Minggu, 13 Oktober 2013

Produk Pangan Nonberas Agar Diberi Subsidi

13 Oktober 2013

BANJARNEGARA - Sebagai negara dengan tingkat konsumsi beras terbesar di dunia, yakni setiap tahun 147 kg per kapi-ta, Indonesia perlu melakukan pen-ganekaragaman pangan. Upaya itu paling tidak disesuaikan dengan kearifan pangan lokal di masing-masing daerah. ’’Sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 ten-tang pangan, pemerintah daerah punya kewenangan untuk menetapkan kebijakan pangan lokal sesuai kearifan pangan lokal,’’ ujar Romahurmuziy, Ketua Ko-misi IV DPR, di sela-sela sosialisasi UU Nomor 18 tahun 2012 oleh Badan Keta-hanan Pangan, di Banjarnegara, kemarin.

Karena itu, menurutnya, kebijakan raskin atau beras untuk rakyat miskin harus diubah dan diganti dengan pangan untuk rakyat miskin. ’’Dari pada setiap tahun mengucurkan subsidi raskin sebesar Rp 18 triliun, lebih baik untuk menghidup-kan pangan lokal,’’kata Romahurmuziy. Sebab, imbuh dia, warga di semua dae-rah terbiasa mengonsumsi beras. ’’Ada yang biasa mengonsumsi sagu, jagung dan lainnya. Jika kebijakan raskin diteruskan, maka akan terjadi nasional-isasi beras,’’ujarnya. Di samping itu, produk pangan lokal selain beras akan sulit bersaing dengan raskin yang dijual dengan harga Rp 1.700 per kilogram. Karena itu, penganekaraga-man pangan menjadi keharusan, yakni dengan memberi subsidi terhadap produk pangan lokal selain beras. Kemandirian Pangan ’’UU Nomor 18 Tahun 2012 juga meng-amanatkan tentang kemandirian pangan, sehingga harus dipenuhi atau diproduksi dari dalam negeri berapapun biayanya.

Memang ini kadang-kadang tidak selalu bisa diterima oleh para pengambil kepu-tusan,’’ujar Romahurmuziy. Sebab, menurut mereka yang penting pangan tersedia dengan harga murah. Tidak harus tersedia di dalam negeri.  Ditambahkan, dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tersebut, juga diatur tentang penyidikan kejahatan pangan. Selama ini terkait merosotnya harga pangan lokal saat panen raya yang dibarengi impor masih sebuah komoditas, selalu tidak ada insti-tusi atau pelaku usaha yang bisa diper-salahkan. ’’Padahal mereka mematikan harapan petani yang sudah menanam sekian bulan dan memimpikan harga panen yang bagus. Karena itu dalam undang-undang pangan ini, penyidikan hal tersebut sudah diakomodasi. Tinggal butuh ketegasan pemerintah dalam pelaksanaannya nanti,’’ kata Romahurmuziy.  Kepala Badan Ketahanan Pangan, Prof Dr Ir Achmad Suryana MS, dalam papa-rannya antara lain menyampaikan, bahwa masyarakat dapat berperan dalam mewu-judkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan dan ketahanan pangan. (H25-74)

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/10/13/239895

Tidak ada komentar:

Posting Komentar