Sabtu, 3 Oktober 2015
Diduga Membawa Muatan dari Malaysia atau Singapura
BATAM, KOMPAS — Petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menangkap kapal motor Surya Pratama dan kapal motor Citra di perairan Batam, Kepulauan Riau. Penangkapan itu disertai upaya penyerangan terhadap petugas.
Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Batam Noegroho Wahyu, Jumat (2/10), di Batam, mengatakan, kapal itu telah dibawa ke Karimun.
Karena salah satu kapal masih dalam pelayaran, Noegroho menyatakan belum dapat memberikan keterangan lebih lanjut. Keterangan akan disampaikan setelah kapal tiba di dermaga Kantor Wilayah Bea dan Cukai khusus Kepulauan Riau (Kepri) di Karimun. "Kami hanya menjalankan perintah Presiden. Kami diminta menghentikan penyelundupan bahan pangan yang marak di perbatasan," katanya.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, kapal ditangkap terpisah di utara Batam. KM Surya Pratama membawa 250 ton beras saat ditangkap pada Kamis (1/10). Selain beras, kapal membawa muatan lain yang tengah didata petugas. Pada Jumat pagi, kapal sudah berada di Karimun dan dalam proses pendataan.
Sementara KM Citra ditangkap pada Jumat (2/10) saat membawa sedikitnya 150 ton beras. KM Surya dan KM Citra tidak dilengkapi dokumen apa pun untuk membawa muatan tersebut. Seperti KM Surya, KM Citra juga dikawal ke dermaga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Khusus Kepri.
Penangkapan tersebut diikuti dengan isu penyerangan terhadap petugas Bea dan Cukai. Pada Kamis malam, Kantor Kanwil DJBC Kepri dikawal sejumlah polisi dan tentara. Mereka siaga hingga Jumat dini hari setelah ada kabar kantor itu akan diserang. Namun, tidak ada insiden hingga Jumat pagi.
Massa dengan perahu tidak dikenal justru mengejar kapal patroli yang mengawal KM Citra pada Jumat sore. Kanwil DJBC mengerahkan sembilan perahu dan kapal patroli untuk membantu pengawalan KM Citra. Setelah ada tambahan bantuan, kapal pengejar tidak terlihat lagi.
Kapal pengejar diketahui berangkat dari pesisir Batam. Sejak Kamis malam, sekelompok orang sudah berkumpul di beberapa titik di Batam. Namun, akhirnya mereka bubar sendiri pada Jumat dini hari.
KM Citra dan KM Surya diduga berangkat bersama. Namun, belum diketahui mereka bertolak dari Singapura atau Malaysia. Hal yang jelas, kapal-kapal itu memuat beras dari negara lain.
Penyelundupan beras dan aneka bahan pangan di Kepri tidak hanya oleh dua kapal itu.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perdagangan Batam Rudi Satyakirti mengatakan, paling tidak 90 persen bahan pangan Batam berasal dari impor secara ilegal atau penyelundupan. Seperti kabupaten dan kota lain di Kepri, Batam tidak bisa menghasilkan bahan pangan sendiri.
"Masalahnya, hingga sekarang, belum pernah ada kuota impor bahan pangan untuk Batam. Sementara pengadaan dari dalam negeri lebih mahal," ujarnya.
Beras, kata Rudi, diimpor 14.000 ton per bulan dari sejumlah negara. "Kuota impor tidak pernah ada, tetapi impor masuk terus. Tidak hanya beras, aneka bahan pangan lain juga seperti itu," ujarnya.
Pintu penyelundupan
Kepri menjadi salah satu pintu penyelundupan aneka komoditas ke Indonesia. Sejumlah lokasi pesisir provinsi itu bisa dijadikan titik pendaratan ilegal. Komoditas yang diselundupkan beragam, mulai dari produk konsumsi hingga yang dilarang beredar. "Di Batam saja beroperasi sedikitnya 43 pelabuhan tidak resmi," ujar Noegroho.
Kementerian Keuangan pernah meminta Kementerian Perhubungan mengendalikan pelabuhan ilegal. Kementerian Keuangan salah satu lembaga yang mengatasi penyelundupan. Kementerian itu membawahi DJBC yang salah satu tugasnya mengatasi penyelundupan.
Penjabat Gubernur Kepri Agung Mulyana menyatakan sudah meminta kuota impor ke Kementerian Perdagangan. Sebab, Kepri sulit mengandalkan pasokan dari provinsi lain di Indonesia. Selama ini, tidak ada kepastian waktu kedatangan dan jumlah pasokan bahan pangan dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan warga Kepri. Pengiriman bahan pangan di provinsi tersebut juga tidak bisa dilakukan sepanjang tahun.
"Ini bukan Pulau Jawa yang antar-kecamatan bisa naik angkot. Kalau habis di kecamatan sini, bisa naik angkutan umum ke kecamatan lain dan membeli bahan pangan di sana. Kalau musim utara dan ombak bisa 5 meter lebih, kapal tidak bisa berlayar di Kepri. Rakyat Kepri mau makan apa?" kata Agung.
Agung mengatakan, petugas DJBC hanya pelaksana aturan. Jika pemerintah pusat memutuskan bahan pangan impor boleh masuk, mereka tak akan melarang. "Kalau dari pusat mengizinkan, tak ada penangkapan di laut. Saya akan segera menemui Kementerian Perdagangan, minta tidak ada larangan impor bahan pangan di Kepri," ucapnya.
Dia menyatakan siap adu argumentasi dengan Kementerian Perdagangan soal impor bahan pangan di Kepri. Pegangannya antara peraturan soal kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas di Kepri. "Peraturan tak melarang impor pangan. Kalau tidak dilarang undang-undang, kenapa harus dilarang?" ujarnya. (RAZ)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/151003kompas/#/22/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar