Senin, 8 Juni 2015
Perusahaan Kelapa Sawit Belum Beri Imbalan
PALU, KOMPAS — Sekitar 7.000 hektar lahan petani lima desa di Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, diduga dicaplok perusahaan kelapa sawit. Hingga saat ini, perusahaan kelapa sawit itu belum mengantongi hak guna usaha dan belum memberikan imbalan kepada petani setempat.
Merujuk pada penelusuran Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, lahan petani yang diduga dicaplok tersebar di Desa Bunta, Tompira, Bungitimbe, Molino, dan Towara.
"Padahal, para petani mengantongi sertifikat hak milik dan surat keterangan penguasaan tanah (SKPT) sejak 1996. Perusahaan masuk pada 2006. Artinya, keberadaan perkebunan sawit tersebut ilegal," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulteng Ahmad Pelor di Palu, Sulteng, Jumat (5/6). Walhi menelusuri dugaan tersebut selama tiga bulan terakhir.
Hingga saat ini, perusahaan sawit yang beroperasi sejak 2007 baru mengantongi izin usaha perkebunan. Seharusnya, izin usaha perkebunan ditindaklanjuti dengan hak guna usaha untuk melegalkan perkebunan serta menyelesaikan masalah konflik lahan dengan para petani. Luas caplokan merupakan persebaran kebun kelapa sawit perusahaan dari izin lokasi 19.675 hektar.
Ahmad memastikan lahan kelapa sawit perusahaan belum memiliki alas hak yang sah dari para petani, baik melalui jual-beli, pinjam pakai, maupun mekanisme lain yang diperbolehkan aturan. Awal penyerahan lahan ke perusahaan didasarkan pada kesepakatan bahwa kelapa sawit tersebut tergolong plasma. "Namun, sejak panen perdana pada 2010, warga tak pernah mengambil bagian. Semuanya dikuasai perusahaan," katanya.
Sebenarnya, lanjut Ahmad, resistensi petani terhadap perusahaan kelapa sawit sudah lama berlangsung. Mereka sering memalang jalan ke kebun untuk menghalangi truk pengangkut kelapa sawit.
Terkait sertifikasi dan surat keterangan penguasaan tanah, Ahmad melihat terjadi tumpang tindih. Satu bidang lahan kadang memiliki dua sertifikat, begitu pula halnya SKPT. Namun, masalah itu tidak menjadi dasar pencaplokan perkebunan sawit.
Membentuk tim
Asisten Administrasi dan Umum Sekretariat Daerah Morowali Utara Moh Amirullah menjelaskan, pemda dan DPRD telah membentuk tim untuk menyelesaikan status lahan kelapa sawit. Hasilnya nanti menentukan apakah masuk kategori inti atau plasma, jadi tidak ada yang dirugikan.
Walhi Sulteng berharap penyelidikan itu tidak hanya berujung pada negosiasi kompromistis. Walhi meminta kepolisian proaktif mengusut dugaan pencaplokan itu, termasuk tindak pidana lain yang menyertainya seperti gratifikasi ke pejabat.
Kepala Subbagian Penerangan Masyarakat Polda Sulteng Komisaris Rostin Tamuloto menuturkan, sebaiknya Walhi atau masyarakat membuat laporan ke polisi. "Kami pasti akan tindak lanjuti kalau laporan minimal menyertakan data yang mewakili persoalan yang dilaporkan," katanya. (VDL)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150608kompas/#/21/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar