Jumat, 27 Juni 2014
Ketua Harian HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) Sutrisno Iwantono meminta kepada calon presiden Prabowo dan Jokowi untuk tidak lagi memakai istilah “Ketahanan Pangan”. Dia menilai bahwa ketahanan pangan mempunyai arti bahwa negara harus mencukupi kebutuhan pangan warganya, sehingga apabila stok pangan kurang maka negara boleh melakukan impor.
Dalam lansiran halaman di detik.com Sutrisno menegaskan, “Seharusnya yang lebih tepat adalah kedaultan pangan, dimana kebutuhan dicukupi dari dalam negeri”. Dalam upaya mencapai kedaulatan pangan, Sutrisno menyarankan 5 hal kepada calon pemimpin masa depan demi terwujudnya kedaulatan pangan.
Pertama, pemerintah harus memberikan subsidi pupuk pada petani. Pasalnya, selama ini subsidi pupuk tidak pernah sampai ke tangan petani yang berakibat tingginya biaya operasional yang ditanggung petani karena memilih membeli pupuk tak bersubsidi. Alasan ini pula yang menyebabkan generasi muda Indonesia tidak memilih menjadi seorang petani yang berperan terhadap kedaulatan pangan Indonesia karena adanya pandangan bahwa petani tidak mempunyai kesejahteraan yang jelas.
Kedua,pembangunan irigasi. "Misalnya akan membangun irigasi untuk pengairan 500 ribu hektar sawah, itu sudah konkret. Jangan dulu bicara mencetak sawah baru”, Sutrisno menimpali. Hal ini sangat logis, walaupun pemerintah membuka sawah baru untuk petani namun jika irigasinya tidak tersedia mana mungkin bisa ditanami?
Selanjutnya ialah adanya pemberian subsidi bunga kredit usaha tani. Hal ini penting, jangan sampai petani terlibat peseteruan dengan penagih karena tidak mampu membayar bunga atas pinjaman yang diterimanya. Hal ini mengingat, petani itu hanya memiliki keuntungan yang tipis, sebab harga pangan mesti disesuaikan sama keinginan pemerintah. Pendapatan yang diterima petani juga harus dibagi rata antara kebutuhan hidup, membeli bibit dan pupuk, membayar hutang dan bunganya. Dengan pemerintah mau untuk mensubsidi bunga pinjaman maka beban petani akan terasa lebih ringan.
Keempat, member peran utama kepada koperasi untuk mendistribusikan pupuk dan pestisida. Kelima member peran utama kepada koperasi untuk memasarkan hasil produksi pertanian. Selama ini, koperasi simpan pinjam hanya bergerak dalam memutar uang yang diterima dari anggota koperasi. Dengan memberi peran tambahan kepada koperasi tani seperti distribusi pupuk / pestisida serta memasarkan hasil produksi, koperasi bisa menghasilkan pendapatan lebih yang pada nantinya akan membantu menguatkan keuangan para anggotanya.
Kelima, kedaulatan energy harus integral (tidak terpisahkan) dengan sector pertanian. Kedaulatan energi harus diwujudkan dengan pengembangan energy terbarukan. “Energi terbarukan yang rama lingkungan, jangan lagi bergantung pada energy fosil. Misalnya pengembangan pohon jarak, harus ada target yang pasti. Ini sudah 10 tahun kita bicara soal jarak,” tegas sutrisno.
Sutrisno juga menambahkan, biogas dari kotoran ternak juga bisa dikembangkan sebagai sumber energy. Dia pun mencontohkan seperti daerah Pasuruan (jawa Timur) dimana terdapat 5000 petani mengembangkan biogas sebagai sumber energy di desa mereka. “Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau listik,” ujarnya. Sumber detik.com
http://www.arenakarier.com/berita/hkti--kedaulatan-pangan-bukan-ketahanan
Jumat, 27 Juni 2014
SPI: Cabut Perpres Benih Rekayasa Genetika!
Kamis, 26 Juni 2014
Pemerintah baru saja merilis Peraturan Presiden No. 53/2014 tentang Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Aturan ini membuat industri perbenihan pangan dan hortikultura satu langkah lebih dekat dalam memasarkan benih biotek (genetically modified organism/GMO).
Dengan adanya beleid itu, maka sejengkal lagi benih biotek akan hadir di pasar Indonesia. “GMO secara peraturan perundang-undangan sudah ada. Jadi tinggal menunggu Keppres saja,” ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Diah Maulida, Senin (23/6/2014).
Semuanya bermula saat penyelenggaraan Pekan Nasional Tani dan Nelayan (PENAS) XIV di Malang, Jawa Timur, awal Juni lalu. Pada saat pembukaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dan menyampaikan bahwa para ahli teknologi, peneliti, dan pakar pangan dan pertanian bertugas serta bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan.
Selanjutnya, Menkoekuin Chaerul Tanjung berbicara tentang perlunya transgenik dan pameran produk GMO oleh perusahan besar benih GMO, pestisida dan herbisida seperti Syngenta, Bayer, Nordox, AHSTI, dan Nufarm. Penas XIV pun dijadikan jalan masuk perusahaan besar benih untuk mempromosikan GMO kepada para petani peserta PENAS XIV.
Perpres ini seolah-olah menjadi tindak lanjut dari tiga sasaran ketahanan dan kemandirian pangan yang dikemukakan oleh Presiden SBY, yakni peningkatan produksi dan produktivitas pangan, peningkatan pendapatan petani dan ketersediaan pangan yang cukup untuk rakyat Indonesia yang jumlahnya lebih dari 240 juta.
“Hantu Malthus’, yakni laju produksi pangan yang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, membuat para ahli teknologi, para peneliti dan para pakar mengambil ‘jalan pintas’ dengan memanfaatkan teknologi GMO.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, langkah pemerintah ini hanya akan mempermudah jalan perusahaan-perusahaan transnasional penyokong PENAS XIV untuk mendominasi pasar benih ketimbang meningkatkan pendapatan petani.
“Laju pertumbuhan profit dari usaha benih GMO akan maju lebih pesat dibanding laju peningkatan pendapatan petani, karena petani masih dihadapkan pada rantai pasok yang rumit, pemburu rente, pinjaman moda produksi dan impor pangan. Ini berarti SBY memang tidak ingin petani kecil sejahtera, ia hanya ingin berkontribusi terhadap bertambahnyan pundi-pundi kekayaan pihak korporasi,” kata Henry di Jakarta, Rabu (24/06/2014).
Henry menjelaskan, pemanfaatan benih GMO akan menghilangkan benih lokal dan para petani penangkar benih. Selanjutnya, kata dia, kelompok petani penangkar akan diganti dengan buruh ekslusif ‘penangkar’ GMO di laboratoriun-laboratorium benih industri korporasi.
“Dengan demikian hilang satu mata rantai produksi benih dari tangan petani. Dan sistem perbenihan rakyat bakal mengalami kelesuan nantinya bila pasar GMO diizinkan,” tegasnya.
Terkait aspek keamanan pangan (food safety), Henry berharap pemerintah semakin berhati-hati dalam pengambilan keputusan tentang keamanan pangan GMO. “Prinsip kehati-hatian (precautionary) dalam keamanan pangan harus diutamakan. Terlebih pemerintah sudah mengimplemtasikan Convention on Biological Diversitydan Protokol Cartagena, yang selanjutnya diadopsi dalam UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan juga UU Pangan No.12/2012 terkhusus mengenai label dan iklan, serta PP No.69/1999 yang di dalamnya mengatur pelabelan pada pangan hasil rekayasa genetika,” tegasnya.
Jika memang pemerintah SBY mementingkan ketahanan pangan, kata Henry, maka aspek keamanan pangan tidak boleh dilupakan. Ia menilai pemerintah SBY telah bertindak gegabah karena mengeluarkan Perpres yang akan menjadi cikal bakal aturan untuk mengizinkan peredaran benih GMO ini.
Karena itu, Henry menegaskan bahwa pihaknya menolak segala upaya Pemerintah untuk mengizinkan penggunaan dan peredaran benih GMO dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Sebaliknya, kata dia, pihaknya akan mendukung penuh upaya para ahli teknologi pertanian untuk memanfaatkan dan mengembangkan benih lokal dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Henry mendesak agar Presiden SBY segera mencabut Perpres tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menerapkan sistem perbenihan rakyat sebagai implementasi keputusan MK atas hasil judicial review terhadap UU Nomor 12/1992 tentang Usaha Budidaya Tanaman.
“Kami juga dengan tegas meminta SBY di akhir pemerintahannya ini agar tidak lagi mengeluarkan kebijakan pertanian yang tidak pro-petani kecil yang hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan baru nantinya,” tambahnya.
Hadiedi Prasaja
Departemen Komunikasi NasionalDewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI)
Dengan adanya beleid itu, maka sejengkal lagi benih biotek akan hadir di pasar Indonesia. “GMO secara peraturan perundang-undangan sudah ada. Jadi tinggal menunggu Keppres saja,” ujar Deputi Menko Perekonomian Bidang Koordinasi Pangan dan Sumber Daya Hayati Diah Maulida, Senin (23/6/2014).
Semuanya bermula saat penyelenggaraan Pekan Nasional Tani dan Nelayan (PENAS) XIV di Malang, Jawa Timur, awal Juni lalu. Pada saat pembukaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato dan menyampaikan bahwa para ahli teknologi, peneliti, dan pakar pangan dan pertanian bertugas serta bertanggung jawab untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pangan.
Selanjutnya, Menkoekuin Chaerul Tanjung berbicara tentang perlunya transgenik dan pameran produk GMO oleh perusahan besar benih GMO, pestisida dan herbisida seperti Syngenta, Bayer, Nordox, AHSTI, dan Nufarm. Penas XIV pun dijadikan jalan masuk perusahaan besar benih untuk mempromosikan GMO kepada para petani peserta PENAS XIV.
Perpres ini seolah-olah menjadi tindak lanjut dari tiga sasaran ketahanan dan kemandirian pangan yang dikemukakan oleh Presiden SBY, yakni peningkatan produksi dan produktivitas pangan, peningkatan pendapatan petani dan ketersediaan pangan yang cukup untuk rakyat Indonesia yang jumlahnya lebih dari 240 juta.
“Hantu Malthus’, yakni laju produksi pangan yang tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, membuat para ahli teknologi, para peneliti dan para pakar mengambil ‘jalan pintas’ dengan memanfaatkan teknologi GMO.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih menilai, langkah pemerintah ini hanya akan mempermudah jalan perusahaan-perusahaan transnasional penyokong PENAS XIV untuk mendominasi pasar benih ketimbang meningkatkan pendapatan petani.
“Laju pertumbuhan profit dari usaha benih GMO akan maju lebih pesat dibanding laju peningkatan pendapatan petani, karena petani masih dihadapkan pada rantai pasok yang rumit, pemburu rente, pinjaman moda produksi dan impor pangan. Ini berarti SBY memang tidak ingin petani kecil sejahtera, ia hanya ingin berkontribusi terhadap bertambahnyan pundi-pundi kekayaan pihak korporasi,” kata Henry di Jakarta, Rabu (24/06/2014).
Henry menjelaskan, pemanfaatan benih GMO akan menghilangkan benih lokal dan para petani penangkar benih. Selanjutnya, kata dia, kelompok petani penangkar akan diganti dengan buruh ekslusif ‘penangkar’ GMO di laboratoriun-laboratorium benih industri korporasi.
“Dengan demikian hilang satu mata rantai produksi benih dari tangan petani. Dan sistem perbenihan rakyat bakal mengalami kelesuan nantinya bila pasar GMO diizinkan,” tegasnya.
Terkait aspek keamanan pangan (food safety), Henry berharap pemerintah semakin berhati-hati dalam pengambilan keputusan tentang keamanan pangan GMO. “Prinsip kehati-hatian (precautionary) dalam keamanan pangan harus diutamakan. Terlebih pemerintah sudah mengimplemtasikan Convention on Biological Diversitydan Protokol Cartagena, yang selanjutnya diadopsi dalam UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan juga UU Pangan No.12/2012 terkhusus mengenai label dan iklan, serta PP No.69/1999 yang di dalamnya mengatur pelabelan pada pangan hasil rekayasa genetika,” tegasnya.
Jika memang pemerintah SBY mementingkan ketahanan pangan, kata Henry, maka aspek keamanan pangan tidak boleh dilupakan. Ia menilai pemerintah SBY telah bertindak gegabah karena mengeluarkan Perpres yang akan menjadi cikal bakal aturan untuk mengizinkan peredaran benih GMO ini.
Karena itu, Henry menegaskan bahwa pihaknya menolak segala upaya Pemerintah untuk mengizinkan penggunaan dan peredaran benih GMO dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Sebaliknya, kata dia, pihaknya akan mendukung penuh upaya para ahli teknologi pertanian untuk memanfaatkan dan mengembangkan benih lokal dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.
Henry mendesak agar Presiden SBY segera mencabut Perpres tersebut. Ia juga mendesak pemerintah untuk segera menerapkan sistem perbenihan rakyat sebagai implementasi keputusan MK atas hasil judicial review terhadap UU Nomor 12/1992 tentang Usaha Budidaya Tanaman.
“Kami juga dengan tegas meminta SBY di akhir pemerintahannya ini agar tidak lagi mengeluarkan kebijakan pertanian yang tidak pro-petani kecil yang hanya akan menjadi beban bagi pemerintahan baru nantinya,” tambahnya.
Hadiedi Prasaja
Departemen Komunikasi NasionalDewan Pengurus Pusat (DPP) Serikat Petani Indonesia (SPI)
Rabu, 25 Juni 2014
Pupuk Langka, Hasil Panen Padi Menurun
Selasa, 24 Juni 2014
SUMBER, (PRLM).- Pemupukan yang kurang optimal membuat hasil panen padi di Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon menurun hingga tiga puluh persen.
Kondisi itu dipicu oleh kelangkaan pupuk bersubsidi dan melambungnya harga pupuk non subsidi, sehingga para Petani sulit memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan selama masa tanam.
Salah seorang petani Desa Marikangen, Suminah (45) mengatakan, musim tanam kali ini produktifitas tanaman padi garapannya hanya berkisar rata-rata empat ton per hektare.
“Biasanya saya panen bisa sampai enam ton dari satu hektar lahan. Tidak tahu kenapa sekarang bulir gabahnya tak sepadat dan sebesar biasanya, jadi bobotnya ringan,” ujarnya di sela-sela panen, Selasa (24/6/2014).
Menurut Suminah, pasokan air untuk sawahnya pada musim tanam kali ini sangat melimpah. Soalnya Suminah memang menanam padi di saat curah hujan cukup tinggi dan debit air di saluran irigasi Desa Marikangen masih tinggi. Begitu juga dengan masalah hama tikus yang sejak awal sudah diantisipasi, tidak dirasakan banyak berpengaruh.
Meskipun demikian, Suminah Namun ia mengakui bahwa pemupukan selama musim tanam itu tidak seoptimal musim tanam sebelumnya. Ia cukup yakin bahwa faktir itulah yang membuat hasil panennya kali ini menurun cukup drastis.
Hal senada diungkapkan petani lain, Sudirno (50). Ia mengaku sempat melewatkan beberapa kali waktu pemupukan selama masa tanam. Hal itu terpaksa dilakukan, karena dirinya tak memiliki uang untuk membeli pupuk non subsidi.
“Waktu itu pupuk bersubsidi tidak ada di mana-mana mas. Padahal uang saya saya hanya cukup untuk pupuk bersubsidi,” ucapnya.
Kini, Sudirno merasakan imbas dari pemupukan yang kurang optimal tersebut. Dari satu hektar lahan, Sudirno hanya bisa mendapatkan hasil tiga ton gabah atau turun sekitar 40 persen dari hasl panen musim sebelumnya yang mencapai lima ton.
Sudirno hanya berharap harga jual gabahnya bisa tinggi untuk menutupi biaya produksinya selama masa tanam. Oleh karena itu, ia berencana segera menjual hasil panennya sebelum petani di wilayah lain memasuki masa panen raya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kekhawatiran penurunan hasil panen akibat kurang optimalnya pemupukan juga dirasakan oleh para petani padi di Kecamatan Kaliwedi.
“Saya terpaksa menggunakan pupuk tunggal karena NPK sempat langka di pasaran. Biasanya tanpa NPK hasil panen hanya mencapai 4,5 ton per hektare, sangat jauh dibandingkan dengan penggunakan NPK yang bisa menggenjot hasil panen sampai 6 ton per hektare,” ujarnya. (Handri Handriansyah/A-89)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/286671
SUMBER, (PRLM).- Pemupukan yang kurang optimal membuat hasil panen padi di Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon menurun hingga tiga puluh persen.
Kondisi itu dipicu oleh kelangkaan pupuk bersubsidi dan melambungnya harga pupuk non subsidi, sehingga para Petani sulit memenuhi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan selama masa tanam.
Salah seorang petani Desa Marikangen, Suminah (45) mengatakan, musim tanam kali ini produktifitas tanaman padi garapannya hanya berkisar rata-rata empat ton per hektare.
“Biasanya saya panen bisa sampai enam ton dari satu hektar lahan. Tidak tahu kenapa sekarang bulir gabahnya tak sepadat dan sebesar biasanya, jadi bobotnya ringan,” ujarnya di sela-sela panen, Selasa (24/6/2014).
Menurut Suminah, pasokan air untuk sawahnya pada musim tanam kali ini sangat melimpah. Soalnya Suminah memang menanam padi di saat curah hujan cukup tinggi dan debit air di saluran irigasi Desa Marikangen masih tinggi. Begitu juga dengan masalah hama tikus yang sejak awal sudah diantisipasi, tidak dirasakan banyak berpengaruh.
Meskipun demikian, Suminah Namun ia mengakui bahwa pemupukan selama musim tanam itu tidak seoptimal musim tanam sebelumnya. Ia cukup yakin bahwa faktir itulah yang membuat hasil panennya kali ini menurun cukup drastis.
Hal senada diungkapkan petani lain, Sudirno (50). Ia mengaku sempat melewatkan beberapa kali waktu pemupukan selama masa tanam. Hal itu terpaksa dilakukan, karena dirinya tak memiliki uang untuk membeli pupuk non subsidi.
“Waktu itu pupuk bersubsidi tidak ada di mana-mana mas. Padahal uang saya saya hanya cukup untuk pupuk bersubsidi,” ucapnya.
Kini, Sudirno merasakan imbas dari pemupukan yang kurang optimal tersebut. Dari satu hektar lahan, Sudirno hanya bisa mendapatkan hasil tiga ton gabah atau turun sekitar 40 persen dari hasl panen musim sebelumnya yang mencapai lima ton.
Sudirno hanya berharap harga jual gabahnya bisa tinggi untuk menutupi biaya produksinya selama masa tanam. Oleh karena itu, ia berencana segera menjual hasil panennya sebelum petani di wilayah lain memasuki masa panen raya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kekhawatiran penurunan hasil panen akibat kurang optimalnya pemupukan juga dirasakan oleh para petani padi di Kecamatan Kaliwedi.
“Saya terpaksa menggunakan pupuk tunggal karena NPK sempat langka di pasaran. Biasanya tanpa NPK hasil panen hanya mencapai 4,5 ton per hektare, sangat jauh dibandingkan dengan penggunakan NPK yang bisa menggenjot hasil panen sampai 6 ton per hektare,” ujarnya. (Handri Handriansyah/A-89)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/286671
HKTI Harap Capres Usung Kedaulatan Pangan, Bukan Ketahanan
Selasa, 24 Juni 2014
Jakarta -Pada 5 Juli 2014 nanti, Komisi Pemilihan Umum akan kembali menggelar debat capres dengan tema 'Pangan, Energi, dan Lingkungan'. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pun angkat bicara mengenai tema ini.
Sutrisno Iwantono, Ketua Harian HKTI, menyatakan para calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo kerap kali menyebut soal ketahanan pangan. Menurutnya, istilah ketahanan pangan kurang tepat.
"Ketahanan pangan artinya mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, boleh berasal dari dalam negeri maupun impor. Seharusnya yang lebih tepat adalah kedaulatan pangan, di mana kebutuhan dicukupi dari dalam negeri," tegas Sutrisno kala berbincang dengan detikFinance, Selasa (24/6/2014).
Untuk mencapai kedautalan pangan, lanjut Sutrisno, ada 5 hal yang harus dilakukan pemerintahan mendatang. Pertama adalah melalui subsidi pupuk. "Namun, harus dipastikan subsidi pupuk sampai ke petani. Selama ini dalam praktiknya tidak sampai," katanya.
Kedua, tambah Sutrisno, adalah pembangunan irigasi. Harus ada komitmen konkret soal ini, seperti menyebutkan target tertentu.
"Misalnya akan membangun irigasi untuk pengairan 500 ribu hektar sawah, itu sudah konkret. Jangan dulu bicara mencetak sawah baru," tuturnya.
Ketiga adalah pemberian subsidi bunga kredit usaha tani. "Kami meminta ada komitmen soal ini. Perlu ada semacam memorandum dengan petani," ucap Sutrisno.
Keempat adalah memberi peran utama kepada koperasi untuk distribusi pupuk dan pestisida. Kelima, memberi peran utama kepada koperasi untuk memasarkan hasil produksi pertanian.
"Paling tidak nantinya Bulog kalau membeli beras itu dari koperasi dengan jaminan harga pasar. Sekarang kan ke mana-mana," ujar Sutrisno.
Sementara kedaulatan energi, demikian Sutrisno, juga harus integral dengan sektor pertanian. Oleh karena itu, kedaulatan energi harus diwujudkan dengan pengembangan energi terbarukan.
"Energi terbarukan yang ramah lingkungan, jangan lagi bergantung pada energi fosil. Misalnya pengembangan pohon jarak, harus ada target yang pasti. Ini sudah 10 tahun kita bicara jarak," tegas Sutrisno.
Selain itu, menurut Sutrisno, biogas dari kotoran ternak juga bisa dikembangkan sebagai sumber energi. Dia mencontohkan di Pasuruan (Jawa Timur), di mana 5.000 petani mengembangkan biogas sebagai sumber energi di desa mereka. "Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau listrik," ujarnya.
Dengan kedaulatan pangan dan energi yang berhubungan, Sutrisno menilai Indonesia akan semakin maju. "Pemerintah baru nantinya perlu bekerja sama dengan HKTI selaku organisasi para petani," katanya.
Menurut Sutrisno, jika membandingkan kedua capres, program Jokowi dinilai lebih konkret. "Kami berpesan kepada pemerintahan mendatang, khususnya kepada Pak Jokowi, agar memprioritaskan produksi pangan dalam negeri, bukan impor. Kami menilai Pak Jokowi lebih konkret," tuturnya.
http://finance.detik.com/read/2014/06/24/191404/2618208/4/hkti-harap-capres-usung-kedaulatan-pangan-bukan-ketahanan
Jakarta -Pada 5 Juli 2014 nanti, Komisi Pemilihan Umum akan kembali menggelar debat capres dengan tema 'Pangan, Energi, dan Lingkungan'. Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pun angkat bicara mengenai tema ini.
Sutrisno Iwantono, Ketua Harian HKTI, menyatakan para calon presiden, Prabowo Subianto dan Joko Widodo kerap kali menyebut soal ketahanan pangan. Menurutnya, istilah ketahanan pangan kurang tepat.
"Ketahanan pangan artinya mencukupi kebutuhan pangan masyarakat, boleh berasal dari dalam negeri maupun impor. Seharusnya yang lebih tepat adalah kedaulatan pangan, di mana kebutuhan dicukupi dari dalam negeri," tegas Sutrisno kala berbincang dengan detikFinance, Selasa (24/6/2014).
Untuk mencapai kedautalan pangan, lanjut Sutrisno, ada 5 hal yang harus dilakukan pemerintahan mendatang. Pertama adalah melalui subsidi pupuk. "Namun, harus dipastikan subsidi pupuk sampai ke petani. Selama ini dalam praktiknya tidak sampai," katanya.
Kedua, tambah Sutrisno, adalah pembangunan irigasi. Harus ada komitmen konkret soal ini, seperti menyebutkan target tertentu.
"Misalnya akan membangun irigasi untuk pengairan 500 ribu hektar sawah, itu sudah konkret. Jangan dulu bicara mencetak sawah baru," tuturnya.
Ketiga adalah pemberian subsidi bunga kredit usaha tani. "Kami meminta ada komitmen soal ini. Perlu ada semacam memorandum dengan petani," ucap Sutrisno.
Keempat adalah memberi peran utama kepada koperasi untuk distribusi pupuk dan pestisida. Kelima, memberi peran utama kepada koperasi untuk memasarkan hasil produksi pertanian.
"Paling tidak nantinya Bulog kalau membeli beras itu dari koperasi dengan jaminan harga pasar. Sekarang kan ke mana-mana," ujar Sutrisno.
Sementara kedaulatan energi, demikian Sutrisno, juga harus integral dengan sektor pertanian. Oleh karena itu, kedaulatan energi harus diwujudkan dengan pengembangan energi terbarukan.
"Energi terbarukan yang ramah lingkungan, jangan lagi bergantung pada energi fosil. Misalnya pengembangan pohon jarak, harus ada target yang pasti. Ini sudah 10 tahun kita bicara jarak," tegas Sutrisno.
Selain itu, menurut Sutrisno, biogas dari kotoran ternak juga bisa dikembangkan sebagai sumber energi. Dia mencontohkan di Pasuruan (Jawa Timur), di mana 5.000 petani mengembangkan biogas sebagai sumber energi di desa mereka. "Mereka tidak perlu lagi membeli minyak tanah atau listrik," ujarnya.
Dengan kedaulatan pangan dan energi yang berhubungan, Sutrisno menilai Indonesia akan semakin maju. "Pemerintah baru nantinya perlu bekerja sama dengan HKTI selaku organisasi para petani," katanya.
Menurut Sutrisno, jika membandingkan kedua capres, program Jokowi dinilai lebih konkret. "Kami berpesan kepada pemerintahan mendatang, khususnya kepada Pak Jokowi, agar memprioritaskan produksi pangan dalam negeri, bukan impor. Kami menilai Pak Jokowi lebih konkret," tuturnya.
http://finance.detik.com/read/2014/06/24/191404/2618208/4/hkti-harap-capres-usung-kedaulatan-pangan-bukan-ketahanan
Selasa, 24 Juni 2014
Petani Subang Sulit Dapatkan Pupuk Bersubsidi
Selasa, 24 Juni 2014
SUBANG, (PRLM).- Kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dirasakan pula petani Pantura Kabupaten Subang. Padahal saat ini mereka sedang membutuhkannya, rata-rata usia tanaman padinya baru dua minggu, tetapi pupuk di pasaran sulit didapat dan di pengecer pupuk bersubsidi persediaannya kosong.
"Kami berharap pemerintah bisa mengatasi kesulitan ini, sekarang kami bingung, dimana mendapatkan pupuk bersubsidi. Di kios-kios persediaan pupuk bersubsidi kosong," kata Manaf seorang petani di Pantura Subang. Malahan pada saat dialog dengan Menteri BUMN, Dahlan Iskan serta jajaran direksi Pt. Pupuk Indonesia, di Desa Ciasemgirang, Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang, Senin (23/6/2014). Manaf sempat meminta menteri bisa menginstruksikan PT Pupuk Kujang segera menyalurkan lagi pupuk bersubsisi ke kios-kios resmi sesuai kebutuhan agar kesulitan petani Subang bisa secepatnya teratasi.
Menanggapi keluhan dan permintaan petani tersebut, Dahlan mengatakan sebenarnya pupuk tidak mengalami kelangkaan, stok di gudang PT Pupuk Kujang cukup banyak. Namun diakuinya, jatah pupuk bersubsidi sesuai kuota yang telah ditentukan sebelumnya ternyata masih kurang, sehingga realisasi penyaluran tidak bisa memenuhi kebutuhan semua petani.
Dahlan mengungkapkan, awalnya pupuk bersubsidi dibatasi karena penyalurannya harus tepat sasaran, sehingga kebutuhannya telah ditentukan sesuai daftar dan data dari menteri pertanian.
"Pemerintah telah memangkas kebutuhan subsidi, dari kebutuhan 13 juta ton realisasinya hanya sebanyak 7,8 ton. Ini yang membuat pupuk subsidi tak cukup, di lapangan masih kurang," ujarnya.
Dia mengungkapkan pihaknya sudah meminta agar Pupuk Indonesia menyalurkan stok pupuk bersubsidi yang ada di gudang. Namun realisasi penyaluran pupuk diatur sesuai ketentuan berdasarkan waktu dan kuota yang telah disepakati. Selain itu prosesnya tak bisa sembarangan, ada aturan main yang harus ditempuh termasuk harus seijin Menteri Pertanian. "Mentan baru bisa mengeluarkan perintah penyaluran apabila sudah mendapat persetujuan DPR RI. Kalau sekarang disalurkan begitu saja, bisa melanggar menjadi temuan BPK," ujarnya.
Sementara Direktur Utama Pt. Pupuk Kujang, Bambang Tjahyono, didampingi Superintendent Informasi dan Komunikasi Dept Humas PT Pupuk Kujang, Abyradityo mengatakan saat ini stok pupuk bersubsidi yang tersimpan di gudang, baik di pabrik maupun gudang lini tiga tersebar di kabupaten-kabupaten mencapai 15 ribu ton. Namun stok itu belum bisa didistribusikan, sebelum ada perintah dari Mentan dan persetujuan DPR.
Dikatakan Bambang, pihaknya mengeluarkan pupuk bersubsidi berdasarkan perintah bulanan. Misalnya, untuk Jawa Barat pupuk urea sesuai peraturan gubernur pada bulan Juni kuotanya sebanyak 37.268 ton. Hingga 19 Juni 2014 lalu pihaknya telah menyalurkan sebanyak 35.890 ton. "Selama Januari - Juni 2014 sesuai pergub kebutuhannya sebanyak 266.825 ton, dan sudah terealisasi hingga 274.000 ton," jelasnya.
Sementara itu upaya mengantisipasi kelangkaan pupuk bersubsidi yang dipicu proses kebijakan ketat pemerintah, Pupuk Kujang mencari solusi seperti mengeluarkan pupuk kemasan lima kilo gram agar terjangkau oleh petani kecil. "Namun harganya non-subsidi jadi per kilogram Rp 4.500," ujarnya.(Yusuf Adji/A-147)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/286637
SUBANG, (PRLM).- Kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi dirasakan pula petani Pantura Kabupaten Subang. Padahal saat ini mereka sedang membutuhkannya, rata-rata usia tanaman padinya baru dua minggu, tetapi pupuk di pasaran sulit didapat dan di pengecer pupuk bersubsidi persediaannya kosong.
"Kami berharap pemerintah bisa mengatasi kesulitan ini, sekarang kami bingung, dimana mendapatkan pupuk bersubsidi. Di kios-kios persediaan pupuk bersubsidi kosong," kata Manaf seorang petani di Pantura Subang. Malahan pada saat dialog dengan Menteri BUMN, Dahlan Iskan serta jajaran direksi Pt. Pupuk Indonesia, di Desa Ciasemgirang, Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang, Senin (23/6/2014). Manaf sempat meminta menteri bisa menginstruksikan PT Pupuk Kujang segera menyalurkan lagi pupuk bersubsisi ke kios-kios resmi sesuai kebutuhan agar kesulitan petani Subang bisa secepatnya teratasi.
Menanggapi keluhan dan permintaan petani tersebut, Dahlan mengatakan sebenarnya pupuk tidak mengalami kelangkaan, stok di gudang PT Pupuk Kujang cukup banyak. Namun diakuinya, jatah pupuk bersubsidi sesuai kuota yang telah ditentukan sebelumnya ternyata masih kurang, sehingga realisasi penyaluran tidak bisa memenuhi kebutuhan semua petani.
Dahlan mengungkapkan, awalnya pupuk bersubsidi dibatasi karena penyalurannya harus tepat sasaran, sehingga kebutuhannya telah ditentukan sesuai daftar dan data dari menteri pertanian.
"Pemerintah telah memangkas kebutuhan subsidi, dari kebutuhan 13 juta ton realisasinya hanya sebanyak 7,8 ton. Ini yang membuat pupuk subsidi tak cukup, di lapangan masih kurang," ujarnya.
Dia mengungkapkan pihaknya sudah meminta agar Pupuk Indonesia menyalurkan stok pupuk bersubsidi yang ada di gudang. Namun realisasi penyaluran pupuk diatur sesuai ketentuan berdasarkan waktu dan kuota yang telah disepakati. Selain itu prosesnya tak bisa sembarangan, ada aturan main yang harus ditempuh termasuk harus seijin Menteri Pertanian. "Mentan baru bisa mengeluarkan perintah penyaluran apabila sudah mendapat persetujuan DPR RI. Kalau sekarang disalurkan begitu saja, bisa melanggar menjadi temuan BPK," ujarnya.
Sementara Direktur Utama Pt. Pupuk Kujang, Bambang Tjahyono, didampingi Superintendent Informasi dan Komunikasi Dept Humas PT Pupuk Kujang, Abyradityo mengatakan saat ini stok pupuk bersubsidi yang tersimpan di gudang, baik di pabrik maupun gudang lini tiga tersebar di kabupaten-kabupaten mencapai 15 ribu ton. Namun stok itu belum bisa didistribusikan, sebelum ada perintah dari Mentan dan persetujuan DPR.
Dikatakan Bambang, pihaknya mengeluarkan pupuk bersubsidi berdasarkan perintah bulanan. Misalnya, untuk Jawa Barat pupuk urea sesuai peraturan gubernur pada bulan Juni kuotanya sebanyak 37.268 ton. Hingga 19 Juni 2014 lalu pihaknya telah menyalurkan sebanyak 35.890 ton. "Selama Januari - Juni 2014 sesuai pergub kebutuhannya sebanyak 266.825 ton, dan sudah terealisasi hingga 274.000 ton," jelasnya.
Sementara itu upaya mengantisipasi kelangkaan pupuk bersubsidi yang dipicu proses kebijakan ketat pemerintah, Pupuk Kujang mencari solusi seperti mengeluarkan pupuk kemasan lima kilo gram agar terjangkau oleh petani kecil. "Namun harganya non-subsidi jadi per kilogram Rp 4.500," ujarnya.(Yusuf Adji/A-147)***
http://www.pikiran-rakyat.com/node/286637
Jumat, 20 Juni 2014
Presiden Terpilih Diharapkan Pro Pertanian dan Kelautan
Kamis, 19 Juni 2014
PEKANBARU-Serikat Petani Indonesia (SPI) berharap presiden terpilih dalam suksesi Pilpres 2014 agar lebih serius menggiatkan pembangunan pertanian dan kelautan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi pengangguran di tanah air.
"Pengganguran di Indonesia sebagai persoalan besar, termasuk rakyat yang setengah menganggur yang jumlahnya mencapai 40 juta jiwa itu. Jumlah orang miskin dan hampir miskin mencapai 100 juta jiwa," kata Pengurus SPI M. Riza Damanik dalam keterangannya diterima Antara Riau, Rabu.
Ia menyatakan tingkat ketergantungan rakyat terhadap impor pangan dan energi terus meningkat.
Menurut Riza, tingginya jumlah pengangguran lebih akibat cenderungnya pemerintah mengadopsi kebijakan liberalisasi ke dalam praktek pembangunan Indonesia yang sekaligus berdampak mengendurnya kedaulatan dan daya saing bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah Indonesia kedepan harus memiliki visi dan aksi kerja nyata dalam membangun dan mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia, dalam kerangka pembangunan pertanian dan pedesaan secara keseluruhan diantaranya yakni meredistribusi 9,2 juta hektar lahan bagi petani dan menyelesaikan konflik-konflik agrarian yang terjadi akibat pola pembangunan selama ini.
"Pemerintah ke depan harus membangunan infrastruktur pedesaan terutama irigasi dan akses transportasi, mengutamakan petani dalam pengembangan dan penguasaan benih, peningkatan kemampuan petani dan penguatan organisasi tani dengan pola hubungan pemerintah yang semakin jelas dalam bergotong royong membangun negara," katanya.
Selain itu mengalokasikan anggaran yang cukup guna mengembangkan riset dan penerapan tehnologi tepat guna bagi pertanian dan pedesaan, peningkatan akses modal bagi petani serta merevitalisasi pasar tradisional dan sistem perdagangan di daerah pedesaan.
Ia memandang bahwa dalam rangka mengokohkan agenda "laut sebagai jalan kesejahteraan Indonesia", diperlukan penyediaan 10 juta lapangan kerja baru, mendukung penyediaan pangan berkualitas, meningkatkan kontribusi ekonomi perikanan hingga lima kali lipat, dan mengurangi kemiskinan.
Oleh karena itu Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengusulkan juga empat agenda prioritas pemerintah harus tegas mencegah dan menghentikan pencurian ikan dengan strategi kesejahteraan. Yakni, menggeser 1.000 armada perikanan rakyat dengan bobot 50-100 GT menangkap di ZEEI (12 - 200 mil) dan laut lepas.
"Selain mempersempit kegiatan pencurian ikan, langkah ini dapat memberikan ruang lebih kepada nelayan kecil dan tradisional untuk menangkap ikan di perairan kepulauan (<12 mil) tanpa harus bersaing dengan kapal-kapal besar," katanya.
Disamping itu pemerintah lebih fokus membangun pelabuhan perikanan rakyat di wilayah timur Indonesia sebagai upaya distribusi kesejahteraan dan memperkuat sistem logistik hulu-hilir nasional. Sebab faktanya, 80 persen pelabuhan perikanan ada di wilayah barat Indonesia, industri pengolahan ikan terpusat di Pulau Jawa, sedang bahan baku atau kekayaan ikan melimpah di kawasan timur Indonesia.
Pemerintah juga perlu merevisi UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk mereduksi semangat privatisasi dan komersialisasi, termasuk mengurangi keterlibatan asing dalam pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia.
Menyediakan layanan-harian harga ikan di setiap provinsi guna memastikan nelayan dan petambak mendapat harga jual ikan yang menguntungkan. Sekurang-kurangnya untuk 18 jenis ikan yang diproduksi dan dikonsumsi rakyat Indonesia.
"Ke depan harga ikan tidak boleh lagi semena-mena ditentukan oleh tengkulak maupun perusahaan nakal, dan pentingnya mereformasi lembaga keuangan nasional dan memfasilitasi penguatan koperasi nelayan guna mendukung modal usaha perikanan rakyat, mulai dari produksi, pengolahan, hingga pemasaran," katanya. (*/hrb)
http://www.investor.co.id/home/presiden-terpilih-diharapkan-pro-pertanian-dan-kelautan/87523
PEKANBARU-Serikat Petani Indonesia (SPI) berharap presiden terpilih dalam suksesi Pilpres 2014 agar lebih serius menggiatkan pembangunan pertanian dan kelautan sebagai salah satu solusi dalam mengatasi pengangguran di tanah air.
"Pengganguran di Indonesia sebagai persoalan besar, termasuk rakyat yang setengah menganggur yang jumlahnya mencapai 40 juta jiwa itu. Jumlah orang miskin dan hampir miskin mencapai 100 juta jiwa," kata Pengurus SPI M. Riza Damanik dalam keterangannya diterima Antara Riau, Rabu.
Ia menyatakan tingkat ketergantungan rakyat terhadap impor pangan dan energi terus meningkat.
Menurut Riza, tingginya jumlah pengangguran lebih akibat cenderungnya pemerintah mengadopsi kebijakan liberalisasi ke dalam praktek pembangunan Indonesia yang sekaligus berdampak mengendurnya kedaulatan dan daya saing bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, katanya, pemerintah Indonesia kedepan harus memiliki visi dan aksi kerja nyata dalam membangun dan mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia, dalam kerangka pembangunan pertanian dan pedesaan secara keseluruhan diantaranya yakni meredistribusi 9,2 juta hektar lahan bagi petani dan menyelesaikan konflik-konflik agrarian yang terjadi akibat pola pembangunan selama ini.
"Pemerintah ke depan harus membangunan infrastruktur pedesaan terutama irigasi dan akses transportasi, mengutamakan petani dalam pengembangan dan penguasaan benih, peningkatan kemampuan petani dan penguatan organisasi tani dengan pola hubungan pemerintah yang semakin jelas dalam bergotong royong membangun negara," katanya.
Selain itu mengalokasikan anggaran yang cukup guna mengembangkan riset dan penerapan tehnologi tepat guna bagi pertanian dan pedesaan, peningkatan akses modal bagi petani serta merevitalisasi pasar tradisional dan sistem perdagangan di daerah pedesaan.
Ia memandang bahwa dalam rangka mengokohkan agenda "laut sebagai jalan kesejahteraan Indonesia", diperlukan penyediaan 10 juta lapangan kerja baru, mendukung penyediaan pangan berkualitas, meningkatkan kontribusi ekonomi perikanan hingga lima kali lipat, dan mengurangi kemiskinan.
Oleh karena itu Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengusulkan juga empat agenda prioritas pemerintah harus tegas mencegah dan menghentikan pencurian ikan dengan strategi kesejahteraan. Yakni, menggeser 1.000 armada perikanan rakyat dengan bobot 50-100 GT menangkap di ZEEI (12 - 200 mil) dan laut lepas.
"Selain mempersempit kegiatan pencurian ikan, langkah ini dapat memberikan ruang lebih kepada nelayan kecil dan tradisional untuk menangkap ikan di perairan kepulauan (<12 mil) tanpa harus bersaing dengan kapal-kapal besar," katanya.
Disamping itu pemerintah lebih fokus membangun pelabuhan perikanan rakyat di wilayah timur Indonesia sebagai upaya distribusi kesejahteraan dan memperkuat sistem logistik hulu-hilir nasional. Sebab faktanya, 80 persen pelabuhan perikanan ada di wilayah barat Indonesia, industri pengolahan ikan terpusat di Pulau Jawa, sedang bahan baku atau kekayaan ikan melimpah di kawasan timur Indonesia.
Pemerintah juga perlu merevisi UU No.1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil untuk mereduksi semangat privatisasi dan komersialisasi, termasuk mengurangi keterlibatan asing dalam pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil Indonesia.
Menyediakan layanan-harian harga ikan di setiap provinsi guna memastikan nelayan dan petambak mendapat harga jual ikan yang menguntungkan. Sekurang-kurangnya untuk 18 jenis ikan yang diproduksi dan dikonsumsi rakyat Indonesia.
"Ke depan harga ikan tidak boleh lagi semena-mena ditentukan oleh tengkulak maupun perusahaan nakal, dan pentingnya mereformasi lembaga keuangan nasional dan memfasilitasi penguatan koperasi nelayan guna mendukung modal usaha perikanan rakyat, mulai dari produksi, pengolahan, hingga pemasaran," katanya. (*/hrb)
http://www.investor.co.id/home/presiden-terpilih-diharapkan-pro-pertanian-dan-kelautan/87523
Kamis, 19 Juni 2014
Ganjar ingin Jateng Berdaulat Pangan
Kamis, 19 Juni 2014
TEMANGGUNG (KRjogja.com) - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan petani harus menerapkan introduksi teknologi dan menambah pengetahuan tentang pertanian agar tidak ketinggalan dengan petani dari negara-negara lain, sebab lahan pertanian di Jawa Tengah semakin berkurang.
"Saat ini Jawa Tengah tidak lagi hanya mentarget ketahanan pangan melainkan kedaulatan pangan, yakni menuju kemandirian pangan, dan kementrian Pertanian mendukung hal itu," katanya diselaPromosi Agrobisnis ke VI di Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan Pringsurat Temanggung, Kamis (19/06/2014).
Pada kesempatan itu juga di tandatangani kesepahaman untuk pembangunan sejumlah bandung di Kabupaten Wonosobo, Purworejo, Kulonprogo dan Kebumen dengan nilai miliaran rupiah. Saat ini, ada 17 komoditas pertanian di Jawa Tengah yang telah diekspor ke sejumlah negara. Ekspor tersebut telah jalan dalam beberapa tahun terakhir. Keberadaan Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan sebenarnya semacam pusat tempat pembelajaran pengolahan, pengemasan dan penjualan hasil pertanian.
Dia mengatakan untuk mendongkrak di sektor pertanian, Jateng saat ini gencar memberikan bantuan benih, pupuk dan pembangunan serta perbaikan infrastruktur pengairan, untuk penyediaan air di lahan-lahan pertanian.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan bila membicarakan perdagangan secara keseluruhan perdagangan di Indonesia sebenarnya surplus bahkan pada tahun lalu mencapai surplus 17 juta dolar Amerika. Tetapi bila berbicara produk pangan yang diekspor dan pangan yang diimpor, Indonesia divisit, namun divisit itu masih kecil wajar. "Impor pangan kita masih dibawah 10 persen dan itu berarti ketahanan pangan negara ini masih relatif kuat, " katanya. (Osy)
http://krjogja.com/read/220179/ganjar-ingin-jateng-berdaulat-pangan.kr
"Saat ini Jawa Tengah tidak lagi hanya mentarget ketahanan pangan melainkan kedaulatan pangan, yakni menuju kemandirian pangan, dan kementrian Pertanian mendukung hal itu," katanya diselaPromosi Agrobisnis ke VI di Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan Pringsurat Temanggung, Kamis (19/06/2014).
Pada kesempatan itu juga di tandatangani kesepahaman untuk pembangunan sejumlah bandung di Kabupaten Wonosobo, Purworejo, Kulonprogo dan Kebumen dengan nilai miliaran rupiah. Saat ini, ada 17 komoditas pertanian di Jawa Tengah yang telah diekspor ke sejumlah negara. Ekspor tersebut telah jalan dalam beberapa tahun terakhir. Keberadaan Pusat Pelayanan Agribisnis Soropadan sebenarnya semacam pusat tempat pembelajaran pengolahan, pengemasan dan penjualan hasil pertanian.
Dia mengatakan untuk mendongkrak di sektor pertanian, Jateng saat ini gencar memberikan bantuan benih, pupuk dan pembangunan serta perbaikan infrastruktur pengairan, untuk penyediaan air di lahan-lahan pertanian.
Menteri Pertanian Suswono mengatakan bila membicarakan perdagangan secara keseluruhan perdagangan di Indonesia sebenarnya surplus bahkan pada tahun lalu mencapai surplus 17 juta dolar Amerika. Tetapi bila berbicara produk pangan yang diekspor dan pangan yang diimpor, Indonesia divisit, namun divisit itu masih kecil wajar. "Impor pangan kita masih dibawah 10 persen dan itu berarti ketahanan pangan negara ini masih relatif kuat, " katanya. (Osy)
http://krjogja.com/read/220179/ganjar-ingin-jateng-berdaulat-pangan.kr
Langganan:
Postingan (Atom)