Senin, 28 Oktober 2013

DPR Minta BPK Audit Semua Perjanjian Internasional

22 Oktober 2013

RUU Perdagangan

[JAKARTA] Komisi VI DPR RI meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) segera mengaudit semua bentuk perjanjian internasional, terutama terkait dengan perdagangan.

Audit itu dilakukan untuk mengetahui besarnya potensi kerugian dari sebuah perjanjian internasional, dan sebelum DPR dan Pemerintah duduk dan menyepakati Rancangan Undang-Undang  (RUU) Perdagangan yang saat ini sudah diserahkan ke Komisi VI DPR RI.

Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Arya Bima dalam diskusi bertema “RUU Perdagangan” yang diselenggarakan di DPR, Selasa (22/10).

Hadir sebagai pembicara pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy dan dosen Fakultas Ekonaomi Universitas Indonesia (UI), Surjadi.

Menurut Arya Bima, pihaknya siap meminta pemerintah mengaudit semua perjanjian internasional terkait perdagangan.

Dia pun menyatakan akan menolak RUU Perdagangan kalau  naskah akademik dan isinya berlawanan dengan konstitusi atau UUD 1945.

Arya Bima mengatakan, salah satu perjanjian internasional yang perlu dievaluasi adalah perjanjian kawasan perdagangan bebas China-Asean Free Trade Area (CAFTA).

Menurutnya, sejak diberlakukannya CAFTA pada awal 2010, defisit neraca perdagangan Indonesia dengan China kian meningkat.

“CAFTA telah menyebabkan defisit neraca perdagangan meningkat. Bahkan sejak itu dampak yang dirasakan adalah terjadinya deindustrialisasi akibat membnjirnya produk China masuk Indonesia,” katanya.

Secara global, kata dia,  impor Indonesia telah mencapai 70%, sedangkan di sektor pangan mencapai 60% akibat kebijakan yang pro-pasar.

Sementara itu, Ichsanuddin Noorsy mengatakan, RUU Perdagangan yang tengah di bawah ke DPR  saat ini sangat sarat kepentingan asing  dan sangat pro pada liberalisasi pasar.

Bahkan dia menilai naskah akademis dari RUU itu telah menggadaikan kedaulatan ekonomi Indonesia pada kepentingan asing.

“Kalau saya DPR, saya pulangkan RUU Perdagangan ini ke pemerintah, karena bertentangan dengan konstitusi. Saya pernah lakukan itu saat masih di DPR,” ujarnya.

Menurut Noorsy, konsep naskah akademis yang ada pada RUU tersebut lebih bernuansa konsep yang ada pada Organisasi Perdagangan dunia (WTO).

Dalam konsep organisasi perdagangan itu tidak dikenal mengenai komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak seperti sektor energi. [L-8]

http://www.suarapembaruan.com/home/dpr-minta-bpk-audit-semua-perjanjian-internasional/43785

Tidak ada komentar:

Posting Komentar