Jumat, 24 Juli 2015
Petani di Sejumlah Daerah Mulai Hentikan Menanam Padi
BANYUMAS, KOMPAS — Biaya tanam petani padi pada musim tanam ini terus melonjak akibat areal pertanian mereka dilanda kekeringan. Untuk menyelamatkan lahan dari kegagalan panen, petani harus mengeluarkan modal ekstra untuk menyewa pompa air, bahkan patungan membuat sumur bor.
Taryo (35), petani Tingarjaya, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah, Kamis (23/7), mengatakan, dua pekan ini menyewa pompa dan membeli selang untuk mengalirkan air ke sawah. Itu dilakukan untuk menyelamatkan padi miliknya yang masih berumur sekitar 35 hari.
Dia merinci, ongkos sewa mesin pompa Rp 100.000 per hari. Dia harus menyewa pompa selama dua hari guna mengairi seluruh sawahnya. Biaya itu belum ditambah solar sekitar 10 liter per hari dan membeli selang 150 meter Rp 700.000. Dengan biaya tambahan itu, modal tanam padi yang biasanya Rp 4,5 juta per hektar kini jadi Rp 6 juta.
Sebagian petani harus patungan untuk membuat sumur bor atau pantek. Slamet Waluyo (41), petani Desa Kawunganten, Kecamatan Kawunganten, Cilacap, menuturkan, biaya membuat sumur bor Rp 1,5 juta ditanggung bersama oleh empat petani, termasuk dirinya. Sumur itu dipakai bergantian.
Untuk menarik air dari dalam sumur pantek dengan kedalaman rata-rata 30 meter itu, petani menggunakan pompa air seharga Rp 3 juta ditambah bahan bakar. "Selama 21 jam kami memerlukan 20 liter bensin," ujarnya. Harga bensin Rp 8.500 per liter atau Rp 170.000.
Padahal, debit air yang dihasilkan dari sumur selama sehari hanya bisa mengairi 0,5 hektar sawah. "Antara air yang dapat dipompa dan modal mesin pompa air dan BBM tidak sebanding," keluhnya.
Untuk itu, petani mulai khawatir, melonjaknya biaya tanam tidak akan tertutupi hasil panen. Pasalnya, selama ini, hasil panen petani dihargai dengan sistem tebas berkisar Rp 5,5 juta-Rp 6 juta. "Jadi tengkulak sudah membayar sejak sepekan sebelum panen. Biaya panen mereka yang tanggung," kata Slamet.
Dibiarkan mati
Di Sumatera Selatan, 412 hektar padi gagal tanam karena kekurangan air. Jumlah itu meliputi 300 hektar (ha) di sawah pasang surut di Kabupaten Banyuasin dan sekitar 112 ha di sawah tadah hujan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Sungai-sungai yang menyusut selama kemarau ini juga membuat warga di beberapa daerah kesulitan air.
Padi yang ditanam untuk panen musim gadu itu hanya sempat tumbuh hingga usia sekitar dua pekan hingga sebulan dan selanjutnya tak bertambah tinggi atau mati menguning karena kekurangan air. Sawah-sawah yang sudah ditanami padi terlihat dibiarkan tanpa dirawat.
Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Nusantara, Kabupaten OKI, Sukirman (35) mengatakan, petani membiarkan benih-benih yang tumbuh kerdil itu karena sudah tak mungkin produktif. Sebagian benih justru tak tumbuh sama sekali karena kekurangan air. "Kalau dirawat justru beban biaya tambah besar, tapi belum tentu ada pemasukan," katanya.
Dari modal tanam total sekitar Rp 3 juta per ha, petani memperoleh bantuan dari pemerintah berupa benih dan pupuk. Namun, petani tetap rugi sekitar Rp 1 juta untuk biaya yang tak ditanggung pemerintah. Kemarau juga memicu sumber air dan sumur warga di Lahat mengering. Saat ini, warga mengandalkan Sungai Lematang untuk mandi dan cuci.
Sebagian petani di Magelang dan Temanggung mulai menghentikan penanaman padi. Dengan minimnya air, mereka baru akan kembali menanam padi saat musim hujan tiba, akhir tahun ini. "Karena tak ada air, mau tak mau lahan dibiarkan menganggur hingga musim hujan tiba," ujar Kasmudi (45), petani di Mertoyudan, Magelang.
Petani di Kabupaten Paser, Kaltim, juga resah. Mereka memompa air dari sungai dan menghabiskan banyak BBM. Tugino, Ketua Kelompok Tani Krida Taka di Longkali, Kabupaten Paser, mengatakan, dari 35 anggota kelompoknya, hanya sebagian kecil memiliki pompa air. Sisanya menyewa pompa air Rp 50.000-Rp 100.000 per hari. "Hujan sudah tak mengguyur sejak dua hari sebelum puasa. Beberapa hari masih bertahan, tetapi akhirnya harus cari air. Yang enggak kuat beli bensin menyerah," katanya.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pun menyiapkan pompa untuk petani yang mengalami kekeringan. Namun, sejauh ini, belum diterima laporan kekeringan yang melanda lahan pertanian.
"Sejauh ini kami belum menerima laporan kekeringan di lahan sawah. Jika ada petani yang menanam padi di lahan tadah hujan, kami menyiapkan bantuan pompa di setiap kabupaten/kota," kata Kabid Produksi Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sulawesi Selatan M Aris.
(IRE/DRI/ENG/PRA/CHE/GRE/EGI)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150724kompas/#/21/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar