Selasa, 16 Desember 2014
JAKARTA, KOMPAS — Guna mempercepat swasembada pangan, pemerintah mengambil kebijakan pengadaan bibit dan pupuk, serta perbaikan saluran irigasi tersier, lewat mekanisme penunjukan langsung. Melalui mekanisme tanpa tender ini, diharapkan ketersediaan bibit, pupuk, dan air irigasi terjamin tepat waktu sesuai kebutuhan musim tanam.
Kebijakan pengadaan melalui penunjukan langsung ini tertuang dalam Surat Edaran Bersama tentang Upaya Khusus untuk Mencapai Swasembada Pangan yang ditandatangani sejumlah menteri dan pemimpin lembaga, Senin (15/12), di Kantor Wakil Presiden.
Surat edaran tersebut ditandatangani Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Menteri Perekonomian Sofyan Djalil, Wakil Kepala Polri Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, dan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo. Wakil Presiden Jusuf Kalla ikut menyaksikan penandatanganan surat edaran itu.
Menurut Kalla, Indonesia memiliki target swasembada pangan dalam 2-3 tahun mendatang. Untuk mencapai swasembada pangan diperlukan penyediaan bibit berkualitas dan tepat waktu, distribusi pupuk yang juga tepat waktu, pengairan yang baik, ketersediaan alat dan mesin pertanian, serta penyuluh pertanian.
”Ini pertanian harus tepat waktu. Telat seminggu habis sudah, tidak bisa lagi tanam. Dalam hal ini susah kalau (pengadaan lewat) tender. Kalau tender nanti butuh 45 hari. Dan pengalaman 2-3 tahun terakhir ini, tender harganya jauh beda dan di sinilah mafia-mafia korupsi dan tidak bersertifikat bermain hingga akhirnya produksi padi dan jagung menurun,” kata Kalla.
Mekanisme penunjukan langsung dalam surat edaran tersebut, menurut Kalla, tidak menyalahi ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah, seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden No 70/2012. Hal ini karena harga pengadaan bibit, pupuk, dan perbaikan saluran irigasi tersier akan ditentukan pemerintah. Untuk menghindari penyimpangan, mekanisme penentuan harga oleh pemerintah akan melibatkan BPKP.
”Sesuai perpres, ada empat hal yang boleh tidak ditender. Pertama kalau keadaan darurat seperti bencana, kedua kalau harganya di bawah Rp 200 juta, ketiga harga ditentukan pemerintah, dan keempat kalau agen tunggal. Jadi, ini tinggal tunjuk langsung saja dengan harga tentu yang ditentukan pemerintah,” katanya.
Menurut Wapres, dibutuhkan keberanian dan ketetapan di daerah oleh bupati dan pihak terkait dalam pengadaan tersebut.
Keberadaan surat edaran itu lebih sebagai bentuk dukungan dari aparat penegak hukum, bahwa mekanisme pengadaan seperti ini tidak melanggar hukum. (WHY)
http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141216kompas/#/18/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar