Selasa. 18 November 2014
Mewujudkan ekonomi nasional yang mandiri (berdikari) menjadi persoalan yang sangat urgensif ketika Indonesia telah berada sebagai bagian dari solusi dunia. Tidak terkecuali dalam bidang persaingan ekonomi-bisnis dalam konektifitas ekonomi regional. Makanya, menjadi perlu dan mendesak agar dilakukannya revitalisasi dan penyesuaian bahkan reformasi agar para pelaku ekonomi nasional dapat bangkit dan kemudian diperhitungkan baik domestik maupun internasional. Bahwa, kemampuan berdikari itu selanjutnya juga akan ditentukan oleh serangkaian keputusan penting untuk memposisikan pelaku usaha secara strategis sehingga mampu berdayasaing secara konstruktif (sehat) di antara para pelaku usaha (bisnis) lainnya.
Itulah sebabnya Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik Republik Indonesia (Perum BULOG), sebagai pelaku usaha ‘plat merah’ yang berdiri di bawah gugusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Maka itu, BULOG praktis harus mampu mengikuti arah kebijakan makro ekonomi nasional sebagai pengejawantahan dari UUD 1945, Pasal 33 ayat (2,3, dan 4), bahwa Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Kemudian, bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk itu, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Keberadaan BULOG mengharuskannya untuk menjaga suatu keselarasan dengan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan. Pangan dalam arti luas telah diposisikan secara strategis di dalam UU ini. Dengan demikian, BULOG meskipun mengandung nomenklatur sebagai perusahaan penyelenggara suatu sistem logistik nasional akan tetapi dengan dinamika perubahan dalam skema ekonomi nasional maka mengharuskannya untuk juga mengakomodir UU Pangan agar tidak terjadi kondisi yang tumpang-tindih ketika UU Pangan mengharuskan suatu BUMN tertentu dalam menyelenggarakan kedaulatan pangan dengan segala jangkauan dan kompleksitas pengaturan tersebut.
Menurut hemat kami BULOG mestinya mengambil posisi yang akomodatif serta sinergis dengan gagasan mengapa UU Pangan itu hadir sebagai paying hukum tentang pangan nasional untuk mencapai kedaulatan pangan. Dari nomenklatur tersebut maka sudah selayaknya maka BULOG mengambil UU Pangan dalam kerangka kebijakan usaha yang telah dilakukan agar dapat dikenbangkan lebih dinamis dan strategis sesuai norma atau substansi hukum yang mengatur tentang pangan dengan segala infrastruktur, sistem, pelaku dalam mencapai tujuan UU Pangan disamping skema peraturan-perundangan lainnya.
Mengapa UU Pangan menjadi identik bagi peningkatan kinerja Perum BULOG yang senantiasa maju-mundur dalam kebijakannya dari periode kepemimpinan nasional. BULOG terkesan sangat kaku, kurang transparan, lamban atau tidak dinamis, rendah dayasaing, rentan intervensi, dan tidak tercermin adanya suatu actuating dalam manajemen organisasi usaha milik negara (perusahaan publik).
Itulah yang akan menjadi tantangan bagi kepemimpinan Jokowi-JK, untuk merevitalisasi BULOG, termasuk Kementerian BUMN RI, DPR RI, dan bidang atau sektor terkait lainnya. Bahwa UU Pangan harus sudah efektif berlaku setelah 3 (iga) tahun disahkannya menjadi UU. Oleh karena itu, persis dalam tahun 2015 ini dan periode berikutnya harus dapat diimplementasikan secara menyeluruh. Substansi pengaturan yang ada di dalamnya sudah cukup baik. Hal ini mungkin sikap akomodatif dari para legislator untuk menerima berbagai masukan publik, kritik atas keberadaan Perum BULOG dari masa ke masa, semuannya dimaksudkan agar berfungsinya BULOG sesuai kaidah Peraturan Perundangan dan azas, prinsip usaha yang baik dan produktif. Kini UU tersebut telah ada dan sedang menunggu arah pengembangan selanjutnya, sehingga BULOG menjadi perusahaan yang kompetitif.
Skema Hukum Dan Kebijakan
Perkembangan BULOG dari masa ke masa sejalan dengan skema kebijakan hukum yang sudah sangat kompleks. Dimulai sejak zaman Hindia Belanda yang ditandai dengan keluarnya Staatsblad Nomor : 419 Tahun 1927 Tentang Indische Bedrijvenwet. Sejak dibentuknya BULOG pada 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakan eksistensi pemerintahan baru. Kemudian, dilakukan revisi dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1969, pada 21 Januari 1969 dengan tugas pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi dengan Keppres Nomor 39 Tahun 1987, untuk menyongsong tugas BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multikomoditas. Sedangkan Keppres Nomor 103 Tahun 1993 yang memperluas tanggungjawab BULOG sehingga mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan.
Di dalam website resmi BULOG telah diutarakan kronologi perubahan berbagai payung hukum terkait eksistensinya sebagai perusahaan negara yang bertanggungjawab dalam dinamika logistik nasional, yang hingga saat ini masih berkutat seputar pangan nasional. Meskipun ada beberapa terobosan namun belum dapat mekar secara utuh, kuat, dan berdayasaing tinggi. Misalnya, Keppres Nomor 50 Tahun 1995 untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggungjawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG sesuai dengan Keppres yang mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak-langsung, dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah.
Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres Nomor 45 Tahun 1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres Nomor 19 Tahun 1998 pada 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres Nomor 39 Tahun 1968. Selanjutnya melalu Keppres Nomor 19 Tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pihak International Monetary Fund (IMF). Keppres ini sepertinya mengarahkan tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar.
BULOG menuju suatu bentuk badan usaha terlihat dengan terbitnya Keppres Nomor 29 Tahun 2000, BULOG menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik disamping masih menangani tugas tradisionalnya. Keppres Nomor 29 Tahun 2000 melahirkan tugas pokok BULOG untuk melaksanakan manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras. Keluarnya Keppres Nomor 166 Tahun 2000, selanjutnya terjadi perubahan dengan Keppres Nomor 103/2000. Keppres Nomor 03 Tahun 2002 maka tugas pokok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppers Nomor 29 Tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI Nomor 7 Tahun 2003 maka BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum.
UU ini sepertinya menunggu realisasi semangat ’nawacita’ yang digagas oleh Bung Karno, yaitu berdikari dalam bidang ekonomi, maka itu UU Pangan mengandung pesan betapa pentingnya ketahanan pangan dalam bingkai kedaulatan pangan. Disamping terkesan sangat idealistik tetapi pas pada momentum ketika dunia telah berada dalam kondisi saling menghargai dan bekerjasama secara timbal-balik (reciprocitas). UU ini hendak mengutarakan suatu kedaulatan pangan : Pasal 1 ayat (2) bahwa Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan Pangan yang menjamin hak atas Pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem Pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Sementara itu, Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Untuk itu, diharapkan tercapainya suatu kemandirian pangan sebagai cerminan dari adanya kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi Pangan yang beranekaragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan Pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat.
Agar adanya kepastian ketersediaan pangan maka diperlukan suatu ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Termasuk upaya menciptakan keamanan pangan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah Pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Itulah sebabnya, maka penyelenggaraan Pangan dilakukan sebagai rangkaian kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dalam penyediaan, keterjangkauan, pemenuhan konsumsi Pangan dan gizi, serta keamanan Pangan dengan melibatkan peranserta masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Sehingga terjaminnya ketersediaan Pangan dari hasil produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional serta impor apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.
Oleh karena itu, BULOG dimungkinkan untuk menyelenggarakan perdagangan pangan sebagai bentuk kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penjualan dan/atau pembelian Pangan, termasuk penawaran untuk menjual Pangan dan kegiatan lain yang berkenaan dengan pemindahtanganan Pangan dengan memperoleh imbalan. Sehingga Ekspor Pangan adalah kegiatan mengeluarkan Pangan dari daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen. Impor Pangan adalah kegiatan memasukkan Pangan ke dalam daerah pabean negara Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif, dan landas kontinen.
Dengan demikian BULOG harus mampu mengatasi persoalan Pangan, serta krisis sebagai suatu keadaan kekurangan, kelebihan, dan/atau ketidakmampuan perseorangan atau rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan Pangan dan Keamanan Pangan. Krisis Pangan adalah kondisi kelangkaan Pangan yang dialami sebagian besar masyarakat di suatu wilayah yang disebabkan oleh kesulitan distribusi Pangan, dampak perubahan iklim, bencana alam dan lingkungan, dan konflik sosial, termasuk akibat perang. Upaya itu dilakukan oleh BULOG sebagai salah-satu Pelaku Usaha Pangan.
BULOG: Faktor Penyangga BUMN
Sejalan dengan perubahan dan perkembangan hukum, sehingga BUMN harus diatur di dalam Undang Undang tersendiri, agar manajemennya bisa berjalan sebagaimana mestinya. Jika berpedoman kepada UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka di dalam UU ini yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yakni kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara.
Dalam perkembagannya suatu BUMN bisa berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) - sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mencari keuntungan. Kemudian, juga berbentuk perusahaan Perseroan Terbuka (Persero Terbuka) ialah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria tertentu atau persero yang melakukan penawaran umum sesuai dengan Peraturan Perundangan di bidang pasar modal. Begitu juga, dengan Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi, dan sekaligus bisa mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Namun demikian, jangan sampai usaha-usaha yang dilakukan oleh BULOG sebagai Perusahaan Umum hanya berkutat dalam idealisme politik ekonomi nasional. Seharusnya BULOG tetap mempertimbangkan kemampuan kompetitifnya terhadap korporasi lainnya. Sehingga segala upaya internal tidak hanya mengupayakan kedaulatan pangan sebagai fasilitator. Tetapi, BULOG harus mampu mampu meningkatkan multiplikasi pangan, dengan karakteristik usaha yang efisien, efektif, akuntabel, profitabel, dan seterusnya, selama dibenarkan menurut hukum.
Dalam hal ini BULOG dalam kaitannya sebagai BUMN, harus selaras dengan Pasal 2 ayat (1), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, maka telah termuat ketentuan tentang maksud dan tujuan BUMN. BUMN didirikan bertujuan untuk memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional yang pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. BUMN dalam tujuan tersebut maka diperbolehkan untuk mengejar keuntungan. Termasuk dalam menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Sehingga BUMN diharapkan mampu menjadi perintis atas berbagai kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. BUMN juga dapat ikut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat pada umumnya.
Berdasarkan pertimbangan tersebut maka keberadaan BUMN menjadi sangat penting dan berperan aktif sebagai instrumen negara yang strategis dalam upaya menyejahterakan rakyat. Melalui keberadaan dan peranan BUMN tersebut, maka pelayanan masyarakat bisa lebih efektif, dan terjangkau. BUMN berkembang searah dengan tujuan nasional, jangan sampai keberadaannya hanya dinikmati oleh orang-orang tertentu yang hanya menambah pundi-pundi kekayaan peribadi dan golongan.
Keberadaan BULOG otomatis dan sebagai harus bisa merealisasikan amanah konstitusi nasional, sehingga badan usaha tersebut memiliki misi untuk menjadikan dirinya sebagai pionir dalam skema atau bidang bisnis yang dijalani. Selain itu, BUMN harus mampu menjaga dan berfungsi sebagai penyetaraan serta filter terhadap kecenderungan kompetitor global ketika ada kecenderungan dan bentuk-bentuk dominasi perusahaan asing dalam kegiatan bisnis di tanah air. Untuk itu, maka BUMN harus mampu menjalankan bisnis yang senantiasa menjaga idealisme kebangsaan, yang berorientasi untuk mampu memberikan pelayanan publik yang baik dan produktif. Sekaligus juga dapat berperan sebagai wadah dalam menyiapkan sumberdaya nasional (training center), khususnya di bidang ekonomi.
Berdasarkan pertimbangan yang strategis itulah, maka peranan yang harus dijalankan oleh BULOG harus dapat berfungsi sebagai garda utama perusahaan nasional untuk juga mampu menghasilkan devisa bagi negara (profit center), sekaligus senantiasa dapat mendorong tercapainya sistem pelayanan publik, khususnya dalam bidang kedaulatan pangan.
Adapun persoalan yang paling krusial hingga saat ini adalah masih rendahnya kinerja dan produktifitas sebagian BUMN, sehingga keberadaannya menjadi (cost center) atau membebani keuangan negara, karena masih seringkali merugi, tidak terkecuali BULOG. Sehingga sebagian BUMN tersebut, justeru jangan berpotensi menjadi beban terhadap kondisi fiskal negara, dan selanjutnya malah ikut memperparah atau melemahkan dayasaing nasional.
Untuk itu, dibutuhkan telaah yang mendalam dan pemahaman yang komprehensif tentang adanya berbagai faktor internal perusahaan BUMN. Terkadang manajemen perusahaan BUMN masih belum konsisten dalam menciptakan bagaimana seharusnya budaya kerja yang profesional, prinsip-prinsip produktifitas kerja, dan penerapan manajemen yang sesuai dengan rencana program yang telah disusun secara bersama-sama setiap tahunnya. Budaya kerja adalah salah-satu motivasi yang kuat terhadap pencapaian tujuan perusahaan BUMN yang sejalan dengan tujuan nasional secara keseluruhan.
Tumbuhnya budaya produktif pada perusahaan BUMN, dan berkembangnya budaya organisasi perusahaan yang mengarah pada realisasi atas berbagai prinsip dalam good corporate governance. Disamping itu, belum optimalnya kesatuan-pandang dalam kebijakan privatisasi di antara stakeholders BUMN tersebut. Hal itu bertujuan untuk mengurangi peranan negara yang berlebihan di sektor bisnis. Berlebihan artinya jangan sampai BUMN mengungkung dinamika pertumbuhan ekonomi sektor privat, sehingga ekonomi rakyat dapat pula tumbuh dan berkembang secara dinamis. Jangan sampai BUMN melakukan praktek persaingan usaha tidak sehat, hanya karena motif keuntungan yang tidak mendasar terhadap prinsip keberadaan dari BUMN.
Sedangkan persoalan BUMN dari segi eksternal, maka lebih ditekankan pada fungsi rule of law dalam bidang ekonomi sehingga dapat memberikan kepastian hukum bagi kreatifitas dalam perkembangan bisnis. Artinya, BUMN akan menjadi sosko-guru ekonomi nasional di tanah air, sekaligus berfungsi sebagai garda terdepan dalam menghadapi terpaan persaingan bebas ekonomi global, yang berpotensi merugikan ekonomi nasional. Sehingga BUMN diharapkan dapat berfungsi untuk menahan laju persaingan dalam konteks pasar bebas dunia.
Berbagai terobosan dalam konteks pemerintahan JokowiJK maka BULOG RI RI dapat menyesuaikan diri sebagai pelaku usaha yang konstruktif, kompetitif, dan produktif. BULOG RI RI sebagai Perusahaan Umum yang tidak berorientasi laba. Namun demikian, memungkinkannya untuk dapat menyesuaiakan diri dengan posisi yang sejajar dengan BUMN lainnya. Badan Usaha Milik Negara seperti: PT Garuda Indonesia, PT Bank Mandiri, PT Pelni, PT Aneka Tambang, PT Jamsostek, PT Pertamina, dan lain sebagainya.
BULOG Sebagai Potret Negara Hadir di Tengah Masyarakat
Itulah sebabnya upaya untuk mewujudkan BULOG yang kompetitif tersebut maka perlu dilakukan upaya restrukturisasi, penyesuaian, audit, dan kalau perlu merubah status badan usaha dari perusahaan umum menjadi Perseroan Terbatas. Perubahan menjadi Perseroan Terbatas akan semakin jelas gerakan usaha yang dilakukan oleh BULOG untuk masa selanjutnya. Selain akan menciptakan penyehatan badan usaha yang bergerak sebagai penyeimbang dibidang logistik nasional dala arti luas, dan sebagai realisasi dari semangat UU Pangan sekaligus UU lainnnya yang secara terintegrasi memberikan ruang gerak bagi peningkatan peranan dan produktifitas, sebagai modal bagi penerimaan negara untuk membesarkan pundi-pundi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Potensi pengembangan itu sudah terbuka lebar searah dengan perubahan paradigma bisnis di tanah air. Sehingga antara tujuan idealistik dalam mencapai ketahanan pangan nasional juga akan memberikan nuansa usaha bagi peningkatan kesejahteraan publik. Maka itu, peranan BULOG harus semakin terukur, akuntabel, kapabel, produktif dan seterusnya.
Perubahan visi dan pola pikir tadi tentu harus ditopang dengan pembenahan struktur organisasi secara mendasar. Selama ini BUMN masih terkesan punya budaya birokrasi yang masih kaku. Maka itu, meskipun revitalisasi tidak merubah nomenklatur BULOG secara komprehensif paling tidak harus terwujud dinamika organisasi sehingga negara tetap hadir dalam skema ketahanan pangan. Karena itu program restrukturisasi merupakan salah-satu sasaran pembenahan BULOG khususnya, untuk proses pendewasaan menuju suatu lembaga sejenis lainya yang berjiwa holding plus, maka itu harus dipimpin secara profesional. BULOG sebagai salah satu BUMN dapat lebih berwujud sebagai organisasi flat & lean.
Pembelajaran organisasi semacam inilah merupakan awal tantangan dari pelaksanaan program kementerian BUMN yang baru. Sebagai bentuk upaya untuk menggugah BUMN dapat berjalan dalam menangani gejolak lingkungan eksternal. Utamanya BULOG maka harus memperhatikan dinamika perkembangan kondisi internal dan eksternal, demokratisasi, desentralisasi, globalisasi, penegakan hukum, dan beberapa peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Termasuk bagaimana upaya mengembangkan waduk-waduk (irigasi) yang sedang dirancang oleh pemerintahan JokowiJK. Sekaligus menyukseskan bagaimana penguatan Poros Maritim yang berkontribusi bagi pembesaran ketersediaan pangan nasional dan lain sebagainya. Sebab, dengan begitu luasnya persoalan yang dihadapi BULOG maka semua itu akan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang berkapasitas dan visioner.
Berdasarkan visi UU Pangan maka BULOG dalam rangka mewujdukan kedaulatan pangan harus bergerak dengan azas kedaulatan, kemandirian, ketahanan, keamanan, manfaat, pemerataan, berkelanjutan dan keadilan. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan memproduksi Pangan secara mandiri, menyediakan Pangan yang beraneka ragam, memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan gizi, mewujudkan tingkat kecukupan Pangan, terutama Pangan Pokok.
Selain itu, diperlukan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mempermudah atau meningkatkan akses pangan bagi masyarakat, utamanya masyarakat rawan Pangan. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditas Pangan, menyikapi perkembangan pasar dalam negeri dan luar negeri. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang Pangan yang aman, bermutu, dan bergizi. Meningkatkan kesejahteraan bagi Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan. Melindungi dan mengembangkan kekayaan sumberdaya Pangan nasional.
Dilakukan secara terintegrasi dalam rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah. Kemudian, pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan melibatkan peran masyarakat, dengan konstruksi kebijakan yang disusun di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Dalam bentuk rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja tahunan. Tingkat Nasional dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan nasional serta kebutuhan dan usulan provinsi. Tingkat Provinsi dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan provinsi dan memperhatikan kebutuhan dan usulan kabupaten/kota serta dilakukan dengan berpedoman pada rencana Pangan nasional. Tingkat Kabupaten/Kota dilakukan dengan memperhatikan rencana pembangunan kabupaten/kota dan rencana Pangan tingkat provinsi serta dilakukan dengan berpedoman pada rencana Pangan Nasional.
Penulis : Undrizon SH-Praktisi Hukum pada Undrizon, SH And Associates, Jakarta
http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=16653&type=7#.VGraITSsUXs
Tidak ada komentar:
Posting Komentar