Minggu, 03 Januari 2016

Darmin: Impor Pangan Masih Perlu

Sabtu, 02 Januari 2016

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Dar min Nasution menyatakan, Indonesia masih membutuhkan impor pangan pada tahun ini. Impor pangan dibutuhkan karena produksi dalam negeri belum memenuhi kebutuhan.

Menurut Darmin, kenaikan harga bahan pokok pada 2015 ter jadi karena kurangnya pasokan. Pemerintah, kata Darmin, tidak ingin mengulangi kesalahan dengan menahan impor yang pada akhirnya membuat harga bahan pokok meningkat.

"Jangan seperti kuartal IV 2014 ketika ada keinginan menahan impor. Akibatnya, pasokan kurang sehingga harga pangan, seperti telur dan daging ayam, naik," kata Darmin saat jumpa pers akhir tahun di kantornya, Kamis (31/12).

Tantangan yang harus dihadapi dengan cermat pada tahun ini, ungkap Darmin, adalah kebutuhan beras. Darmin mengungkap kan, stok beras yang ada Badan Urus an Logistik (Bulog)
hingga akhir 2015 mencapai satu juta ton. Stok ini sudah termasuk impor beras 400 ribu ton yang didatangkan pemerin tah belum lama ini. Beras impor itu tidak didistribusikan ke pasar dan hanya dijadikan sebagai stok.

Stok satu juta ton beras dinilai belum memadai. Ideal nya, kata mantan gubernur BI ini, stok beras harus 1,35 juta-1,5 juta ton. Karena itu, pemerintah akan membuka keran impor beras awal tahun ini. "Harus masuk 460 ribu ton pada akhir Januari ini," kata Darmin. Menurut prediksi Darmin, pro duksi beras akan normal pada April 2016.

Mengenai daging sapi, pemerintah akan melakukan impor sekitar 238 ribu ton. Angka itu sesuai estimasi produksi dalam negeri dan kebutuhan konsumsi.
Sapi yang akan diimpor sebanyak 600 ribu ekor.

Selain daging sapi dan beras, Indonesia juga membutuhkan impor gula kristal putih (GKP). Tahun ini, pemerintah menugaskan Bulog untuk meng impor 200 ribu ton GKP. Darmin menjelaskan, stok GKP pada awal tahun ini sekitar 840,6 ribu ton.

Stok itu hanya cukup memenuhi kebutuhan pada periode Januari-April 2016. Impor dibutuhkan karena tidak akan ada suplai dari dalam negeri lantaran musim giling tebu baru akan terjadi pada Mei-Juni. "Kita butuh 1,1 juta ton gula sampai April."

Pelaksana Tugas Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Karyanto Suprih menjelaskan, meski impor pangan tetap dilakukan, jumlahnya tidak akan banyak meningkat dibanding 2015. "Kalau tohada kenaikan (nilai impor) tidak akan banyak karena produksi da lam negeri kancukup baik," kata Suprih.

Meski begitu, Suprih mengaku belum ada angka pasti besaran impor bahan pangan yang akan dilakukan sepanjang tahun ini. Pihaknya akan berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian ser ta kementerian lain.

Impor, kata Suprih, bukan pilihan utama pemerintah. Impor dilakukan untuk memberikan keamanan pasokan. Meski begitu, ia mengakui harus ada angka-angka pasokan dan kebutuhan dalam negeri yang masih harus disamakan antar kementerian. "Seperti, impor beras kanbukan untuk lantas di lepas ke pasar. Itu untuk keamanan kita. Karena, kita kan melindungi petani. Petani itu di samping produsen juga konsumen. Dari sisi Kemendag ya gak enjoy, tapi ini kebutuhan," ujar Suprih.

Suprih menekankan bahwa keputusan impor pasti telah melalui perencanaan dan strategi yang matang. Tak hanya pangan, komoditas lain yang masih akan impor dan bahkan meningkat nilai impornya adalah bahan baku penolong infrastruktur.

Guru besar Pertanian IPB Dwi Andreas menilai, kebijakan pemerintah untuk mengimpor komoditas pangan adalah wajar karena kondisi dalam negeri yang tidak mencukupi. Namun, impor harus dilandasi data pangan yang akurat dan keberpihakan kepada petani lokal.

Artinya, kata Dwi, pertanian agroekologi berbasiskan pada keanekaragaman pangan dan pengolahan yang bijak akhirnya akan dapat menyediakan berbagai pangan bagi konsumen yang kini kian bergantung pada industri pangan. rep: Satria KArtika Yudha, Sapto Andika Candra c36/c33/Mursalin Yasland, ed: Nur Hasan Murtiaji

http://www.republika.co.id/berita/koran/publik/16/01/02/o0bgoi1-darmin-impor-pangan-masih-perlu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar