Pengelolaan Pangan, Harga Menguntungkan, Petani Sedang Bersemangat Menanam Padi
JAKARTA – Keputusan pemerintah mengimpor 1,5 juta ton beras dari Vietnam telah menciderai semangat petani dalam memproduksi beras nasional. Kebijakan impor ini juga mengindikasikan terjadinya kejahatan kebijakan hasil kolusi oknum importir dengan oknum pejabat demi memburu rente, yang mematikan petani nasional. Hal itu juga bertentangan dengan sikap Presiden Joko Widodo yang belum lama ini menegaskan Indonesia saat ini tidak perlu mengimpor beras karena cadangan beras masih cukup hingga akhir tahun.
Selain itu, impor beras walaupun dengan harga lebih murah ketimbang harga petani domestik, hanya akan menimbulkan efek berantai di luar negeri atau menyejahterakan petani negara eksportir. Sebaliknya, jika membeli beras petani domestik meskipun lebih mahal, akan menciptakan efek berantai di dalam negeri, dalam bentuk konsumsi, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja.
Ahli ekonomi Undip Semarang, FX Sugiyanto, mengatakan impor pangan merupakan bentuk ancaman terhadap unsur ketersediaan, apalagi dalam jangka panjang. Gejolak di pasar internasional bisa mengancam ketersediaan itu jika produksi dalam negeri tidak mencukupi.
“Produksi menjadi kata kunci dalam konsep ketahanan pangan yang sustainable. Saat ini, selain gula dan beras, kedelai, bawang, bahkan garam juga impor,” kata Sugiyanto saat dihubungi, Rabu (14/10).
Sugiyanto menegaskan saat ini diperlukan keberanian pemerintah untuk menerapkan desain kebijakan kemandirian pangan berbasis keanekaragaman pangan yang bersumber dari potensi domestik, dan dapat diterima secara kultural dan sosial. “Kalau bisa diproduksi di dalam negeri mengapa harus impor? Kalau memang peduli dengan nasib petani, pemerintah mesti fokus meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani,” ujar dia.
Seperti dikabarkan, Menko Perekonomian, Darmin Nasution, mengakui memang sudah ada pembicaraan terkait impor beras dengan Vietnam. Pembicaraan juga sudah dilakukan dengan Thailand.
“Kita memang sudah bicara dengan Vietnam dan Thailand. Tapi (stok yang tersedia) jauh di bawah harapan. Kita sudah agak terlambat, sudah didahului Filipina,” kata Darmin.
Impor beras ini, sambung dia, perlu dipersiapkan sekarang karena adanya dampak el Nino berat yang melanda Indonesia saat ini. Dengan intensitas kekeringan yang amat tinggi, lebih tinggi dari el Nino tahun 1997, dan diramalkan akan berlangsung sampai Desember, musim tanam padi tentu terganggu sehingga bisa terjadi kekurangan pasokan beras di awal 2016.
Karena itu, pemerintah tak mau berjudi mempertaruhkan stabilitas harga beras dan nasib rakyat. Jika harga beras melonjak, inflasi akan sangat terpengaruh, daya beli masyarakat tergerus, kesejahteraan masyarakat pasti turun.
Padahal, sejumlah kalangan justru menilai bahwa impor berpotensi melambungkan inflasi, apalagi di saat kurs rupiah sedang mengalami tekanan depresiasi. Kebijakan impor dengan dalih menekan inflasi dinilai sebagai kebijakan salah kaprah.
Mengaku Kaget
Sementara itu, Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengaku kaget terkait rencana pemerintah mengimpor satu juta ton beras dari Vietnam. “Siapa yang bilang impor? Saya justru baru tahu sekarang. Saya juga baru tahu ada kontrak terkait impor,” ungkap dia.
Amran menjelaskan kondisi iklim sebentar lagi akan masuk penghujan dan akan ada padi yang tengah ditanam di tanah seluas 4,1 juta hektare di seluruh Indonesia. “Yang jadi perhatian sekarang, kemarau yang panjang sudah mulai berkurang atau minimal ada curah hujan sekali seminggu saja. Mudah-mudahan standing crop akan terselamatkan,” kata Amran.
Dirjen Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring menambahkan, saat ini petani sedang bersemangat menanam padi karena harga beras yang cukup menguntungkan di tingkat petani. “Impor bisa menjatuhkan harga petani, kasihan petani. Lihat kedelai yang impornya banyak dan tak dikendalikan, sekarang tidak ada petani yang mau tanam kedelai,” kata dia.
Akhir September lalu, Presiden Jokowi mengungkapkan cadangan beras hingga saat ini mencapai 1,7 juta ton. Jumlah ini akan bertambah dengan hasil panen pada November.
Menurut perhitungan Kementan, ada surplus beras sebanyak 10 juta ton dari panen Februari sampai Oktober tahun ini, sehingga kebutuhan beras masih bisa sepenuhnya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Selain itu, masih ada stok beras yang dikuasai pedagang.
“Dari Februari-Oktober, sudah 9 bulan, kita selalu surplus beras. Hitungan kasar kita 10-11 juta ton. Belum lagi sisa akhir tahun lalu. Sampai sekarang masyarakat nggak ada kan yang sampai teriak-teriak cari beras,” papar Hasil.
http://www.koran-jakarta.com/?36963-pemerintah%20tak%20jujur%20soal%20impor%20beras
Tidak ada komentar:
Posting Komentar