan penguasa, tapi hanya menanam padi sejauh menguntungkan. Jika bertani padi tak lagi menguntungkan, bahkan cenderung merugi jika semua komponen produksi dihitung rinci, saatnya para petani berani memilih: menanam padi secara organik atau bertani jenis tanaman lain yang lebih menjanjikan masa depan.

Sudah saatnya petani memperjuangkan nasibnya sendiri dan menegakkan kedaulatannya!

Aria Bima
Anggota DPR RI 2014-2019 (F-PDIP)

https://www.selasar.com/ekonomi/menegakkan-kedaulatan-petani-kita

Sabtu, 12 Desember 2015

Kepala Bulog Tersangka Korupsi Rp 1,3 M

Sabtu, 12 Desember 2015

SURABAYA (Indonesia Pagi) - Tim Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menetapkan Kepala Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) di Bulog Ponorogo, Nowo Usmanto, sebagai tersangka dugaan korupsi di UPGB Bulog Ponorog. Kerugian negara ditaksir sebesar Rp 1,3 miliar.

Kepala Penyidikan Pidana Khusus (Kasidik Pidsus) Kejati Jatim Dandeni Herdiana membenarkan hal itu. Menurutnya, penetapan tersangka merupakan hasil dari pemeriksaan saksi-saksi dan penambahan alat bukti yang didapat penyidik. Dari hal itu, selanjutnya penyidik melakukan pendalaman dan didapati nama Nowo Usmanto sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kasus ini.

“Kepala UPGB di Bulog Ponorogo, Nowo Usmanto telah kami tetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi yang terjadi di UPGB Bulog Ponorogo,” tegas Kasidik Pidsus Kejati Jatim Dandeni Herdiana, kemarin.

Dijelaskan Dandeni, sampai saat ini penyidik masih menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini. Selanjutnya penyidik akan memeriksa saksi-saksi yang akan diperuntukan bagi tersangka. “Saksi-saksi masih sama seperti yang kami periksa dahulu. Bedanya saksi saat ini dibutuhkan untuk memberikan keterangan terkait tersangka,” katanya.

Adapun saksi yang akan dipanggil, lanjut Dandeni, mereka adalah para petani dan pihak-pihak di UPGB Grupit Sub Drive Bulog Ponorogo. Selain itu, pihaknya juga akan memanggil pihak Bank BRi yang mengurusi rekening atas kasus ini.

Ditanya perihal perhitungan kerugian Negara oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim. Mantan Kasi Intel Kejari Purwakarta ini mengaku belum melakukan koordinasi dengan BPKP Jatim.

“Kami masih berencana untuk meminta bantuan BPKP Jatim dalam menghitung kerugian keuangan Negara dari kasus ini,” ungkap Dandeni.

Sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jatim mengatakan, kasus yang diduga melibatkan UPGB di Bulog Ponorogo ini, terdapat dua modus. Pertama, modusnya adalah Unit UPGB Bulog Ponorogo menerima gabah dan beras dari petani. Sayangnya, Bulog tidak membayar uang hasil panen dari petani sebesar Rp 1,3 miliar. n bd

http://surabayapagi.com/index.php?read~Kepala-Bulog-Tersangka-Korupsi-Rp-1,3-M;3b1ca0a43b79bdfd9f9305b812982962203e3f8971ed928cec6963a64b49d192

Sistem Pertanian Perlu Revolusi Organik

Jumat, 11 Desember 2015

JAKARTA (HN) - Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih mengatakan, sektor pertanian perlu direvolusi dengan mengembangkan pertanian organik serta menggunakan bahan alami dalam mengolah tanah.
Ia menilai, Kementerian Pertanian (Kementan) harus membuat strategi untuk meningkatkan petani individu dan dalam rangka mencapai kedaulatan pangan. "Jangan sampai memerkuat pihak korporasi di bidang pangan," ujar Henry kepada HARIAN NASIONAL, Kamis (10/12).

Menurut dia, model pertanian berbasis ekologi harus segera dikembangkan. Penggunaan pupuk kimia, pengolahan tanah modern dan pestisida harus dikurangi secara bertahap. Cara pertanian yang salah, menurut Henry, akan berdampak buruk pada lahan pertanian Indonesia ke depan.

Seharusnya saat ini petani bisa menggunakan pupuk organik dan benih yang dikembangkan sendiri serta pestisida alami. Ia juga menolak pendistribusian alat mesin pertanian dari luar negeri ke Indonesia.

"Mungkin tidak sekarang kita merasakan dampaknya tapi lima hingga 10 tahun mendatang kita akan tahu lahan kita rusak karena bahan kimia," katanya.

Henry mengingatkan agar Kementan berhenti berfokus hanya pada tiga komoditas pangan yaitu padi, jagung, dan kedelai. Jenis tanaman pangan lain sebenarnya mampu dikembangkan jika pemerintah serius.

"Uang pemerintah (APBN) seharusnya bisa dipakai untuk komoditas lain. Tapi ini digunakan untuk padi, jagung dan kedelai. Sudah begitu memakai pestisida, pupuk kimia, dan traktor dari luar negeri. Memang produksinya naik tapi kan merusak lahan," ujarnya.

Penggunaan alat pertanian modern pun dinilai justru menambah pengangguran di desa. Tenaga kerja yang mengolah tanah kini berubah menjadi mesin. Sedangkan lapangan kerja pengganti belum disediakan pemerintah.

"Jadi pengangguran makin banyak. Menurut kami ini bahaya. Model yang dikembangkan Kementan ini keluar dari Nawacita Presiden Joko Widodo," ujar Henry.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah ingin berusaha menurunkan ongkos produksi pertanian dengan alat modern. Menurut dia, biaya produksi yang tinggi dikarenakan peralatan konvensional yang digunakan.

Modernisasi pertanian diklaim menjadi salah satu upaya ampuh untuk meringankan ongkos produksi tersebut. "Salah satu cara menekan ongkos produksi, pemerintah akan mengoptimalkan pemanfaatan alat-alat pertanian modern," ujar Amran.

Alat pertanian modern diyakini akan memersingkat waktu pengolahan tanah pertanian. Selain itu juga menghemat tenaga petani. "Kalau pakai alat konvesional, petani harus beramai-ramai turun ke sawah. Dengan alat-alat pertanian modern ini akan menghemat tenaga petani serta waktu tanam atau waktu panen. Semoga petani bisa menggunakan peralatan modern dan meningkatkan produksi," katanya.

http://www.harnas.co/2015/12/11/sistem-pertanian-perlu-revolusi-organik

Kamis, 03 Desember 2015

Beras Melimpah di Sentra Produksi, tapi Langka di Jakarta

Rabu, 02 Desember 2015

Metrotvnews.com, Klaten: Dalam rangka menelusuri penyebab merosotnya pasokan beras di Jakarta, Komisi Persaingan Pengawasan Usaha (KPPU) bersama Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik mendatangi sentra produksi di Jawa Tengah. Di sana, tim terkejut dengan temuan di lapangan.

Dalam sidak di sentra produksi beras di Desa Bowan, Kecamatan Delanggu, Kabupaten Klaten, didapati kalau stok beras aman. Bahkan, jumlah produksi hingga Desember ini dinilai masih ada peningkatan.

"Rata-rata (lahan seluas) 2.000 meter persegi bisa menghasilkan 1,5 ton gabah kering. Untuk daerah yang kurang pemupukan dan pengairan, agak menurun produksinya," kata Srihadi, seorang pemilik gudang prosuksi beras di Desa Bowan, Rabu (2/12/2015).

Srihadi mengatakan, jika pemupukan dan pengairan sangat bagus, lahan seluas 2.000 meter persegi bisa memproduksi hingga 1,8 ton gabah kering. Hal itu dengan catatan hama tikus dan wereng tak menyerang tanaman.

"Tapi di sini biasanya terkendala dengan iklim. Meskipun, musim panen Juli-Desember ini bisa bagus," ujarnya.

Ia menambahkan, sebagian besar keluarga petani di desa itu tidak menjual langsung gabahnya. Rata-rata, satu keluarga petani menyimpan 1,5 kuintal gabah kering. Jumlah itu untuk memenuhi kebutuhan hingga musim panen berikutnya.

Menanggapi temuan itu, Ketua KPPU, Syarkawi Ra'uf mengatakan akan terus mendalami mengapa terjadi kelangkaan stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang dalam dua minggu terakhir. Menurutnya, masih adanya produksi beras di sejumlah sentra produksi menunjukkan bahwa stok masih aman.

"Nah, berarti ada gangguan di salah satunya distribusi itu. Nah ini siapa? Apakah pedagang besarnya? Nanti kita dalami lagi," ujarnya.

Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Hasil Sembiring menambahkan, suplai gabah di sejumlah sentra produksi beras hingga kini masih mengalir. Artinya, lanjut Hasil, produksi beras di lapangan masih ada dan terus bergulir.

"Harganya memang Rp9.000, tidak bisa dibeli Bulog, makanya harus memakai skema komersil. Harus kita carikan mekanismenya," jelasnya.

Sebagaimana diberitakan, sidak dilakukan menyusul adanya laporan kelangkaan beras di Pasar Induk Beras Cipinang. KPPU mengendus adanya kartel dalam distribusi beras. Yang paling telihat adalah kurangnya stok terutama beras IR-64 di kawasan Jakarta. Dari yang semestinya pasokan normal 1.000 ton per hari menjadi hanya 300-400 per hari. Merosotnya pasokan sudah dalam dua minggu terakhir.

Selain di Klaten, mereka juga melakukan sidak serupa di Solo, Jawa Tengah.

SAN

http://jateng.metrotvnews.com/read/2015/12/02/196914/beras-melimpah-di-sentra-produksi-tapi-langka-di-jakarta

Selasa, 01 Desember 2015

Keruntuhan Pertahanan Pangan

Selasa, 1 Desember 2015

“Sejak menjabat presiden pada 20 Oktober 2014, Jokowi bersikeras tak mau impor bahan pangan, terutama beras”

PERTAHANAN terbaik adalah menyerang, kata Sun Tzu (544- 496 SM), filsuf, jenderal, dan ahli strategi perang asal Tiongkok. Begitu pun strategi pertahanan pangan. Bila hanya bertahan dengan berproduksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, tanpa menyerang lawan dengan ekspor, niscaya benteng pertahanan pangan itu mudah dijebol.

Itulah yang terjadi pada pemerintahan Presiden Joko Widodo. Strategi pertahanan pangan yang selama ini digembar-gemborkan Jokowi, terutama menyangkut komoditas beras, ternyata dengan mudah dijebol. Ironisnya, yang menjebol justru pemerintah sehingga pertahanan pangan Jokowi pun runtuh.

Wapres Jusuf Kalla, Rabu (11/11) mengakui memasukkan beras dari Vietnam. Beras itu sudah masuk Jakarta dan daerah-daerah lain. Rabu (4/11) misalnya, 4.800 ton beras dari Vietnam tiba di Manado, Sulut. Impor itu untuk memenuhi persediaan atau stok di berapa daerah akibat El Nino yang memundurkan jadwal panen karena kekeringan.

JK mengklaim kekeringan pada Agustus hingga November 2015 memicu mundurnya masa panen padi sehingga persediaan beras untuk tahun depan menjadi berkurang. Terpenting, katanya, pemerintah menyiapkan cukup cadangan beras, termasuk dari impor. Itu demi rakyat, bukan demi segelintir orang untuk menjaga citra.

Menjaga citra segelintir orang? Mungkin yang dimaksud JK adalah Presiden Jokowi. Sebab, sejak menjabat Presiden pada 20 Oktober 2014, mantan Wali Kota Solo dan mantan Gubernur DKI Jakarta itu bersikukuh tidak mau mengimpor bahan pangan, terutama beras.

Tatkala meninjau persawahan di Cilamaya Wetan, Karawang, Jabar, Minggu (27/9), Jokowi masih bersikeras belum mau impor. Dia mengklaim saat itu cadangan beras Bulog 1,7 juta ton. Jumlah itu masih ditambah 200 ribu-300 ribu ton beras hasil panen Oktober- November 2015 sehingga aman untuk stok nasional.

Dalam pidato yang dibacakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada ”Rembug Paripurna Kelompok Tani Nasional Andalan (KTNA) Expo 2015” di Boyolali, Jumat (6/11), Jokowi masih bersikukuh takkan mengimpor beras. Sepanjang 2015, katanya, Indonesia tidak akan mengimpor berkat percepatan peningkatan produksi pangan.

Di hadapan kelompok tani dari 34 provinsi, Presiden melalui Menteri Pertanian juga menjelaskan, Indonesia yang berpenduduk 252 juta jiwa dengan laju pertumbuhan sekitar 1,49% membutuhkan pangan dalam jumlah besar. Presiden ingin swasembada pangan dapat dicapai dalam waktu tiga tahun.

Produksi komoditas pangan pun harus dipercepat untuk menghindari impor beras. Ada enam provinsi yang menjadi tumpuan produksi beras nasional, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Memastikan

Namun lain ladang lain belalang. Wapres Kalla pada Senin (21/9/15) justru lebih dulu memastikan pemerintah bakal mengimpor beras dari Thailand, Vietnam, Brasil, dan Pakistan.

Menurutnya, impor merupakan opsi terakhir yang dipilih pemerintah supaya stok pangan mencukupi hingga akhir tahun.

Wapres menganggap stok Bulog saat itu masih kurang aman. Stok beras untuk warga miskin (raskin) di gudang Bulog kurang lebih 1,5 juta ton hingga akhir tahun. Padahal stok pangan untuk seluruh penduduk Indonesia diperkirakan 2,5 juta-3 juta ton per bulan.

Tidak kali ini saja Presiden dan Wapres berbeda pendapat. Ironisnya, justru kebanyakan pendapat Wapres yang terlaksana ketimbang pendapat Presiden. Contoh lain adalah dalam pergantian kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri usai penggeledahan kantor PT Pelindo II di Jakarta.

Mengapa pula Wapres Kalla berani menyatakan bahwa impor beras itu demi rakyat, bukan demi menjaga citra segelintir orang? Apakah sesungguhnya Kalla is the real President?

Di luar itu, apakah di balik Wapres Kalla ada para pemburu rente? Kita tidak tahu pasti. Yang jelas, impor beras tersebut akan menguntungkan para pemburu rente, terutama mafia beras yang selama ini begitu mudah mengatur tata niaga dan harga komoditas makanan pokok rakyat Indonesia ini. (43)

— Suharto Wongsosumarto, alumnus Fakultas Teknologi Pertanian UGM Yogyakarta

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/keruntuhan-pertahanan-pangan/

Desa Mandiri Benih Dukung Kedaulatan Pangan

Senin,30 November 2015

Pemerintah juga perlu membangun sekolah lapang pemuliaan tanaman dan penangkaran benih.

JAKARTA - Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, rencana Kementerian Pertanian membangun 1.000 desa mandiri benih dapat menjadi proyek percontohan atau pilot project untuk mewujudkan cita-cita kedaulatan pangan.

Oleh karena itu, kata Dwi, pemerintah perlu segera melaksanakan program itu dan memberikan pendampingan, perlindungan, pemberdayaan dan pengakuan karya petani. Di samping itu, lanjut Dwi, pemerintah juga perlu membangun sekolah lapang pemuliaan tanaman dan penangkaran benih.

Dwi mengatakan, pemerintah perlu juga melibatkan petani dan akademikus yang telah memiliki pengalaman sebagai penyuluh pertanian. "Mereka bisa memberikan sumbangan sangat besar dalam pembangunan pertanian," kata Dwi, di Jakarta, Minggu (29/11).

Menurut Dwi, rencana membangun desa mandiri benih dapat menjadi salah satu cara untuk mewujudkan kedaulatan pangan. "Melalui cara tersebut kebutuhan pupuk dan benih lebih terjamin karena semakin banyak produsen atau bahkan petani sendiri yang menyediakan," ujarnya.

Dwi menjelaskan, Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) memiliki program konservasi dan pengembangan tanaman lokal untuk menyelamatkan dan mengembangkan varietas benih. Program ini melibatkan ribuan petani.

Melalui program itu, kata Dwi, AB2TI berhasil menyelamatkan 430 varietas lokal padi, 42 varietas jagung, 70 varietas kedelai, 72 varietas palawija, 60 varietas hortikultura, 177 jenis tanaman. Salah satu contohnya adalah benih IF8 (Indonesian Farmer No. 8) yang telah digunakan dan terbukti meningkatkan produktivitas sebesar 56 persen.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Hasil Sembiring mengatakan, anggaran sebesar Rp 190 miliar disiapkan pada tahun 2015 untuk membangun 1.000 desa mandiri benih. Anggaran itu, lanjut Hasil, digunakan untuk menebar benih di 32 provinsi.

Hasil mengatakan, dua provinsi yang mendapatkan alokasi paling besar adalah Jawa Barat dan Jawa Tengah yang masing-masing mendapatkan bantuan sebesar Rp 10,5 miliar. Kedua provinsi itu, lanjut Hasil, diharapkan bisa menjadi daerah produsen benih pangan.

Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, program desa mandiri benih akan sangat membantu petani untuk mendapatkan jaminan suplai benih. Tidak hanya itu, lanjut Amran, petani di setiap daerah diharapkan juga dapat meningkatkan produksinya melalui program ini.

Amran mengatakan, Kementerian Pertanian juga mengajukan anggaran Rp 1,02 triliun pada tahun 2016 untuk subsidi benih padi inbrida, hibrida dan kedelai. Anggaran sebesar itu, kata Amran, bisa digunakan untuk pengadaan benih di atas lahan seluas 4 juta hektare.

http://www.sinarharapan.co/news/read/151130012/desa-mandiri-benih-dukung-kedaulatan-pangan

Peran Bulog Minta Diperluas

Senin, 30 November 2015

Ketahanan Pangan I Gudang dan “Cold Storage” Bulog Minta Segera Dibangun

BOGOR - Pemerintah diminta memperkuat peran Perum Bulog dengan mengintegrasikan BUMN tersebut dalam Badan Ketahanan Pangan Nasional yang pembentukannya telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Integrasi Bulog dalam Badan Ketahanan Pangan, bukan hanya sebagai operator, namun juga pengambil kebijakan pangan sesuai dengan kewenangan yang diberikan.

“Pemerintah tidak perlu membuat lembaga baru untuk pembentukan Badan Ketahanan Pangan Nasional, cukup menaikkan kelas Bulog menjadi Badan Ketahanan Pangan, sehingga perusahaan negara tersebut bisa lebih leluasa dalam menstabilkan harga pangan,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR, Herman Khaeron saat media gathering dengan Forum Wartawan Bulog di Bogor, akhir pekan kemarin.

Herman menyatakan, pembentukan badan otoritas pangan (BOP) ini adalah Bulog yang ditambah dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang selama ini di bawah Kementerian Pertanian (Kementan).

Skema tersebut, lanjutnya, sangat memungkinkan karena Buloglah satu-satunya institusi pangan di Indonesia yang memiliki jangkauan yang sangat luas di daerah melalui kadivre dan kasubdivre.
“Ini spirit yang sudah kami dengungkan saat pembentukan UU Pangan waktu itu. Dengan menjadi LPNK (Lembaga Pangan Non-Kementerian), Bulog memiliki basis APBN sehingga memiliki keleluasaan anggaran, tidak seperti sekarang dilepas kepalanya tapi dipegangi buntutnya,” ujar dia.

Menurut dia, seharusnya, pembentukan BOP paling lambat dilakukan 17 November tahun ini atau tiga tahun sejak UU Pangan diundangkan. Di Kementerian PAN-RB sendiri sudah diagendakan sejak 2014, namun nyatanya hingga kini belum terbentuk.

“Baru kemarin setelah kami kirim surat teguran ke Presiden, Kementan dan Kementerian PAN-RB membentuk tim untuk pembentukan BOP. Kami ingatkan agar nantinya BOP ini benar-benar seperti spirit awal dengan menaikkan kelas Bulog, bukan yang lain,” katanya.

Payung Hukum
Direktur Utama Perum Bulog, Djarot Kusumayakti, meminta pemerintah segera memberikan payung hukum untuk memperkuat peran Bulog dalam menstabilkan harga pangan, tidak hanya terbatas pada beras.

Dia menyatakan, komoditas bahan pokok tidak hanya beras, sementara keterbatasan wewenang yang dimiliki mempersempit peran Perum Bulog sebagai stabilisator. “Untuk itu, kewenangan yang ada pada Perum Bulog masih harus ditingkatkan untuk dapat menjalankan peran strategisnya sebagai penjaga stabilitas harga,” tegasnya.

Menurut dia, Bulog siap jika memperoleh kewenangan untuk mengamankan harga kebutuhan bahan pokok selain beras. Terkait itu sejumlah infrastruktur penunjang seperti gudang-gudang, cold storage, drying center dan sebagainya direncanakan akan mulai dibangun pada 2016. “Pembenahan dan persiapan infrastruktur yang ideal terus kita upayakan,” ujarnya. sdk/E-9

http://www.koran-jakarta.com/?39313-peran-bulog-minta-diperluas