Rabu 3 Februari 2016
Kebijakan Pangan I Langkah Pemerintah Mempertegas Sikap Mental Dagang
Membeli jagung impor ilegal sama halnya pemerintah tunduk pada importir nakal.
Pembelian jagung impor ilegal oleh negara dorong importir melakukan rekayasa impor.
JAKARTA. – DPR menolak keras langkah pemerintah membeli jagung impor ilegal yang selama ini tertahan di beberapa pelabuhan. Keputusan Kementerian Perdagangan (kemendag) yang menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk membeli jagung impor tanpa dokumen yang sah tersebut dinilai bertentangan dengan aturan yang berlaku.
Penolakan tersebut disampaikan sejumlah anggota Komisi IV DPR RI dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Pertanian (kementan), Bulog, dan Asosiasi Pengusaha Industri Perunggasan di Jakarta, Selasa (2/1).
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hermanto, menegaskan dengan sikap seperti ini berarti selama ini gejolak kenaikan harga pakan dan pangan benar-benar sengaja diciptkan dengan catatan agar pada titik tertentu pemerintah membeli jagung ilegal yang ditahan tersebut. “Langkah ini mempertegas sikap pemerintah yang bermental dagang.
Tidak berpikir apakah suatu barang itu illegal atau tidak, yang penting ada,” tegas dia saat RDP itu. Sebagaimana dikabarkan pemerintah memutuskan untuk membebaskan 445 ribu ton jagung impor ilegal yang sebelumnya ditahan di beberapa pelabuhan.
Langkah tersebut dilakukan seusai kemendag menggelar pertemuan dengan Bulog, asosiasi industri terkait, serta importir jagung. Kemudian, kemendag menugaskan Bulog untuk membelinya guna dijual ke peternak yang membutuhkan pakan ternak.
Sebelumnya, kementan mengaku konsisten tidak akan membebaskan jagung-jagung yang ditahan tersebut karena bertentangan dengan Permen No 57 Tahun 2015 yang menyebutkan impor jagung pakan ternak harus melalui rekomendasi kementan.
Menurut Hermanto, semestinya pemerintah konsisten dengan aturan yang ada. “Jika ada produk yang masuk dan tidak sesuai dengan ketentuan maka pemerintah tidak diperbolehkan membelinya dengan alasan apapun, termasuk dalam hal gejolak harga pakan dan pangan yang terjadi saat ini,” lanjut dia.
Sebelumnya, pengamat ekonomi dari Unpad Bandung, Ina Primiani, menilai keputusan pemerintah membeli jagung impor ilegal itu bisa menjadi preseden buruk karena mendorong importir untuk melakukan rekayasa impor.
“Ini akan menjadi presenden buruk. Importir bisa seenaknya melanggar aturan. Toh jika barangnya ditahan, negara melalui Bulog akan membelinya,” ungkap dia. Menurut dia, barang impor ilegal tidak boleh dijual-belikan tetapi harus dimusnahkan.
“Ini ada apa? Barang ilegal kok bisa dijual-belikan. Seharusnya dimusnahkan. Apapun alasannya,” tegas dia. Oleh karena itu, Ina menduga ada kepentingan tertentu yang menyandera pemerintah sehingga kondisi tidak lazim seperti itu bisa terjadi.
Informasi Berbeda
Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi, menyebutkan selama ini pemerintah menyampaikan informasi yang berbeda-beda terhadap masyarakat. Ada pejabat yang menyebutkan jagung impor yang ditahan itu dipastikan ilegal. Di sisi lain, ada juga pejabat yang berpendapat lain.
“Hal itulah yang mengakibatkan kegaduhan ini berlarut- larut dan semakin sulit diredakan. Padahal, mestinya pemerintah berbicara dahulu di internalnya baru mengeluarkan pernyataan, supaya kompak isinya,” tukas dia.
Menurut Viva, pemerintah perlu memahami apabila jagung yang ditahan itu disebut ilegal maka konsekuensinya tidak boleh dibeli oleh pemerintah, karena ketika membelinya sama halnya pemerintah mengakui dan tunduk pada importir nakal.
Dalam aturannya, hanya ada dua pilihan yang bisa ditempuh pemerintah apabila ada komoditas ilegal yang masuk yakni melakukan ekspor kembali atau menyitanya.
“Jika jagung itu benar- benar ilegal artinya tindakan pemerintah membeli jagung ilegal itu tidak benar. Itu melawan aturan yang ada,” ungkap dia.
Informasi yang tidak jelas juga muncul pada komoditas beras. Angka Ramalan (Aram) II dari Badan Pusat Statistik (BPS) tentang produksi beras nasional pada 2015 mencapai 74,99 juta ton gabah kering giling atau setara 43 juta ton beras, sedangkan asumsi konsumsi beras nasional sebanyak 33 juta ton, sehingga diperkirkan ada surplus 10 juta ton.
Tapi, pada kenyataannya pemerintah masih mengimpor beras sebanyak 1,5 juta ton dari Vietnam dan Thailand untuk stok Bulog pada awal 2016. Menanggapi hal itu, pengamat pertanian dari Undip Semarang, Anang Legowo, mengatakan sebaiknya pemerintah satu suara untuk meningkatkan produksi beras nasional.
“Jangan mudah mengumbar impor beras hanya untuk kepentingan jangka pendek. Sebaiknya tugaskan Bulog membeli gabah petani dengan harga yang menguntungkan,” jelas dia. SB/YK/SM/ers/WP
http://www.koran-jakarta.com/dpr-tolak-pembelian-jagung-impor-ilegal-oleh-pemerintah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar