Kamis, 13 November 2014
Mahatma Gandhi : “bagi yang sangat kelaparan, kadang makanan itu adalah tuhan. Maka Negara harus memastikan tak ada warganya yang sampai men-Tuhan-kan makanan karena saking laparnya”
Wejangan Gandhi itu mengingatkan kita tentang hak asasi rakyat yang wajib dipenuhi oleh negara, yakni terbebasnya rakyat dari ancaman kelaparan. Deklarasi Roma 2009 dan konstitusi negara kita, pun memuat substansi yang sama.
Namun menjamin pemenuhan hak dasar tersebut bukan perkara mudah. Ketersediaan maupun aksesibilitas rakyat dalam menjangkau kebutuhan pangannya, masih menjadi tantangan besar untuk memenuhinya.
Persoalan di sisi produksi kian terasa dengan berlakunya kebijakan yang semakin liberal. Hampir semua komoditas impor marak menghiasi pasar di seantero negeri. Liberalisasi membuat produsen atau petani lokal yang skala usaha taninya kecil tidak berdaya menahan gempuran komoditas impor.
Daya saing komoditas pangan kita sangat rendah, karena skala usaha petani kita sangat kecil dimana kepemilikan lahan berkisar 0,3 Ha per petani. Bandingkan dengan negara-negara maju yang kepemilikan lahannya sampai 50 Ha per kapita. Semakin besar hamparan lahan semakin efisien dan ekonomis usaha tani yang dilakukan, karena biaya satuan produksinya lebih kecil.
Persoalan pada sisi konsumsi, ditandai dengan daya beli masyarakat yang masih sangat rendah, sehingga sangat sensitif dan rentan terhadap fluktuasi harga. Skala pasar yang luas dan kondisi yang belum sempurna, sangat memungkin banyak pihak ‘bermain” dalam spekulasi harga. Kartel-kartel pada komoditas pangan yang bermodal besar dan akses yang kuat sangat mampu mengatur harga.
Peran Penyeimbang
Dua sisi kelemahan tersebut, di sisi produksi dan konsumsi, masih mewarnai konstelasi dunia pangan di negeri ini. Posisi BULOG sebagai lembaga stabilisasi kembali disoal dan diharapkan perannya sebagai penyeimbang atas kedua sisi tersebut.
Sebagai alat penyeimbang, BULOG bagaikan “bandul pendulum” yang bergerak di antara titik-titik yang saling berseberangan. Menjaga keseimbang antara kepentingan di sisi produsen maupun konsumen, agar bandul pendulumnya berada pada titik keseimbangan (equilibrium).
Bulog dapat berperan dengan menjaga harga di tingkat petani pada tingkat harga yang wajar, sehingga memberikan jaminan harga dan pasar bagi petani, Serapan BULOG terhadap produksi dalam negeri merangsang petani untuk memproduksi pangan pokok dengan produktifitas yang lebih tinggi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan supply beras dari luar negeri.
Efektifitas BULOG menghimpun produksi para petani tersebut juga memberikan jaminan ketersediaan pangan dan stabilisasi harga di tingkat konsumen. Penguasaan stok pangan yang cukup akan sangat berpengaruh dalam pencegahan gejolak harga dan permainan para spekulan. Berbagai program proteksi seperti Operasi pasar dan Raskin, sangat efektif sebagai alat stabilisasi harga beras di tingkat konsumen Sehingga kelompok masyarakat miskin dapat terlindungi dari tekanan harga yang semakin mengurangi daya beli mereka.,
Menghalau kendala
Pada komoditi beras, peran BULOG dalam menjaga titik equilibrium sangat efektif. Karena didukung kapasitas manajemen dan infrastruktur yang baik, juga kebijakan yang komprehensif dan sangat kondusif terhadap kewenangan BULOG dalam mengelola komoditi beras. Hanya saja, dalam menjaga keseimbangan antara misi pengadaan stok beras dengan mempertahankan standar kualitas dalam penyalurannya masih terkendala trade off, dimana kedua aspek tersebut dapat saling menafikan sehingga salah satunya akan terpinggirkan. Seringkali terjadi, manakala Pemerintah menargetkan kepada Perum BULOG untuk mencapai angka volume pengadaan dari dalam negeri agar tidak perlu ada tambahan import, maka berbagai filter yang menjaga standar kualitas beras pengadaan akan mengendor karena adanya tekanan sedemikian kuat. Bilamana hal itu terjadi, maka Perum BULOG akan menanggung akibat dalam kualitas berasnya ketika dilakukan penyaluran kepada target konsumen.
Sehingga kebijakan pengadaan selayaknya diberikan kelenturan-kelenturan yang dapat mengakomodir aspek kuantitas yang menjadi target pemerintah, tapi juga sekaligus memuat aspek kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen yang akan dilayani oleh Perum BULOG.
Kemudian bagaimana dengan pengelolaan terhadap komoditi-komoditi lainnya ?
Sejak pengebirian peran BULOG dalam mengelola beberapa komoditi pangan oleh IMF tahun 1998, belum ada kebijakan yang signifikan mengembalikan peran tersebut. Penugasan BULOG untuk mengamankan harga kedele, disusul stabilisasi harga daging sapi dan gula pasir, belum berjalan sesuai harapan.
Peningkatan peran BULOG sebagai stabilisator pada tiga komoditi tersebut, masih dihadang beberapa kendala sehingga penguatan peran tidak optimal. Kendala yang harus diatasi antara lain, hambatan birokrasi perijinan yang masih menyamakan BULOG dengan perusahaan swasta lainnya.
Misi stabilisasi yang diemban BULOG selayaknya didukung kebijakan perijinan khusus yang kondusif. Aturan perijinan bagi BULOG harus bersifat katalisator dan supporting, bukan barrier yang menghambat stabilisasi. Selain itu waktu perizinannya mesti diberikan jauh sebelum waktu pelaksanaannya, sehingga pemesanan komoditi dilakukan jauh hari untuk mendapat jaminan supply dan harga yang kompetitif.
Tidak kalah pentingnya adalah dukungan akurasi data dari instansi yang berwenang tentang angka produksi dan konsumsi, Kesimpangsiuran data sangat menghambat perencanaan dan ketepatan waktu pelaksanaannya.
Kendala berikut adalah kebutuhan anggaran stabilisasi yang selayaknya difasilitasi oleh negara. Dana komersial perbankan yang selama ini dipergunakan BULOG tentu mengandung konsekuensi dalam peran stabilisasinya. Kewajiban mengembalikan beban bunga yang cukup besar ditambah kewajiban menghasilkan keuntungan sebagai BUMN, tentu menjadi beban korporat yang sangat berat.
Dibutuhkan suatu kebijakan yang lebih eksplisit dan komprehensif untuk memberikan ruang kondusif bagi BULOG dalam melakukan stabilisasi harga komoditi pangan. Sehingga dapat menjadi landasan yang kuat untuk memastikan intervensi negara berfungsi secara optimal dalam menjamin terpenuhinya hak asasi rakyat.
Pemerintahan yang baru diharapkan tidak akan membiarkan sebagian besar rakyatnya terperangkap dalam gempuran arus liberalisasi pasar yang hanya akan menguntungkan secuil pemangku kepentingan. Ekspektasi yang terlanjur menggelumbung ini akan menjadi taruhan seberapa besar relevansi demokrasi terhadap kesejahteraan rakyat.
Oleh : Roy Rahmadi Prawira
(Dewan Pakar DPD Perpadi Sumut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar