Selasa, 7 Januari 2014
JAKARTA, KOMPAS — Daya saing komoditas pertanian pangan nasional terus merosot. Hal ini terlihat dari tren harga komoditas pangan utama dan strategis di Indonesia yang cenderung lebih tinggi dibandingkan harga pangan di pasar internasional.
Menurut pengamat perberasan yang juga peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSE-KP) Kementerian Pertanian Husein Sawit, Senin (6/1), saat dihubungi di Bogor, mengatakan, masalah utama produksi pangan tidak pernah menjadi fokus penanganan pemerintah.
Pemerintah terlena dengan lahan pertanian pangan yang terus meningkat. Sekalipun itu tidak rasional di tengah konversi lahan yang terus terjadi. ”Luas lahan pertanian di pantai utara Jawa naik terus padahal konversi lahan besar di sana,” kata Husein.
Masalah fundamental produksi pangan seperti kualitas infrastruktur baik itu jaringan irigasi maupun jalan dan kualitas lahan, tidak pernah dituntaskan. Skala usaha tani juga tak kunjung menjadi fokus perhatian.
Sebaliknya, pemerintah lebih senang melakukan berbagai program subsidi pertanian. Seperti subsidi benih atau pupuk. Tidak pernah menyelesaikan masalah utamanya.
Di sisi lain, kebijakan memberikan insentif harga kepada petani ternyata tidak mampu memperluas areal pertanaman. Meningkatkan kualitas dan perbaikan infrastruktur.
Karena mahalnya harga pangan domestik, masyarakat akan kesulitan mengakses pangan. Ini akan menimbulkan masalah ketahanan pangan baru.
Program swasembada pangan selama ini tidak didesain dalam konteks jangka panjang. Tetapi hanya sepotong-sepotong dan menyisakan masalah kepada pemerintahan berikutnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia Thomas Sembiring mengatakan, masalah kelangkaan pakan hijauan bagi peternak sapi potong juga tidak menjadi perhatian. Begitu pula dengan pola usaha ternaknya.
Thomas mengatakan, penanganan korupsi seharusnya tidak saja fokus pada urusan anggaran. Tetapi penyajian data yang keliru sehingga menimbulkan kebijakan yang tidak tepat dan memboroskan keuangan negara juga layak dipersoalkan. (MAS)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/140107kompas/#/18/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar