Senin, 30 Maret 2015

Kemen PU-Pera Siapkan 13 Lumbung Beras dan 49 Bendungan

Senin, 30 Maret 2015

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) Basuki Hadimuljono mengatakan pihaknya akan membangun lumbung beras untuk mensukseskan kedaulatan pangan.

Lumbung beras tersebut akan dibangun di 13 provinsi di Indonesia seperti Aceh, Sumbar (Sumatra Barat), Sumsel (Sumatra Selatan), Lampung, Jabar (Jawa Barat), Jateng (Jawa Tengah), Jatim (Jawa Timur), Sumsel (Sumatra Selatan) dan NTB.

"Tidak semua provinsi di Indonesia yang mempunyai saawah dapat menjadi lumbung beras. Karena butuh seperti perumahan, petani, air dan ketersediaan lahan," ujar Basuki di Padang, Ahad (29/3).

Selain itu, lanjut dia, Kemen PU-Pera juga tengah membangun 49 bendungan di seluruh Indonesia. Diperkirakan, pembangunan tersebut dapat selesai dalam lima tahun.

Untuk tahun ini, ujar Basuki, Kemen PU-Pera akan membangun 13 bendungan dengan dana sebesar Rp 11,72 triliun. Saat ini dua bendungan sudah siap ground breaking, yaitu Rakmono, NTT dan Keureuto, Aceh, sementara tiga lainnya dalam tahap persiapan ground breaking.

Bendungan tersebut di antaranya, Pidekso (Jawa Tengah), Logung (Jawa Tengah), Lolak (Sulawesi Utara), Passeloreng (Sulawesi Selatan), Tanju (Nusa Tenggara Barat), Bintang Bano (Nusa Tenggara Barat), Karian (Kabupaten Lebak Banten), Tapin (Kalimantan Selatan), Rotlikod (Nusa Tenggara Timur), Telagawaja (Bali) dan Muara Sei Gong (Batam).

"Bendung dari 7,3 juta hektar, yang airnya dari bendungan hanya 11 persen, sekitar 15 miliar meter kubik. Dengan 49 bendungan, kita ingin menjamin sekitar 20 persen lahan irigasi," jelasnya.

http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/15/03/30/nlzjzn-kemen-pupera-siapkan-13-lumbung-beras-dan-49-bendungan

Dispertahut Bantul Curiga Distribusi Pupuk Bersubsidi Bocor

Minggu, 29 Maret 2015

Laporan Reporter Tribun Jogja, Siti Ariyanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Bantul mencurigai adanya kebocoran distribusi pupuk bersubsidi di kabupaten ini. Meskipun belum diketahui secara pasti jumlah kebocorannya, tetapi Dispertahut Bantul akan mengawasi secara ketat distribusi pupuk tersebut.
Kepala Dispertahut Bantul, Partogi Dame Pakpahan mengungkapkan, seperti barang-barang bersubsidi lainnya, pupuk bersubsidi juga sangat rawan terjadi kebocoran. Ia menduga kebocoran itu terjadi di level distribusi, khususnya setelah pupuk berada di penyalur atau kios-kios.
"Mungkin seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi itu yang kencing di jalan. Ada oknum yeng membeli pupuk bersubsidi kemudian menjual dalam harga non subsidi dengan mengganti karung maupun cara lain," papar Partogi, Minggu (29/3/2015).
Untuk mengetahui angka kebocoran itu, sebenarnya dapat dilihat berapa banyak pupuk yang masuk ke Bantul (input) dan berapa output-nya. Namun, sejauh ini Dispertahut belum melakukan kajian mendalam terkait hal tersebut.
Bila suatu saat Polisi mengungkap pelaku yang membocorkan distribusi pupuk bersubsidi, Partogi berharap yang bersangkutan dihukum seberat-beratnya. Pasalnya, akibat perbuatan oknum tersebut menyebabkan penyebaran pupuk tidak tepat sasaran.
"Dari pabrik disalurkan ke distributor, lalu ke penyalur (kios-kios) baru sampai petani. Kasihan petani yang membutuhkan. Pupuk bersubsidi kan agar petani tidak keberatan membeli," tambahnya.
Di Bantul kata Partogi, ada 7 distributor pupuk. Seperti barang bersubsidi lain, pengawasannya pun dilakukan bersama Polisi. Saat ini, harga pupuk ke petani sebesar Rp 560 perkilogram. (*)

http://jogja.tribunnews.com/2015/03/29/dispertahut-bantul-curiga-distribusi-pupuk-bersubsidi-bocor

Jumat, 27 Maret 2015

Ancaman Krisis Pangan, Indonesia Diminta Bersiap

Kamis, 26 Maret 2015

Jakarta – Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula kebutuhan akan pangan. Berdasarkan hitungan dari Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, penduduk Indonesia akan mencapai 300 juta jiwa pada 2030 atau mengalami kenaikan sebanyak 60 juta jiwa dalam kurun waktu 16 tahun.

Maka dari itu, Wakil Ketua Komite Tetap Industri Derivatif Pertanian Kadin Indonesia sekaligus Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Suharyo Husen meminta agar pemerintah bersiap untuk menyiapkan produksi beras komposit dalam menghadapi ketersediaan pangan. “Dengan asumsi konsumsi beras 130 kg per kapita per tahun, maka akan diperlukan tambahan beras sekitar 7,8 juta ton beras,” katanya, belum lama ini.

Ia memprediksi, Indonesia akan mengalami kekurangan pangan bahkan akan mengalami impor besar-besaran dilihat dari kondisi produksi beras saat ini. Diterangkannya, menurut angka sementara BPS, produksi beras sebesar 38,2 juta ton beras. Sementara, jika tidak ada usaha perlindungan lahan pertanian, konversi lahan akan terjadi sekitar seratus ribu hektar per tahun hingga 2030.

Jika lahan sawah yang dikonversi selama 16 tahun adalah 1,6 juta hektare, sementara rencana pencetakan sawah baru dalam rentang waktu yang sama seluas 320 ribu hektare, akan diperoleh jumlah kehilangan lahan sawah bersih menjadi 1,28 juta hektare. “Apabila produksi GKG adalah 5 ton per hektare, maka akan hilang produksi GKG sekitar 6,4 juta Ton GKG atau sekitar 3,5 juta ton beras,” kata dia.

Padahal, kata dia, tahun 2030 dengan jumlah penduduk 300 juta jiwa, Indonesia membutuhkan beras hingga 46 juta ton beras. Sedangkan, ketersediaan beras akan berkurang 3,5 juta ton akibat konversi lahan. Dampaknya, persediaan beras pada 2030 menjadi 42,5 juta ton beras. Indonesia pun pada 2030 diprediksi akan impor beras di atas 4,4 juta ton.

Maka, alternatif pemenuhan kekurangan 3,5 juta ton dan untuk stok tiga bulan atau sekitar 3 ratus ribu ton beras per bulan beras dapat disubstitusi oleh beras komposit. “Yakni beras yang dibuat dari tepung singkong dengan tepung beras atau tepung jagung,” kata dia.

Revitalisasi Setengah Hati

Sementara itu, Manager advokasi Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah, menilai pembangunan pertanian pangan selama ini dilakukan setengah hati. Program dan gerakan pembangunan, kata Said, hanya kuat di atas kertas namun lemah diimplementasi. Said menjelaskan, hampir 10 tahun pemerintah menggulirkan program revitalisasi pertanian, perikanan dan perkebunan dengan maksud supaya negara tahan pangan dan mampu swasembada.

“Revitalisiasi ini khususnya pada sektor tanaman pangan (beras) mengingat pentingnya sektor ini dalam konteks politik. Untuk mencapai hal itu penguatan penyuluhan, perbaikan infrastruktur dan penggunaan tenologi unggul pada input produksi (benih unggul/hibrida, pupuk) dilakukan. Sebagai ukuran keberhasilan revitalisasi pertanian maka pemerintah telah menargetkan swasembada atas lima komoditas strategis yaitu padi, kedelai, jagung, daging dan gula,” katanya

Upaya membangkitkan sektor pertanian pangan tersebut, paparnya, pada kenyataannya masih belum tercapai. Fakta dilapangan menunjukkan kenyataan lain. Revitalisasi yang dilakukan dengan tujuan akhir menyejahterakan petani justru malah makin meminggirkan petani. Pada sisi lain, ketahanan pangan selalu berada pada situasi mengkhawatirkan karena besarnya laju impor. Nilai impor tanaman pangan dalam kurun 2009-2011 saja sudah menembus 13 miliar dolar Amerika Serikat.

“Konstitusi kita jelas mengamanatkan pencapaian kedaulatan pangan. untuk mencapai ini tak ada pilihan lain selain bersungguh-sungguh membangun pertanian pangan dan petani. Situasi sekarang menunjukkan pemerintah mengabaikan amanat itu” ujar Said. Target swasembada tahun 2014, hampir dipastikan tidak akan tercapai walaupun terjadi peningkatan produksi namun tak cukup untuk mengeluarkan Indonesia dari jeratan impor. Laju impor yang besar menempatkan negara dalam ‘kuasa’ pihak lain dan mengindikasikan kegagalan menjaga kedaulatan.

source: http://kedaulatanpangan.net/2015/02/ancaman-krisis-pangan-indonesia-diminta-bersiap/

http://www.sea-farmnet.org/20150326232/indonesia/ancaman-krisis-pangan-indonesia-diminta-bersiap.html

Kamis, 26 Maret 2015

Impor Gula Mentah Bertepatan Masa Giling, Petani Tebu Terancam

Rabu, 25 Maret 2015

Bisnis.com, JAKARTA – Petani tebu menilai besarnya kuota impor gula mentah (raw sugar) triwulan II sebesar 945.643 ton dapat mengancam harga gula rakyat karena masuknya gula itu bertepatan dengan masa giling tebu.

Raw sugar nantinya akan diolah menjadi gula rafinasi untuk keperluan industri makanan dan minuman. Pemerintah telah memberikan kuota impor raw sugar triwulan II sebesar 945.643 ton atau lebih besar dari kuota triwulan sebelumnya 672.000 ton.

Alasannya, periode tersebut bertepatan dengan bulan Puasa sehingga kebutuhan gula untuk indutsri makanan dan minuman diperkirakan lebih banyak 273.643 ton dari periode sebelumnya.

Wakil Sekjen Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia Nur Khabsyin mengatakan kekhawatiran rembesnya gula rafinasi bertepatan saat musim giling dapat menekan harga gula rakyat hingga dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

Saat ini, dia mengatakan harga gula rakyat memang mulai naik menjadi Rp8.500-Rp9.000 per kg atau diatas HPP gula saat ini Rp8.500 per kg karena gula yang dijual adalah stok sejak tahun lalu.

Padahal, awal tahun harga gula rakyat hanya dihargai Rp7600 per kg akibat tidak lakunya gula rakyat setelah dugaan banyaknya gula rafinasi merembes ke pasaran.

Khabsyin mengatakan tidak ada jaminan bahwa gula tersebut tidak akan masuk ke pasaran saat musim giling tebu sehingga ditakutkan harga gula rakyat akan kembali jatuh dibawah HPP.

“Harga gula lokal pelan-pelan saat ini sudah naik. Dengan impor dan bila bocor ke pasar, bisa anjlok harga nanti dibawah HPP,” katanya kepada Bisnis, Rabu, (25/3).

Khabsyin mengatakan dengan naiknya harga saat ini sudah tidak menguntungkan petani. Pasalnya, petani terakhir kali menjual sisa stok pada bulan lalu.

“Sehingga harga tinggi ini tidak dinikmati petani karena stok sudah di pedagang semua. Apalagi nanti saat musim giling banyak yang bocor?” ujarnya.

Hasil investigasi tim gula akhir tahun lalu menyebutkan terdapat gula rafinasi rembesan di pasaran sebanyak 199.500 ton dari penyaluran 1,7 ton gula rafinasi antara Januari-Juli 2014. Sampai akhir tahun, kuota impor gula mentah mencapai 2,8 juta ton.

Menurut Khabsyin, dengan tingginya angka rembesan tahun lalu seharusnya pemerintah bisa mengevaluasi bahwa kuota impor selama semester 1 tahun ini sebanyak 1,6 juta ton masih tinggi dan cenderung menimbulkan rembesan lagi.

Dengan rembesan itu, sepanjang tahun lalu harga gula rakyat terus turun. Pada Mei 2014 di posisi Rp8.500 per kg terjerembab hingga mencapai Rp7.800 per kg di September 2014. Adapun Oktober-Desember 2014 harga makin meburuk Rp7.600 per kg.

“Hitungan kami, tahun ini hanya dibutuhkan 2,1 juta ton raw sugar. Kalau 2,8 juta ton seperti tahun lalu itu pun masih terbukti ada yang rembes kan?” katanya.

http://industri.bisnis.com/read/20150325/99/415850/impor-gula-mentah-bertepatan-masa-giling-petani-tebu-terancam

Rabu, 25 Maret 2015

Kemendag Terbitkan Izin Impor 945.643 Ton Gula Mentah

Selasa, 24 Maret 2015


JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeluarkan izin impor gula mentah (raw sugar) untuk industri sebanyak 945.643 ton. "Berita yang menyebutkan Kemendag berikan izin impor 1,5 juta ton raw sugar itu tidak benar. Yang benar 945.643 ton," kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Partogi Pangaribuan, Jakarta, Selasa (24/3/2015).

Sebelumnya memang beredar kabar di berbagai media bahwa Kemendag telah mengeluarkan izin impor raw sugar hingga September 2015 sebesar 1,5 juta ton. "Kita tetap berkomitmen mengeluarkan izin tiap triwulan," ucap Partogi.

Izin impor raw sugar sebanyak 945.643 ton tersebut berlaku mulai 1 April 2015 sampai dengan 30 Juni 2015, alias hanya untuk kuartal kedua (Q2). Partogi menambahkan, izin yang diberikan sudah mempertimbangkan lonjakan kebutuhan bulan puasa dan Lebaran. Sementara itu, pada Q1 lalu Kemendag telah memberikan izin impor raw sugar sebanyak 672.000 ton. Adapun realisasi impor raw sugar sampai dengan tanggal 23 Maret 2015 ini, sebesar 636.782 ton.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/24/165536526/Kemendag.Terbitkan.Izin.Impor.945.643.Ton.Gula.Mentah.

Selasa, 24 Maret 2015

Inpres No 5/2015 Dinilai Kontradiktif dengan Program Nawacita

Senin, 23 Maret 2015

Ketua DPP Partai Gerindra Arif Poyuono
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada 17 Maret 2015 dinilai bertentangan dengan program Nawacita yang diusung pemerintah.

"Dalam Inpres tersebut memperbolehkan impor beras. Dengan demikian Inpres tersebut kontradiktif dengan semangat Trisakti dan Nawacita dalam hal mensejahterakan petani dengan cara melindungi tingkat pendapatan petani, serta pencanangan swasembada pangan di sektor pertanian," kata Ketua DPP Partai Gerindra Arif Poyuono di Jakarta, Senin (23/3/2015).

Arif mengatakan, Inpres itu juga menunjukkan sikap Jokowi yang Plin Plan dalam kebijakan perberasan nasional.

"Jokowi saat panen raya di Indramayu sesumbar tidak akan impor beras serta menetapkan harga pembelian Gabah Kering Panen dalam negeri dengan kualitas kadar air maksimum 25% dan kadar ham/kotoran maksimum 10% adalah Rp 3.700 per kilogram di petani, atau Rp 3.750 per kilogram di penggilingan," katanya.

Menurutnya, akibat Inpres tersebut petani pada saat panen raya kuartal pertama tahun 2015 terancam rugi dan tersandera oleh para tengkulak. Sebab dengan Inpres tersebut dijamin harga gabah kering akan jatuh.

Ia mencurigai, klausul yang mengizinkan impor beras pada Inpres No 5 Tahun 2015 sengaja diselipkan oleh mafia beras yang berkolaborasi dengan mafia di Istana Negara dan Tim Ekonomi Jokowi.

"Sebaiknya Jokowi melakukan koreksi terhadap Inpres yang akan membuat petani tambah miskin tersebut," katanya.(al)

http://teropongsenayan.com/7661-inpres-no-52015-dinilai-kontradiktif-dengan-program-nawacita

Senin, 23 Maret 2015

Selamat Tinggal Revolusi Mental

Senin, 23 Maret 2015

JIKA bukan karena relawan, maka dapat dipastikan Jokowi tidak akan terpilih menjadi Presiden! Suara-suara seperti ini konon cukup ngetren dikalangan relawan. Ada kata kunci yang bisa disimpulkan, bahwa relawan harus diakomodir dalam pemerintahan Jokowi-JK.

Meski ada yang pasti menjadi pertanyaan lanjutan? Relawan yang mana? Apa mungkin semua yang berbaju kotak-kotak disebut relawan? Jika kita adalah bagian dari Revolusi Mental, maka kesadaran pertama adalah kesadaran ontologis. Siapa diri kita, sehingga layak mendapatkan apresiasi? Meski disatu sisi Jokowi pun pasti memikirkan bagaimana menampung kuantitas minus kualitas dengan tujuan yang sama, menjamin kesejahteraan bersama. Bukan sekedar kesejahteraan individual.

Layakkah mantan narapidana korupsi dijadikan Menteri? Layakkah Ketua Ormas minus prestasi dijadikan Dirut Badan Usaha Milik Negara (BUMN)? Apa yang berbaju kotak-kotak didepan Jokowi lebuh baik dari mereka yang bekerja meyakinkan masyarakat pelosok memilih Jokowi? Jika demikian, maka pertimbangannya bukan sekedar kerelawanan semata, tapi kompetensi dan profesionalisme.

Apa jadinya jika mantan narapidana korupsi dijadikan pejabat di era Revolusi Mental? Alih-alih bicara pemberantasan korupsi malah jadi bumerang dan bahan olok-olokan.

Juga yang kebetulan menjadi Menteri, kebetulan terpilih menjadi Dirut/Komisaris BUMN, apa yang sudah dilakukan? Yang ada harga-harga justeru melambung tinggi, susu tak terbeli, beras tak terkendali justeru ketika gabah tersuruk, beras miskin (raskin) tidak layak konsumsi, dolar menanjak justru ketika arus impor makin melaju. Bencana energi, bencana pangan dan bonus demografi tinggal menunggu hari. Mestinya juga sadar diri potensinya lebih gagal mengawal Jokowi.

Alih-alih mengakselerasi, justeru menambah beban. Kesadaran Revolusi Mental justeru diperlukan dimasa kritis ini. Kerja, kerja, kerja Revolusi Mental juga kerja cerdas yang memberikan hasil optimal, bukan justeru dekadensial. Jika kesadaran itu belum juga ada disemua level dan tingkatan, maka siap-siaplah berteriak, “Selamat Tinggal Revolusi Mental !!!”.

Oleh: Bonang
Penulis Adalah: Koordinator Nasional Protanikita

http://beritabarak.blogspot.com/2015/03/selamat-tinggal-revolusi-mental.html#more

Jokowi “ngecap” takkan lakukan impor beras, kenyataannya…

Minggu, 22 Maret 2015

Presiden Jokowi berkali-kali mengeluarkan pernyataan takkan melakukan impor beras

LENSAINDONESIA.COM: Pernyataan Presiden RI Joko Widodo bahwa tidak akan melakukan melakukan impor beras tampaknya takkan jadi kenyataan.

Presiden tidak akan benar-benar sepenuhnya melarang impor beras menyusul dikeluarkannya Instruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015 pada 17 Maret lalu.

Baca juga: Jokowi: "Minggu depan harga beras pasti turun" dan Dirusak sistemik, impor beras Indonesia selalu sebelum Panen Raya

Inpres tersebut membolehkan Negara melakukan impor beras dengan syarat mengutamakan kepentingan petani dan konsumen. Jika ketersediaan beras dalam negeri tidak mencukupi, untuk kepentingan memenuhi kebutuhan stok dan cadangan beras pemerintah, dan/atau untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri.

“Pelaksanaan kebijakan pengadaan beras dari luar negeri dilakukan oleh Perum BULOG,” tegas diktum KETUJUH poin 3 (tiga) Inpres No.5/2015 itu.

Padahal, dalam sejumlah kunjungan kerja Presiden RI Joko Widodo bersama para petani memastikan, Indonesia tidak akan impor beras. Hal ini, ditegaskan kembali saat kunker di Desa Kedokan Gabus Kecamatan Gabus Wetan Kabupaten Indramayu, Rabu (18/3/2015) lalu.

Indonesia tidak akan impor beras meskipun kekurangan beras. Presiden mendorong petani untuk mencapai swasembada pangan pada 2017 mendatang.

“Presiden dengan teganya mengeluarkan pernyataan “kecap” kepada petani dan rakyat Indonesia bahwa tidak akan impor beras. Inpres membuat nasib petani diombang-ambingkan,” kata Direktur Eksekutif Solidaritas Bersama untuk kedaultan Pangan (Sobat Pangan), Lian Fympi dalam rilis yang diterima Minggu (22/3/2015).

Seharusnya, pemerintah membuktikan niat swasembada pangan dengan memperluas dan membuka lahan pertanian kembali. Inpres tersebut telah bertentangan dengan ajaran the founding father Indonesia, Soekarno bahwa Indonesia harus jadi negara mandiri yang tak tergantung pangan asing.

“Kami meminta dan mendesak kepada Presiden Jokowi untuk lebih memperhatikan petani dalam negeri dengan mencabut dan membatalkan peraturan yang merugikan petani dan menjadi penghambat produktivitas petani,” ujarnya.

“Dengan semangat Nawacita hilangkan kecanduan impor beras dan segera bersihkan Indonesia dari mafia beras maupun mafia pangan yang bercokoldi Bulog, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan maupun di pasaran.” @sita

http://www.lensaindonesia.com/2015/03/22/jokowi-ngecap-takkan-lakukan-impor-beras-kenyataannya.html

Sabtu, 21 Maret 2015

KTNA Pesimistis Bulog Serap Beras Sesuai Target

Jumat, 20 Maret 2015

Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Thohir pesimistis Perum Bulog dapat merealisasikan pengadaan beras hingga 2,5-2,7 juta ton pada tahun ini akibat sempitnya waktu penyerapan beras dan kenaikan HPP yang tidak signifikan.

Sebelumnya, Bulog menargetkan untuk menyerap beras dalam negeri hingga 3,2 juta ton. Namun, karena kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras tidak sesuai dengan usulan awal Bulog sebesar 15%, maka target pengadaan direvisi menjadi 2,5-2,7 juta ton pada tahun ini.

"Ini walaupun diturunkan tidak akan tercapai karena dua alasan itu. Dapat 2 juta ton juga sudah bagus," katanya, seperti dikutip Bisnis, (20/3/2015).

Pasalnya, pengadaan saat ini tersebut terlambat. Selama ini, panen Maret-April berkontribusi menyumbang 60% total produksi nasional. Namun, Bulog baru bergerak pada minggu ketiga bulan Maret atau ketika panen cukup besar sudah terjadi.

Apalagi, panen pada Agustus-September nanti petani cenderung menyetok hasil panennya sebagai bekal untuk pertanaman yang dimulai Oktober. Dampak stok ditahan berakibat pada harga yang akan tetap diatas HPP sehingga petani tidak tertarik menjualnya kepada Bulog.

Ditambah, harga beras saat ini masih tergolong tinggi akibat mundurnya masa tanam dan tidak diberlakukannya raskin pada tahun lalu. Sehingga, Bulog hanya akan mendapatkan sedikit ruang pada April untuk membeli karena pada Mei harga diperkirakan naik kembali diatas HPP.

Lebih lanjut, Winarno mengkhawatirkan kecilnya pengadaan yang dilakukan Bulog tahun ini dapat berimbas pada dibukanya kran impor beras karena menipisnya stok beras dalam negeri sampai akhir tahun.

Instruksi Presiden No.5 tahun 2015 mengenai Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah tertanggal 17 Maret 2015 telah menetapkan acuan harga gabah dan beras baru setelah tiga tahun lamanya aturan tersebut tidak direvisi.

Dalam beleid itu, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani naik 12,12% dari Rp3.300 per kg menjadi Rp3.700 per kg, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan naik 10,84% dari Rp4.150 menjadi Rp4.600 per kg dan beras di Gudang Bulog naik 10,6% dari Rp6.600 per kg menjadi Rp7.300 per kg.

http://industri.bisnis.com/read/20150320/99/413948/ktna-pesimistis-bulog-serap-beras-sesuai-target

Legislator temukan raskin tak layak konsumsi

Jumat, 20 Maret 2015

Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo menemukan masalah soal raskin saat melakukan kunjungan kerja ke Jawa Tengah.

"Saya menemukan dan mendapat laporan dari masyarakat bahwa raksin yang dibeli Rp7.500 per kilonya dari Bulog, betul-betul tidak layak dikonsumsi," kata Firman kepada ANTARA News, saat dihubungi, Jakarta, Jumat.

Padahal, pemerintah memberi subsidi sebesar Rp5.900. Tapi masyarakat tetap membeli dengan harga Rp7.500.

"Pemerintah diminta mengusut masalah tersebut. Seharusnya, dengan harga Rp7.500 perkilogram, berasnya sangat bagus," kata dia.

Juga, kata dia, petani juga mengeluhkan langkah Bulog yang tidak membeli hasil panen petani dengan alasan gudang bulog penuh.

"Petani mengeluhkan karena Bulog belum ada tanda-tanda membeli hasil panen masyarakat sehingga menjualnya ke luar kota. Dengan posisi ini tengkulak bermain. Oleh karenanya, pemerintah segera intruksikan Bulog serap hasil panen masyarakat. Saya kuatir ada permainan antara tengkulak dan Bulog," kata Firman.

Selain itu, dia juga menerima keluhan dari nelayan. Katanya, para nelayan sudah tidak bisa melaut karena kebijakan pemerintah, dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan Kementerian KKP.

"Seharusnya Kementerian KKP membuat kebijakan harus terlebih dulu disosialisasikan kepada para nelayan. Lakukan kajian-kajian yang mendalam sehingga kebijakan tidak boleh mematikan hak rakyat, tapi memberikan solusi bagi nelayan," kata Firman.

Dalam kunjungan tersebut, Komisi IV DPR RI juga menyerahkan hand tractor kepada petani di tiga kabupaten.

"Kita serahkan bantuan hand tractor kepada masyarakat. Untuk Kabupaten Pati sebanyak 51 unit hand tractor, Kabupaten Rembang 30 unit, dan di Kabupaten Grobokan sebanyak 60 unit," katanya.

http://www.antaranews.com/berita/486350/legislator-temukan-raskin-tak-layak-konsumsi

Rabu, 18 Maret 2015

Penegak Hukum Diminta Usut Raskin Busuk di Jateng

Rabu, 18 Maret 2015

Kepolisian Daerah (Polda) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah (Jateng) didesak mengusut buruknya kualitas beras miskin (raskin) di Jawa  Tengah (jateng). Sebab mayoritas Kabupaten/Kotadi Jateng mengeluhkan raskin Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Inpres Perberasan. \"Karena itu kami berharap kepolisian dan kejaksaan mengusutnya. Mengapa kualitas raskin tidak sesuai TMS.Perum Bulog Divre Jateng harus bisa mempertanggungjawabkan mengapa kualitas raskin tidak sesuai ketentuan dalam Inpres No.3/2012,\" tegas Koordinator ProtaniKita, Bonang, dalam rilis yang diterima wartawan, Senin.

Dari catatan ProtaniKita,ungkap Bonang, sejumlah daerah mengeluhkan kualitas raskin. Midalnya,  di Kabupaten Pekalongan, Pemalang, Wonogiri, Sragen, Banjarnegara, Kendal, Banyumas, Demak, Kebumen, Tegal dan beberapa Kab/Kota lainnya. Terbaru, Bupati Pekalongan, Amat Antono marah lantaran menemukan raskin berkualitas buruk diwilayahnya. Bupati pun langsung mendatangi gudang milik Bulog Subdivekalongan di Desa Bondansari, Wiradesa, Pekalongan, Selasa (10/3/2015). Ia membawa sampel raskin berwarna kuning dan bau apek. “Raskin itu seharusnya dapat menurunkan harga beras. Tapi kalau kualitasnya buruk begini, mana bisa. Masyarakat tak mau mengkonsumsi, kebanyakan dijual lagi,\" ujar Amat.

Kekecewaanpun diungkapkan Bupati Pemalang, H. Junaedi saat dirinya mendapati raskin yang bau busuk dan berkutu. Raskin itu ditemukan saat sidak di gudang beras Bulog 604 Babadan milik Sub Divre Bulog 6 Pekalongan. \"Tidak hanya bau busuk dan berkutu, berasnya pun seperti menir. Masa sih warga miskin dikasih beras seperti ini, kasihan mereka, \"tegas Bupati Junaedi. Begitu pula dengan Raskin yang disalurkan di Desa Gedong, Kec.Ngadirojo, Kab. Wonogiri yang setiap karungnya dipenuhi kutu dan bau apek. Kondisi demikian ditemukan Dinas Sosial Kab. Wonogiri saat Sidak digudang Bulog 307 Subdivre Surakarta.

\"Kita cek kondisi beras dalam gudang tidak layak konsumsi. Indikator tidak layak itu jika berasnya rusak dan ada kutunya,\" jelas Kadinsos Wonogiri, Suwartono, kepada wartawan. Sementara itu, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo menemukan raskin tidak layak konsumsi sebanyak 248,4 ton saat sidak ke gudang Bulog Purwonegoro, Kab. Banjarnegara. \"Yang jelek itu 248,4 ton. Banyak yang patah dan stok lama,\" jelas Ganjar meminta Perum Bulog tidak menyalurkan beras tersebut.

http://www.mediaindonesia.com/mipagi/read/9420/Penegak-Hukum-Diminta-Usut-Raskin-Busuk-di-Jateng/2015/03/16%2000:00:00

Menunggu Realisasi Produksi Padi

Rabu, 18 Maret 2015

GUBERNUR Jawa Tengah Ganjar Pranowo menargetkan produksi padi tahun ini 12 juta ton, atau lebih tinggi dari rata-rata produksi tiap tahun 10 juta ton. Akankah target ini terealisasi? Data BPS Jateng menyebutkan, 2014 produksi gabah kering giling (GKG) provinsi ini menurun hingga sekitar 696.712 ton atau 6,73%. Bila tahun 2013 mencapai 10,34 juta ton maka tahun 2014 mencapai 9,65 juta ton, dan merupakan sumbangan angka penurunan terbesar secara nasional dibanding provinsi lain.

Penurunan ini dipicu oleh musim hujan sehingga terjadi penurunan luas panen mencapai 44,54 ribu hektare, dan produktivitas tanaman padi pun menurun 0,33%. Secara nasional, angka produksi padi 2014 mencapai 70,83 juta ton GKG atau mengalami penurunan 0,45 juta ton (0,63%) dibanding 2013.

Namun Pemprov Jateng optimistis tahun ini produksi padi bisa kembali mencapai 10 juta ton GKG, menyusul iklim kondusif dan juga tingkat serangan hama pada awal tahun ini masih lebih rendah dibanding 2014. Sementara Gubernur Ganjar Pranowo jauh lebih optimistis, produksi padi bisa 12 juta ton. Optimistis memang harus tapi kita juga perlu realistis. Realistis tak berarti pesimistis.

Realistis dalam memandang fakta pendukun mengingat saat ini hampir 66% infrastruktur irigasi kabupaten/kota di Jatengdalam kondisi rusak, meskipun 78% infrastruktur irigasi milik provinsi dalam kondisi baik, bahkan mendapat penghargaan terbaik se-Indonesia. Sementara itu, anggaran infrastruktur Jateng dalam APBD 2015 naik hampir Rp1 triliun, sehingga mencapai Rp 2,4 triliun.

Anggaran itu ada di Dinas Bina Marga Rp 2,1 triliun, PSDARp 234 miliar, dan Dinas Cipkataru Rp 145 miliar. Adapun bantuan infrastruktur untuk kabupaten/kota Rp 1, 4 triliun. Sayang, pembangunan infrastruktur pertanian belum mendapatkan prioritas.

Di sisi lain, banyak waduk dan bendungan yang mengalami sedimentasi parah, misal Waduk Gajah Mungkur di Wonogiri, Bendung Kancil Miri di Sragen, dan Bendung Ngancar di Kecamatan Gemolong, Sragen. Selain itu, distribusi pupuk juga belum sistematis dan merata, serta daya beli petani gurem terhadap pupuk sangat rendah.

Kelangkaan pupuk di Jateng terjadi sejak akhir 2014. Saat ini, permintaan pupuk urea sesuai rencana defenitif kelompok (RDK) di Jateng 950.000 ton, padahal alokasinya hanya 830.000 ton. Di Kabupaten Semarang, pekan pertama bulan ini masih terjadi kelangkaan pupuk.

Masuk Kelompok

Kelangkaan pupuk juga dipicu oleh pernyataan Presiden Joko Widodo yang mewacanakan menghapus pupuk bersubsidi. Akibatnya, sejumlah petani memborong yang menyebabkan pupuk bersubsidi ludes di pasaran. Petani yang biasanya membeli 4 kuintal misalnya, kemarin membeli 1 ton.

Mereka memilih untuk stok pupuk karena takut harga akan lebih mahal. Pada masa tanam April-September nanti, kebutuhan pupuk meningkat tajam, seluruh petani membutuhkan pupuk baik organik dan anorganik.

Akankah kelangkaan pupuk kembali terjadi? Persoalan lainnya, jumlah tenaga kerja di bidang pertanian, termasuk tenaga penyuluh pertanian lapangan (PPL), menurun karena sektor ini tidak menarik lagi.

Berdasarkan data Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluh (Bakorluh) Jateng, jumlah penyuluh di provinsi ini hanya 5.582 orang, terdiri atas 2.997 penyuluh PNS, dan 2.569 penyuluh tenaga harian lepas (THL). Para penyuluh ini menangani 43.427 kelompok tani, dan 8.030 gabungan kelompok tani (gapoktan).

Padahal, jumlah kelompok tani terus bertambah, dan tahun lalu hanya 38.334 kelompok. Hal ini terkait kebijakan Gubernur bahwa petani yang ingin mendapatkan pupuk bersubsidi harus masuk dalam kelompok. Selain kuantitas, kualitas SDM manusia PPL juga masih relatif kurang. Tantangan menjadi kian berat ketika laju alih fungsi lahan pertanian tak bisa dibendung. Di Jateng, tiap tahun rata-rata terjadi penyusutan 400 hektare lahan pertanian.

Bila target 10 juta ton padi bisa dicapai, itu sudah surprissed, apalagi 12 juta ton seperti harapan Gubernur Ganjar Pranowo. Namun perlu memikirkan terobosan tanaman pangan selain beras, sorgum misalnya guna menunjang program kedaulatan pangan di Jawa Tengah. Ayo kerja…! (10)

— Suharto Wongsosumarto, alumnus Fakultas Teknologi Pertanian UGM, fungsionaris DPP PDI Perjuangan

http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/menunggu-realisasi-produksi-padi/

Selasa, 17 Maret 2015

Alarm Nasi Aking

Selasa, 17 Maret 2015

Apa kabar, Pak Presiden? Apa kabar, Kabinet Kerja? Kini sebagian rakyatmu telah kembali lagi ke nasi aking dan tiwul. Nasi aking adalah nasi sisa yang dijemur sampai kering lalu dikukus kembali untuk dapat dihidangkan.

Guna menambah selera, nasi aking biasanya ditaburi garam dan kelapa. Tiwul adalah makanan pengganti beras dari ketela atau singkong. Memilih nasi aking dan tiwul tentu bukanlah keinginan atau sekadar mencoba makanan daur ulang. Namun, itu dipilih karena desakan ekonomi yang menghantam. Biasanya, seiring naiknya harga beras, harga nasi aking pun merangkak naik.

Berbagai sumber telah mewartakan kita, daerah-daerah penghasil padi seperti Cirebon dan Indramayu di Jawa Barat mengalami kejadian ironis. Pada Februari 2015, sebagian warganya terpaksa mengonsumsi nasi aking. Alasannya karena ketiadaan dan mahalnya harga beras. Nenek Rahma (70 tahun) dan tetangganya di Dusun Jagalan, Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, juga terpaksa mengonsumsi nasi aking. Nenek Samilah (80), warga Desa Karangwungu, Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, sudah tak mampu lagi membeli beras dan nasi akinglah menjadi pilihan yang tak bisa ditawar.

Sebagian warga Desa Purwo Asri, Kota Metro, Lampung, memilih tiwul sebagai pengganti nasi. Makanan alternatif itu dipilih karena sulitnya memenuhi beban hidup. Di Ibu Kota, sekitar 30 warga miskin di Jakarta Utara memilih nasi aking karena tak kuat lagi membeli beras. Mereka terpaksa mencari nasi bekas sisa karyawan Kawasan Berikat Nusantara (KBN), Cakung, Cilincing. Tragis memang, tapi itulah pilihan yang harus diambil demi bertahan hidup.

Melalui Bulog, pemerintah telah melakukan penyaluran raskin, operasi pasar (OP), serta penurunan satuan tugas. Hal ini dilakukan agar distribusi beras sampai ke sasaran serta memastikan harganya sesuai. Bulog yakin dengan dua kewenangannya sebagaimana instruksi pemerintah, yakni melakukan OP dan penyaluran raskin, dapat menekan dan mengendalikan harga beras.

Sisi lain, banyak pengamat tidak puas dengan kebijakan pemerintah. Khudori, misalnya, meminta Bulog agar jangan hanya mengandalkan OP dan satgas dalam distribusi, tapi juga koordinasi dengan pedagang eceran di pasar. Ke depan, pemerintah juga perlu meningkatkan produksi dengan melakukan efisiensi tata produksi, membenahi administrasi perdagangan beras dalam dan luar negeri. Pemerintah pun perlu melakukan audit gudang dan distribusi agar titik-titik permainan harga beras dapat terlihat. Dan yang tak kalah pentingnya kelembagaan Bulog harus diperkuat agar menjadi instrumen pemerintah dalam perannya sebagai pengendali harga (Republika, Februari 2015).

Sayangnya, raskin yang telah disalurkan pun buruk kualitasnya. Beras yang diterima masyarakat sudah berwarna kuning, bau apek, dan berkutu. Masyarakat melakukan berbagai cara agar beras bisa dikonsumsi. Maka tak heran jika masyarakat menilai, harga raskin yang dibayarkan tak sesuai dengan kualitas beras yang didapatkan.

Swasembada beras tampaknya masih menjadi mimpi yang sulit diwujudkan, padahal kita adalah negara agraris. Dalam hierarki kebutuhan, beras adalah kebutuhan dasar. Tapi ini selalu menjadi masalah tak berkesudahan. Pemerintah kembali gugup ketika di beberapa daerah, rakyat kembali makan nasi aking. Pemerintah selalu melemparkan senjata "mari bersabar" ketika rakyat makan tiwul. Sungguh, tanpa disuruh pun, rakyat Indonesia sudah sabar.

Melemahnya nilai tukar rupiah serta menurunnya beberapa indikator ekonomi makro tentu harus jadi perhatian serius pemerintah. Namun, lagi-lagi bagi rakyat kecil, beras adalah kebutuhan yang tak bisa ditunda. Artinya, perhatian pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan dasar beras sebagai makanan pokok di atas segalanya. Walaupun kita sadari aspek-aspek itu saling berkaitan.

Menggugah kembali nasihat Prof Sayogyo (1977) yang dikenal dengan Garis Kemiskinan Sajogyo. Kelompok miskin adalah rumah tangga yang mengonsumsi pangan kurang dari nilai tukar 240 kg beras setahun per kepala di pedesaan atau 369 kg di perkotaan. Dari sini diperoleh angka kecukupan pangan, yakni 2.172 kalori per orang per hari. Dengan memasukkan harga beras setempat, dapat dihitung jumlah rupiah pengeluaran sebagai indikator garis kemiskinan.

Walau pendapat itu dikritik pada masa berikutnya, tapi Sayogyo telah mengisyaratkan pesan kepada kita ketersediaan beras merupakan hal utama. Si kaya dan si miskin, di kota ataupun desa, semuanya membutuhkan beras. Angka di bawah Garis Kemiskinan Sajogyo termasuk kategori miskin. Ingat, sebagian mereka masih mampu membeli beras. Lalu, derajat kemiskinan apa yang layak disematkan kepada mereka yang hari ini kembali makan nasi aking setiap harinya?

Jumlah penduduk miskin Indonesia dalam Laporan BPS pada September 2014 mencapai 27,73 juta jiwa (10,96 persen). Jumlah ini akan semakin bertambah pada triwulan I 2015 seiring naiknya harga beras. Apalagi, Garis Kemiskinan yang digunakan pada September 2014 hanya Rp 296.681 per kapita per bulan untuk daerah perdesaan dan Rp 326.853 untuk daerah perkotaan.

Penganekaragaman pangan tentu menjadi agenda penting. Demikian halnya dengan kampanye pola konsumsi gizi seimbang dengan mengurangi porsi karbohidrat (beras). Namun sekali lagi, peradaban pangan kita adalah beras, nasi adalah identitas Indonesia, dan pijakan peradaban kita adalah pertanian. Maka kebutuhan pokok rakyat yang sulit ditawar tidak lain adalah beras.

Nasi aking adalah alarm bagi Indonesia. Kehadirannya merupakan sebuah pertanda bahaya bahwa darurat pangan benar-benar telah terjadi. Pemerintah melalui jajarannya harus bertindak cepat dan nyata karena rakyat miskin tidak butuh retorika.

Swasembada pangan adalah prasyarat kedaulatan pangan dan beras adalah pangan yang paling vital. Jangan bermimpi swasembada beras jika masih tebersit kata "impor" di benak aparatur negara. Bustanul Arifin (2007) menyatakan, karena beraslah hampir semua rezim kita jatuh atau dijatuhkan. Ketika sebuah rezim lebih memilih menomorduakan kedaulatan pangan (memenuhi kebutuhan beras rakyat), dengan sendirinya ia sedang menggali lubang kuburnya.

Di media, banyak yang sesumbar bahwa Indonesia akan mencapai swasembada pangan khususnya untuk komoditas beras bisa terwujud tahun ini, lebih cepat dibanding target pemerintah pada 2017. Jika memang benar adanya, rakyat ingin segera merasakan. Pertanyaan berikutnya, jika beras sudah tersedia, lalu mampukah si miskin membelinya? n

Sutia Budi
Wakil Rektor STIE Ahmad Dahlan Jakarta

http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/03/17/nlcg12-alarm-nasi-aking

Senin, 16 Maret 2015

Jokowi Instruksikan Bulog Beli Gabah Langsung dari Petani

Senin, 16 Maret 2015

TAPIN, KOMPAS.com - Presiden RI Joko Widodo menginstruksikan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk segera melakukan penyerapan gabah petani pada musim panen ini. Hal tersebut ditujukan agar harga gabah di tingkat petani tidak anjlok pada musim panen ini. Hal itu menurut Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman disampaikan Jokowi dalam rapat kabinet terbatas (ratas) Minggu malam (15/3/2015).

"Tadi malam kita ratas dengan Bapak Presiden. (Presiden) Sudah menginstruksikan kepada Bulog melakukan serapan langsung ke tingkat petani, membeli harga gabah petani," ujar Amran, ketika menghadiri panen raya di Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, Senin (16/3/2015).

Amran mengatakan, harga gabah kering panen (gkp) beberapa pekan lalu di Jawa berada di kisaran Rp 4.200 - Rp 4.500 per kilogram. Angka itu dia temukan langsung dari penuturan petani di empat titik, yakni di Demak, Sragen, Ngawi, Malang. Namun, pada periode sama harga beras di tingkat pedagang besar mencapai Rp 12.000 per kilogram.

Menurut petani di Tapin, Ahmad Zumri, harga gabah di Kalimantan Selatan sempat cukup menggairahkan petanidi awal mula panen raya, yang mencapai Rp 6.000 kilogram. Namun, sepekan terakhir harga gabah drop menjadi di level Rp 4.000 per kilogram.

"Harapan kami Bulog bisa efektif melakukan penyerapan. Ya, paling tidak Rp 5.000 per kilogram," ucap ketua Kelompok Tani Hj. Ali Mansyur itu.

Dia bilang, biaya pengusahaan pertanian padi saat ini mencapai Rp 10 juta per hektar. Harga pembelian pemerintah yang sebesar Rp 5.000 per kilogram itu pun diakuinya masih sangat mepet.

Bupati Tapin HM Arifin Arpan berharap, harga pembelian pemerintah yang dilakukan Bulog lebih baik lagi. "Ya harapannya bisa Rp 5.000 - Rp 6.000, biar petani lebih sejahtera," kata Arifin kepada Kompas.com.

Sebagai informasi, HPP gabah terakhir diatur melalui Inpres No. 12 Tahun 2012. Dalam Inpres tersebut, harga Gabah Kering Panen (GKP) dipatok Rp 3.300 per kilogram, Gabah Kering Giling (GKG) dihargai Rp 4.200 per kilogram, sedangkan harga beras dibanderol Rp 6.600 per kilogram.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/16/112939226/Jokowi.Instruksikan.Bulog.Beli.Gabah.Langsung.dari.Petani

Viva Yoga Mauladi, Wakil Ketua Komisi IV DPR: Beras Kisruh Bukti Tipisnya Sensitivitas Pemerintah

Senin, 16 Maret 2015

Gonjang-ganjing kenaikan harga beras di sejumlah kota masih terjadi. Pemerintah  didesak melakukan langkah cepat mengatasi ini. Perlu koordinasi yang baik antar instansi terkait untuk mengatasi masalah berulang ini.

“Kenaikan harga beras di sejumlah kota cerminan tipisnya sensitivitas pemerintah terhadap pergerakan harga komoditas  pangan di masyarakat,” ucap Wakil Ketua Komisi IV DPR dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi, Msi kepada Agrofarm.

Menurutnya, persoalan kenaikan harga beras tidak terjadi ujuk-ujuk dan mendadak. Kebijakan pemerintah menghentikan pasokan beras raskin mendorong masyakat  yang biasa menerima pasokan beras raskin masuk ke pasar untuk memenuhi kebutuhannya. “Tambahan permintaan ini kan telah terjadi sejak November, Desember  tahun lalu dan Januari 2015. Harusnya pemerintah melakukan antisipasi,” kritiknya.

Fungsi pemerintah adalah memastikan tersedianya stock beras di pasaran mencukupi sehingga tidak mengganggu harga. “Penuhi ketersediaan beras di pasar sehingga harga tidak bergerak naik,” katanya.

Yang terjadi saat ini,  permintaan yang tinggi tidak diimbangi pasokan yang memadai  akibat masuknya musim paceklik. “Ini yang  tidak diantisipasi pemerintah. Karena pasokan menipis, harga akan naik. Jadi, ini hanya masalah  minimnya sensitivitas pemerintah, yang dampaknya sangat merugikan,”  ucap Viva yang masuk ke DPR mewakili daerah pemilihan Jawa Timur X meliputi Lamongan dan Gresik.

Dia tak menampik tudingan Menteri Perdagangan Rachmat Gobel yang menyasar  mafia beras bermain dalam kenaikan harga yang terjadi kali ini. “Spekulan pasti ada, tetapi apakah spekulan itu akan berubah menjadi mafia. Kalau pemerintah melihat ada indikasi  mafia beras bermain di kisruh ini, tangkap,” pintanya.

Jangan mengkambinghitamkan mafia beras  yang belum tentu ada di tengah ketidakmampuan pemerintah mengatur keseimbangan supply-demand  beras di dalam negeri. “Kalau ada pemain yang melakukan penimbunan, usut dan tangkap karena itu melanggar UU Pangan,” tegasnya.

Prinsipnya, kata Viva, pemerintah harus bertindak cepat menyelesaikan persoalan  beras sebelum berkembang lebih dahsyat lagi. Selama ini, katanya, pemerintah mengaku memiliki cadangan beras sebesar 1,8 juta ton yang tersimpan dengan baik di gudang-gudang Perum Bulog di seluruh Indonesia. “Efektifkan pemanfaatan stock untuk  memutus lonjakan harga.  Bulog turun ke bawah untuk menstabilkan harga,” katanya.

Dengan kemampuan cadangan sebesar 1,8 juta ton, kata Viva, itu cukup untuk melakukan operasi pasar stabilisasi harga untuk jangka enam bulan ke depan. “Padahal, kebutuhan beras yang kritis hanya satu sampai dua bulan ke depan, karena akhir Maret dan April sudah memasuki musim panen  sehingga pasokan akan kembali stabil,” imbunya.

Viva  mengapresiasi kebijakan pemerinah yang tidak akan melakukan impor beras dalam mengatasi lonjakan harga saat ini. “Sebentar lagi  masuk masa panen. Kalau impor masuk,  bisa berakibat  harga jatuh  saat petani masuk masa panen. Itu harus dihindari,” katanya.

Karena itu, dia berharap pemerintah secepatnya memerintahkan  Perum Bulog masuk pasar untuk menstabilkan harga. “Cadangan beras bisa diisi kembali saat masuk masa panen pada April nanti sehingga petani bisa menikmati harga jual yang bagus,” katanya.

Dengan kisruh harga beras saat ini, Viva menilai pemerintah perlu kerja keras untuk memenuhi target swasembada beras dalam tiga tahun ke depan sebagaimana yang dijanjikan. “Perlu kerja keras untuk mencapai itu. Banyak program-program yang mendukung peningkatan produksi pangan harus dilakukan,” katanyaa.

Dari cara dan langkah mengatasi kisruh kenaikan harga, Viva mengingatkan banyak  yang harus diperbaiki bila target swasembada beras ingin dicapai dalam tiga tahun ke depan. “Perlu kerja yang lebih keras. Jangan sampai janji nawa cita malah jadi duka cita,” kritiknya menyitir  janji Jokowi-JK dalam kampanye lalu. iin achmad

http://www.agrofarm.co.id/read/pertanian/2094/viva-yoga-mauladi-wakil-ketua-komisi-iv-dpr-beras-kisruh-bukti-tipisnya-sensitivitas-pemerintah/#.VQZj0NKsUXs

Bulog Dinilai Tidak Siap Serap Beras Petani

Senin, 16 Maret 2015

Jakarta - Hingga saat ini pemerintah belum menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP). HPP terakhir yang ditetapkan oleh pemerintah pada tahun 2012 sebesar 6.600.  "Dengan harga itu, Bulog tidak akan bisa menjalankan fungsinya sebagai penyangga harga," kata Anggota Komisi VI DPR RI, Muhammad Sarmuji dalam keterangan di Jakarta, Jumat (13/3).

Kata Sarmuji, saat ini harga beras di penggilingan berkisar Rp. 8000an untuk beras medium. "Saya khawatir dengan tidak mampunya Bulog membeli beras dan gabah dari petani, harga beras akan mudah dipermainkan oleh para spekulan," ujarnya.

Politisi Golkar ini juga mempertanyakan efektifitas dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diminta oleh Bulog dalam APBN-P 2015. "Jika HPP terlalu rendah, dana PMN yang digelontorkan ke Bulog akan mubazir karena PMN kepada Bulog diperuntukkan untuk membeli harga gabah dan beras dengan harga yang layak," tegasnya.

Dirinya mendesak agar pemerintah merevisi HPP untuk beras agar Bulog bisa melakukan fungsinya sebagai penyangga harga dengan melakukan pembelian beras dan gabah petani khususnya pada masa panen. "Paska reses, DPR akan evaluasi secepatnya PMN untuk Bulog menyangkut peruntukannya," tukasnya.Pada kesempatan sebelumny, Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian berencana menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) menyerap beras petani saat panen mendatang hingga 5 juta ton. Langkah ini diperlukan untuk tetap menjaga pasokan beras dari Bulog sehingga bisa menstabilkan harga saat panen mendatang. Angka penyerapan beras Bulog ini lebih tinggi dari rencana awal tahun Bulog yang hanya akan menyerap beras petani saat panen raya mencapai 3,2 juta ton.

Amran bilang, Bulog harus dikembalikan fungsinya menjadi stabilisator harga beras. "Bulog harus menyerap beras milik petani pada kisaran harga Rp 7.000 per kilogram (kg) dan menjualnya ke pasaran dengan harga tersebut," ujar Amran.

Amran menyatakan, harga tersebut ideal karena lazimnya harga beras petani selalu jatuh dan dihargai murah para tengkulak ketika musim panen raya tiba. Karena itu, ia bilang, saat musim panen kali ini, petani tak mungkin bisa menjual beras pada harga Rp 7.500 - Rp 8.000 per kg kepada para tengkulak. Lebih baik menjualnya ke Bulog dengan harga yang wajar.

Menanggapi permintaan tersebut, Bulog menyatakan siap dan berjanji untuk menyerap sebanyak mungkin beras petani selama musim panen tahun ini.

Bahkan, Bulog akan mengoptimalkan penggunaan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang sebesar Rp 3 triliun dan sudah disetujui DPR untuk menyerap beras milik petani. Bulog menargetkan bisa menyerapkan sebanyak 417.000 ton beras dari petani dengan menggunakan dana PMN tersebut.Sesuai HPP

Direktur Utama Bulog Lenny Sugihat mengaku tengah mempersiapkan diri untuk mendukung upaya pemerintah menyerap hasil produksi petani saat panen raya. Lenny meminta petani tidak khawatir saat menjelang panen raya nanti, sebab Bulog telah mempersiapkan dana untuk membeli beras milik petani agar harga beras di tingkat petani tidak jatuh. "Bulog berkomitmen untuk menyerap sebanyak mungkin produk petani," ujarnya.

Pembelian Bulog terhadap beras petani sesuai harga pokok pembelian (HPP) beras sebesar Rp 7.260 per kg. Selain itu, Bulog juga berjanji terus menggelar operasi pasar agar harga beras di pasaran tidak semakin mahal sambil menunggu musim panen raya datang.

Manfaatkan PMN

Lenny Sugihat juga mengaku akan mengoptimalkan penggunaan dana penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun untuk menyerap sebanyak mungkin beras dari petani. "Dana PMN yang diperoleh Bulog selain untuk modal kerja juga akan digunakan untuk pengadaan beras. Sekitar 417 ribu ton beras bisa kami beli dari petani dengan menggunakan PMN saja,” kata Lenny.Lenny menegaskan, Bulog mendukung pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Pertanian Amran Sulaiman yang menyatakan Indonesia tidak akan mengimpor beras menjelang panen raya tersebut. Oleh karena itu, Lenny mengaku akan terus berkoordinasi dengan pejabat Bulog di daerah untuk melakukan pembelian dari sentra-sentra produksi beras. “Satgas beras kami sejak 16 Februari lalu terus melakukan operasi pasar. Sudah 72 titik pemukiman di Jabodetabek dilakukan operasi pasar yang hasilnya efektif,” katanya.

Karena rutin melakukan operasi pasar, Lenny mengakui saat ini gudang Bulog di Kelapa Gading dengan kapasitas 209 ribu ton tidak terisi penuh sebab belum dilakukan pengadaan. “Kalau mau di audit ya silahkan saja, itu kewenangan Menteri Perdagangan. Kan juga sudah ada peraturan terkait stok gudang untuk tiga bulan. Aturan itu untuk semua gudang, bukan hanya Bulog. Kami terus mengawasi semua gudang,” jelasnya.

http://www.neraca.co.id/industri/51628/Bulog-Dinilai-Tidak-Siap-Serap-Beras-Petani/4

Awas, Mafia Dibalik Seminar Carut-Marut Kedaulatan Beras !?!

Senin, 16 Maret 2015

Kenapa Polisi & Jaksa Tidak Bertindak ?

Jakarta_Barakindo- Rencana Himpunan Alumni Istitut Pertanian Bogor (HA-IPB) menyelenggaran obrolan warung kopi (seminar-red) dengan tema “Carut Marut Kedaulatan Beras Indonesia: Antara Bulog, Mafia atau Kambing Hitam” mendapat kritikan pedas dari berbagai kalangan.

Salah satu pihak yang menolak terselenggaranya acara tersebut adalah Protanikita. “Lebih baik uangnya untuk memperbaiki kualitas Raskin. Lihat kualitas raskin di Jawa Tengah (Jateng) yang hancur-hancuran,” ujar Koordinator Protanikita, Bonang, Senin (16/3/2015).

Pada bagian lain, mantan wartawan Radio Hilversum, M Chandra menegaskan, acara tersebut hanya untuk mencari pembenaran dan menutupi bobroknya perilaku oknum-oknum di Perum Bulog yang notabene antek-antek mafia beras.

“Kami mempertanyakan, kenapa Kepolisian dan Kejaksaan tidak menggunakan fungsinya untuk menggulung jaringan mafia beras? Sudah jelas beras untuk masyarakat miskin (raskin) itu ada standar kualitasnya yang dipayungi Kepres. Namun kualitas raskin di tiap-tiap daerah Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak layak untuk dikonsumsi manusia,” katanya.

Menurut  Chandra, negara mengalami kerugian hingga triliunan rupiah akibat ulah mafia beras dan antek-anteknya.

“Bukan hanya Kepolisian dan Kejaksaan yang dituntut proaktif melindungi hak-hak dasar rakyat miskin, tapi janji kampanye Presiden Jokowi yang akan mewujudkan swasembada pangan dan memberantas koruptor pun harus segera direalisasikan,” tegasnya.

Informasi yang diterima Redaksi Barak Online Group, Kamis (19/3/2015), HA-IPB berencana menyelenggarakan seminar “Carut Marut Kedaulatan Beras Indonesia: Antara Bulog, Mafia atau Kambing Hitam” di lantai dua Gedung Bulog, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Tema itu dipilih, kata sumber Barak, untuk melihat secara jelas bagaimana sebenarnya peran Bulog sebagai penyangga stok dan menjaga stabilitas harga beras nasional.

Adapun para pembicara yang akan hadir terdiri atas, Dirut Perum Bulog, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Usaha Perum Bulog, Kadis Pertanian Sumatera Selatan, Kadis Pertanian Sulawesi Selatan, Kadis Pertanian Kalimantan Timur, Kadis Pertanian Jawa Timur, Anggota Komisi IV DPR Herman Khaeron, Dirjen Prasarana dan Prasarana Pertanian Kementerian Pertanian, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Prof Bustanul Arifin, Prof Dwi Andreas Santosa dan Prof Hermanto Siregar. (Redaksi)*

http://beritabarak.blogspot.com/2015/03/awas-mafia-dibalik-seminar-carut-marut.html#more

Jumat, 13 Maret 2015

KEBIJAKAN KAPITALISTIK PENYEBAB UTAMA HARGA-HARGA NAIK

Jumat, 13 Maret 2015

Setelah harga beras naik, harga kebutuhan pokok lainnya pun ikut naik (Republika, 9/3). Kenaikan harga juga terjadi pada barang dan jasa lainnya. Kenaikan harga itu bukan saat ini saja, namun sudah terjadi sejak Jokowi menaikkan harga BBM pada 18 November 2014 lalu.


Akibat Kebijakan Kapitalistik

Harga beras naik sekitar 30% pada bulan Februari dan hanya sedikit turun memasuki bulan Maret. Memasuki bulan Maret, harga cabai, bawang dan sebagian sayuran juga naik lagi.
Harga gas juga naik. Pertamina menaikkan harga gas 12 kg menjadi Rp 134 ribu pertabung. Sebagian orang lantas beralih ke gas 3 kg. Gas 3 kg di beberapa daerah pun langka. Harganya naik menjadi Rp 20 ribu pertabung.

Harga BBM mulai 1 Maret 2015 untuk jenis Premium juga naik. Di luar Jawa-Madura-Bali, harga Premium naik dari Rp 6.600/liter menjadi Rp 6.800/liter. Di Jawa-Madura-Bali, harganya naik Rp 100/liter menjadi Rp 6.900/liter.

Seakan kurang, masih ada lagi yang akan dinaikkan oleh Pemerintah seperti tarif listrik, tarif tol dan iuran BPJS. Dengan alasan defisit, iuran BPJS diusulkan naik. Tarif listrik akan dinaikkan lagi agar sama dengan harga keekonomian. Pemerintah pun akan mengenakan PPN 10% untuk tarif tol per 1 April. Itu artinya per 1 April tarif semua ruas tol akan naik 10%. Dipastikan hal itu akan menaikkan biaya logistik dan transportasi. Berikutnya, lagi-lagi harga berbagai barang juga akan naik. Ini akan makin parah sebab pada Oktober 2015 nanti tarif 20 ruas tol akan dinaikkan lagi sekitar 15%.

Semua itu diperparah oleh nilai mata uang rupiah yang terus terpuruk. Nilai rupiah malah terus terpuruk sejak beberapa hari setelah Jokowi dilantik. Bahkan mengutip Reuters, Kamis (5/3/2015), dolar AS saat ini tembus sampai Rp 13.020. Dolar AS berada di posisi terkuat dalam 17 tahun terakhir.

Jelas, penyebab utama kenaikan harga-harga itu adalah kebijakan Pemerintah yang sangat kapitalistik. Akibatnya, rakyat makin tercekik.

Faktor Mendasar: Penerapan Sistem Kapitalisme Neoliberal

Kenaikan harga-harga itu bisa dipengaruhi oleh dua faktor: faktor mekanisme pasar dan selain faktor mekanisme pasar. Faktor mekanisme pasar adalah faktor penawaran dan permintaan. Ketika penawaran berkurang, karena stok berkurang atau minim, atau karena permintaan naik drastis, maka harga akan naik. Faktor itu memang ada, tetapi tampak tidak terjadi secara alami.

Faktor lain justru lebih lebih besar. Dalam hal kenaikan harga beras, misalnya, para pejabat Pemerintah termasuk Bulog menyatakan, stok beras nasional cukup. Karena itu semestinya harga beras tidak melonjak sedemikian rupa. Jika hal itu terjadi, kemungkinan besar ada pihak-pihak yang bermain. Menurut sebagian pengamat, para pemain besar yang jumlahnya 5-8 bisa memainkan harga.

Pemerintah secara tersirat juga mengakui kemungkinan adanya permainan mafia beras. Jika itu terjadi mestinya segera dilakukan tindakan hukum secara tegas. Sampai hari ini, Pemerintah baru sebatas mengancam, tetapi tindakan tegas itu belum terdengar.

Kenaikan harga-harga tampaknya justru lebih banyak dipengaruhi oleh selain faktor mekanisme pasar. Dalam hal ini adalah karena Pemerintah mengadopsi sistem ekonomi kapitalisme neo-liberal yang doktrinnya adalah negara harus seminimal mungkin turut campur dalam perekonomian. Negara cukup menjadi regulator (pengatur) saja. Menurut doktrin ideologi ini, subsidi dianggap haram. Ketika subsidi dikurangi maka harga otomatis naik. Rezim Jokowi malah mencabut subsidi untuk Premium dan menetapkan subsidi tetap Rp 1.000 perliter untuk solar. Akibatnya, harga Premium dan Solar naik-turun mengikuti harga pasar. Kenaikan per 1 Maret lalu adalah konsekuensi dari hal itu. Doktrin ini pulalah yang ada di balik kenaikan harga gas 12 kg dan kenaikan tarif kereta api jarak jauh mulai April nanti.

Sistem kapitalisme itu juga memiliki doktrin bahwa negara tidak boleh mengelola langsung kekayaan alam. Pengelolaan kekayaan alam itu harus diserahkan kepada swasta. Akibatnya, negara kehilangan sumber pendapatan yang besar sekali.

Di sisi lain, teori kontrak sosial dalam demokrasi mengharuskan rakyat membiayai semua yang dilakukan Pemerintah yang diangkat untuk mengurusi rakyat. Pembiayaan itu dilakukan oleh rakyat melalui pajak. Target pendapatan pajak rezim Jokowi tahun 2015 ini naik seiring makin besarnya APBN. Untuk memenuhi target tersebut setidaknya akan dilakukan dengan tiga cara. Pertama: menaikkan besaran pajak. Kedua: memperluas penyetor pajak yakni yang sebelumnya belum membayar pajak akan dikejar supaya bayar pajak. Ketiga: memperluas obyek yang dikenai pajak. Dalam konteks inilah, terjadi pengenaan PPN 10% atas tarif tol mulai April nanti.

Kenaikan harga juga karena pengaruh melemahnya nilai kurs rupiah. Ini jelas berkaitan dengan banyak sistem, seperti sistem moneter dan fiskal; juga berkaitan perdagangan, produksi, ekspor impor, investasi, finansial dan lainnya.

Dengan demikian kenaikan harga itu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor penerapan ideologi dan sistem kapitalisme oleh Pemerintah selama ini. Selama sistem kapitalisme itu diterapkan dan terus dipertahankan maka kenaikan harga-harga akan terus terjadi.

Harga-harga Stabil Hanya dengan Sistem Islam

Sistem Islam, ketika diterapkan sepenuhnya, akan bisa mewujudkan kestabilan harga-harga. Dengan sistem moneter Islam yang berbasis emas dan perak, misalnya, nilai kurs mata uang menjadi stabil. Hal itu akan berpengaruh pada kestabilan harga-harga.

Dalam sistem Islam, pajak dan cukai haram sehingga tidak boleh menjadi sumber pemasukan negara. Dalam sistem Islam, sumber pemasukan negara di antaranya dari pengelolaan harta milik umum, termasuk barang tambang dan kekayaan alam lainnya, yang menjadi milik seluruh rakyat. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Semua hasilnya adalah untuk kemaslahatan rakyat.

Islam pun melarang infrastruktur (sarana) yang menjadi hajat hidup rakyat banyak dikuasai oleh swasta. Semua itu harus dibangun oleh negara dan digunakan oleh seluruh rakyat tanpa bayaran. Dengan begitu biaya logistik menjadi murah. Pada akhirnya, kestabilan harga akan bisa diwujudkan.

Penerapan sistem ekonomi Islam akan bisa membuat mekanisme pasar berjalan dengan baik. Jika ada penyimpangan pasar semisal penimbunan maka pelakunya akan ditindak tegas. Sebab, menimbun adalah haram. Rasul saw. bersabda:

« لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ »

Tidaklah menimbun kecuali orang yang berbuat salah (HR Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad).

Kejahatan penimbunan ini berkaitan dengan hak masyarakat sehingga tidak harus menunggu adanya pengaduan. Qadhi (hakim) dan aparat penegak hukum bisa langsung memeriksa dan menindak pelakunya seketika di tempat.

Islam juga mengharamkan praktik kartel dan adanya kesepakatan antar pelaku ekonomi, baik produsen atau pedagang, untuk menetapkan harga tertentu. Rasul saw. bersabda:

«مَنْ دَخَلَ فِي شَيْءٍ مِنْ أَسْعَارِ الْمُسْلِمِينَ لِيُغْلِيَهُ عَلَيْهِمْ، فَإِنَّ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يُقْعِدَهُ بِعُظْمٍ مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

Siapa saja yang campur tangan terhadap harga kaum Muslim untuk membuat harga itu mahal atas mereka, maka Allah berhak mendudukkan dia di tempat duduk dari neraka pada Hari Kiamat (HR Ahmad, al-Hakim dan al-Baihaqi).

Namun, kestabilan harga itu tidak boleh dikontrol oleh Pemerintah dengan jalan dipatok. Sebab, pematokan harga (at-tas’îr) juga haram meski dilakukan oleh Pemerintah sekalipun.

Ketika syariah Islam diterapkan menyeluruh maka kontrol harga bisa diwujudkan. Dengan semua itu maka gejolak harga tinggal disebabkan faktor alami atau mekanisme pasar. Untuk mengontrol harga karena faktor mekanisme pasar, negara akan menerapkan manajemen logistik termasuk zonasi produksi, pemberian bantuan untuk berproduksi, sistem informasi pasar dan manajemen distribusi yang baik. Selain itu juga dilakukan kontrol keseimbangan penawaran dan permintaan. Untuk itu, institusi negara penyangga harga (semacam Bulog sekarang) membeli hasil produksi dan mengalirkan barang ke pasar secara kontinu sesuai kebutuhan dalam rangka menstabilkan harga. Hal itu seperti yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin al-Khathab ketika di Hijaz harga-harga melambung dan terjadi paceklik. Khalifah Umar lalu mendatangkan bahan makanan dan barang lainnya dari Syam, Irak dan Mesir sehingga masalah bisa diatasi.

Begitulah karakter pemimpin dalam Islam. Dalam Islam, Pemerintah wajib memelihara kepentingan umat dan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT atas hal itu. Rasul saw. bersabda:

« كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالأَمِيرُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ »

Setiap kalian adalah pengatur/pemelihara dan setiap kalian bertanggung jawab atas pemeliharaannya. Seorang pemimpin yang memimpin masyarakat adalah pengatur/pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).

Semua itu hanya bisa berjalan efektif jika syariah Islam diterapkan secara total di bawah sistem Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian yang memang menjadi kewajiban bagi kaum Muslim.

Karena itu umat Islam harus berjuang bersama secara sungguh-sungguh untuk mewujudkan Khilafah itu sesegera mungkin dengan pertolongan Allah SWT. Saat untuk itu sekarang telah tiba.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. [Al-Islam edisi 747, 22 Jumadul Awal 1436 H – 13 Maret 2015 M] [www.visimuslim.com]

http://www.visimuslim.com/2015/03/kebijakan-kapitalistik-penyebab-utama-harga-harga-naik.html

Kamis, 12 Maret 2015

Sebagian Besar Saluran Irigasi di Indramayu Rusak

Kamis, 12 Maret 2015

INDRAMAYU, KOMPAS — Kondisi sekitar 60 persen dari total panjang 1.900 kilometer saluran irigasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, rusak. Kementerian Pertanian serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah merespons itu. Hingga pertengahan tahun ini, saluran irigasi yang mengaliri lahan seluas 5.000 hektar di kabupaten lumbung beras itu akan direhabilitasi.

"Saluran irigasi amat penting bagi keberlangsungan usaha tani di Indramayu. Sayang, kondisi irigasi saat ini belum mendukung. Bantuan dari Kementan hari ini kami terima untuk rehabilitasi saluran irigasi bagi 5.000 hektar sawah," kata Anna Sophanah, Bupati Indramayu, Rabu (11/3), di sela-sela mengikuti panen perdana Indramayu, yang dihadiri Menteri Pertanian Amran Sulaiman, di Desa Sukamelang, Kecamatan Kroya.

Daerah Kroya, tempat panen perdana padi dilakukan, sebenarnya dialiri air yang bersumber dari Sungai Cilalanang dengan Bendung Pedati sebagai pengatur muka airnya. Namun, Cilalanang lebih sering kering lantaran tidak memiliki area tangkapan air. Sungai itu merupakan saluran pembuang alamiah yang bersumber dari dalam tanah.

Eko Subekti, Direktur Irigasi dan Rawa Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, mengatakan, rehabilitasi saluran pembuang alamiah kewenangan provinsi dan kabupaten. Solusi lain mengatasi kekurangan air di daerah yang bergantung pada hujan ialah membangun embung atau waduk kecil.

Tahun ini, pemerintah menargetkan rehabilitasi saluran irigasi yang dapat mengairi sawah seluas 40.000 hektar. Dari total itu, sekitar 30 persen di antaranya berada di Jawa.

Takmid, Kepala Bidang Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Peternakan Indramayu, menambahkan, total dana yang diterima dari Kementerian Pertanian untuk rehabilitasi saluran irigasi Rp 10 miliar.

"Menteri juga mengatakan akan menambah bantuan perbaikan irigasi jika kami bisa menyelesaikan rehabilitasi itu secepatnya. Maksimal, pertengahan tahun ini bisa selesai, sehingga akan ada tambahan bantuan rehabilitasi lagi bagi saluran irigasi yang mengairi 20.000 hektar sawah," kata Takmid. (REK)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150312kompas/#/23/

Rabu, 11 Maret 2015

Produksi Beras Organik Digilir

Rabu, 11 Maret 2015

Minat Budidaya di Kalangan Petani Terus Meningkat

JEMBER, KOMPAS — Seiring kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan membuat permintaan terhadap beras organik pun cenderung meningkat. Di Jember, Jawa Timur, misalnya, petani padi organik mulai kewalahan menangani permintaan beras. Stok yang ada selalu tidak mencukupi.

"Beras organik habis dijual di tempat. Kami belum sempat menjualnya keluar daerah. Semua habis di tempat produksi," kata Rudiyanto, Ketua Kelompok Tani Jaya II, di Rowosari, Kecamatan Sumberjambe, Jember, Selasa (10/3).

Harga beras organik di daerah itu sekitar Rp 18.000 per kilogram. Petani setempat juga mulai mengatur jadwal tanam sehingga panen padi organik diatur. Dengan demikian, setiap bulan kelompok tani secara bergilir bisa memproduksi beras organik 10 ton. Kelompok tani itu beranggotakan 109 orang dengan luas lahan 33 hektar.

Sementara itu, meski menggeliat, pertanian organik di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, masih menemui sejumlah kesulitan, antara lain pupuk. Apalagi, sejauh ini belum ada subsidi pembuatan pupuk kompos serta minimnya alat pertanian modern.

"Setiap bulan, desa kami sudah memproduksi pupuk kompos sekitar 100 ton, tetapi selalu habis untuk keperluan sendiri. Itu pun baru 50 persen dari total kebutuhan kami," ujar Ketua Gabungan Kelompok Tani Sarana Usaha Suwandi (42).

Di sana, tersedia 26,5 hektar lahan pertanian organik melibatkan 82 petani. Kelompok ini dibina PT Medco Energi Internasional. Krisis pupuk kompos juga dipicu minimnya hewan. Di wilayah itu hanya ada 600 ekor sapi.

Keinginan mengembangkan pertanian organik juga terus menguat di kalangan petani di Kabupaten Magelang. Mereka tidak hanya menggandeng lebih banyak petani, tetapi juga intens membantu pengembangan luas lahan untuk tanaman organik.

Wartono, Ketua Gabungan Kelompok Tani Permatasari di Tirtosari, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, mengatakan, pada 2004, sistem pertanian organik mulai diterapkan pada 2 hektar yang ditangani 22 petani. Seiring waktu, minat petani terus bertambah sehingga kini menjadi 142 orang, melibatkan lima kelompok tani dengan luas lahan 149 hektar.

content

"Awal memulai pertanian organik, permintaan beras organik maksimal hanya 1 kuintal per bulan. Namun, saat ini, kami pun kewalahan karena permintaan beras organik 5 ton per bulan," ujarnya. Beras organik dari Gabungan Kelompok Tani Permatasari dijual Rp 13.000 per kg.

Ahmad Saleh, petani organik di Sawangan, Magelang, juga menilai pertanian organik adalah solusi yang tepat bagi petani karena selama ini pemerintah kurang menjalankan perannya untuk menjaga kestabilan harga beras. "Petani acap kali terpukul karena rendahnya harga beras saat panen raya," katanya.

Sementara itu, Lembaga Ekonomi Petani Badan Usaha Milik Petani (BUMP) PT Tanjung Mulia Agronusa di Tanjunganom, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, tengah memproduksi beras putih organik berkadar gula rendah, dengan indeks glikemik (IG) 44,4. Beras ini diproduksi untuk memenuhi kebutuhan pola hidup sehat, khususnya penderita diabetes.

"Kami berupaya memberikan alternatif pilihan bagi penderita diabetes. Beras yang cocok untuk mereka bukan sekadar beras merah," ujar Direktur Umum BUMP PT Tanjung Mulia Agronusa Akhmad Syafi'i.

BUMP PT Tanjung Mulia Agronusa adalah badan usaha dengan 50 persen saham milik Gabungan Kelompok Tani Sukamaju, 30 persen saham milik Asosiasi Petani Organik Kabupaten Magelang, dan 20 persen saham milik perorangan petani di Tanjunganom.

Beras berkadar gula rendah ini diberi label Dea Rice. Dea Rice dari BUMP PT Tanjung Mulya Agronusa ini dihasilkan dari 10 hektar sawah dengan melibatkan 25 petani dari 2 kelompok. Untuk sementara, volume produksi beras ini sekitar 1 ton per bulan. Penderita diabetes biasanya disarankan mengonsumsi beras dengan kadar gula di bawa 55, sementara beras putih yang banyak dikonsumsi masyarakat memiliki kadar gula 68.

Petani di Kabupaten Madiun belum serius menekuni budidaya pertanian organik. Mereka masih menjajaki peluang pasar beras organik yang hingga kini belum ada kepastian.

"Petani pada prinsipnya bergantung pada pasar. Jika pangsa pasarnya jelas dengan harga yang tinggi, tanpa disuruh pun mereka akan mengikuti. Sebaliknya jika belum ada kepastian, petani cenderung melihat dan menunggu," ujar Ketua KTNA Kabupaten Madiun Suharno. (EGI/SIR/IRE/NIK)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150311kompas/#/21/

Selasa, 10 Maret 2015

Program Swasembada Pangan Bakal Sulit Direalisasikan

Senin, 09 Maret 2015
 
Pemerintah Tidak Efektif Atasi Krisis Beras

RMOL. Target pemerintahan Jokowi-JK melakukan swasem­bada pangan sulit terwujud. Pasalnya, pemerintah tidak memiliki strategi jitu mendongkrak produksi pangan. Malah terjadi, krisis beras.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih mengatakan, kelangkaan beras yang terjadi di sejumlah daerah dikarenakan pemerintah tidak menjalankan visi-misinya dalam kedaulatan pangan. Bahkan, di tingkat implementasi kebi­jakan, pemerintah malah tidak memiliki strategi dan prediksi terkait krisis beras dan pangan yang terjadi.

"Peran pemerintah sangat tidak efektif. Pemerintah ter­lihat tidak punya kemampuan mewujudkan Nawacita-nya dan tidak memprediksi apa saja yang terjadi ke depan. Seperti sekarang, kelangkaan beras itu tidak pernah terpikirkan oleh pemerintah," ujar Henry kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Henry yang juga Koordinator Umum La Via Campesina, sebuah gerakan petani kecil dan buruh tani internasional ini men­gatakan, dalam UUPangan dia­tur pembentukan kelembagaan pangan oleh negara. Namun, hal itu tidak dilakukan secara serius oleh pemerintah.

Badan Urusan Logistik (Bulog), kata Henry, adalah lembaga gagal yang tidak mampu ber­fungsi mengumpulkan produk-produk pangan, baik beras dan sejumlah produk pangan pokok lainnya. Alasannya, Bulog su­dah tidak memiliki kebijakan stretegis.

"Kalau sekarang, Bulog bentuknya Perum yang sangat ter­batas dan tidak memiliki ke­mampuan. Karenanya, sekarang-sekarang ini pun beras dikuasai oleh pedagang-pedagang swasta dan juga pengusaha-pengusaha yang tidak berpihak kepada masyarakat," paparnya.

Henry mencontohkan, kerusa­kan tata cara implementasi yang dilakukan pemerintah di tingkat teknis, bisa dilihat dari proses distribusi raskin (Beras Miskin). Seharusnya distribusi Raskin itu dilakukan secara langsung, tetapi pemerintah malah melaku­kan distribusi online dengan menekankan e-money.

"Belum lagi, pemerintah tidak memiliki perangkat yang efektif untuk meningkatkan produksi pangan. Celah-celah itulah yang dimanfaatkan para pedagang untuk bermain, dan pemerintah malah membiarkan begitu saja," ujarnya.

Paling tidak, menurut Henry, ada dua hal utama yang harus dilakukan pemerintah untuk men­jaga kebutuhan pangan nasional. Demi terwujudnya kedaulatan pangan, pemerintah harus memas­tikan di tingkat implementasinya bahwa Nawacita itu berjalan den­gan benar, yakni melalui perwu­judkan Kelembagaan Pangan Permanen dan Partisipasi lang­sung Petani.

Anggota Komisi IV DPR RI Firman Subagyo menyampai­kan, melakukan swasembada beras sekarang ini sudah sangat sulit, dikarenakan program pe­merintah tidak terlebih dahulu menyelesaikan akar persoalan dalam pertanian.

Paling tidak, kata politisi Partai Golkar ini, ada tiga persoalan utama yang sedang terjadi dalam sektor pertanian yang harus segera diatasi pe­merintah. Yakni, persoalan ketersediaan lahan pertanian, infrastruktur pertanian dan iri­gasi, serta peningkatan produk­tivitas hasil pertanian seperti bibit dan pupuk.

Selain itu, penguasaan pasar harus berada di tangan pemer­intah, dengan membuat Bulog yang efektif bagi kebutuhan beras Indonesia. Regulasi yang merugikan petani dan masyarakat pun harus dihentikan, dengan demikian kebijakan impor beras tidak perlu diadakan.

"Rencana pemerintah da­lam mewujudkan kedaulatan pangan itu tidak mudah. Saat ini saja, saya tidak melihat adanya upaya yang serius dari pemerintah untuk segera mem­perbaiki persoalan pertanian itu," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan, harus ada ke­beranian untuk mengeksekusi program-program penelitian dan percontohan dalam pertanian. "Masalah selama ini adalah keberanian kita mengeksekusi sebuah penelitian yang sudah diujicobakan di lapangan yang sudah dihitung setiap ton se­tiap panen setiap hektare tapi tidak pernah dikerjakan dan diputuskan untuk dilaksanakan secara besar-besaran," kata Jokowi usai mengunjungi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perum Perhutani di Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro, Sabtu (7/3).

Jokowi sebelumnya juga men­injau pengelolaan tanaman jag­ung ditumpangsarikan dengan pohon jati serta pengelolaan padi bersama-sama dengan pohon jati menggunakan sistem petak berdasarkan jarak. "Ini hasilnya luar biasa akan melompatkan ha­sil produksi dengan luar biasa," katanya.

Penelitian dan pola yang di­lakukan bersama oleh BUMN dan kementerian itu, kata Presiden, dipantau agar bisa terus berlanjut sambil mendapat ban­tuan dari pemerintah seperti bibit, pupuk dan lainnya. Tapi sekali lagi harus segera diimple­mentasikan,” katanya. ***

http://www.rmol.co/read/2015/03/09/194700/Program-Swasembada-Pangan-Bakal-Sulit-Direalisasikan-

KAMMI: Revitalisasi atau Bubarkan Bulog...

Senin, 09 Maret 2015

RMOL. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) mendukung Kebijakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi untuk tidak melakukan impor beras.

Ketua Kajian Publik Pengurus Pusat KAMMI, Barri Pratama yang mengatakan itu. Dia sendiri mencatat bahwa presiden pernah menduga kenaikan harga beras saat ini hanya karena adanya permainan mafia beras.

"Dalam beberapa kesempatan, Jokowi menduga bahwa mafia beras menginginkan pemerintah melakukan impor beras. Beliau sendiri pun kemudian menegaskan tidak akan impor beras," terang Barri dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (9/3).

"KAMMI mendukung pemerintah untuk tidak melakukan impor beras serta memberantas mafia beras secara permanen," sambung dia.

Barri juga menegaskan bahwa kenaikan harga beras merupakan kesalahan Bulog. Kata dia, Bulog terkesan lambat mengantisipasi dan mengatasi kenaikan harga beras yang terjadi di sejumlah daerah.

"Kesalahan yang dilakukan oleh Bulog sebagai regulator utama pengatur bahan pokok beras meniscayakan perlunya dilakukan revitalisasi atau bahkan pembubaran jika Bulog tetap tak berubah," terangnya.

Redaksi sampai saat ini masih berupaya untuk menghubungi pihak Bulog guna mengkonfirmasi tudingan dari KAMMI. Kemungkinan, berita konfirmasi akan dilayangkan dalam pemberitaan selanjutnya. [sam]

Ada Mafia Beras di Bulog?

Senin, 09 Maret 2015
 
RMOL. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) berharap pemerintah dapat menghentikan permainan oknum atau mafia beras di Indonesia. Permainan mafia beras dinilai menjadi penyebab lonjakan harga beras yang masih mencapai Rp11.000 di sejumlah daerah.

Ketua Umum PP KAMMI Andriyana yang mengatakan itu. Parahnya, kata dia, kejadian serupa itu hampir selalu berulang tiap tahun. Anehnya lagi, Bulog sebagai badan khusus yang menangani bahan pokok beras terkesan tidak gesit.

"Respons Bulog yang mestinya berfungsi mengendalikan harga beras, menyediakan cadangan, serta mengurus impor beras di Indonesia kerap terlambat,” kata Andriyana dalam keterangan tertulis yang dikirim ke redaksi, Senin (9/3).

Dia tekankan, Operasi Pasar (OP) yang dilakukan pemerintah melalui Bulog tidak memberikan dampak signifikan. Sebab, kualitas beras yang diberikan masih dirasa sangat buruk dan sulit diterima warga miskin.

"Beras yang disediakan Bulog tidak sesuai dengan INPRES No.3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/ Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah," terangnya.

Dia menduga, mafia beras yang bermain berasal dari dalam tubuh Bulog.

Redaksi sampai saat ini masih berupaya untuk menghubungi pihak Bulog guna mengkonfirmasi tudingan dari KAMMI. Kemungkinan, berita konfirmasi akan dilayangkan dalam pemberitaan selanjutnya. [sam]

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pangan

Senin, 9 Maret 2015

Pemerintah Dinilai Tak Serius Tangani Pangan

SEMARANG (TERBITTOP.COM)– Koordinator LSM Protanikita, Bonang, menegaskan bahwa pemerintahan saat ini tidak serius dalam memperhatikan dan mengatasi problema ketahanan pangan.

Peraturan Pemerintah (PP) yang seharusnya sudah diterbitkan, hingga saat ini malah belum diambah, meski waktu tinggal beberapa bulan lagi.

“Itu semua yang menjadikan sistem ketahanan pangan di Indonesia tidak kuat. Akibatnya, lembaga-lembaga yang berkaitan dengan ketahanan pangan cenderung berjalan sendiri-sendiri, kurang koordinatif dan bahkan tidak komunikatif,” kata Bonang kepada wartawan melalui telepon genggamnya, Senin (9/3/2015).

Padahal, jelas disebutkan dalam Bab XV pasal 126 UU No 18 Tahun 2012 tentang ketahanan pangan, lanjut Bonang, harus segera dibentuk lembaga-lembaga yang bertanggungjawab langsung kepada presiden.

“Tapi kenyataannya sekarang ini lembaga-lembaga tersebut banyak yang berada di bawah koordinasi kementerian dan koordinasinya tidak jelas karena cenderung berjalan sendiri-sendiri,” tegasnya.

Bonang menambahkan bisa jadi, itu semua disebabkan tidak adanya Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur mekanisme lembaga ketahanan pangan.

“Seharusnya paling lambat 3 tahun setelah diterbitkannya undang-undang, segera diterbitkan PP. Nah ini molor padahal batas 3 tahun dari penerbitan UU Ketahan Pangan No 18 Tahun 2012, sudah hampir habis. Ini bukti tidak seriusnya pemerintah dalam mengurus persoalan pangan,” tandas Bonang.

Maka tak heran kalau dampak yang ditimbulkan berimbas pada kualitas beras, terbatasnya stok beras, kelangkaan pupuk, fluktuasi harga beras yang tidak stabil, sampai terjadinya impor beras yang jelas merugikan petani. (chamim).

http://terbittop.com/?p=5208

Sabtu, 07 Maret 2015

Genjot Produktivitas

Sabtu, 7 Maret 2015

Presiden Joko Widodo berbincang dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di area tanam Desa Karanggebang, Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (6/3). Presiden menjamin ketersediaan benih, pupuk, dan air sehingga petani mampu meningkatkan produktivitas.

Presiden Joko Widodo Panen Raya Padi di Ponorogo

PONOROGO, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta petani menggenjot produktivitas padi untuk mewujudkan swasembada pangan nasional. Pemerintah berjanji menghentikan impor dan mengambil kebijakan mendukung petani dengan menjamin harga pembelian, menyediakan benih, air, pupuk, dan membantu mekanisasi alat pertanian.

"Saya minta kepada seluruh petani untuk semangat berproduksi sehingga saat panen hasilnya meningkat. Jangan sampai ada lagi impor beras. Janji saya tidak ada impor, dengan catatan produksi harus naik," ujar Presiden Joko Widodo (Jokowi) seusai melakukan panen raya di Desa Karanggebang, Jetis, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Jumat (6/3).

Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia sebenarnya malu jika harus impor beras dari Thailand dan Vietnam. Lahan pertanian di Indonesia jauh lebih luas daripada dua negara itu. Selain itu, jumlah petani lebih banyak dengan tanah yang lebih subur.

Pemerintah akan mendukung penuh petani untuk meningkatkan produktivitasnya dengan berbagai kebijakan. "Antara lain dengan memberikan bantuan alat pertanian, seperti traktor tangan 41.000 unit, pompa 10.028 unit, serta benih dan pupuknya untuk 1,7 juta hektar lahan di tahun ini," kata Jokowi.

Selain itu, pemerintah memperbaiki saluran irigasi untuk 1,5 juta hektar melalui dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan 1,1 juta hektar melalui dana APBN Perubahan. Realisasi perbaikan irigasi saat ini sudah mencapai 30 persen dari 1,5 juta hektar.

Harga pembelian

Pada kesempatan itu Presiden Jokowi berjanji akan menaikkan harga pokok pembelian (HPP) gabah dan beras yang sudah dua tahun tidak berubah. Besaran kenaikan saat ini masih digodok dengan menggali informasi dari berbagai sumber, seperti petani, bupati, dan gubernur. "Yang jelas, pasti naik. Berapa? Rahasia. Masih dihitung. Saya bertanya kepada petani, gubernur, dan bupati, berapa angkanya sehingga kenaikannya bisa pas," kata Presiden.

Selain menaikkan HPP gabah dan beras, pemerintah juga akan mengkaji perlu tidaknya menyusun HPP untuk jagung, supaya tidak merugikan petani saat panen raya. Berdasarkan informasi dari petani, saat ini harga jagung pipilan kering jatuh Rp 2.600 per kilogram dari sebelumnya Rp 3.300 karena saat ini merupakan puncak musim panen.

Pemerintah pun berencana mengatur waktu panen supaya tidak berlangsung bersamaan untuk mencegah harga produk terjun bebas. Menurut rencana, masa panen di Pulau Jawa akan diatur supaya tidak bersamaan dengan masa panen di Sulawesi dan Kalimantan.

content

Jokowi menambahkan, upaya meningkatkan kesejahteraan petani harus dicapai dengan menaikkan produktivitas, misalnya dari panen 6 ton per hektar menjadi 9 ton per hektar, bukan menaikkan harga produk. Alasannya, kenaikan harga produk melemahkan daya saing petani di dalam negeri dengan petani di negara lain.

Contohnya, harga beras impor dari Thailand hanya Rp 4.000 per kilogram, sedangkan harga beras di dalam negeri Rp 10.000 per kilogram. Dengan tingginya disparitas harga itu, produk petani sulit bersaing, dan impor akan membanjiri pasar Indonesia.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pada kesempatan itu mengatakan, saat ini musim panen raya dengan hasil produksi yang melimpah. Sebagai gambaran, selama Januari-Maret 2015 hasil panen mencapai 16 juta ton gabah. Terbesar berasal dari Jatim sebagai lumbung pangan yang menguasai 17 persen produksi beras nasional.

Jatim telah menjadi tumpuan pangan nasional dengan hasil panen yang terus meningkat. Sebagai gambaran, produksi tahun 2014 mencapai 12,4 juta ton GKG atau naik dibandingkan tahun sebelumnya 12 juta ton GKG.

Produksi itu mengalahkan Jawa Barat yang menghasilkan 11,5 juta ton per tahun (16 persen) produksi nasional. Jawa Tengah berada di urutan lumbung pangan ketiga dengan produksi 9,8 juta ton (13 persen).

Mulai panen

Dari sejumlah daerah dilaporkan, musim panen padi musim tanam pertama (rendeng) mulai berlangsung meski belum merata. Di Jatim, panen raya terlambat sekitar dua pekan. Namun, menurut Achmad Nurfalakhi dari Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian Jatim, Maret ini puncak panen raya.

Di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, panen juga belum merata. Namun, di Kabupaten Sragen, Klaten, dan Sukoharjo, dimulainya panen padi membuat harga gabah merosot.

Puncak musim panen padi di Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Buru, Maluku, pun mulai tiba. Dimulainya panen dibarengi dengan turunnya harga gabah. Di Banten, panen padi akan berlangsung dalam waktu dekat. Sementara di Palembang, Bulog Divisi Regional Sumatera Selatan dan Bangka Belitung masih melakukan operasi pasar meskipun harga beras mulai turun.

(NIK/ETA/WIE/RWN/JUM/ENG/FRN/BAY/WER/EGI/ODY)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150307kompas/#/21/

Jumat, 06 Maret 2015

Perbaikan Irigasi Dikerjakan

Jumat, 6 Maret 2015

Mentan Diiming-imingi jika Buka Keran Impor

JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus mengerjakan pengerukan waduk dan perbaikan irigasi. Pengerjaan itu diperlukan guna menghadapi musim kemarau sehingga tidak terjadi sedimentasi dan sawah tetap bisa mendapat air yang cukup.

Hal itu disampaikan Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Djoko Mursito di Jakarta, Kamis (5/3). ”Pekerjaan rutin ini terus dilakukan agar tidak ada sedimentasi dan sawah tetap bisa mendapatkan air yang cukup,” kata Djoko.

Mengenai Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, menurut Djoko, secara fisik, waduk sudah selesai dibangun. Namun, belum bisa dialiri karena wilayah yang akan dilalui air belum dibebaskan.

”Proses pembebasan sebenarnya sudah dilakukan sejak 1980. Namun, hingga kini masih sulit dilakukan,” katanya. Lahan yang harus dibebaskan masih cukup luas karena anggaran yang dialokasikan untuk pembebasan lahan cukup besar sekitar Rp 900 miliar.

Dari Ponorogo, Jawa Timur, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, pemerintah menolak tegas impor beras meski mendapat iming-iming bagi hasil dari oknum pengusaha. Pemerintah optimistis produksi petani mencukupi kebutuhan dalam negeri karena panen pada Maret diperkirakan 8 juta ton gabah. ”Pokoknya, kami tidak boleh impor. Selama petani kita mampu, tak boleh impor,” ujar Amran yang mengaku ditawari bagi hasil tinggi jika membuka keran impor 1,5 juta ton beras dari Thailand dan Vietnam.

Menurut rencana, panen padi di Ponorogo, Jumat ini, akan dihadiri Presiden Joko Widodo. Kementerian Pertanian menargetkan produksi beras 2015 sebanyak 73 juta ton atau naik 3 juta ton dibandingkan 2014.

Pengelolaan air

Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengatakan, pengelolaan air, pemilihan varietas, dan panen padi lebih awal dengan sistem culik perlu dilakukan agar produksi beras sesuai target. Beberapa hal yang dilakukan untuk mengatasi awal musim kemarau yang lebih cepat adalah panen dengan sistem culik, yaitu panen lebih dini untuk luasan 5 persen lahan. Lahan kemudian dimanfaatkan untuk pembenihan lebih awal agar saat panen lahan dapat langsung diolah dan ditanami. (HEN/MAS/ARN/NAD/NIK/ODY/ETA/FRN)
content

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/150306kompas/#/22/

BERAS SELUNDUPAN DIDUGA BEREDAR DI JAMBI

Kamis, 05 Maret 2015
Komandan Korem (Danrem) 042/Gapu Jambi, Kol Inf Harianto saat meninjau gudang beras milik Bulog Divre Jambi, kemarin (4/3).

JAMBI - Meski tidak ada gejolak akibat kenaikan beras di pasaran, Polda Jambi terus melakukan pengawasan di lapangan agar tidak terjadi gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan masalah. Di samping itu, pengawasan di wilayah perbatasan juga dilakukan agar tidak ada penyelundupan beras ilegal dari luar negeri masuk ke Jambi.
Kapolda Jambi, Brigejen Pol. Bambang Sudarisman melalui Kabid Humas Polda Jambi, AKBP Almansyah mengatakan, Polda Jambi dan jajaran terus melakukan pengawasan di beberapa titik yang dapat dilewati beras ilegal masuk ke Wilayah Jambi. Di antaranya, di Perairan Tanjung Jabung barat dan juga Pelabuhan Talang Duku.

Menurut Almansyah, tim yang bertugas terus melakukan patroli dan langsung menghentikan kapal jika ada yang mencurigakan. “Kita kan ada dua pos, Pos Tanjab Barat dan Pelabuhan Talang Duku, kita terus pantau,” katanya Selasa (3/3).

Tidak hanya jalur laut dan sungai, polisi juga memperketat pengawasan di jalur darat. Karena barang selundupan tidak hanya masuk melalui jalur air saja, tapi jalur darat juga memungkinkan. Makanya, pengawasan juga dilakukan. “Intinya berdasarkan arahan kapolda, semua wilayah perbatasan harus diperketat,” tegas Almansyah.

Sebenarnya lanjut Almansyah, pengawasan seperti penyelundupan barang ke Jambi, bukan hanya berpatok dengan beras saja. Tapi semua barang yang masuk ke wilayah Jambi diawasi, agar tidak ada barang-barang ilegal.

Sementara itu, informasi yang diperoleh menyebutkan, beras ilegal dari negara tetangga diduga banyak beredar di Provinsi Jambi. Hanya saja kemasannya sudah diubah. Kabarnya, wilayah timur Provinsi Jambi memang menjadi peluang bagi mafia penyelundup barang-barang sembako yang berasal dari negara tetangga. Beras, adalah salah satu jenis sembako yang saat ini banyak diselundupkan ke wilayah Jambi.

Beras selundupan masuk ke wilayah Jambi disalurkan melalui laut dan pinggiran Pantai Kuala Tungkal. Di situ banyak dermaga-dermaga tikus yang dimanfaatkan untuk transaksi barang selundupan. "Beras selundupan itu berasal dari Malaysia, Vietnam dan Thailand yang dibawa melalui jalur laut oleh kapal sewaan milik nelayan," kata sumber di internal aparat keamanan.‎

Menurut sumber ini, beras selundupan masuk ke wilayah Jambi melalui dermaga tikus Kuala Tungkal dan dibawa ke daerah pesisir dan masuk Jambi.‎ "Beras selundupan ini memang lebih murah harganya jika dibandingkan dengan beras lokal," ujarnya.

Sumber ini mengungkapkan, paling banyak beras-beras selundupan itu dikirim lagi ke Jakarta melalui pelabuhan Tanjung Priok. Di Jambi, beras selundupan itu hanya mampir sebentar. "Yang dibawa masuk ke Jambi cuma sedikit. Paling banyak langsung dibawa ke Jakarta," katanya.‎‎

Kepala Bulog Divre Jambi, Alwi Umri, beberapa waktu lalu menegaskan tak mengetahui soal adanya beras selundupan. Namun, ia mengatakan Bulog memang memperdagangkan secara bebas beras premium yang kebanyakan berasal dari Vietnam dan Thaliand. Menurutnya itu ilegal dan sah.

"Kalau beras premium itu memang resmi milik Bulog yang paling banyak dari Vietnam dan Thaliand," katanya. Menurut Alwi, beras premium sengaja didatangkan untuk operasi pasar dan komersial.

Kabid Humas Polda, AKBP. Almansyah, mengatakan, kemungkinan-kemungkinan penyelewengan beras di Jambi cukup kecil. Meski demikian, Polda Jambi dan jajaran terus melakukan monitoring dan melakukan pengawasan di lapangan.

Menurut Almansyah, selama ini Polda Jambi belum pernah menangani kasus penyelewangan ataupun penyelundupan beras. “Karena memang tidak ada temuan atau kasus seperti itu (penyelundupan),” lanjutnya.

Sebelumnya, Januari lalu, Polresta Jambi sempat menutup dua gudang beras PD Sejahtera yang berada di Jalan Gunug Sameru, Rt 24, Keluhan Payo Selincah, Jambi Timur. Masalahnya, PT ini diduga melakukan pengoplosan beras Bulog untuk dijual di pasaran.

Tapi seiring berjalannya pemeriksaan saksi dan dukumen, penyegelan dibuka kembali. Karena kepolisian tidak menemukan bukti pelanggaran yang dilakukan PD Sejahtera.

Ketika itu, kepolisian sempat melakukan koordinasi dengan Perum Bulog Regional Jambi, terkait adanya pengoplosan beras bulog oleh PD Sejahtera. Namun, berdasarkan keterangan dari Bulog, pengoplosan tidak ada masalah, selagi beras yang dioplos adalah beras bulog jenis premium yang boleh dikomersialkan.

Tidak berhenti di situ, kepolisian juga mengirim sampel beras ke BPM Jambi untuk diperiksa. Hasilnya, beras yang dioplos tidak ada unsur yang berbahaya. “Saat kita cek di metrologi, timbangannya juga tidak ada masalah. Makanya, tidak ada unsur yang kita temukan. Makanya, pemeriksaan kita hentikan,” ungkap Kasubag Humas Polresta Jambi, AKP Sri Kurniati belum lama ini.

Bulog: Stok Beras Cukup untuk Tiga Bulan ke Depan

Terpisah, Komandan Korem (Danrem) 042/Gapu Jambi, Kol Inf Harianto mengimbau kepada pemilik gudang beras untuk tidak menimbun beras. “Kita imbau sesuai dengan arahan dari presiden, jangan sampai ada penahanan beras di gudang, itulah yang membuat harga relatif naik,” katanya usai meninjau gudang beras milik Bulog Divre Jambi, kemarin (4/3).

Kedatangan Danrem ke gudang bulog tersebut untuk melihat ketersediaan stok beras bagi masyarakat Jambi, pasca melonjaknya harga beras di beberapa daerah lain di Indonesia. Berdasarkan pantauan dan laporan yang diterimanya, Danrem mengatakan saat ini harga beras di wilayah Provinsi Jambi masih dalam keadaan normal. “Setelah kita pantau harga relatif normal, aktivitas penimbunan kemungkinan juga tidak ada,” jelasnya.

Danrem tiba di gudang Bulog sekitar pukul 08.00 WIB, didampingi Dandim 0415 Batanghari Letkol Inf. Fredy Sianturi, Kapenrem Mayor Imam Syafi’i dan Kepala Bulog Jambi, Alwi Amri. Pada kesempatan itu, Alwi Amri mengatakan ketersedian beras untuk masyarakat Jambi masih cukup, setidaknya hingga tiga bulan mendatang.

“Untuk posisi saat ini stok raskin cukup untuk tiga bulan ke depan,” ujarnya. “Untuk stok Provinsi Jambi kurang lebih sebanyak 6.000 ton, itu tersebar di empat titik di Provinsi Jambi, yakni di Gudang Pasir Putih, Kuala Tungkal, Bungo Tebo, Sarolangun Bangko dan Kerinci,” jelasnya.

Kemudian, setelah tiga bulan ke depan, menurut Alwi, pihaknya sudah mengantisipasi ketersediaan beras bagi masyarakat. “Kita sedang dalam proses pengiriman dari Lampung sebanyak 1.000 ton, dari Padang kita mendapatkan 3.000 ton. Di mana 1.500 ton dalam proses berjalan dan 1.500 ton dalam proses administrasi,” katanya. (ami/mui/iam)

http://www.jambi-independent.co.id/index.php/kota-jambi/item/1166-beras-selundupan-diduga-beredar-di-jambi

Kamis, 05 Maret 2015

BC Kepri gagalkan 12 penyelundupan beras impor

Rabu, 4 Maret 2015

Karimun, Kepri (ANTARA News) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Cukai Khusus Kepulauan Riau sejak Januari 2015 menggagalkan 12 tindak pidana penyelundupan beras impor.

"Total penyelundupan yang kita tindak sebanyak 19 kasus, 12 di antaranya penyelundupan beras impor," kata Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kanwil Ditjen Bea Cukai Khusus Kepri R Evy Suhartantyo di Tanjung Balai Karimun, Karimun, Rabu.

Evy Suhartantyo mengatakan dominasi penindakan penyelundupan beras impor merupakan salah satu bentuk dukungan BC Kepri terhadap kebijakan pemerintah tentang tata niaga impor beras, sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras.

"Penindakan penyelundupan sudah menjadi tugas kami, sebelum adanya peraturan itu kami sudah melakukannya. Tapi, kami mendukung kebijakan itu dengan meningkatkan patroli," kata dia.

Ia mengatakan, kebijakan pengetatan impor beras harus didukung karena terkait dengan pengamanan produksi beras dalam negeri, serta terkait dengan program pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bertekad mewujudkan swasembada beras.

Dari 12 kasus penyelundupan beras yang ditindak, menurut dia, kasus terbaru adalah melibatkan empat kapal, tiga kapal ditangkap dalam waktu dan tempat yang sama oleh kapal patroli BC-10022, di perairan Tanjung Kelingking, Kamis (26/2), dan satu kapal ditindak BC-9004 di perairan Pulau Abang, Senin (2/3).

Beras yang diangkut empat kapal itu berasal dari Batam yang mendapat fasilitas bebas bea impor karena berstatus kawasan perdagangan bebas.

"Sama dengan kasus-kasus lain, modusnya adalah membawa beras impor tanpa dokumen eks impor Batam. Kita tindak karena barang impor dari Batam tidak boleh dibawa keluar," ucapnya.

Evy menepis adanya mafia beras sehingga pihaknya meningkatkan patroli dan penindakan terhadap penyelundupan beras impor.

"Tidak mafia beras. Ini penindakan biasa. Perairan Kepri di perbatasan sehingga menjadi daerah rawan penyelundupan.

Kepala Bidang Penyidikan dan Barang Hasil Penindakan Kanwil Ditjen Bea Cukai Khusus Kepri, Budi Santoso menambahkan, sebagian besar kasus penyelundupan beras impor berasal dari Batam, lalu di bawah ke daerah lain.

"Batam kawasan bebas, barang impor dari sana memang rawan dibawa keluar. Termasuk beras, di Kepri tidak ada importirnya," katanya.

Beras, tambah Budi Santoso, merupakan komoditas yang diatur tata niaganya. Peraturan Menteri Perdagangan soal impor beras patut didukung agar tidak merugikan petani dalam negeri.

"Impor beras hanya bisa dilakukan oleh Bulog, importir terdaftar, dan importir produsen," katanya.

http://www.antaranews.com/berita/483375/bc-kepri-gagalkan-12-penyelundupan-beras-impor