Jumat, 16 Oktober 2015
Dalam rangka Hari Pangan, kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengurusi persoalan pangan khususnya beras masih dinilai kurang tepat. Mengapa demikian?
MajalahKartini.co.id - Ketua Eksekutif Indonesian Human Rights Committee For Social Justice (IHCS) Ridwan Darmawan dalam memperingati Hari Pangan Dunia, mengatakan bahwa kebijakan impor pangan khususnya beras, beberapa hari lalu yang diambil pemerintah, menjadi kado pahit bagi petani di negeri ini.
"Apalagi 16 Oktober diperingati sebagai hari pangan internasional," ujarnya ketika dihubungi majalahkartani.co.id, Jumat (16/10).
Ridwan melanjutkan bahwa, gembar-gembor pemerintahan ini di awal berkuasa, bahkan telah menjadi isu yang digadang-gadang sebagai bahan jualan kampanye oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo yakni tidak melakukan impor beras, hanya bualan belaka.
"Pemerintah di awal kampanye adanya permainan mafia beras, dalam kaitannya dengan gejolak harga beras di awal pemerintahan tak kunjung ada wujudnya, siapa itu mafia impor beras, kapan penegakkan hukum atas para mafia itu, tak jelas hingga kini," katanya.
Pengamat kebijakan pangan ini menilai lembaga pangan yang diamanatkan untuk diterbitkan oleh pemerintah sebagaimana mandat UU Pangan juga tak kunjung selesai Perpresnya, padahal batas waktu adalah dua tahun sejak UU Pangan berlaku.
"Lembaga pangan diharapkan mampu menjadi solusi kebijakan pangan secara nasional karena dibawah koordinasi langsung presiden ,sehingga punya power lebih dibanding Badan Ketahanan Pangan di bawah Kementan. Ini harusnya PR yang segera harus diselesaikan Jokowi," pungkas Ridwan. (Foto: Istimewa)
http://majalahkartini.co.id/berita/hari-pangan-dunia-impor-beras-menjadi-kado-pahit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar