18 Oktober 2013
16 OKTOBER lalu kita kembali memperingati, Hari Pangan Sedunia (HPS). Kegiatan ini telah 33 kali diperingati, sejak ditetapkannya World Food Day melalui Resolusi PBB No 1/1979 di Roma. Aneka tema selalu dirumuskan FAO sebagai arahan peringatan HPS setiap tahunnya. Untuk 2013 temanya: "Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition", Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Ketahanan Pangan dan Gizi.
Berdasarkan tema tersebut dan mengingat beberapa pertimbangan lokal, peringatan Nasional HPS mengambil tema: "Optimalisasi Sumber Daya Lokal Menuju Kemandirian Pangan". Tentu sebuah tema yang relevan pada tingkat nasional, terlebih ketika mengingat keberadaan dua undang-undang paling relevan, yaitu UU 18/2012 tentang Pangan. Juga UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, yang memandatkan kemandirian pangan dan petani, mendampingi mandat kedaulatan.
Perihal lain yang mendukung adalah niscayanya potensi sumberdaya lokal Nusantara yang tidak bisa dibantah keunggulannya dalam mendukung keswasembadaan dan kemandirian pangan, KKP, khususnya untuk beberapa komoditas strategis. Luasnya daratan dan lautan, panjang pantai dari Sabang sampai Merauke, kekayaan plasma nuthfah, serta segala potensi alamiah yang dimilikinya, sesungguhnya adalah jaminan keunggulan komparatif yang hanya memerlukan pengelolaan sekedarnya untuk tidak menjadi salah urus.
Salah urus sistem pangan nasional sudah terlalu sering dilontarkan banyak pihak. Akibat salah urus, keunggulan komparatif yang dimiliki gagal dikelola sebagai penyangga pangan nasional, yang pada gilirannya semakin menjauhkan potensinya dalam mendukung keunggulan kompetitif. Bermain dalam pasar dalam negeri pun terseok, apalagi pasar dunia. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa biang salah urus itu adalah politisasi pangan.
Politisasi ini bisa kita saksikan dalam peringatan HPS setiap tahunnya di tanah air. Tema global dan tema nasional HPS boleh 33 kali berganti. Tetapi, apapun temanya, beberapa tahun mutakhir selalu saja dimanfaatkan sebagai ajang unjuk janji politis tentang KKP. Apapun temanya dalam HPS, politisasi swasembada adalah agenda utamanya.
Langkah pembijakan atau politisasi semakin nampak dalam beberapa tahun terakhir yang senantiasa diwarnai janji dan target palsu swasembada, 2014, untuk kedele, gula, daging sapi, jagung dan garam, sementara untuk beras ditargetkan surplus 10 juta ton. Disebut politisasi dan target palsu, karena semakin tegasnya salah urus dan inkonsistensi menuju KKP.
Untuk mengukur betapa politisnya target-target yang disebutkan beberapa fakta bisa disebutkan, antara lain: tidak jelasnya kegiatan produktif untuk mengambil alih pangsa pasar import; swasembada semata ditargetkan sebagai turunnya import sampai menjadi maksimal 10 persen; dukungan APBN yang minimal untuk KKP; kontroversi pura-pura sejumlah keputusan import yang selalu dimenangkan pro-import; semakin mahalnya sapi tiada kendali; dan tidak seorangpun pejabat teknis tahu dari mana angka target dirumuskan. Seperti angka 10 juta ton surplus beras misalnya, tak seorangpun pejabat teknis tahu dari mana berasal.
Kulminasi dari semuanya, pada hari ini, ketika 2014 sudah di depan mata dan target KKP enam komoditas strategis sudah pasti tidak tercapai, sebetulnya sudah tiada lagi ruang untuk politisasi KKP dalam peringatan nasional HPS 2013. Akan tetapi masih juga ditegaskan tema super politis: Optimalisasi Sumber Daya Lokal Menuju Kemandirian Pangan. Tema ini terasa politis, tetapi powerless, semakin hambar dan terasa tidak berisi. Tanpa Greget.
Akankah politisasi tanpa greget dan bahkan telah menyentuh prosesi puncak yang disakralkan pada tingkat global, Peringatan HPS, di Republik Agraris Indonesia hanya menjadi sebuah ritual formalistik dengan aneka pemeran produksi yang tidak jelas, serta menghabiskan sejumlah anggaran penyelenggaraan hura-hura tidak berarti?
Seharusnya HPS bukan dimaknai sebagai Hari Politisasi Swasembada, tetapi dimaknai sebagai ajang perenungan untuk bersegera meluruskan langkah, menuju kiblat pembangunan yang dicita-citakan: KKP Indonesia.
(Penulis adalah Staf Pengajar TIP FTP-UGM, dan Ketua PBNU)
http://krjogja.com/liputan-khusus/analisis/2277/politisasi-swasembada.kr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar