Rabu, 09 September 2015

Marak Raskin Busuk, IPB NIlai Indonesia Krisis Pangan

Selasa,  8 September 2015


BOGOR - Maraknya peredaran beras untuk rakyat miskin (Raskin) di sejumlah wilayah di Bogor, dinilai IPB kalau Indonsesia sedang krisis pangan sehat. Beras busuk ini diterima ratusan warga Ciriung, Kabupaten Bogor.

Pakar Pangan dari Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyatno Hariyadi menuturkan distribusi beras yang dilakukan pemerintah untuk rakyat miskin kualitasnya semakin rendah dan sudah keterlaluan kalau temuan di Bogor juga terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia.

Menurutnya, kondisi keamanan dan kesehatan pangan di Indonesia sangat memprihatinkan. Terlihat dari banyak temuan kasus pangan yang tidak layak dikonsumsi, namun tetap saja beredar.

"Saat ini menurut saya sudah bisa dikategorikan sebagai krisis pangan sehat. Apalagi ini terjadi pada beras yang merupakan panganan pokok. Hanya saja kita tidak pernah punya definisi krisis. Karena menurut saya definisi krisis itu politik," katanya saat ditemui di Kampus IPB Barangsiang, Bogor, Selasa (8/9/2015).

Dia memaparkan, jika dilihat dari fenomena adanya raskin busuk dan berkutu yang terjadi setiap tahun ini. Seharusnya pemerintah tidak tinggal diam dan kalaupun ada tindakan, sifatnya hanya reaktif berupa penarikan beras kemudian diganti.

Sebelumnya ratusan warga Kelurahan Ciriung, Cibinong, Kabupaten Bogor, mengeluhkan beras yang setiap tahun diterima kualitasnya semakin buruk. Bahkan beras yang mereka terima sudah kekuningan, bau busuk, dan terasa pahit jika dimakan.

Heni Puspitawati, 40, yang mengeluhkan kondisi beras yang tidak layak konsumsi mengaku kesal dan susah memprotes ke aparat kelurahan setempat. ‪"Keluarga saya memang sering makan nasi dari raskin. Cuma raskin yang bulan ini rasanya lebih aneh, pahit dan agak berbau," jelasnya.

Sementara, pengurus RW dan juga koordinator penyalur raskin, Zamri menuturkan kondisi beras tak layak konsumsi ini memang sudah terjadi beberapa bulan lalu. ‪"Kalau jelek begini memang sudah dari dulu, tapi baru kali ini rasanya pahit. Makanya kami langsung koordinasi dengan pihak kelurahan," tuturnya.

Senin, 07 September 2015

Harga Beras Stabil, Syarat Penting Tanggulangi Kemiskinan

Senin, 07 September 2015

Ir Mohammad Ismet, MSc, PhD. (Foto: Dok Pribadi)

SATUHARAPAN.COM - Kenaikan harga pangan, khususnya beras, selama ini dipercaya dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan petani. Dengan alasan tersebut, secara ekonomis dan politis, harga pembelian pemerintah (HPP) dipandang sebagai hal yang sangat penting bagi kesejahteraan petani. Sepertinya, kenaikan HPP dianggap sebagai panacea, obat segala penyakit bagi segala permasalahan pendapatan petani padi.

Faktanya, tidaklah sesederhana itu. Karena sebagian besar petani padi adalah petani kecil, yang net rice buyers (jumlah produksinya dalam setahun lebih kecil daripada kebutuhan konsumsinya). Kalau harga beras naik, pendapatan riil (real income atau deflated income) petani bukan menaik, tetapi justru akan menurun. Manfaat kenaikan harga beras, yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil, sebenarnya hanya dinikmati petani berskala besar, yang mampu menghasilkan kelebihan produksi yang dapat dipasarkan (marketable surplus).

Petani, yang net rice buyer, menjadi konsumen beras selama periode paceklik. Kenaikan harga beras tidak akan secara signifikan menaikkan pendapatan riil petani berskala kecil tanpa adanya surplus dalam usaha taninya. Dengan demikian, terjadi variasi dampak pemerataan (distributional effects) dari kenaikan harga beras, yang bergantung pada ada tidaknya surplus produksi.

Kenyataan itu sering kali tidak tertangkap para “pengamat” pertanian, yang sering kali berpendapat kenaikan harga beras riil akan memperbaiki kesejahteraan petani. Mereka mengambil kesimpulan tanpa mempertimbangkan skala usaha taninya, dan tanpa memperhitungkan ada-tidaknya surplus produksi dalam usaha taninya.

Terdapat tiga hal yang berkaitan dengan dampak perubahan harga terhadap kesejahteraan rumah tangga. Pertama, elatisitas permintaan jangka pendek terhadap beras adalah kecil (in-elastis atau tidak sensitif), sehingga perubahan harga tidak mengakibatkan perubahan permintaan yang signifikan. Berapapun harga berubah, permintaan tidak akan banyak berubah.

Kedua, perubahan harga beras di pasar lebih banyak ditentukan karena adanya perubahan kebijakan pemerintah di bidang harga dan perdagangan. Ketiga, dampak tersebut lebih nyata pada kelompok penduduk miskin karena keluarga miskin tidak mempunyai pilihan, selain dalam bentuk perubahan permintaan beras. Semakin miskin rumah tangga, semakin elastis permintaannya terhadap perubahan harga, karena perubahan harga tersebut akan berpengaruh lebih besar terhadap anggaran rumah tangga mereka.

Penentu Kesejahteraan Petani Kecil adalah Marketable Surplus            

Mengapa kesejahteraan petani ditentukan oleh marketable surplus (surplus yang dapat dipasarkan)? Dari aspek teori, jika marginal utility of income adalah positif, maka dampak kesejahteraan petani produsen karena adanya perubahan harga dapat terlihat dari ada tidaknya marketable surplus petani. Dampak kesejahteraan akan positif jika petani tersebut net seller (mempunyai surplus produksi yang dapat dipasarkan), dan akan negatif kalau petani tersebut net buyer (produksinya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya).

Kesejahteraan petani juga dipengaruhi oleh pergerakan harga. Para ekonom mengenal dengan baik teori Arrow-Pratt income risk aversion. Dengan asumsi bahwa utility is concave in income, maka pendapatan yang berfluktuasi dari waktu ke waktu akan menurunkan kesejahteraan keluarga. Jika padi merupakan satu-satunya sumber pendapatan bagi keluarga,  maka instabilitas harga akan menciptakan dampak negatif yang serius bagi kesejahteraan rumah tangga.

Dengan demikian, untuk mempertahankan atau memperbaiki kesejahteraannya, petani kecil dan miskin membutuhkan dua hal, yaitu surplus produksi, dan kestabilan harga. Jadi, untuk memperbaiki kesejahteraan petani miskin bukan dalam wujud kenaikan harga (namun tanpa surplus produksi).

Selama ini cara yang digunakan untuk mengukur perkembangan kesejahteraan petani adalah dengan menghitung nilai tukar petani (NTP). NTP merupakan perbandingan antara harga-harga komoditi yang dihasilkan petani dibagi dengan harga-harga komoditi yang dikonsumsi atau dibeli oleh petani.

Selama ini NTP ini dianggap sebagai indikator untuk menentukan perkembangan kesejahteraan petani, namun sebenarnya angka tersebut tidak mampu menggambarkan kesejahteraan yang sesungguhnya. Kalau kita telaah formulanya, NTP ini hanya membandingkan harga-harga bukan pendapatan dan biaya hidup karena kuantum produksi dan kuantum konsumsi tidak dihitung. Dengan demikian, dapat diartikan, produksi diasumsikan selalu surplus dan dapat dipasarkan. Padahal, kita tahu persis tidak semua petani mempunyai surplus produksi.

Bagaimana dengan petani yang net rice buyers, yang sama sekali tidak punya marketable surplus? Kita tahu, proporsi petani kecil (yang hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 ha) cukup besar. Dapat disimpulkan, formula NTP tersebut, hanya relevan bagi petani yang net rice producers, bukan untuk petani yang net rice buyers, yang sama sekali tidak punya marketable surplus.

Stabilitas Harga Beras Syarat Penting Mengurangi Kemiskinan

Karena beras merupakan makanan pokok, harga beras sangat berperanan dalam menentukan kesejahteraan rumah tangga keluarga miskin, karena besarnya komponen pengeluaran untuk beras. Garis kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Seseorang disebut miskin kalau rata-rata pengeluaran per kapita per bulannya di bawah garis kemiskinan. Data juga menunjukkan kemiskinan sangat berkaitan dengan daerah pedesaan dan sektor pertanian karena besarnya prosentase kemiskinan di pedesaan dan di sektor pertanian.

Data terakhir menunjukkan jumlah rumah tangga petani adalah 25,6 juta keluarga. Data distribusi penguasaan lahan menunjukkan adanya ketimpangan penguasaan lahan.

Pada tahun 2003, 70 persen petani hanya menguasai 13 persen lahan, sedangkan petani yang 30 persen ternyata menguasai 87 persen dari lahan yang ada. Data Sensus Pertanian 2013 menunjukkan, jumlah petani berskala usaha tani kecil mencapai angka lebih besar.  Data perkembangan persentase penduduk miskin BPS menunjukkan kemiskinan di perdesaan belum dapat tertanggulangi secara signifikan. Pada tahun 2013, prosentase kemiskinan di perdesaan masih mencapai 14,42 persen, sedangkan di perkotaan adalah 11,47 persen.

Ketimpangan yang membesar dalam penguasaan lahan ini mengindikasikan sebagian besar petani adalah petani miskin dan petani marjinal. Dengan demikian, pemerintah harus sangat berhati-hati dalam mengelola kebijakan harga beras agar tidak bias untuk petani berskala besar.

Hal yang juga perlu diperhatikan, semakin miskin petani, semakin besar persentase pengeluaran terhadap marketable rice surplus-nya, dan semakin nyata rice price risk aversion-nya atau semakin nyata perilaku yang tidak mau mengambil risiko. Karena petani gurem adalah net rice buyer maka risiko harga (price risk) akan memperbesar risiko produksi (yield risk).

Kesimpulan di atas jelas memberikan gambaran tentang besarnya risiko harga dan risiko produksi pada petani berskala usaha kecil (gurem). Untuk itu, diperlukan kebijakan harga yang lebih spesifik agar kebijakan tersebut benar-benar secara efektif dapat melindungi petani kecil.

Dengan demikian, dapat disimpulkan kelompok petani miskin kecil, termasuk buruh tani dan petani tanpa lahan, tidak akan memperoleh manfaat dari kenaikan harga beras, bahkan kemungkinan besar akan semakin menderita.  Sedangkan 30 persen kelompok petani berskala besar adalah kelompok yang jelas akan menikmati kenaikan harga.

Hal itu menggambarkan dampak pemeratan (distributional impacts) yang bervariasi antar kelompok skala usaha tani sebagai dampak adanya kenaikan harga. Dengan mempertimbangkan bahwa stabilitas harga beras sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga miskin, maka stabilitas harga tetap sangat diperlukan dalam rangka mengurangi angka kemiskinan. Uraian di atas juga semakin menunjukkan tetap pentingnya program Raskin untuk mengatasi masalah kemiskinan. Porsi beras bersubsidi yang didistribusikan ke pedesaan harus lebih besar mengingat lebih besarnya jumlah keluarga miskin di pedesaan daripada di perkotaan.

Penulis memperoleh PhD di bidang Ekonomi Pertanian dari Kansas State University, 1995. Bekerja di Bulog, pada periode 1981-2011, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha (2007-2009), Staf Ahli (2009-2011). Konsultan penelitian di Bank Dunia, FAO, USDA, Winrock International dan SEADI-USAID, selama 2011-2014. Sekarang sebagai Wakil Rektor Bidang Kerja Sama, Universitas Cokroaminoto Yogyakarta.

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/harga-beras-stabil-syarat-penting-tanggulangi-kemiskinan

Ketika Anak Muda Melawan Tengkulak

Senin, 7 September 2015

Di kalangan orang yang pesimistis, masalah bangsa sepertinya tak berujung dan ruwet. Akan tetapi, di tangan anak-anak muda, masalah itu diurai dengan bantuan teknologi digital. Persoalan perdagangan komoditas seperti bawang, daging, dan beras yang bertahun-tahun mendera negeri ini menjadi lebih mudah dipahami. Kini anak muda melawan tengkulak, bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kode-kode digital.

"Awalnya dari lomba membikin aplikasi untuk mengatasi masalah negeri ini. Edisi pertama kali ini, masalah yang dilombakan mengenai aplikasi pemantauan harga komoditas pokok," kata Ainun Najib, inisiator laman Kawalpemilu dan juga menjadi inisiator forum teknologi informasi Code4Nation.

Lomba yang disebut Hackathon Merdeka ini merupakan prakarsa Code4Nation dengan difasilitasi Kantor Staf Presiden. Perlombaan pembuatan aplikasi ini sudah dilaksanakan beberapa waktu lalu. Sebanyak 462 peserta mendaftar lomba ini, tetapi yang hadir sekitar 300 peserta yang tergabung dalam 80 tim. Dari lomba ini dihasilkan lima tim terbaik dengan kategori tiga tim terbaik dan dua tim spesial. Tidak ada urutan para pemenang.

Salah satu tim terbaik adalah tim yang bernama Limakilo. Tim ini membangun aplikasi yang memungkinkan pihak yang ingin memantau pertumbuhan komoditas hingga melakukan pemesanan komoditas itu. Tim ini tengah mencoba untuk komoditas bawang merah. Aplikasi yang sedang dalam pengembangan dan pembenahan ini kelak diharapkan bisa memantau kondisi pertanaman bawang merah di sejumlah tempat.

"Saat ini tim Limakilo sedang melakukan uji coba dan penyempurnaan aplikasinya. Untuk sementara kami baru menerima order secara terbuka dan penanganan manual dengan menggunakan SMS, Whatsapp, e-mail. Cara ini sekaligus untuk menghitung perbedaan efisiensi sebelum dan setelah menggunakan aplikasi," kata Koordinator Pemasaran dan Humas Limakilo Lisa Ayu Wulandari. Tim ini beranggotakan empat orang. Selain Lisa, ada dua rekannya di bagian teknologi dan satu lagi mengelola laman.

Dari uji coba secara manual pekan lalu, mereka telah mendapat pembeli sebanyak 60 orang dari sejumlah kota. Jumlah pesanan bawang merah mencapai 400 kg. Mereka berani menawarkan diskon harga. Harga pasar saat itu Rp 20.000 per kg dan mereka berani menjual dengan harga Rp 17.000.

Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan sejumlah editor ekonomi telah mengungkapkan harapannya agar aplikasi ini bisa digunakan dalam waktu dekat sehingga masalah harga komoditas bisa ditangani. Joko Widodo mengatakan, dengan aplikasi, pemantauan harga lebih cepat diketahui.

"Jika nanti aplikasi sudah sempurna, maka apabila ada order, pembeli bisa langsung mengetahui harganya. Setiap saat harga diperbarui. Kami berani memberi diskon 15 persen karena kami memotong banyak rantai dari petani ke pasar akhir," kata Lisa.

Lisa mengatakan, pihaknya kelak berharap, begitu menerima order, bisa langsung dikirim ke petani melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Untuk mempercepat penanganan order, Lisa mengakui masih ada masalah, yaitu pengetahuan petani yang minim tentang telepon pintar. Ia mengakui, hal itu merupakan pekerjaan rumah yang besar untuk melatih mereka agar familier dengan telepon pintar dan aplikasi secara bertahap.

Pada akhirnya antara pembeli, pengelola aplikasi, petani, dan pengirim produk akan terhubung secara cepat dan praktis sehingga bisa memotong rantai distribusi dan otomatis memotong biaya. Untuk pengiriman barang, mereka juga melakukan uji coba dengan menggunakan Kantor Pos dan Go-Jek.

"Kami berharap, dengan aplikasi ini, semua pihak akan terhubung langsung. Harapannya, dengan menghubungkan konsumen langsung ke produsen, harga akan lebih manusiawi bagi kedua pihak," kata Lisa. Inilah cara mereka melawan tengkulak. (ANDREAS MARYOTO)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150907kompas/#/18/

Jumat, 04 September 2015

Intervensi Niaga Pangan

Jumat, 4 September 2015

Rentetan kenaikan harga bahan pangan mewarnai perekonomian Indonesia tahun ini. Dimulai dari beras, cabai, bawang merah, daging sapi, sampai daging ayam. Banyak kalangan menyatakan penyebabnya adalah pasokan kurang. Banyak pula yang menyebut karena ulah para spekulan yang mengontrol harga dengan menimbun stok.

Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk memulihkan harga pangan. Mulai dari operasi pasar (OP), memberikan izin impor daging sapi bagi Perum Bulog, berdialog dengan pelaku usaha, hingga melibatkan Polri dan TNI AD.

Sejumlah pedagang bermodal besar didatangi kalangan pemerintah dan polisi. Ada sejumlah pelaku usaha yang diperiksa polisi karena diduga menimbun sapi. Para pelaku usaha itu juga diminta melepas sapi ke pasar. Para pelaku usaha juga diminta menurunkan harga sesuai harga ideal.

Dalam rangka stabilisasi harga beras pada musim paceklik tahun ini, pemerintah mengerahkan aparat TNI AD dan Polri. Pemerintah meminta TNI bersama dinas pertanian setempat mendatangi petani penerima bantuan dan pengusaha penggilingan satu per satu. Mereka diminta menjual beras ke Perum Bulog. Tujuan utamanya, mengejar kekurangan target stok beras Bulog 2015. Stok beras Bulog per akhir Agustus 2015 sebanyak 1,4 juta ton. Pemerintah meminta Bulog mempunyai cadangan beras 2,5 juta ton.

Hal itu menunjukkan selama ini, pemerintah tidak mempunyai kendali tata niaga pangan. Tata niaga yang ada saat ini bergantung mekanisme pasar. Akibatnya petani tidak mempunyai akses langsung ke pasar. Rantai pasokan semakin panjang dan rawan terjadi spekulasi harga.

Pemerintah terbilang terlambat dalam perkuatan peran Bulog. Selama ini, Bulog tidak mempunyai stok komoditas pangan guna memengaruhi harga pasar yang bergejolak. Ketika tidak bisa lagi mengontrol harga pangan melalui OP dan menghadapi spekulan, pemerintah mengambil jalan pintas. Polri dan TNI AD dilibatkan.

Akankah langkah itu akan dilakukan terus setiap tahun? Itukah yang akan menjadi arah tata niaga pangan Indonesia ke depan? Persoalan mendasar pangan Indonesia adalah ketersediaan pasokan dan akurasi data produksi. Kerap kali terjadi ketidaksinkronan antara pasokan dan data produksi.

Selama ini, pemerintah juga tak mempunyai stok bahan pangan penting yang rawan bergejolak. Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia menyebutkan, 10 tahun terakhir, 61 persen stok beras dikuasai pedagang besar, Bulog hanya 5-9 persen. Pemerintah perlu mengembalikan peran Bulog sebagai penjaga stok pangan atau mempercepat pembentukan Badan Pangan Nasional.

Langkah itu perlu diperkuat dengan jaringan petani yang mampu menyuplai stok pangan pemerintah. Pasalnya, selama ini petani terjerat pengijon. Pemerintah juga perlu mendorong diversifikasi pangan berbasis potensi daerah. Program itu bisa dilanjutkan dan diperkuat dengan perdagangan antardaerah.

Pemerintah juga telah mempunyai Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Melalui regulasi itu, pemerintah memiliki wewenang menentukan harga 14 bahan pokok ketika harga bergejolak. Hingga kini, Kementerian Perdagangan belum merampungkan peraturan turunannya. Jika sudah selesai, efektivitas regulasi itu akan diuji. Kita tunggu saja, berhasil atau justru masih perlu campur tangan Polri dan TNI....

(HENDRIYO WIDI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150904kompas/#/17/

Rabu, 02 September 2015

Gatot A Bimo ( FNRI) : ” Jika Kepala Kantor Staf Presiden Dipilih dari Relawan, Maka Indro Tjahyono Adalah Sosok Yang Paling Pas

Selasa, 1 September 2015

 JAKARTA, Suar.co — Sejak Luhut B Panjaitan dilantik sebagai Menkopolhukam, isyu yang rame dibicarakan dilingkungan relawan Jokowi adalah Kepala Staf Presiden (KSP). Berbagai strategi dan cara agar KSP tetap dipimpin oleh orang orang yang dekat Jokowi adalah munculnya wacana sosok yang memang dekat dan juga relawan. Mengingat posisi Luhut B Panjaitan sebelumnya pun adalah ketua barisan relawan dari Bravo Lima.
” Posisi yang paling pantas menduduki jabatan Kepala KSP adalah ya dari Relawan. kenapa harus relawan, ya memang relawanlah yang paling mengenal dekat sosok Presiden, selain itu, anggap saja tradisi, sebab dulu Pak Luhut pun juga relawan, jadi Kepala yang akan duduk menggantikan Luhut pun harus relawan”, Jelas Gatot, mantan pendiri Pijar yang juga mengurusi relawan Jokowi yang berhimpun di FNRI.
Gatot menambahkan, banyak sosok dari Relawan yang dinilai mampu menggantikan posisi Luhut. Menurut Dia, ada Indro Tjahyono, Faisal Basri, Beator Suryadi, Muhamad Yamin, Hermawan Sulistyo, Edi Junaidi, Eko Sulistyo sampe Budiarie .
” Semuanya cukup kompeten dan mampu, dan jika memang diusulkan oleh relawan, yang harus kita dukung”, jelasnya lagi.
” Soal wacana Bang Yusman dan Sri Adiningsih, ya bagus bagus saja, tetapi yang pernah jadi relawan dan berkeringat akan lebih bagus lagi”, jelasnya.
” Saya mengenal Yamin, Mas Indro, Edi Junaidi, Faisal hingga Eko, mereka semuanya baik dan mampu”, Jelas Gatot lagi.

Sosok Indro Tjahyono paling pas

Gatot menuturkan bahwa sosok Indro adalah sosok yang paling pas.

” Mas Indro itu cool, tenang dan tentu sudah matang, sebab dia aktifis 77/78 “, ujarnya. Mas Indro masih kental sekali di relawan juga di LSM. Dia masih rajin ngamen (menjadi pembicara dalam seminar, – Red) pun, Selain itu, Indro, ketua Dewan Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) 1977/1978 itu juga sering ke luar daerah berkaitan dengan pekerjaan di LSM nya yang terkait dengan monitoring terhadap pembangunan.

” Ya Itulah Aktifis, kebiasaan melontarkan kritik tidak juga surut. Baru baru ini Dia melontarkan kritis adanya Gurita dilingkar Kekuasaan”, sambung Gatot.

Gatot menuturkan, sepak terjang Indro luar biasa. Saat Dia ( Indro -red) menyelenggarakan Pertemuan Nasional Aktivis Gerakan Mahasiswa 1977/1978 di Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri sekitar 400 mantan aktivis kampus se-Indonesia. Salah satu materi pembahasan yang mengemuka adalah masalah economic leadership, kepemimpinan ekonomi.

”Kelemahan kita ini karena tidak ada economic leadership,” tegas Indro Tjahyono saat itu.

” Mas Indro menilai sikap kepemimpinan itu jarang dimiliki pemimpin ini. Kebanyakan pemimpin sekarang celebrity, karbitan media-media, baik nasional, maupun internasional, ”Bukan orang benar-benar tumbuh dari organisasi-organisasi publik. Mereka karena memang sering nongol saja.” Jelasnya.

INDRO TJ TJ TJ

Arsitek

Berdasarkan data yang dihimpun SUAR, Sukmadji Indro Tjahyono , kelahiran Madiun, 22 April 1953, menyelesaikan pendidikan di Jurusan Arsitektur, Departemen Perencanaan dan perancangan ITB, 1979. Bersama rekan-rekan aktivis mahasiswa saat itu, ia aktif dalam menentang Soeharto untuk menjadi presiden RI ketiga kalinya, menahan arah gerak militer untuk tidak masuk ke semua kehidupan. Sejak itu, namanya erat terkait dengan Di Bawah Lars, pleidoi di depan pengadilan mahasiswa 1980.

Selepas bangku kuliah, Indro melanjutkan aktivitasnya di lembaga
swadaya masyarakat (LSM), Yayasan 28 Oktober dan Lembaga Pembangunan. Ia sempat bekerja di perusahaan konsultan, 1985 – tetapi rupanya ia tidak betah, karena kemudian kembali ke Pada 1986, Indro mendirikan Sekretariat Kerja Sama Pelestarian Hutan
Indonesia (Skephi). Sejak saat itu namanya melekat pada LSM bergerak dalam bidang lingkungan hidup itu. Siberut, Mentawai, Barat, adalah salah satu wilayah yang diakrabinya. Ia program pelatihan fasilitator untuk sebuah proyek di Taman nasional
Siberut, melaksanakan program pemetaan partisipatif, dan pendampingan implementasi pengembangan usaha pedesaan, sepanjang 1994 – 1997.

Sarjana arsitektur itu pada akhirnya lebih dikenal sebagai ahli
pengembangan masyarakat dan lingkungan hidup. Kemudian, ia lebih dikenal sebagai pengamat militer. Indro yang mempersunting Fitriati, dikaruniai tiga anak, Sizigia Pikhansa, Melalusa Khalida , dan Alfito Khairianto.

Terkait tugas tersebut, maka Kantor Staf Presiden melaksanakan sejumlah fungsi, di antaranya:

a. pengendalian dalam rangka memastikan program-program prioritas nasional dilaksanakan sesuai dengan visi dan misi Presiden;

b. penyelesaian masalah secara komprehensif terhadap program-program prioritas nasional yang dalam pelaksanaannya mengalami hambatan;

c. percepatan pelaksanaan program-program prioritas nasional; dan

d. pemantauan kemajuan terhadap pelaksanaan program-program prioritas nasional.

Organisasi Kantor Staf Presiden terdiri dari: a. Kepala Staf Kepresidenan; b. Deputi (sebelumnya Asisten Kepala Staf, red); dan c. Tenaga Profesional.

Kepala Staf Kepresidenan mempunyai tugas memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden, bunyi Pasal 5 Perpres ini.

Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 ini menyebutkan, Deputi berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Staf Kepresidenan, dan melaksanakan tugas sesuai bidangnya.

“Deputi Kepala Staf Kepresidenan terdiri dari paling banyak 5 (lima) Deputi,” bunyi Pasal 6 Perpres tersebut.

Ada pun Tenaga Profesional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Deputi, terdiri dari: a. Tenaga Ahli Utama (sebelumnya tidak ada, red); b. Tenaga Ahli Madya; c. Tenaga Ahli Muda; dan d. Tenaga Terampil (sebelumnya tidak ada, red).

“Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Staf Kepresidenan dapat membentuk tim khusus dan gugus tugas lintas kementerian dan/atau lembaga terkait untuk penanganan masalah tertentu,” bunyi Pasal 9 Ayat (1) Perpres No. 26/2015 itu.

Selain itu, Kantor Staf Presiden dapat menggunakan jasa konsultan dari luar pemerintahan sepanjang diperlukan dan tidak merugikan kepentingan negara, serta dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sementara untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya, pada Kantor Staf Presiden dibentuk Sekretariat Kantor Staf Presiden, yang bertanggung jawab kepada Kepala Staf Kepresidenan dan secara administratif dikoordinasikan oleh Menteri Sekretariat Negara.

“Sekretariat Kantor Staf Presiden dipimpin oleh Kepala Sekretariat,” bunyi Pasal 10 Ayat (3) Perpres ini.

Pengangkatan dan Pemberhentian

Kepala Staf Kepresidenan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sedangkan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Kepala Staf Kepresidenan. Sementara Tenaga Profesional diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Staf Kepresidenan.

Masa jabatan Kepala Staf Kepresidenan paling lama sama dengan masa bakti Presiden. Sementara masa jabatan Deputi dan Tenaga Profesioal paling lama sama dengan masa jabatan Kepala Staf Kepresidenan.

“Kepala Staf Kepresidenan, Deputi, dan Tenaga Profesional dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil atau bukan Pegawai Negeri Sipil,” bunyi Pasal 17 Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2015 itu.

Perpres ini menegaskan, Kepala Staf Kepresidenan diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan Menteri.

Adapun Deputi diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan pejabat struktural eselon I.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya; Tenaga Ahli Utama diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan pejabat eselon I.b atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya; Tenaga Ahli Madya setingkat dengan pejabat eselon II.a atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama; dan Tenaga Ahli Muda dan Tenaga Terampil diberi hak keuangan dan fasilitas lainya setinggi-tingginya setingkat dengan pejabat eselon III.a atau Jabatan Administrator.

Selain jabatan-jabatan itu, menurut Perpres ini, di lingkungan Kantor Staf Presiden dapat diangkat paling banyak 3 (tiga) orang Staf Khusus, yang bertanggung jawab kepada Kepala Staf Kepresidenan, dan mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Kepala Staf Kepresidenan.

“Hak keuangan dan fasilitas lainnya bagi Staf Khusus diberikan setingkat dengan jabatan struktural eselon I.b atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya,” bunyi Pasal 31 Perpres ini.

Menurut Perpres ini, pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan fungsi Kantor Staf Presiden bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, Kantor Staf Presiden dapat bekerjasama dengan pihak lain dalam rangka melaksanakan tugas dan fungsinya yang tidak dibiayai dari APBN, sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai ketentuan peraturan perundag-undangan.

Ketentuan Peralihan

Kepala Staf Kepresidenan yang diangkat berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 190 Tahun 2014 tentang Unit Staf Kepresidenan tetap menjabat sebagai Kepala Staf Kepresidenan berdasarkan Perpres ini.

Adapun biaya yang diperlukan Kantor Staf Presiden dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk pertama kali menggunakan anggaran Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan tahun 2015.

Pasal 40 Perpres ini menegaskan, pada saat mulai berlakunya Peraturan Presiden ini, maka ketentuan Pasal 16 Perpres No. 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja; Perpres Nomor 54 Tahun 2009 tentang Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan; dan Perpres Nomor 190 Tahun 2014 tentag Unit Staf Kepresidenan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Red Suar)

http://suar.co/2015/09/01/gatot-a-bimo-fnri-jika-kepala-kantor-staf-presiden-dipilih-dari-relawan-maka-indro-tjahyono-adalah-sosok-yang-paling-pas/

Selasa, 01 September 2015

Bangun dan Benahi Jaringan Irigasi

Selasa, 1 September 2015

JAKARTA (SK) – Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosaujar meminta pemerintah memperbaiki sektor hulu sejalan dengan program pembangunan infrastruktur dasar, seperti jaringan irigasi.

Tidak hanya membangun bendungan, tetapi juga memperhatikan pembangunan atau pembenahan infrastruktur pendukungnya.

”Ketika membangun bendungan, harus memperhatikan infrastruktur lainnya. Airnya darimana kalau di atas bendungan rusak. Jadi harus dibangun fasilitas lain, karena bisa saja bendungan tidak bisa digunakan. Jadi, harus ada perencanaan sangat matang,” katanya saat dihubungi Suara Karya, di Jakarta, kemarin.

Pemerintah, katanya, perlu mengejar target swasembada pangan. ”Di banyak negara, target ketahanan pangan agak turun, artinya ketersediaan suplai entah itu dari impor atau tidak. Tapi kalau kita harus swasembada karena potensinya besar,”katanya.

Menurut dia, pemerintah tentunya membutuhkan waktu untuk merealisasikan swasembada pangan dengan dukungan teknologi, sumber daya alam dan sumber daya manusia serta kerja keras dari Kabinet Kerja.

”Contohnya saja kedelai, kebutuhannya 2,5 juta ton tapi produksi cuma 1,2 juta ton. Artinya masih butuh impor sekira 1,3 juta ton. Kebutuhan ini buat masyarakat, bahan baku mayoritas 62-70 persen, industri makanan dan minuman. Jadi swasembada mungkin perlu waktu satu sampai dua tahun,”ujarnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui program Nawa Cita telah mencanangkan program swasembada pangan dalam kurun waktu tiga tahun sampai lima tahun sehingga negara ini memiliki kedaulatan pangan. Dengan program itu, maka diharapkan kedaulatan pangan menjadi jawaban pemerintah untuk mengatasi krisis pangan.

”Jokowi mencanangkan kedaulatan pangan, bukan sekadar swasembada pangan. Tapi kedaulatan pangan itu seperti wacana saja, indah diucapkan tapi kenyataannya jauh,” paparnya.

Sementara itu, pengamat birokrasi pemerintahan Djoko Darmono meminta program swasembada pangan harus cepat direalisasikan. Apalagi, bila pemerintah menginginkan mereduksi impor komoditas yang selama ini cukup menyita cadangan devisa nasional.

”Sejak lama kita mendengar keinginan swasembada pangan, namun sampai kini hal itu belum terealisasikan secara riil. Indikator di saat harga naik dan pasokan kurang, jalan pintas melakukan impor selalu menjadi pilihan tunggal,”papar Djoko.

Bila hal ini tidak direalisasikan sejalan dengan cita-cita pembangunan, maka semakin hari kondisi pertanian nasional akan semakin berat. ”Akhirnya pilihannya, kembali lagi ke impor. Swasembada menjadi mimpi yang berkepanjangan,” tuturnya.
(jok/nov/sab)

http://www.suarakarya.id/2015/09/01/bangun-dan-benahi-jaringan-irigasi.html

Jumat, 28 Agustus 2015

Menkeu Sebut Penyaluran Beras Raskin Rawan Penggelapan

Jumat, 28 Agustus 2015

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengakui sistem penyaluran beras raskin rawan dengan penggelapan. Pasalnya, kata dia, selama ini sistem penyaluran raskin terlalu banyak melibatkan banyak orang atau padat karya.

"Percaya sama saya, kalau yang padat karya seperti itu pasti ujungnya padat penggelapan," ujar Bambang saat memberikan sambutan dalam acara pembentukan Forum Sistem Pembayaran Indonesia (FSPI) di Jakarta, Kamis (27/8/2015).

Dia menjelaskan, dalam program raskin disebutkan bahwa setiap rumah tangga sasaran mendapatkan 15 kg raskin per bulan. Angka tersebut kata Bambang hanya menjadi sekedar angka untuk menghitung jumlah raskin yang akan diberikan kepada rumah tangga sasaran diseluruh Indonesia dengan hitungan: 15 (kg) x jumlah rumah tangga sasaran x 12 (bulan).

Sayangnya, setelah mendapatkan total angka beras raskin, penyaluran beras tersebut tidak dilakukan dalam satu paket per 15 kg kepada pemerintah daerah melainkan dalam bentuk beras karungan.

Akibatnya, lanjut Bambang, untuk menyalurkan 15 kg kepada rumah tangga sasaran diperlukan banyak tangan untuk membagi porsi beras 1 karung manjadi paket 15 kg.  Di sinilah penggelapan terjadi menurut Menkeu.

"Nah akhirnya pejabat lurah atau camat diminta bagi-bagi (beras 1 karung itu) jadi paket 15 kg. Membagi 1 karung jadi paket 15 kg ini saja sudah menyiksa. Kedua paket itu harus diberikan ke keluarga tertentu. Lalu terjadilah situasi dimana yang dapat itu bukan yang membutuhkan. Kalau pun keluarga sasaran dapat, itu jadi tidak 15 kg karena yang bagi orang-orang ini," kata Bambang.

Oleh karena itu, dia mendorong adanya satu sistem pembayaran berupa satu kartu pintar yang bisa digunakan keluarga sasaran raskin membeli beras 15 kg per bulan di vendor-vendor beras yang ditugasi oleh pemerintah di berbagai pelosok negeri. Dengan begitu Bambang yakin penyaluran raskin akan lebih tetap sasaran.

Selain bisa digunakan membeli raskin, kartu pintar itu juga diharapkan bisa digunakan untuk keperluan lainya misalnya pembelian BBM bersubsidi dan pembelian pupuk subsidi yang penyalurannya juga banyak yang tidak tepat sasaran. Intinya kata dia, subsidi yang diberikan pemerintah tidak diberikan berupa subsidi barang sehingga harganya murah, melainkan subsidi langsung ke orang yang berhak menerima bantuan pemerintah tersebut.