15 November 2013
Pencabutan izin tersebut perlu karena kondisi pabrik gula lokal kalah saing dengan gula rafinasi.
JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), mendesak pemerintah segera mencabut izin produsen gula rafinasi nakal yang terbukti melakukan perembesan ke pasar tradisional.
Pencabutan izin tersebut dirasa perlu karena kondisi pabrik gula lokal yang mengandalkan bahan baku tebu dinilai masih kalah saing dengan gula rafinasi. Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah dan Bulog, Natsir Mansyur.
Menurutnya, dalam rangka memajukan industri lokal, Kadin mengusulkan pencabutan izin usaha pabrik gula rafinasi. “Jangka pendek buka audit investigasi 2011-2013, di situ kelihatan tiga tahun berturut turut. Cabut izinnya,” kata Natsir, di Jakarta, Rabu (13/11).
Ia memberikan fakta penyebab tutupnya pabrik gula milik PTPN XIV di Makassar. Itu akibat munculnya pabrik gula rafinasi di wilayah yang sama dengan pabrik gula lokal. “Pabrik gula PTPN XIV tutup karena ada pabrik gula rafinasi di sebelahnya,” ia menambahkan.
Untuk itu, pencabutan izin pabrik dinilai perlu dilakukan agar tidak berimbas kepada pabrik-pabrik gula di wilayah Jawa. Tidak hanya itu, demi menciptakan swasembada gula, Natsir mengimbau pemerintah menata ulang manajemen agar berkualitas dan benar-benar mengerti industri gula.
“Manaj. Tidak hanya itu, demi menciptakan swasembada gula, Natsir mengimbau pemerintah menata ulang manajemen agar berkualitas dan benar-benar mengerti industri gula. “Manajemennya masih berantakan, diperlukan manajemen gula nasional. Perdagangan dan distribusi harus ditata dengan baik,” ujarnya.
Natsir sebelumnya mengatakan, perlu keterbukaan Kementerian Perdagangan untuk memublikasikan hasil audit impor gula mentah. Menurutnya, alokasi impor gula mentah sebagai bahan baku gula rafinasi pada 2013 mencapai 3,019 juta ton.
Terkait maraknya gula rafinasi di pasar konsumsi, Kementerian Perdagangan menindaklanjutinya dengan meminta asosiasi gula kristal rafinasi melaksanakan pendistribusian dengan meminta anggotanya melaksanakan pendistribusian gula kristal rafinasi sesuai ketentuan dalam surat Menteri Perdagangan Nomor 111 Tahun 2009 serta mengawasi peredaran gula kristal rafinasi yang disalurkan sehingga tidak terjadi perembesan ke pasar konsumsi langsung ke Pulau Jawa dan daerah sentra produksi lainnya. Hal ini disampaikan melalui surat Edaran Nomor 370 Bulan Agustus Tahun 2013
Melalui Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, Kementerian Perdagangan telah memberi peringatan tertulis kepada beberapa produsen gula kristal rafinasi. Peringatan tersebut dilayangkan melalui surat Nomor 852/2013 Bulan Agustus. Peringatan itu untuk lima produsen gula kristal rafinasi yang hasil produksinya ditemukan di pasar eceran beberapa daerah.
“Kementerian Perdagangan saat ini bekerja sama dengan pihak ketiga, yaitutina, beberapa waktu lalu dalam rapat dengar pendapat antara Kementrian Perdagangan danDPR.
Beredar di Pasar
Tim Terpadu Pengawasan Barang Beredar (TPPB) menemukan adanya pelanggaran peredaran gula kristal rafinasi di Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Temuan ini didapat setelah TPBB bersama Dinas Perindag Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Bitung (Dinas Perindag dan Dinas Pasar Kota Bitung) mengawasi sejumlah lokasi di wilayah tersebut.
Pengawasan ini dilakukan di kawasan Pasar Girian Atas Kota Bitung, Selasa-Rabu (12-13/11). Dalam pengawasan tersebut, ditemukan gula kristal rafinasi di pasar dan supermarket yang dijual secara eceran.
“Hal ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula sebagai Barang Dalam Pengawasan serta Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Kepmenperindag) Nomor 527 Tahun 2004 tentang Ketentuan Impor Gula,” kata Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kementerian Perdagangan, Inayat Iman di Jakarta (14/11).
Selain penemuan gula kristal rafinasi yang dijual eceran, TPPB juga menemukan sejumlah produk Baja Tulangan Beton (BjTB) dalam jumlah cukup besar yang diduga tidak memenuhi ketentuan Standar Nasional Indonesia (SNI).
Hasil temuan terdiri dari BjTB polos ukuran 6, 8, dan 10 mm sekitar 2.919 batang. Di kawasan yang sama tim juga menemukan Baja Lembaran Lapis Seng (BjLS) merek inisial MG sekitar 220 lembar yang diduga tidak sesuai ketentuan SNI.
TPPB merupakan perwakilan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Badan POM, Kementerian Perindustrian, Kementerian ESDM, Bareskrim Mabes Polri, Bea dan Cukai, Badan Karantina Pertanian, serta pelaksanaannya bekerja sama dengan Pemerintah Daerah.
Sumber : Sinar Harapan
http://www.shnews.co/detile-28060-cabut-izin-pabrik-gula-rafinasi-nakal.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar