KEBUMEN (SK) - Harga beli beras di tingkat petani oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), ternyata lebih rendah dibanding harga beli yang dilakukan para tengkulak. Karenanya, sejumlah petani di Kebumen, Jawa Tengah, memilih melepas gabah hasil panen mereka ke tengkulak.
Selain itu, petani juga menolak impor beras yang dilakukan pemerintah. Karena petani yakin, produksi beras lokal mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Petani juga mendesak Mentan harus tegas terhadap kementerian lainnya bahwa impor tidak diizinkan dengan alasan panen di dalam negeri sangat melimpah.
Temuan ini terungkap saat Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan dialog dengan petani di Kebumen, Jateng, Selasa (1/3).
Khotib, seorang petani di Desa Ambarwinangun, mengungkapkan, harga beli Bulog jauh dari harga yang diberikan para tengkulak.
Karena itu ia mengaku lebih baik menjual hasil panennya ke para tengkulak. Khotib bisa menjual gabahnya ke tengkulak dengan harga Rp.5.500 per satu kilo, sedangkan ke Bulog ia hanya bisa menjual dengan harga Rp.3.700. “Rugi kalau menjual ke Bulog. Harganya turun sekali. Beda kalau menjual ke Tengkulak,” kata Khotib.
Petani lainnya, Moedjiono meminta Mentan harus tegas terhadap kementerian lainnya bahwa impor tak diizinkan dengan alasan panen di dalam negeri sangat melimpah. “Petani bisa rugi besar dan kami minta dukungan Menteri Pertanian untuk mendukung kami,” katanya.
Ia juga menunjukkan bahwa lahan di kabupatennya sangat luas dan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Oa juga menu-ding bahwa Menteri Per-da-gangan merupakan kementerian yang mendukung impor beras. “Yang mengizinkan impor adalah teman bapak, Menteri Perdagangan,” katanya.
Mendengar hal tersebut, Mentan Andi Amran Sulaiman langsung meminta seluruh petani untuk tidak hitung-hitungan dengan negara. Ia menyampaikan, menjual gabah ke Bulog bisa menyelematkan kosumsi beras nasional. “Jangan hitung-hitunganlah, cuma beda sedikit. Ini kan juga untuk Indonesia. Nanti jual ke Bulog ya?” kata Amran.
Seluruh petani yang datang pun menyahut dengan beragam jawaban. Ada yang setuju dengan perkataan Amran, ada pula yang bersikeras tidak mau menjual ke Bulog. “Bantuan sudah kami berikan, tahun lalu alsintan ada lebih dr 100 buah. Benih saya ka-sih gratis, lalu diasuransikan, masa tidak mau menjual ke Bulog,” ujar Amran.
Mendengar ucapan Amran, para petani mengatakan akan mendiskusikan kembali keputusannya untuk menjual gabah ke Bulog. (jok)
http://m.suarakarya.id/2016/03/02/bulog-beli-murah-gabah-petani-menjerit
Kamis, 03 Maret 2016
Bulog Harus Selamatkan Petani
Kamis, 3 Maret 2016 |
Hallobogor.com, Jakarta – Saya di telpon pak Wono, petani di Kabupaten Gresik. Suaranya serak dan berat, menahan marah karena beban hidup yang bertambah berat.
Kata Pak Wono, “Pak Dewan, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sudah di Rp 3.500,-. Harga ini akan turun terus, di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700,-. Petani tambah susah dan akan modar pak” ungkapnya.
“Kan ada BULOG yang diberi tugas oleh pemerintah untuk membeli gabah dan beras petani,” kata saya.
Jawab Pak Wono, “BULOG tidak pernah muncul pak,” tandasnya.
Itulah sepenggal jeritan petani di Daerah Pemilihan saya.
Saat ini, di beberapa daerah yang panen padi, harga GKP sudah di bawah HPP. Kondisi ini menyebabkan petani merugi dan semakin menjauhkan dari kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat di tabel.
Menurut data BPS, angka ramalan Maret ini akan panen padi di 2,5 juta Ha, April panen di 2,3 juta Ha. Jika per hektar panen rata-rata 5 ton, maka dapat menghasilkan 29 juta ton GKP.
Oleh karena itu yang harus dilakukan BULOG adalah:
(1) Bergerak secara progresif mendatangi sentra-sentra panen melalui kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk membeli GKP dari petani. Jika tidak dibeli BULOG maka akan dibeli tengkulak dengan harga yang jauh di bawah HPP. Fungsi BULOG dalam melakukan stabilitas harga gabah dan beras petani harus serius dilakukan. Jangan hanya duduk dan pasif untuk didatangi petani, tapi harus turun ke desa-desa.
(3) BULOG harus menambah jumlah armadanya di saat sedang panen raya untuk membeli gabah dan beras petani. Jika BULOG hanya mengandalkan pada mitra saja, misalnya para penggiling, maka BULOG hanya menguntungkan pedagang saja, sedangkan petani diabaikan. Justru fungsi BULOG harus mensejahterakan produsen pangan melalui HPP agar harga tidak jatuh.
(3) BULOG harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jangan sampai terjadi silang pendapat yang berbeda lagi dengan Kementrian Pertanian atau Kementrian Perdagangan soal data produksi dan konsumsi pangan. Data pangan harus integratif menjadi satu kesatuan sebagai data pangan resmi dari pemerintah.
Karena lemahnya jaringan organisasi dan manajemen BULOG untuk menyerap dan membeli gabah/ beras petani, atau karena data panen yang di mark up Kementrian Pertanian, atau karena data permintaan dari konsumen yang lebih tinggi dibanding produksi beras dari kementrian perdagangan sehingga sesama lembaga negara saling serang, saling cerca, merasa paling benar sendiri dalam bekerja, lalu mencari kambing hitam.
Model bekerja seperti ini harus diakhiri. Semua lembaga harus jujur dan bekerja sama dalam menentukan strategi bersama agar petani tidak menangis karena rugi terus. Negara harus hadir di setiap problematika petani.
(4) Jika BULOG bekerja progresif membeli gabah/ beras petani, maka akan dapat memenuhi kebutuhan CBP sendiri dan pemerintah tidak akan impor beras lagi. Idealnya, berapapun jumlah produksi gabah/ beras petani harus dibeli BULOG, baik melalui kebijakan HPP maupun melalui jalur komersial. Untuk itu pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh memberdayakan dan memberikan fasilitas lex spesialist kepada BULOG yang tidak melanggar Undang-undang.
Semua itu dilakukan agar petani merasa dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah untuk mendapatkan hak hidupnya agar lebih layak dan sejahtera.
Visi ke depan bangsa Indonesia harus menjadi eksportir beras dunia, sebagaimana kita telah menjadi negara eksportir untuk komoditas kakao, CPO, dan lainnya.
Viva Yoga Mauladi
(Penulis Adalah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI dan Ketua Bapilu DPP PAN).
http://hallobogor.com/bulog-harus-selamatkan-petani-2#prettyPhoto
Kata Pak Wono, “Pak Dewan, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sudah di Rp 3.500,-. Harga ini akan turun terus, di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700,-. Petani tambah susah dan akan modar pak” ungkapnya.
“Kan ada BULOG yang diberi tugas oleh pemerintah untuk membeli gabah dan beras petani,” kata saya.
Jawab Pak Wono, “BULOG tidak pernah muncul pak,” tandasnya.
Itulah sepenggal jeritan petani di Daerah Pemilihan saya.
Saat ini, di beberapa daerah yang panen padi, harga GKP sudah di bawah HPP. Kondisi ini menyebabkan petani merugi dan semakin menjauhkan dari kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat di tabel.
Menurut data BPS, angka ramalan Maret ini akan panen padi di 2,5 juta Ha, April panen di 2,3 juta Ha. Jika per hektar panen rata-rata 5 ton, maka dapat menghasilkan 29 juta ton GKP.
Oleh karena itu yang harus dilakukan BULOG adalah:
(1) Bergerak secara progresif mendatangi sentra-sentra panen melalui kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk membeli GKP dari petani. Jika tidak dibeli BULOG maka akan dibeli tengkulak dengan harga yang jauh di bawah HPP. Fungsi BULOG dalam melakukan stabilitas harga gabah dan beras petani harus serius dilakukan. Jangan hanya duduk dan pasif untuk didatangi petani, tapi harus turun ke desa-desa.
(3) BULOG harus menambah jumlah armadanya di saat sedang panen raya untuk membeli gabah dan beras petani. Jika BULOG hanya mengandalkan pada mitra saja, misalnya para penggiling, maka BULOG hanya menguntungkan pedagang saja, sedangkan petani diabaikan. Justru fungsi BULOG harus mensejahterakan produsen pangan melalui HPP agar harga tidak jatuh.
(3) BULOG harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jangan sampai terjadi silang pendapat yang berbeda lagi dengan Kementrian Pertanian atau Kementrian Perdagangan soal data produksi dan konsumsi pangan. Data pangan harus integratif menjadi satu kesatuan sebagai data pangan resmi dari pemerintah.
Karena lemahnya jaringan organisasi dan manajemen BULOG untuk menyerap dan membeli gabah/ beras petani, atau karena data panen yang di mark up Kementrian Pertanian, atau karena data permintaan dari konsumen yang lebih tinggi dibanding produksi beras dari kementrian perdagangan sehingga sesama lembaga negara saling serang, saling cerca, merasa paling benar sendiri dalam bekerja, lalu mencari kambing hitam.
Model bekerja seperti ini harus diakhiri. Semua lembaga harus jujur dan bekerja sama dalam menentukan strategi bersama agar petani tidak menangis karena rugi terus. Negara harus hadir di setiap problematika petani.
(4) Jika BULOG bekerja progresif membeli gabah/ beras petani, maka akan dapat memenuhi kebutuhan CBP sendiri dan pemerintah tidak akan impor beras lagi. Idealnya, berapapun jumlah produksi gabah/ beras petani harus dibeli BULOG, baik melalui kebijakan HPP maupun melalui jalur komersial. Untuk itu pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh memberdayakan dan memberikan fasilitas lex spesialist kepada BULOG yang tidak melanggar Undang-undang.
Semua itu dilakukan agar petani merasa dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah untuk mendapatkan hak hidupnya agar lebih layak dan sejahtera.
Visi ke depan bangsa Indonesia harus menjadi eksportir beras dunia, sebagaimana kita telah menjadi negara eksportir untuk komoditas kakao, CPO, dan lainnya.
Viva Yoga Mauladi
(Penulis Adalah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI dan Ketua Bapilu DPP PAN).
http://hallobogor.com/bulog-harus-selamatkan-petani-2#prettyPhoto
Rabu, 02 Maret 2016
Ini Alasan Petani Enggan Jual Gabah ke Bulog
Selasa, 1 Maret 2016
KEBUMEN, KOMPAS.com - Beberapa petani di Desa Ambarwinangun, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah mengaku enggan menjual gabah ke Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Mereka mengaku, menjual beras ke tengkulak lebih menguntungkan karena para tengkulak berani membeli gabah dengan harga yang jaih lebih tinggi.
Menurut salah seorang petani di desa tersebut, Khatib, para tengkulak membeli gabah dari petani dengan harga sekitar Rp 5.500. Harga ini lebih tinggi ketimbang Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan Bulog sebesar Rp 3.700. "Menjual ke Bulog itu rugi. Harganya jauh sekali, lebih untung jual ke tengkulak," ujar Khotib kepada menteri Pertanian Amran Sulaiman di Kebumen Selasa (1/3/2016).
Mendengar hal tersebut, Amran mengimbau para petani agar mau menjual gabahnya ke Bulog. Hal tersebut, kata Amran bisa sangat membantu mewujudkan swasembada pangan. "Jangan begitu dong. Kita sudah bantu pupuk, kita bantu traktor, masak bapak tidak mau bantu pemerintah, ini kan utuk Merah Putih (Indonesia)," pungkas Amran.
KEBUMEN, KOMPAS.com - Beberapa petani di Desa Ambarwinangun, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah mengaku enggan menjual gabah ke Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Mereka mengaku, menjual beras ke tengkulak lebih menguntungkan karena para tengkulak berani membeli gabah dengan harga yang jaih lebih tinggi.
Menurut salah seorang petani di desa tersebut, Khatib, para tengkulak membeli gabah dari petani dengan harga sekitar Rp 5.500. Harga ini lebih tinggi ketimbang Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan Bulog sebesar Rp 3.700. "Menjual ke Bulog itu rugi. Harganya jauh sekali, lebih untung jual ke tengkulak," ujar Khotib kepada menteri Pertanian Amran Sulaiman di Kebumen Selasa (1/3/2016).
Mendengar hal tersebut, Amran mengimbau para petani agar mau menjual gabahnya ke Bulog. Hal tersebut, kata Amran bisa sangat membantu mewujudkan swasembada pangan. "Jangan begitu dong. Kita sudah bantu pupuk, kita bantu traktor, masak bapak tidak mau bantu pemerintah, ini kan utuk Merah Putih (Indonesia)," pungkas Amran.
Selasa, 01 Maret 2016
Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai RI Naik di 2015, Ini Datanya
Selasa, 01 Maret 2016
Jakarta -Produksi beberapa produk pangan Indonesia mengalami kenaikan sepanjang 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tersebut terjadi untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai.
Untuk padi, produksi di 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan 6,37% atau sebanyak 4,51 juta ton GKG bila dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta ton.
"Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0,32 juta hektar (2,31%) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04 kuintal/hektar (3,97%)," tulis laporan BPS seperti dikutip detikFinance, Selasa (1/3/2016).
Kenaikan produksi padi tahun 2015 sebanyak 4,51 juta ton terjadi pada subround Januari–April sebanyak 1,49 juta ton (4,73%), subround Mei–Agustus sebanyak 3,02 juta ton (13,26%), dan subround September-Desember sebanyak 1.800 ton (0,01%) dibandingkan dengan produksi yang sama pada subround 2014 (year-on-year).
Jagung
Produksi jagung sebanyak 19,61 juta ton pipilan kering di 2015. Angka ini mengalami kenaikan sebanyak 0,60 juta ton (3,17%) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,46 juta ton dan 0,15 juta ton.
"Kenaikan produksi jagung terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 2,25 kuintal/hektar (4,54%), meskipun luas panen mengalami penurunan sebesar 50.200 hektar (1,31%)," sebutnya.
Kedelai
Produksi kedelai tahun 2015 sebanyak 963.100 ton biji kering. Angka tersebut meningkat sebanyak 8.100 ton (0,85%) bila dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi tersebut terjadi di luar Pulau Jawa sebanyak 30.410 ton, sebaliknya di Pulau Jawa terjadi penurunan produksi sebanyak 22.310 ton.
"Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 0,18 kuintal/hektar (1,16%) meskipun luas panen mengalami penurunan seluas 1.800 hektar (0,29%)," tulisnya.
(feb/drk)
http://finance.detik.com/read/2016/03/01/143241/3154792/4/produksi-padi-jagung-dan-kedelai-ri-naik-di-2015-ini-datanya
Jakarta -Produksi beberapa produk pangan Indonesia mengalami kenaikan sepanjang 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tersebut terjadi untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai.
Untuk padi, produksi di 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan 6,37% atau sebanyak 4,51 juta ton GKG bila dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta ton.
"Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0,32 juta hektar (2,31%) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04 kuintal/hektar (3,97%)," tulis laporan BPS seperti dikutip detikFinance, Selasa (1/3/2016).
Kenaikan produksi padi tahun 2015 sebanyak 4,51 juta ton terjadi pada subround Januari–April sebanyak 1,49 juta ton (4,73%), subround Mei–Agustus sebanyak 3,02 juta ton (13,26%), dan subround September-Desember sebanyak 1.800 ton (0,01%) dibandingkan dengan produksi yang sama pada subround 2014 (year-on-year).
Jagung
Produksi jagung sebanyak 19,61 juta ton pipilan kering di 2015. Angka ini mengalami kenaikan sebanyak 0,60 juta ton (3,17%) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,46 juta ton dan 0,15 juta ton.
"Kenaikan produksi jagung terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 2,25 kuintal/hektar (4,54%), meskipun luas panen mengalami penurunan sebesar 50.200 hektar (1,31%)," sebutnya.
Kedelai
Produksi kedelai tahun 2015 sebanyak 963.100 ton biji kering. Angka tersebut meningkat sebanyak 8.100 ton (0,85%) bila dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi tersebut terjadi di luar Pulau Jawa sebanyak 30.410 ton, sebaliknya di Pulau Jawa terjadi penurunan produksi sebanyak 22.310 ton.
"Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 0,18 kuintal/hektar (1,16%) meskipun luas panen mengalami penurunan seluas 1.800 hektar (0,29%)," tulisnya.
(feb/drk)
http://finance.detik.com/read/2016/03/01/143241/3154792/4/produksi-padi-jagung-dan-kedelai-ri-naik-di-2015-ini-datanya
Agar Tak Impor Cabai dan Bawang Merah, RI Siapkan Rp 700 Miliar
Selasa, 01 Maret 2016
Jakarta -Cabai dan bawang merah rentan terhadap masalah lonjakan harga dan kekurangan pasokan. Kedua masalah inilah yang mendorong pemerintah untuk membuka keran impor.
Oleh sebab itu, pemerintah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk menjaga harga dan pasokan cabai serta bawang merah tetap stabil sepanjang tahun ini. Sehingga, tak perlu mengimpor bawang merah maupun cabai.
"Sekarang, Rp 700 miliar khusus buat cabai dan bawang saja. Kita benar-benar jaga produksi agar jangan sampai impor. 2 tahun lalu kita masih impor, sekarang nggak lagi," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, dalam konferensi pers di kantornya, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Spudnik menjelaskan, dana sebesar Rp 700 miliar itu mencapai sekitar 70% dari total alokasi dana Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, jumlah tersebut juga lebih besar dibandingkan alokasi tahun lalu yang sebesar Rp 500 miliar.
"Dana di direktorat kita total ada Rp 1,14 triliun, khusus untuk bawang dan cabai kita anggarkan tahun Rp 700 miliar. Dana itu sekitar 70% dipersembahkan untuk bawang dan cabai," pungkas Spudnik.
Berikut perkiraan produksi dan kebutuhan bawang merah 2016:
Bulan Produksi (ton) Total Kebutuhan (ton)
Januari 104.547 82.106
Februari 90.531 80.110
Maret 89.909 80.048
April 90.133 80.070
Mei 95.062 81.157
Juni 126.130 89.615
Juli 137.807 86.027
Agustus 128.244 83.881
September 121.877 83.839
Oktober 114.056 82.462
November 95.336 80.590
Desember 97.493 81.995
Perkiraan produksi dan kebutuhan cabai besar 2016:
Bulan Produksi (ton) Total Kebutuhan (ton)
Januari 95.575 76.117
Februari 108.132 75.762
Maret 101.417 75.762
April 101.055 75.762
Mei 100.263 75.762
Juni 107.922 78.249
Juli 105.055 77.539
Agustus 98.292 75.761
September 98.316 76.117
Oktober 96.908 75.761
November 96.347 75.761
Desember 98.118 76.471
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan
(hns/feb)
http://finance.detik.com/read/2016/03/01/144022/3154803/4/agar-tak-impor-cabai-dan-bawang-merah-ri-siapkan-rp-700-miliar
Jakarta -Cabai dan bawang merah rentan terhadap masalah lonjakan harga dan kekurangan pasokan. Kedua masalah inilah yang mendorong pemerintah untuk membuka keran impor.
Oleh sebab itu, pemerintah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk menjaga harga dan pasokan cabai serta bawang merah tetap stabil sepanjang tahun ini. Sehingga, tak perlu mengimpor bawang merah maupun cabai.
"Sekarang, Rp 700 miliar khusus buat cabai dan bawang saja. Kita benar-benar jaga produksi agar jangan sampai impor. 2 tahun lalu kita masih impor, sekarang nggak lagi," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, dalam konferensi pers di kantornya, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Spudnik menjelaskan, dana sebesar Rp 700 miliar itu mencapai sekitar 70% dari total alokasi dana Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, jumlah tersebut juga lebih besar dibandingkan alokasi tahun lalu yang sebesar Rp 500 miliar.
"Dana di direktorat kita total ada Rp 1,14 triliun, khusus untuk bawang dan cabai kita anggarkan tahun Rp 700 miliar. Dana itu sekitar 70% dipersembahkan untuk bawang dan cabai," pungkas Spudnik.
Berikut perkiraan produksi dan kebutuhan bawang merah 2016:
Bulan Produksi (ton) Total Kebutuhan (ton)
Januari 104.547 82.106
Februari 90.531 80.110
Maret 89.909 80.048
April 90.133 80.070
Mei 95.062 81.157
Juni 126.130 89.615
Juli 137.807 86.027
Agustus 128.244 83.881
September 121.877 83.839
Oktober 114.056 82.462
November 95.336 80.590
Desember 97.493 81.995
Perkiraan produksi dan kebutuhan cabai besar 2016:
Bulan Produksi (ton) Total Kebutuhan (ton)
Januari 95.575 76.117
Februari 108.132 75.762
Maret 101.417 75.762
April 101.055 75.762
Mei 100.263 75.762
Juni 107.922 78.249
Juli 105.055 77.539
Agustus 98.292 75.761
September 98.316 76.117
Oktober 96.908 75.761
November 96.347 75.761
Desember 98.118 76.471
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan
(hns/feb)
http://finance.detik.com/read/2016/03/01/144022/3154803/4/agar-tak-impor-cabai-dan-bawang-merah-ri-siapkan-rp-700-miliar
Pupuk Bersubsidi di Minsel Mulai Langka
Senin, 29 Februari 2016
RADARMANADO.COM – Petani di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Pasalnya, sejak Desember 2015, pupuk bermerek ponska sulit ditemui. Rata-rata distributor yang didatangi menyebut stok kosong. “Kami sudah beberapa kali menunda penanaman tomat, cabai, dan lainnya karena pupuk bersubsidi tidak ada,” ujar Lian Palendeng, warga Modoinding akhir pekan lalu.
Menurutnya, kondisi ini jelas merugikan. Bahkan, bukan hanya petani, hal tersebut juga bisa menyeluruh ke masyarakat. “Produksi tomat dan cabai menurun yang menurun tentunya membuat masyarakat akan kesulitan memperolehnya di pasar,” sebutnya.
Sambungnya, karenanya saya berharap pemerintah mengambil tindakan terkait kondisi ini. Pemerintah harus menyelidiki penyebab kelangkaan, untuk memastikan hal itu berlangsung alami atau tidak. “Kalau ternyata ada penimbunan yang dilakukan oknum-oknum tertentu, mereka pantas dihukum. Karena itu namanya mencari keuntungan sendiri tapi mengabaikan kepentingan orang banyak,” tandasnya. Ditambahkan Palendeng, dipasaran, harusnya petani masih bisa memperoleh pupuk non subsidi. Tetapi, mereka enggan membeli pupuk tersebut karena harganya yang lebih mahal. Kalau pupuk bersubdisi cuma Rp140 ribu per karung, yang non subsidi lebih mahal Rp20 ribu per karung.
Terkait permasalahan ini, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Minsel Decky Kientjem, tak menampiknya. “Kelangkaan pupuk bersubsidi dikarenakan saat ini sedang masa transisi. Setiap awal tahun ini terjadi. Sebab pemerintah pusat harus melakukan penyesuaian terhadap nilai subsidinya,” jelasnya.
Namun begitu, dirinya mengaku akan mencoba mengatasi kondisi ini. “Kedepan, Distanak akan melatih petani supaya bisa membuat pupuk sendiri. Sehingga, mereka tidak hanya bergantung dari pupuk yang dijual di pasaran,” pungkasnya.(iky/tas)
RADARMANADO.COM – Petani di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Pasalnya, sejak Desember 2015, pupuk bermerek ponska sulit ditemui. Rata-rata distributor yang didatangi menyebut stok kosong. “Kami sudah beberapa kali menunda penanaman tomat, cabai, dan lainnya karena pupuk bersubsidi tidak ada,” ujar Lian Palendeng, warga Modoinding akhir pekan lalu.
Menurutnya, kondisi ini jelas merugikan. Bahkan, bukan hanya petani, hal tersebut juga bisa menyeluruh ke masyarakat. “Produksi tomat dan cabai menurun yang menurun tentunya membuat masyarakat akan kesulitan memperolehnya di pasar,” sebutnya.
Sambungnya, karenanya saya berharap pemerintah mengambil tindakan terkait kondisi ini. Pemerintah harus menyelidiki penyebab kelangkaan, untuk memastikan hal itu berlangsung alami atau tidak. “Kalau ternyata ada penimbunan yang dilakukan oknum-oknum tertentu, mereka pantas dihukum. Karena itu namanya mencari keuntungan sendiri tapi mengabaikan kepentingan orang banyak,” tandasnya. Ditambahkan Palendeng, dipasaran, harusnya petani masih bisa memperoleh pupuk non subsidi. Tetapi, mereka enggan membeli pupuk tersebut karena harganya yang lebih mahal. Kalau pupuk bersubdisi cuma Rp140 ribu per karung, yang non subsidi lebih mahal Rp20 ribu per karung.
Terkait permasalahan ini, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Minsel Decky Kientjem, tak menampiknya. “Kelangkaan pupuk bersubsidi dikarenakan saat ini sedang masa transisi. Setiap awal tahun ini terjadi. Sebab pemerintah pusat harus melakukan penyesuaian terhadap nilai subsidinya,” jelasnya.
Namun begitu, dirinya mengaku akan mencoba mengatasi kondisi ini. “Kedepan, Distanak akan melatih petani supaya bisa membuat pupuk sendiri. Sehingga, mereka tidak hanya bergantung dari pupuk yang dijual di pasaran,” pungkasnya.(iky/tas)
Prihatin Harga Gabah, PC PMII Bojonegoro Turun Jalan
Senin, 29 Februari 2016
blokBojonegoro.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, melakukan aksi turun jalan, Senin (29/2/2016). Aksi tersebut dilakukan karena prihatin harga gabah.
"Aksi ini karena prihatin anjloknya harga gabah. Dari bunderan adipura, dilanjutkan ke gedung dewan dan di pemkab Bojonegoro," kata ketua PC PMII Bojonegoro, Ahmad Syahid.
Dalam selebaran yang dibagikan ke pengguna jalan, para aktivis menilai harga gabah anjlok mencapai 40 persen. Sehingga membuat kerugian bagi petani. Dengan harga gabah anjol, pendapatan petani mengalami penurunan juga. Supaya diusut dan dibenahi sistem ekonomi yang dirasa tidak adil bagi petani.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan oleh anggota PMII, secara mayoritas wilayah Bojonegoro mengalami panen, terutama di bantaran Bengawan Solo, diantaranya di Kecamatan Malo, Trucuk, Kalitidu, Dander, Balen, Kanor, Sumberrejo dan Baureno. Hasilnya harga rata-rata gabah kering sawah Rp3 ribu sampai Rp3,500.
Padahal berpijak pada ketentuan intruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015, terkait harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp3,7 ribu sampai Rp 3,75 ribu, dan harga gabah kering giling dalam ketetapan HPP berkisar Rp4,6 ribu sampai Rp4,65 ribu. Namun kondisi harga di lapangan hanya Rp3 ribu sampai Rp3,5 ribu, para pembeli gabah tidak mentaati peraturan Inpres nomor 5 tahun 2015.
"Perlu sinergi antara petani dan Bulog. Serta pemerintah selalu berperan aktif dalam menjaga kestabilan harga gabah," ungkapnya.
Nampak dalam aksi tersebut, puluhan aktivis membawa bener bertulis tuntutan mereka dan mengibarkan bendera. Selain itu juga menampilkan aksi teatrikal, sebagai gambaran sikap pemerintah terhadap petani. Dalam aksi tersebut juga mendapat pengawalan petugas kepolisian. [zid/mu]
blokBojonegoro.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, melakukan aksi turun jalan, Senin (29/2/2016). Aksi tersebut dilakukan karena prihatin harga gabah.
"Aksi ini karena prihatin anjloknya harga gabah. Dari bunderan adipura, dilanjutkan ke gedung dewan dan di pemkab Bojonegoro," kata ketua PC PMII Bojonegoro, Ahmad Syahid.
Dalam selebaran yang dibagikan ke pengguna jalan, para aktivis menilai harga gabah anjlok mencapai 40 persen. Sehingga membuat kerugian bagi petani. Dengan harga gabah anjol, pendapatan petani mengalami penurunan juga. Supaya diusut dan dibenahi sistem ekonomi yang dirasa tidak adil bagi petani.
Berdasarkan hasil observasi di lapangan oleh anggota PMII, secara mayoritas wilayah Bojonegoro mengalami panen, terutama di bantaran Bengawan Solo, diantaranya di Kecamatan Malo, Trucuk, Kalitidu, Dander, Balen, Kanor, Sumberrejo dan Baureno. Hasilnya harga rata-rata gabah kering sawah Rp3 ribu sampai Rp3,500.
Padahal berpijak pada ketentuan intruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015, terkait harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp3,7 ribu sampai Rp 3,75 ribu, dan harga gabah kering giling dalam ketetapan HPP berkisar Rp4,6 ribu sampai Rp4,65 ribu. Namun kondisi harga di lapangan hanya Rp3 ribu sampai Rp3,5 ribu, para pembeli gabah tidak mentaati peraturan Inpres nomor 5 tahun 2015.
"Perlu sinergi antara petani dan Bulog. Serta pemerintah selalu berperan aktif dalam menjaga kestabilan harga gabah," ungkapnya.
Nampak dalam aksi tersebut, puluhan aktivis membawa bener bertulis tuntutan mereka dan mengibarkan bendera. Selain itu juga menampilkan aksi teatrikal, sebagai gambaran sikap pemerintah terhadap petani. Dalam aksi tersebut juga mendapat pengawalan petugas kepolisian. [zid/mu]
Langganan:
Postingan (Atom)