10 Oktober 2013
Negara agraris tetapi rakyatnya membeli beras, jagung, termasuk juga daging sapi adalah tidak wajar dan bahkan lucu.
Oleh: Prof Dr Imam Suprayogo
AKHIR-akhir ini ramai dibicarakan tentang daging sapi. Ada partai politik yang telah lama dikenal sebagai partai dakwah ternyata oknum pimpinannya terkena dugaan korupsi impor daging sapi.
Agaknya aneh benar, seorang ustadz ikut terlibat urusan dagang yang tidak benar. Perdagangan itu tidak tanggung-tanggung yakni impor daging sapi, dan bukan impor kurma atau hambal.
Umpama yang diimpor itu kurma atau air zam-zam terasa tidak terlalu lucu. Sebab antara ustadz dan kurma agak dekat. Lagi pula, di Indonesia tidak ada tanaman kurma, kecuali beberapa kalangan menanam sebagai hiasan.
Lain halnya adalah impor sapi, terasa aneh. Sebagai negara agraris, mestinya para ustadz membimbing umatnya agar rajin bertani dan berternak, termasuk beternak sapi.
Tugas seorang ustadz mestinya memberikan bimbingan berwirausaha dan mengajak agar umatnya yang berstatus petani dan peternak tidak menjadi pembeli, tetapi sebaliknya harus menjadi penjual. Jangan menjadi konsumen tetapi harus berperan sebagai produsen.
Negara agraris tetapi rakyatnya membeli beras, jagung, termasuk juga daging sapi adalah tidak wajar dan bahkan lucu.
Sebagai negara agraris, mestinya tokoh umat mengajak berusaha agar bisa menjual beras, jagung, dan daging. Ternyata masih terbalik, utadznya saja masih mengajak untuk membeli atau mengimpor.
Mestinya semua orang tahu, tidak terkecuali para ustadz, budaya membeli menjadikan orang malas. Oleh karena itu, bangsa ini seharusnya didorong untuk menjadi produsen, hingga bisa menjadi penjual.
Indonesia mestinya menjadi pemasok daging ke berbagai negara. Masyarakat pedesaan mestinya dibimbing untuk beternak agar benar-benar menjadi kaya ternak dan bisa menjual daging.
Dengan begitu maka setidak-tidaknya, kebutuhan daging bagi orang kota berhasil dicukupi dari hasil ternak orang desa, bukan malah sebaliknya, mendatangkan daging dari Amerika, New Zelan, Australia, dan lain-lain.
Para politikus muslim mestinya meluruskan barang yang tidak benar dan atau bengkok. Negara agraris tetapi impor beras, jagung, kedelai, dan juga daging sapi adalah merupakan hal yang salah. Negara agraris harus mengekspor kebutuhan pangan dan gizi.
Tanah yang subur dan luas harus ditanami dan dijadikan lahan ternak. Petani dan peternak harus bekerja memenuhi kebutuhan hasil-hasil pertanian dan beternakan di negerinya sendiri. Mereka tidak boleh dibiarkan menganggur.
Para akademisi dan pemodal harus bersama-sama membantu usaha pertanian dan peternakan itu. Intensifikasi dan modernisasi pertanian dan peternakan harus dilakukan secara terus menerus.
Pemilik modal tidak boleh mengimpor, tetapi seharusnya menamamkan modalnya untuk usaha pertanian dan peternakan dengan melibatkan para petani dan peternak.
Demikian pula pemerintah tidak boleh begitu mudah mengambil jalan pintas mengeluarkan ijin impor kebutuhan pokok termasuk daging.
Rakyat harus dibiasakan mencukupi kebutuhan pokok dari hasil kerjanya sendiri. Rakyat tidak boleh dimanjakan, yang akibatnya akan menjadi lemah dan tidak semakin cerdas.
Manakala masih diperlukan impor, maka impor itu bukan berupa hasil, melainkan ilmu atau hasil-hasil penelitian. Jika ilmu para ahli pertanian dan peternakan dianggap belum mencukupi, mereka seharusnya segera dikirim ke negara-negara yang pertanian dan peternakannya maju, agar mereka belajar di sana.
Setelah pulang, mereka diberi tugas membimbing para petani dan peternak sampai dipastikan bisa mengimplementasikan ilmunya.
Para ahli pertanian dan peternakan dipaksa agar berusaha keras hingga bangsa ini berhasil tidak lagi menjadi pengimpor hasil pertanian dan peternakan dari luar negeri tetapi justru sebaliknya, sebagai pengekspor.
Bangsa agraris harus ekspor hasil-hasil pertanian dan peternakan. Begitu pula, para ustadznya diharapkan ikut membimbing dan bukan malah terlibat melakukan kesalahan, ikut dalam mengimpor. Wallahu a’lam. | sumber : republika
http://www.atjehpost.com/kultur_read/2013/07/29/60900/438/13/Negara-agraris-pengimpor-daging
Tidak ada komentar:
Posting Komentar