UU Perdagangan yang baru disahkan pemerintah ternyata isinya belum memihak kepentingan nasional. Tidak ada strategi pengendalian harga, lebih banyak hal yang akan diatur oleh menteri.
Coba, tunjukkan keberpihakannya di mana? Banyak hal di UU itu yang akan ditetapkan oleh Menteri sehingga arahnya menjadi tidak jelas
Jakarta - Ekonom Hendri Saparini menilai UU Perdagangan yang disahkan DPR pada Selasa (11/2) belum berpihak kepada perdagangan nasional. Kurang nampak upaya DPR dan pemerintah memperjuangkan kepentingan nasional.
"Coba, tunjukkan keberpihakannya di mana? Banyak hal di UU itu yang akan ditetapkan oleh Menteri sehingga arahnya menjadi tidak jelas," kata Hendri Saparini, di Auditorium LIPI, Jakarta, Rabu (19/2).
UU Perdagangan mengamanatkan sembilan peraturan pemerintah, 14 peraturan presiden, dan 20 peraturan menteri dengan 19 poin penting. Terlihat jelas bahwa peraturan menteri mendominasi isi UU tersebut.
Memang, salah pasal UU tersebut mencamtukan soal pengendalian harga. Namun, tidak jelas komoditas apa saja yang dikendalikan. Dengan demikian, tak jelas pula instrumen apa yang ditentukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kondisi perekonomian.
Menurut Hendri, inflasi akan tetap tinggi karena harga tidak dikendalikan. Taruhlah Bulog bisa mengendalikan harga beras, "Tapi berasnya tidak dia kendalikan. Bulog hanya melakukan operasi pasar untuk beras. Sedang untuk pengendalian komoditi lain, Bulog tak punya kewenangan."
Hal itu terjadi karena UU Perdagangan tidak menentukan pihak yang menetapkan komoditas strategis. Soal kedelai, misalnya, "Sudah ada UU Perdagangan, masa harus ada kebijakan lagi untuk menjaga agar kedelai bisa terpenuhi harganya supaya stabil."
Mestinya, kata dia, UU Perdagangan mengatur soal pasokan harga dikaitkan dengan banjirnya komoditas dari luar dan upaya peningkatan produksi dalam negeri. "Hal itu harus saling dikaitkan sebagai strategi bersama. Tanpa strategi, harga tak bakal terkendali," kata direktur CORE (Centre of Reform on Economic) ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar