JAKARTA (HN) - Keputusan pemerintah mengenai harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang tidak mengalami kenaikan pada tahun 2016 disesalkan petani. Padahal HPP ini sudah berlaku selama tiga tahun terakhir. Kondisi ini membuat petani mendapatkan untung yang kecil, dibandingkan pedagang atau tengkulak.
"Kami cukup kecewa karena pemerintah tidak menaikkan HPP beras. Kami berharap ada kenaikan di tingkat petani tapi tidak ada kenaikan ditingkat konsumen," ujar Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih kepada HARIAN NASIONAL, di Jakarta, Rabu (17/2).
Ia mengatakan, sebetulnya petani telah menghitung kenaikan yang harusnya terjadi pada HPP. Setidaknya berkisar 15 persen atau Rp 1.095 per kilogram. Jika pada 2015 HPP beras sebesar Rp 7.300 per kilogram maka pada 2016 HPP Rp 8.395 per kilogram.
"Kalau HPP naik 15 persen maka petani akan memiliki untung yang lebih besar. Sehingga lebih semangat dalam menanam padi. Kalau sekarang untung sangat tipis, justru kenaikan banyak di pedagang.
Mereka menjual sampai Rp 10 ribu lebih per kilogram," ucapnya.
Tidak hanya itu, ia juga mengatakan, aspirasi mengenai HPP sesuai daerah pun belum didengar. Padahal hal itu bisa menjadi pertimbangan ongkos produksi sesuai kebutuhan.
"Aspirasi kami mengenai HPP per daerah juga belum didengar. Padahal itu akan mempermudah petani menentukan untung sesuai dengan kebutuhannya. Masing-masing daerah kan beda kondisinya," katanya.
Untuk kenaikan HPP pada 2016 menurut Henry, seharunya bisa dibarengi dengan pencegahan fluktuasi harga. Hal ini juga bisa berlaku hingga lima tahun ke depan.
"Jadi lebih baik naik HPP, tapi tidak boleh ada kenaikan ditingkat konsumen dengan flukuatif. Itu perlu diatur, dan pedagang tidak boleh ambil untung lebih dari 30 persen," kata Henry.
Hingga saat ini, harga HPP Rp 7.300 tidak terlalu memberi manfaat. Badan Urusan Logistik (Bulog) tidak serta merta menyerap beras langsung dari petani.
"Bulog itu, meski harga HPP beras Rp 7.300 tetap beli lebih dari itu. Karena belinya ke pengepul bukan pada petani langsung," katanya.
Untuk menstimulasi penyerapan tidak hanya dibutuhkan HPP yang murah. Tapi pembenahan dua hal pokok pada Bulog. Pertama adalah harga yang bagus dari pemerintah. Kedua yakni infrastruktur yang mencukupi bagi Bulog.
"Selama ini Bulog tidak akan bisa menyerap beras karena harga pengepul lain masih lebih tinggi dari Bulog. Petani lebih memilih jual ke pengepul. Kedua, harus diperbaiki infrastruktur Bulog supaya gudangnya muat banyak," ucap Henry.
Diketahui, pemerintah menyatakan HPP Gabah dan Beras Tahun 2016 tidak mengalami perubahan sesuai Inpres No 5 Tahun 2015. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution keputusan ini untuk stabilisasi harga beras dan menjaga pasokan.
"Dalam rangka menjaga pasokan dan stabilisasi harga beras, melindungi tingkat pendapatan petani, pengamanan Cadangan Beras Pemerintah, dan penyaluran beras untuk keperluan masyarakat, harga gabah dan harga beras tetap," katanya dalam keterangan tertulis.
Beberapa ketetapan yang dirilis pada bisa digunakan sebagai acuan para pemangku kepentingan. Beberapa harga tersebut adalah Gabah Kering Panen Harga Gabah Kering Panen (GKP) di penggilingan ditetapkan sebesar Rp 3.750 per kilogram di penggilingan. Kedua Gabang Kering Giling Harga Gabah Kering Giling (GKG) di gudang BULOG ditetapkan sebesar Rp 4.600 per kilogram. Beras
HPP dalam negeri ditetapkan sebesar Rp 7.300 per kilogram di gudang Perum Bulog.
"Dengan demikian, Inpres No. 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras Oleh Pemerintah dinyatakan masih tetap berlaku dan agar menjadi pedoman oleh stakeholder terkait," ucap Darmin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar