Selasa, 7 Januari 2014
JEMBER, KOMPAS — Menjelang pemupukan tanaman padi yang kini berusia 20-25 hari, petani di Kacamatan Bangsalsari, Jember, Jawa Timur, kesulitan mendapatkan pupuk urea. Hampir semua kios penjual pupuk urea kehabisan.
Gatot Sudibyo, Wakil Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan Kecamatan Bangsalsari, Jember, Senin (6/1), mengatakan, petani sudah mencari pupuk ke mana-mana, tetapi belum juga mendapatkan. ”Padahal, sekarang sudah mulai melakukan pemupukan tanaman,” kata Gatot Sudibyo.
Areal tanaman padi di Desa Sukorejo, Kecamatan Bangsalsari, yang membutuhkan pemupukan sesegera mungkin mencapai sekitar 660 hektar. ”Namun, kini, semua jenis pupuk menghilang,” kata Gatot yang juga Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa Sukorejo.
Menurut dia, untuk memenuhi kebutuhan petani setiap enam bulan, petani diminta untuk membuat rencana detail kebutuhan kelompok. Namun, sewaktu petani membutuhkan pupuk untuk proses memupuk tanaman padi, ternyata pupuk yang dibutuhkan hilang di pasaran.
Edi Suryanto, Ketua Asosiasi Petani Tanaman Pangan Jember, menambahkan, pada saat belum dimulainya masa tanam padi pertengahan Oktober 2013, petani di Desa Sukorejo digelontori pupuk urea sebanyak-banyaknya. Padahal, pada waktu itu pupuk kurang dibutuhkan. Sebab, petani masih menanam kedelai. Kini, saat petani membutuhkan pupuk urea, justru sulit dicari.
Jumantoro, salah satu distributor PT Pupuk Kaltim dan PT Petrokimia, mengatakan, persediaan pupuk sebenarnya sudah ada. Namun, surat keputusan bupati mengenai alokasinya belum terbit. Agar petani tidak kesulitan pupuk, sebagian pupuk sudah mulai diberikan.
Alokasi pupuk urea pada 2014 di Kabupaten Jember merosot tajam. Pada 2013, kuota urea 87.514 ton, kemudian merosot menjadi 79.620 ton setelah perubahan surat keputusan menteri pertanian. Sekarang, kuota urea hanya 72.151 ton.
Tikus serang padi
Di sebagian wilayah di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, seperti di Desa Pagerbarang, Kecamatan Pagerbarang, hama tikus dilaporkan menyerang tanaman padi. Tikus menyerang tanaman yang berusia 1-1,5 bulan. Akibatnya, tanaman padi di wilayah tersebut rusak.
Wasirun (48), petani di Desa Pagerbarang, mengatakan, serangan hama tikus marak dalam dua pekan terakhir. Kebanyakan tikus memakan tanaman yang berada di bagian tengah dan menyisakan di bagian pinggir.
Kondisi tersebut, menurut Wasirun, mengakibatkan para petani merugi. Mereka harus mengganti tanaman yang rusak dengan tanaman yang baru atau membiarkan begitu saja tanaman yang rusak tersebut tumbuh meski dengan risiko gagal panen. Untuk itu, Wasirun memilih membiarkan sawahnya seluas setengah bau atau sekitar 3.300 meter persegi yang rusak.
Hal tersebut dilakukan karena dia tidak memiliki banyak biaya untuk memperbarui tanaman. Untuk biaya tanam dan perawatan di lahannya itu, Wasirun menghabiskan sedikitnya Rp 3 juta. ”Kalau dipelihara lagi, biayanya menjadi lebih tinggi,” katanya.
Sebenarnya, para petani sudah coba membasmi hama tikus dengan beberapa upaya, antara lain mengelilingi sawah dengan plastik, menyemprotkan obat hama, dan pengasapan. Namun, upaya tersebut belum berhasil. (SIR/WIE)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/140107kompas/#/22/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar