Sabtu, 11 Juli 2015
Hutan Rusak, Tak Mampu Menampung Air Hujan
Bandung, KompasSekitar 37.000 hektar tanaman padi di sejumlah daerah di Jawa Barat terancam kekeringan pada musim kemarau ini. Saat ini, sawah-sawah itu belum kering benar, tetapi debit airnya terus menyusut.
Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Barat Eddy Nasution, di Bandung, Jumat (10/7), mengemukakan, areal sawah itu tersebar di semua kabupaten dan kota di Jabar serta sebagian besar sawah irigasi masyarakat. Di Jabar terdapat irigasi di bawah pengelolaan pusat dan provinsi yang masing-masing mampu mengairi 400.000 hektar dan irigasi kabupaten 100.000 hektar. Sisanya adalah irigasi masyarakat yang mampu mengairi sawah sekitar 100.000 hektar.
Cepat surutnya air irigasi, menurut Eddy, akibat rusak dan menyusutnya hutan-hutan penangkap air. Sekarang kawasan penangkap air itu sudah beralih fungsi menjadi bangunan dan fungsi lain. Akibatnya, untuk penampungan air, diperlukan waduk atau embung.
Namun, Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jabar Rali Sukari menyatakan, pembangunan waduk dan embung tidak mudah karena terkendala lahan.
Rusaknya kawasan hutan di Jabar juga diakui Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Kawasan hutan itu kini tidak mampu menahan air hujan yang intensitas tahunannya cukup tinggi. Namun, musim kering tahun ini dinilai Heryawan tidak akan mengganggu target produksi padi. "Saya optimistis kekeringan ini selesai karena musim hujan akan turun September-Oktober," ujar Heryawan, seusai menerima kunjungan Komisi IV DPR, Kamis.
Apabila dibandingkan dengan provinsi lain, seperti Jawa Timur dan Jawa Tengah dengan lahan sawah masing-masing 1,2 juta hektar dan 1,1 juta hektar, Jabar yang memiliki lahan kurang dari 1 juta hektar masih menjadi provinsi dengan produktivitas beras tertinggi. Ini karena sistem pengairan, pupuk, dan petani di Jabar lebih baik.
Badan Pusat Statistik Jabar mencatat, produksi padi sepanjang tahun 2014 diperkirakan mencapai 11,6 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara dengan 7,3 juta ton beras. Dengan produksi itu, Jabar surplus sekitar 4 juta ton GKG.
Petani-petani Jawa Barat, menurut Heryawan, sebetulnya hebat. Sebab, meskipun lahan mereka lebih sempit dibandingkan dengan provinsi lain, produktivitas per hektarnya lebih tinggi.
Di Tasikmalaya, hujan mulai turun secara sporadis dua hari belakangan ini sehingga menggembirakan petani padi. "Walaupun intensitasnya masih kecil, pada Rabu malam, hujan berlangsung hingga Kamis (9/7) menjelang pagi," tutur Ceceng Muchlis, petani di Kawalu, pinggiran Kota Tasikmalaya.
Terancam gagal panen
Dari Klaten, Jawa Tengah, kekeringan akibat musim kemarau mulai mengancam tanaman padi di wilayah itu. Akibatnya, tanaman padi terancam puso (gagal panen).
Berdasarkan pengamatan Kompas, Jumat (10/7), sejumlah lahan sawah di Klaten mulai mengering karena kekurangan pasokan air dari irigasi. Sejumlah petani mulai mengairi sawah menggunakan mesin pompa air. Kondisi yang sama juga terlihat di sebagian Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Camat Karangdowo, Klaten, Agus Suprapto mengatakan, kekeringan mengancam setidaknya 145 hektar sawah, dari total luas lahan sawah 1.916 hektar sawah yang ditanami padi di Kecamatan Karangdowo. "Kondisi itu mengakibatkan tanaman padi yang telah berumur sekitar 60 hari terancam puso sehingga berpotensi gagal panen," ujarnya.
Di Kabupaten Bogor, Jabar, kekeringan masih melanda 17 kecamatan dari 40 kecamatan daerah itu. Kekeringan juga terjadi di dua kecamatan dari enam kecamatan di Kota Bogor.
Kekeringan mengakibatkan lebih dari 200 hektar sawah gagal panen. Kalangan warga yang mengandalkan sumur mengungsi ke rumah pelanggan PDAM.
(DMU/RWN/BRO)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150711kompas/#/23/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar