16 Oktober 2013
Mungkin hari ini adalah hari yang menyenangkan bagi sebagian orang karena bertepatan dengan dirayakannya hari pangan sedunia yakni tanggal 16 Oktober. Di mana pada saat itu didirikannya organisasi pangan dan pertanian, Food and Agriculture Organization ( FAO) dan pada saat itulah dunia merayakan momentum keberhasilannya menciptakan sumber pangan bagi umat manusia. Tapi perayaan tersebut ternyata tidak melulu dinikmati oleh semua orang, akan tetapi hanya sebagian saja yang dapat menikmatinya. Alasannya karena saat inipun masih ada saja bangsa-bangsa yang dilanda kelaparan, bahkan berada pada ambang keleparan yang luar biasa. Seperti di negara bagian Afrika Selatan, yang setiap harinya kesulitan mencari sumber makanan. Tak terkecuali negara Indonesia yang “katanya” tanah kita tanah surga di mana semua orang bisa bercocok tanam ternyata tidak sedikit yang mengalami busung lapar.
Tidak sedikit warga negara ini yang tinggal dalam gubuk reot, tak layak dan menikmati makanan sehari-hari dari hasil hutan yang tentu saja jauh dari kata lezat. Tapi itulah bangsaku ternyata meski sudah 68 tahun meredeka ternyata rakyatnya masih saja belum merdeka, mereka harus tetap berjuang, berperang dari laparnya perut dan hausnya tenggorokan karena sulitnya mencari bahan makanan dan sumber air yang bersih.
Jika menelaah begitu banyaknya sumber pangan di Indonesia, Indonesia memiliki sumber daya alam yang sepertinya tidak terbatas karena dapat menghasilkan bahan makanan, tidak hanya buminya yang subur akan tetapi sumber daya manusianya yang dapat menghasilkan menu masakan yang diakui tingkat dunia. Sebut saja sate, baso, nasi goreng yang telah merajai lidah-lidah para pelancong bahkan masyarakat di luar negeri. Hal ini sebenarnya sebagai basis yang memungkinkan Indonesia selalu dapat memenuhi kebutuhan bahan pangannya dari yang tradisional sampai yang berkelas internasional.
Tapi apalah daya, meski Indonesia tanahnya luas dan subur, di dalamnya dipenuhi tanaman-tanaman yang bermanfaat untuk semua orang namun ternyata di dalamnya masih banyak masyarakat kita yang merasakan kelaparan, sulitnya menikmati gurihnya nasi beras, lezatnya buah-buahan dan segarnya susu yang seharusnya dapat dihasilkan dari tanah sendiri. Akan tetapi justru kita hanya bisa menikmati hasil negara lain tanpa bisa menanam, kita hanya bisa membeli tanpa bisa memproduksi. Imbasnya meskipun negara ini dijuluki loh jinawi ternyata tidak berlaku bagi penduduk negeri ini.
Bahan pangan kita peroleh dari import, termasuk semua jenis buah-buahan, sayuran, bahkan beraspun yang dahulunya kita dapat bersuasembada saat ini tinggal gigit jari karena sebagian tanah pertaniannya sudah menjadi gedung-gedung bertingkat, mall yang ternyata hanya sekelompok orang saja yang dapat memasukinya lantaran mahalnya harga-harga pembelian.
Meskipun kita dapat menghasilkan sawit sebagai bahan baku minyak makan, ternyata kitapun menikmati yang kelas dua selebihnya dijual ke negara lain.
Sungguh ironi di negara yang sumber pangannya merupakan separuh dari sumber pangan dunia malah sekarang harus kehilangan mata pencahariannya, penghasilannya lantaran tidak mampu menghasilkan bahan makanan dengan kualitas terbaik tapi justru mengandalkan produk import yang terkadang harus berkualitas rendah tapi mahal harganya.
Memperingati hari pangan sedunia, hakekatnya sebagai momentum agar bangsa Indonesia dapat menciptakan sumber pangan, paling tidak menjadi pemasok bahan pangan bagi warganya tanpa bergantung dari bangsa lain dan pada hari ini pula sebagai langkah untuk menciptakan kreasi baru makanan rakyat berkelas dunia.
Hari pangan sedunia hakekatnya membangun kesadaran bangsa ini agar bangun dari mimpi dan beranjak dari tidurnya untuk kembali berbuat terhadap ketersediaan pangan nasional agar tidak ada lagi bagian bangsa ini yang kelaparan dan terkena busung lapar akibat kekurangan gizi dan bahan makanan yang sehat.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/16/kelaparan-di-saat-hari-pangan-sedunia-599437.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar