RMOL. Melalui Pilkada langsung yang akan digelar Desember 2015, epidemi kerusakan moral yang ditularkan para bandit politik masuk menjangkit banyak pihak. Mulai yang ada di dalam kampus, masjid, gereja dan dan berbagai tempat ibadah lainnya.
"Padahal, tempat-tempat itu seharusnya steril dari politik uang," kata Haris Rusly, aktivis Petisi 28 dalam keterangan pers yang diterima RMOLJakarta, Selasa (24/11).
Epidimi kemunafikan dan kerusakan moral juga ditularkan oleh para bandit politik yang tidak teguh dalam memegang janji politik.
"Sebagai contoh adalah ketika Presiden Joko mengatakan tidak akan meng-impor beras, namun di saat yang sama kapal yang mengangkut beras impor dari Vietnam dan Thailand bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok," kata dia.
Demikian juga ketika Presiden Joko menyerukan revolusi mental, namun di saat yang sama merusak mental masyarakat melalui memberi teladan sebagai pemimpin yang ingkar janji dan bergantung pada modal dan industri asing.
"Hal lain, ketika di saat kampanye. Saat itu Partai Nasdem melalui Ketua Umum-nya Surya Paloh mengatakan mendukung Resolusi Jihad NU yang menyerukan mengoreksi sistem Pilkada langsung yang telah merusak tatanan moral, sosial dan politik, yaitu dengan mengembalikan Pilkada melalui DPRD. Namun ketika sidang paripurna DPR-RI yang mengesahkan UU Pilkada melalui DPRD, justru Partai Nasdem yang pertama kali mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membatalkan UU yang sesuai program Partai Nasdem tersebut," papar Haris.
Dalam kasus yang lainnya, ketika di saat kampanye, Prabowo Subianto sebagai Capres pidato berapi-api tentang bocornya kekayaan negara karena dirampok oleh para bandit politik yang bersekutu dengan kekuatan asing, namun saat ini Prabowo juga tidak bersikap tegas ketika berhadapan dengan terungkapnya konspirasi melalui percakapan antara Ketua DPR Setya Novanto dan Riza Chalid dengan Maroef Sjamsoeddin dari pihak Freeport.
"Meluasnya epidemi kerusakan moral, kerakusan dan kemunafikan tersebut membawa kita pada kesimpulan tentang keadaan bangsa Indonesia saat ini yang nyaris mendekati keadaan di era Nabi Luth atau Nabi Nuh tentang sebuah bangsa yang dimusnahkan oleh Tuhan karena mayoritas masyarakatnya terjangkit epidemi yang merusak dan tidak terselamatkan lagi dengan cara-cara politik," kata dia was-was.
Agar bangsa Indonesia selamat dari hukuman Tuhan yang Maha Kuasa, maka kita membutuhkan bangkitnya generasi baru dan lahirnya kekuatan baru yang berpegang teguh pada Pancasila sebagai nilai-nilai (nilai Ketuhanan, Kemanusian, nilai-nilai Persatuan dan Kebersamaan, nilai-nilai Musyawarah-Mufakat dan Keadilan Sosial).
Bukan Pancasila sebagai 'kepentingan' dan 'tameng' yang digunakan oleh sekelompok orang untuk merampok dan menjual negara sebagaimana yang dicontohkan oleh sejuamlah elite politik tua juga politisi muda Parpol yang telah membusuk secara moral. [arp]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar