Senin, 25 Januari 2016

Kemtan klaim surplus, tapi harga beras mahal

Minggu, 24 Januari 2016


Jakarta. Kenaikan harga beras di pasaran menjadi indikator minimnya pasokan beras.

Kenaikan harga beras yang sudah berlangsung sejak akhir tahun 2015 membuat masyarakat semakin sengsara.

Klaim pemerintah yang menyatakan ada surplus beras sebesar 10,25 juta ton tak sejalan dengan fakta di lapangan.

Impor beras yang dilakukan Perum Bulog pun semakin memperjelas produksi beras yang tidak seperti di klaim di atas kertas oleh pemerintah.

Saat ini, harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) tercatat mulai dari Rp 8.500 per kilogram (kg) hingga Rp 13.500 per kg.

Harga beras tersebut tergolong tinggi yang selama ini memberatkan masyarakat.

Kendati begitu, Kementerian Pertanian (Kemtan) mengklaim produksi beras melimpah dan ada surplus sebesar 10,25 juta ton.

Sementara itu menurut rilis Kementerian Perdagangan (Kemdag), harga beras medium di Jakarta rata-rata Rp 10.650 per kg dan di tingkat nasional Rp 10.880 per kg.

Kendati begitu, Kementerian Pertanian (Kemtan) masih ngotot pada data-data pangan yang tidak sejalan dengan kondisi di lapangan.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kemtan Suwandi misalnya mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2 November 2015 lalu, tercatat Angka Ramalan-II (ARAM-II) 2015 produksi padi 74,99 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 5,84% dari produksi tahun 2014.

Rinciannya, produksi gabah tersebut diperoleh beras setara 43,61 juta ton yang berarti surplus untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan sekitar 33,35 juta ton beras nasional.

"Surplus beras sebesar 10,25 juta ton saat ini berada tersebar di produsen, penggilingan, pedagang, industri, rumah makan, restoran, konsumen dan di Bulog," klaim Suwanti dalam rilis akhir pekan lalu.

Ia bilang, saat ini ada sebanyak 900.000 ton beras impor masih di Gudang Bulog.

Kondisi ini membuktikan bahwa impor beras yang dilakukan pemerintah benar-benar hanya sebagai cadangan nasional saja.

Berdasarkan perkiraan Suwandi, sampai sekarang penduduk Indonesia belum mengkonsumsi beras impor.

"Kebutuhan konsumsi beras penduduk sebesar 2,6 juta ton per bulan cukup dipenuhi dari produksi dalam negeri," bebernya.

Menurut Suwandi, ketersediaan beras Januari-Maret 2016 dipastikan aman mengingat pada bulan Februari 2016 akan dipanen 5 juta ton gabah setara 3,1 juta ton beras dan pada Maret 2016 akan dipanen 12,56 juta ton gabah setara 7,9 juta ton beras.

Sedangkan konsumsi beras penduduk hanya 2,6 juta ton per bulan.

BPS pernah mengklarifikasi kalau data-data pangan yang diperoleh dari Kemtan terkadang angka-angkanya terlalu besar sehingga tidak sesuai dengan realitas di lapangan.

Karena itu, BPS akan melakukan pendataan sendiri bekerjasama dengan Kemtan agar data pangan sesuai dengan realitas di lapangan.

Sebab kalau saat ini ketersediaan beras melimpah, maka Bulog tidak perlu melakukan impor dan harga beras di pasaran lebih murah.

Tapi faktanya, surplus beras 10,25 juta ton yang diklaim Kemtan tersebut tidak jelas keberadaannya.

Akibatnya, Bulog harus mengimpor 1,5 juta ton beras dari Thailand dan Vietnam dan saat ini.

Bulog juga tengah menjajaki peluang impor beras 1,5 juta ton lagi dari Pakistan untuk mengantisipasi kekurangan pasokan beras pada bulan Maret bila panen raya mundur akibat mundurnya masa tanam.

Terkait klaim beras impro masih di dalam gudang, Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan sebagian besar beras impor sudah dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri.

Dengan begitu, maka beras impor sudah dijual ke masyarat karena pasokan beras dalam negeri masih kekurangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar