Kamis, 24 Maret 2016

VISI MARITIM JOKOWI-SUKARNO

KAMIS, 24 MARET 2016
 
JOKOWI dan Sukarno ternyata punya kesamaan, yaitu pemerintahannya sama-sama didukung oleh sosok menteri yang punya visi kemaritiman yang kuat, seperti Susi Pudjiastuti (Menteri KKP) yang berani melawan perampok ikan di perairan Nusantara, Rizal Ramli (Menko Maritim dan Sumber Daya) yang menumpas komplotan penyamun Pelindo II, memenuhi target dwelling time yang diminta presiden menjadi rata-rata tiga hari, dan yang terbaru perjuangannya membela rakyat di Kawasan Timur Indonesia supaya ladang gas abadi Blok Masela dikelola di darat ternyata selaras-sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi yang memang menginginkan terjadi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Kawasan Timur Indonesia.

Sukarno dulu juga punya menteri yang memiliki visi kemaritiman yang kuat dan punya pamor internasional, seperti Ir Haji Djuanda, Ali Sadikin (Menteri Muda Perhubungan Laut), Haji Agus Salim, Subandrio, Roeslan Abdulgani, dan beberapa nama lain yang memberi Sukarno legacy.

Susi dan Rizal juga memberi legacy buat Jokowi. Setelah pemerintahan Sukarno sampai pemerintahan SBY belum pernah terjadi kebijakan kemaritiman yang begitu tegas, berani, dan sangat memperlihatkan keberpihakan kepada rakyat seperti sekarang.

Jokowi yang proletar, bukan berasal dari golongan priyayi-bangsawan, bukan pula dari kelas ksatria, ternyata punya komitmen yang kuat terhadap visi kemaritiman Nusantara, dan Tuhan rupa-rupanya mengutus orang-orang seperti Rizal Ramli dan Susi Pudjiastuti dengan karakter mereka yang out of the box dan tipikal pemimpin operational leadership untuk duduk di kabinet membantu Jokowi.

Memang seringkali orang-orang out of the box atau orang-orang "urakan" yang memiliki disiplin pribadi dan disiplin moral yang kuat lebih bisa diharapkan untuk menjadi pendorong perubahan. Sukarno, Ali Sadikin, Gus Dur, Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, bahkan Presiden Jokowi sendiri boleh dibilang adalah orang-orang "urakan", yang visi dan orientasi kepemimpinannya adalah menciptakan perubahan lebih baik, anti feodalisme, anti hipokritisme, yang menaruh hati dan pikiran untuk rakyat, yang menjaga marwah nasionalisme, bukan menjadi pembela kaki-tangan asing, yang menjual jabatan dengan cara-cara nepotisme, kolusi, dan korupsi.

Jalan Jokowi yaitu jalan Nawa Cita dan jalan Tri Sakti sesungguhnya memang punya kesamaan dengan jalan Sukarno, jalan itu tidak selamanya landai dan benderang, seringkali gelap berkelok dan curam, dihambat oleh para bajing loncat dan para begal yang menggunting di dalam lipatan.

Kelompok begal dan para bajing loncat ini masih ada di kabinet, tetapi satu per satu mereka dipastikan bakal rontok, tersingkir dari kabinet, sebab Jokowi bukannya tidak tau mana menteri yang pro Nawa Cita dan pro Tri Sakti, serta mana yang bertolakbelakang dengan cita-cita ideologis Sukarno itu yang kini diwarisi oleh Jokowi. ***

CATATAN: ARIEF GUNAWAN, INIORANGBIASA@YAHOO.COM

http://www.rmol.co/read/2016/03/24/240699/Visi-Maritim-Jokowi-Sukarno-

Rabu, 16 Maret 2016

Fadli Zon Minta Bulog Aktif Beli Gabah Rakyat Tani Saat Panen

Rabu, 16 Maret 2016


Jakarta_Barakindo-Sejak Maret hingga April ini, sebagian daerah sentra produksi padi sudah mulai memasuki musim panen. Hal itu menarik perhatian DPR dalam menyikapi kinerja pengamanan stok pangan nasional oleh pemerintah.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon, mendorong pemerintah melalui Perum Bulog aktif membeli gabah produksi rakyat tani lokal, terutama pada masa panen raya 2016 ini.

"Memasuki musim panen ini, Perum Bulog harus aktif turun langsung untuk membeli gabah petani. Hal sama juga harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai wujud perlindungan terhadap rakyat tani nasional," kata Fadli dalam siaran pers yang diterima Barak Online Group, Selasa (15/3/2016).

Kata pria yang juga menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) itu, pembelian gabah langsung ke rakyat tani harus dilakukan agar harga tidak anjlok dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Jika hanya mengandalkan mitra kerja Perum Bulog, maka kemungkinan rakyat tani tidak akan menikmati HPP akan terbuka lebar," tegasnya.

Lebih jauh, Fadli menjelaskan, langkah Pemkab Ponorogo yang mengalokasikan anggaran untuk langsung membeli gabah rakyat tani patut menjadi contoh. "Jadi, ada baiknya Pemda mengalokasikan anggaran untuk langsung membeli gabah dari rakyat tani," katanya.

Demi mewujudkan perlindungan terhadap rakyat tani, Fadli bahkan mengusulkan agar ada sinergitas antara Perum Bulog dengan Pemda. “Kalau perlu bentuk forum kedaulatan pangan disetiap kabupaten dan kota untuk, “tandasnya. (Red)*

http://beritabarak.blogspot.co.id/2016/03/fadli-zon-minta-bulog-aktif-beli-gabah.html#more

Serap Gabah dari Panen Raya, Bulog Jateng Siapkan Anggaran Rp 4 Triliun

Selasa, 15 Maret 2016

SEMARANG, KOMPAS.com – Badan Urusan Logistik (Bulog) Divisi Regional Jawa Tengah menyiapkan anggaran hingga Rp 4 triliun untuk menyerap gabah dari para petani. Saat ini, penyerapan digencarkan karena beberapa daerah di Jateng mengadakan panen raya.

Kepala Bulog Divre Jateng Usep Karyana mengatakan, Bulog mendapat penugasan dari pemerintah untuk ikut mengintervensi dan menyerap gabah dari panen raya yang berlangsung dari Maret sampai April ini.

“Publik Service Obligation (PSO)-nya untuk 500.000 ton gabah untuk diserap. Untuk PSO itu, kita diberi anggaran dari negara hingga 4 triliun,” kata Usep di Semarang, Selasa (15/3/2016) pagi.

Dana tersebut hanya bisa dipakai untuk membeli 500.000 ton gabah dari petani. Padahal, panen raya di Jateng tahun 2015 berpotensi menghasilkan 11,3 juta ton.

Soal harga beli, Bulog mengacu pada Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan, yakni Rp 3.700 per kilogram untuk gabah kering dengan kandungan air 25 persen. Di tingkat penggilingan, harga naik menjadi Rp 3.750 per kilogram. Untuk kadar air lebih kecil hingga 14 persen, harga ditetapkan Rp 4.600 per kilogram.

“Kalau ada harganya di bawah HPP itu biasanya gabah kadar airnya tinggi, misalnya karena curah tinggi menjadi. Jika di atas HPP harga bisa turun menjadi Rp 3.500 per kilo, bahkan Rp 3.300. Itu ada aturannya,” kata Usep.

Untuk penyerapan ini, Bulog mengaku siap untuk aktif 24 jam menyerap gabah dari petani. Pada hari libur, Sabtu-Minggu pun petugas Bulog siap untuk tidak libur di masa panen raya ini.

“Kami siap untuk mandiri. Semangat kita memberikan kontribusi pada provinsi lain. Bulog siap menerima vitamin. Sabtu-Minggu akan buka, Satker, Perbankan siap melayani,” tambah dia lagi.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam sebuah dialog Selasa pagi mendukung langkah Bulog. Namun demikian, ia menginginkan agar regulasi yang ada bisa membuat kerja Bulog menjadi lebih luwes dalam menyerap harga gabah dari petani.

“Saya kemarin bicara sama Menteri Pertanian, untuk cari regulasi. Misalnya, bisa enggak ya Bulog melanggar aturan untuk rakyat. Gabah kalau keluar dari sawah harganya Rp 3.700, tapi itu sulit karena enggak sesuai ketentuan,” ujar Ganjar.

Jika setiap gabah yang dikeluarkan dari petani langsung dihargai Rp 3.700 per kilogram, petani akan untung. Namun, regulasi yang ada tidak mengizinkan hal tersebut terjadi.

“Niatnya memang baik, tapi enggak bisa. Bulog aslinya bisa karena mempunyai alat pengering. Kalau menaikkan harga lebih dari HPP itu tidak bisa, harus ada keputusan politik, bukan dari Bulog,” tambah alumnus Magister Universitas Indonesia ini.


http://regional.kompas.com/read/2016/03/15/08363001/Serap.Gabah.dari.Panen.Raya.Bulog.Jateng.Siapkan.Anggaran.Rp.4.Triliun

Bulog alokasikan Rp 20 triliun untuk serap gabah

Selasa, 15 Maret 2016


JAKARTA. Perum Bulog menargetkan dapat menyerap 4 juta ton beras pada tahun ini. Untuk mencapai target tersebut, Bulog akan memperbanyak penyerapan gabah sebanyak 1,25 juta ton. Bulog menganggarkan Rp 20 triliun untuk menyerap beras dan gabah pada tahun ini.

Direktur Keuangan Bulog Iryanto Hutagaol mengatakan, dari Rp 20 triliun anggaran itu, Bulog mengalokasikan sekitar Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun untuk pembelian gabah.

Sebagian dana pengadaan tersebut berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp 3 triliun yang diperkirakan dapat menyerap setara beras sebanyak 380.000 ton.

"Modal dari PMN itu hanya dapat digunakan sepersepuluh dari target penyerapan kita," ujar Iryanto kepada KONTAN, Senin (14/3).

Iryanto menjelaskan, selain mengandalkan pembiayaan dari PMN, Bulog mendapat pinjaman dari tiga bank besar untuk mendapatkan modal penyerapan beras dan gabah pada tahun ini.

Saat ini, Bulog mendapatkan pinjaman paling besar dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk, Bank Negara Indonesia (BNI) Tbk, dan Bank Bukopin Tbk.

Direktur Pengadaan Bulog Wahyu menambahkan, untuk mempercepat penyerapan beras dan gabah, Bulog akan memperbaiki 132 Unit Pengelolaan Gabah Beras (UPGB) yang berada di 132 lokasi di seluruh Indonesia tahun ini.

Saat ini, dari 132 UPGB tersebut, sekitar 70 UPGB yang beroperasi. "Sampai akhir tahun ini, kita menargetkan semua sudah bisa beroperasi," ujarnya.

Perbaikan UPGB ini memang menjadi perhatian Bulog pasca Presiden Joko Widodo mengunjungi salah satu UPGB milik Bulog di Jawa Tengah yang tidak beroperasi.

Menurut Wahyu, pendirian UPGB sudah ada sejak 2003. Namun sejak didirikan sampai pada akhir tahun 2015, UPGB belum juga bisa dioperasikan.

Saat ini, 70 UPGB sudah diperbaiki dan mulai beroperasi akhir tahun lalu. Ada 8 UPGB lagi yang sudah dalam tahap perbaikan. "Satu UPGB yang dilihat Bapak Presiden kemarin itu memang kebetulan tak beroperasi," terang Wahyu.

Asal tahu saja, UPGB merupakan unit Bulog untuk menyerap beras dan gabah petani. Wajar saja belakangan penyerapan kurang gereget lantaran sebagian tak berfungsi.

Karena itu, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman meminta Bulog mempercepat perbaikan UPGB yang rusak. Sebab dengan beroperasinya UPGB, penyerapan gabah milik Bulog bisa lebih cepat sehingga target produksi dapat tercapai.


http://m.kontan.co.id/news/bulog-alokasikan-rp-20-triliun-untuk-serap-gabah

Selasa, 15 Maret 2016

Menggapai Harapan dari Panen Raya Padi

Senin, 14 Mar 2016

Cilacap, Antara Jateng - Petani di sebagian wilayah eks-Keresidenan Banyumas, Jawa Tengah, yang meliputi Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara telah memasuki musim panen.

Kendati demikian, panen padi tersebut belum serta merta menurunkan harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani yang saat ini masih bertahan di kisaran Rp3.800-Rp3.900 per kilogram.

Kondisi tersebut menyebabkan Perum Bulog Subdivisi Regional Banyumas belum bisa menyerap gabah hasil panen petani secara maksimal karena harganya masih di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang Rp3.700 per kilogram.

Di sisi lain, Bulog Banyumas harus bersaing dengan tengkulak dari wilayah Jawa Barat yang mendatangi area persawahan siap panen di Kabupaten Cilacap dan Banyumas dengan membawa truk untuk mengangkut hasil panen petani yang dijual kepada mereka.

Oleh karena itu, Bulog Banyumas pun gencar menyosialisasikan program pengadaan pangan melalui spanduk yang dipasang di area persawahan yang akan segera dipanen oleh petani.

"Pemasangan spanduk itu dilakukan supaya petani tahu kalau Bulog juga membeli gabah sesuai dengan HPP (Harga Pembelian Pemerintah)," kata Pejabat Humas Bulog Subdivre Banyumas M. Priyono di Purwokerto.

Menurut dia, sosialisasi tersebut dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya tengkulak pedagang dari luar daerah yang membeli gabah petani dengan harga rendah atau di bawah HPP yang Rp3.700 per kilogram GKP itu.

Bahkan, Bulog Banyumas juga menerjunkan seluruh Satuan Kerja (Satker) yang berjumlah 19 orang ke lapangan untuk menyerap gabah hasil panen petani agar gabahnya tidak dijual ke tengkulak.

Berdasarkan data Bulog Banyumas hingga akhir pekan kedua Maret 2016, Satker telah membeli gabah dari petani sekitar 30 ton dan sebagian di antaranya termasuk gabah yang dibeli saat kunjungan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman di Kabupaten Cilacap pada 29 Februari 2016 telah disetorkan ke gudang Bulog Banyumas dalam bentuk beras 15 ton.

Priyono mengakui bahwa harga GKP di beberapa kabupaten yang masuk wilayah kerja Bulog Banyumas masih tinggi atau di atas HPP.

"Harganya masih ada yang mencapai Rp3.800 per kilogram. Kami tidak berani beli jika harganya terlalu tinggi atau melampaui HPP untuk GKP yang sebesar Rp3.700 per kilogram," katanya.

Ia memperkirakan harga GKP bisa menyentuh HPP saat panen raya yang akan berlangsung pada akhir Maret hingga April 2016.

Saat melakukan panen raya di Desa Mernek, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, pada 29 Februari 2016, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa pada Januari-Februari sering terjadi kelangkaan beras karena sedang masa paceklik.

Akan tetapi, katanya, saat sekarang beras berlimpah di berbagai daerah karena sedang masa panen.

"Biasanya Januari-Februri, beras tidak pernah melimpah seperti sekarang ini," katanya.

Oleh karena itu, dia mengajak petani untuk menanam padi secara serentak sehingga panennya pun bisa serentak.

Dengan demikian, kata dia, stok beras nasional akan tetap terjaga.

Dalam acara yang sama, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengajak petani di Jateng, khususnya Kabupaten Cilacap, untuk menolak impor beras karena produksi padi saat ini melimpah.

"Hasil seperti ini tidak hanya di Cilacap, hampir seantero Indonesia. Masak masih impor beras," katanya.

Dalam perjalanan dari Semarang menuju Cilacap dengan menggunakan helikopter, dia mengaku melihat hamparan sawah yang menguning karena memasuki masa panen sehingga disayangkan jika masih dilakukan impor beras.

Lebih lanjut, Ganjar mengatakan bahwa ke depan akan menghadapi perang untuk berebut pangan karena saat sekarang sudah perang memperebutkan energi.

"Kedaulatan pangan dan kedaulatan energi merupakan suatu keharusan. Kita harus yakin mampu bangkit dan mampu berproduksi untuk mencukupi kebutuhan pangan sendiri," katanya.

Ia mengatakan bahwa produksi gabah kering panen di Jawa Tengah pada 2015 mencapai 11,05 juta ton atau melebihi target yang 10,22 juta ton.

Menurut dia, petani tidak perlu menargetkan produktivitas yang tinggi atau di atas delapan ton per hektare karena dengan tujuh ton per hektare saja sudah mencukupi kebutuhan pangan.

"Dengan tujuh ton per hektare saja sudah bisa menyelamatkan negara ini," katanya.

Bibit Unggul
Keberhasilan produksi padi tidak lepas dari ketersediaan bibit unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman.

Salah seorang petani di Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap, Jamhari, mengatakan bahwa hasil panen pada musim tanam Oktober-Maret kali ini merosot akibat serangan hama dan penyakit tanaman serta roboh terkena angin kencang.

"Dalam kondisi normal, biasanya hasil panen saya bisa mencapai enam ton per hektare namun sekarang hanya 4,5 ton per hektare karena terserang penyakit blas," katanya.

Menurut dia, penyakit blas ditandai dengan munculnya jamur pada batang yang mengakibatkan bulir padi tidak terisi maksimal.

Selain itu, kata dia, hama wereng cokelat juga menyerang tanaman padi di Kecamatan Maos.

Oleh karena itu, dia mengharapkan adanya bibit padi unggul yang tahan terhadap serangan hama maupun penyakit seperti blas dan wereng cokelat sehingga produksi padi tidak terkendala.

Guna mendukung peningkatan produksi padi, PT Petrokimia Gresik yang selama ini dikenal sebagai produsen pupuk, memperkenalkan benih Hibrida Padi 18 (Hipa 18) kepada petani, khususnya di Desa Mernek, Kecamatan Maos, Cilacap.

Benih padi unggulan Hipa 18 yang dikembangkan PT Petrokimia Gresik bersama Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat itu, ditanam pada lahan demonstrasi plot (demlot) di Desa Mernek pada musim tanam Oktober-Maret.

Saat dipanen pada 12 Maret 2016, produksi padi Hipa 18 yang ditanam di lahan demplot tersebut mencapai 10,7 ton per hektare.

Hasil panen tersebut pun menarik minat petani untuk menanam padi Hipa 18 karena selain produksinya yang tinggi, benih padi unggulan yang dikembangkan perusahan "pelat merah" itu juga tahan terhadap hama wereng dan penyakit blas.

"Pada musim tanam kali ini memang cuacanya cukup ekstrem namun kami bisa buktikan hasilnya bagus. Pada musim tanam mendatang (April-September), saya yakin hasilnya bisa lebih bagus lagi," kata salah seorang petani yang mengolah lahan demplot Hipa 18, Kuswanto.

Pada musim tanam sebelumnya, dia mengaku menanam padi nonhibrida dan hasil panennya hanya enam ton per hektare, sedangkan hasil demplot padi Hipa 18 yang ditanam pada musim tanam Oktober-Maret mencapai 10,7 hektare.

Oleh karena hasil produksinya lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi nonhibrida, dia menganjurkan petani lainnya untuk menanam padi hibrida seperti Hipa 18.

Bahkan, kata dia, padi Hipa 18 juga tahan terhadap serangan hama wereng maupun bakteri kresek atau hawar daun.

"Saya mengharapkan padi hibrida ini (Hipa 18, red.) bisa diterima oleh petani secara umum agar produksinya lebih bagus, di atas 10 ton per hektare, sehingga swasembada pangan bisa tercapai," kata Kuswanto yang juga Ketua Pos Penyuluh Desa Mernek itu.

Senin, 14 Maret 2016

Bupati Madiun Desak Bulog Beli Gabah Petani

Minggu, 13 Maret 2016

Madiunpos.com, MADIUN — Bupati Madiun Muhtarom mendorong Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk segera membeli gabah milik petani.

Hal itu supaya gabah milik petani bisa segera dijual dan digunakan untuk kebutuhan hidup dan bertani. Muhtarom menyampaikan Bulog belum membeli gabah milik petani.

Padahal, sesuai hasil dari Rapat Koordinasi dalam Rangka Pengamanan Harga Gabah yang Anjlok Saat Panen Raya di Sentra Produksi di Aula Korem 081/Dhirotsaha Jaya Madiun bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Kamis (3/3/2016), disebutkan Bulog akan membeli seluruh gabah yang dihasilkan petani pada panen raya tahun ini.

Dia mengaku telah menawarkan gudang untuk menyimpan gabah berkapasitas 1.000 ton, 16 lumbung padi yang ada di sejumlah desa, serta dua mesin pengering padi yang ada di Gemarang dan Jatisari kepada Bulog.

Namun, sejauh ini belum ada tindak lanjut dari Bulog mengenai rencana sewa gudang dan mesin pengering padi milik Pemkab Madiun.

“Kalau gudang, kami punya satu berkapasitas 1.000 ton dan mesin pengering punya dua unit. Untuk satu unit mesin pengering padi berkapasitas delapan ton per jam,” ujar dia kepada wartawan, Jumat (11/3/2016).

Pemkab Madiun telah menawarkan gudang dan mesin pengering padi itu kepada Bulog sejak ada pertemuan di Korem 081/DSJ Madiun. Menurut dia, penawaran ini juga sebagai bentuk kepedulian pemerintah supaya gabah dari petani bisa terserap dengan baik.

Mengenai harga sewa gudang dan mesin pengering, kata Muhtarom, itu bisa dinegosiasikan dengan dinas pengelola aset tersebut.

Tetapi, tentu Bulog harus secepatnya melakukan koordinasi dengan Pemkab supaya permasalahan penyerapan gabah petani pada panen raya tahun ini bisa segera diatasi.

“Kalau pernyataan direksi Bulog pada saat di Korem 081/DSJ Madiun kan menyatakan akan menyerap seluruh gabah petani. Sedangkan untuk soal harga tentu disesuaikan dengan kondisi gabah tersebut, kalau gabahnya memenuhi kualifikasi tentu harganya sesuai dengan harga pokok pembelian (HPP) senilai Rp3.700/kg,” jelas Muhtarom.

Lebih lanjut, dia menyampaikan mengenai permasalahan penyerapan gabah petani saat ini Pemkab tidak bisa berbuat banyak.

“Kalau dari Pemkab Madiun ya tetap akan mendorong Bulog supaya segera turun tangan dan segera berkoordinasi mengenai rencana sewa gudang dan mesin pengering padi,” kata dia.

Penyerapan Gabah Bergantung pada Kerja Keras Bulog

Minggu, 13 Maret 2016

PENEMUAN sejumlah mesin pengering gabah yang tidak berfungsi, bahkan ada yang mangkrak sejak 2007, di gudang Bulog Triyagan, Karanganyar, Jawa Tengah, oleh Presiden Joko Widodo saat inspeksi mendadak Jumat (11/3), ternyata bukan hal baru.

Peneliti ekonomi pertanian Indef, Bustanul Arifin, menemukan hal serupa beberapa tahun lalu. "Banyak yang tidak dalam kondisi ideal," terang dia saat dihubungi, Sabtu (12/3).

Ia pernah menemukan kondisi serupa ketika berkunjung ke Aceh pada masa pemerintahan Presiden Yudhoyono. Ia mendapati mesin pengering dan penggiling gabah tidak bisa beroperasi, padahal masih baru. "Bisa karena masalah teknis dan spesifikasi, bisa juga perawatan.

"Terkait dengan target Bulog menyerap 4 juta ton gabah petani tahun ini, Bustanul mengatakan, "Bila Bulog bekerja keras dan menggandeng pedagang pengumpul dengan benar, bisa tercapai."Direktur Komersial Bulog Fadzri Sentosa mengemukakan Bulog menargretkan mampu menyerap gabah petani 4 juta ton tahun ini, naik ketimbang realisasi penyerapan tahun lalu 3,5 juta ton.

Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, berpendapat satu-satunya momentum paling bagus bagi Bulog untuk menyerap gabah petani ialah saat panen raya. "Kalau sudah musim paceklik susah."Ia menyarankan Bulog memperluas mitra kerja serta rajin terjun ke lapangan. Selain itu, penguatan alat pengering dan penggiling gabah, pembaruan timbangan dari manual ke digital, serta modernisasi alat penentu derajat sosoh mendesak dilakukan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron berpendapat Bulog memerlukan aturan fleksibel guna mendukung ruang gerak penyerapan gabah petani. "Jangan salahkan Bulog. Aturan Inpres No 5/2015 yang membatasi ruang gerak Bulog yang harus diubah. Misalnya, pembelian gabah jangan mengacu kepada harga pembelian pemerintah.

" Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mencanangkan Gerakan Serap Gabah di Sukabumi, Jawa Barat, kemarin, yang melibatkan 50 ribu petugas penyuluh pertanian. "Ini untuk menyelematkan produksi gabah petani saat panen puncak agar tidak terjadi lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.

Minggu, 13 Maret 2016

APT2PHI Nilai Pemerintah Sok Kaget dengan Harga Gabah yang Anjlok

Minggu, 13 Maret 2016

Redaksikota – Ketua Badan Advokasi dan Penerangan Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI), Nevy Dharsono menilai jika pemerintah abai dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi petani di Indonesia. Terbukti dengan melambungnya harga gabah saat ini.

“Bulog dan Menteri Pertanian sepertinya tidak peduli dengan nasib petani karena harga gabah jatuh hampir disemua sentra produksi pulau Jawa,” kata Nevy dalam keterangan pernya yang diterima Redaksikota, Minggu (13/3/2016).

Bahkan Nevy juga menyayangkan sikap pemerintah yang pura-pura kaget mendengar adanya anjloknya harga gabah di pasaran tersebut setelah Presiden Joko Widodo melakukan tinjauan langsung di lapangan.

“Bulog dan Mentan (Menteri Pertanian -red) seperti kaget dan baru bergerak setelah Presiden Jokowi menemukan kejanggalan ketika melakukan sidak di gudang Bulog, Karang Anyar, Jateng (Jawa Tengah -red). APT2PHI merasa geli melihat Menteri Pertanian, Amran sontak melakukan pencitraan dengan gerakan penyerapan gabah petani bersama aparat keamanan,” tandasnya.

Lebih lanjut, Nevy menyampaikan bahwa berdasarkan peninjauan langsung oleh Ketua Umum APT2PHI, Rahman Sabon di lapangan, kualitas panen gabah di daerag Jawa Tengah dan Jawa Timur pun ternyata sedang cenderung merosot tajam.

“Pak Rahman Sabon dalam peninjauan lapangannya di Jatim dan Jawa Tengah hari ini (Sabtu 12/3/2016 -red) menemukan kualitas panen padi petani di daerah merosot, karena tanaman padi banyak yang roboh diterpa banyaknya curah hujan,” ungkapnya.

Hasil dari tinjauan langsung itu, Nevy menyampaikan bahwa pihaknya meminta agar Bulog melakukan pembelian dengan melihat kualitas barang apa adanya. Dengan cara ini dikatakan Nevy akan membantu kondisi petani padi tidak semakin terdesak.

“APT2PHI minta pada Bulog agar melakukan pembelian dengan rafaksi harga yaitu membeli dengan kualitas apa adanya sehingga petani tidak semakin terpuruk dan untuk mengisi persediaan nasional,” pungkasnya. (rs)

http://redaksikota.com/2016/03/13/apt2phi-nilai-pemerintah-sok-kaget-harga-gabah-anjlok/#.VuVKPH2LTIU

KETIDAKSIAPAN BULOG MENYERAP BERAS PETANI BUKAN HAL BARU

SABTU, 12 MARET 2016

RMOL. Anggota Komisi Bidang Pangan DPR RI, Rofi Munawar menilai temuan Presiden Jokowi terkait ketidaksiapan Bulog dalam menyerap beras dari petani, sesungguhnya bukan hal yang baru.

Sebab, jika Bulog serius melakukan hal itu tentu harga beras tidak akan fluktuatif dan tidak perlu melakukan impor.

"Beragam rapat kabinet, keluhan kepala daerah, hingga wacana restrukturisasi kewenangan Bulog sudah sering dibahas. Namun kinerjanya, masih saja jauh dari harapan,” jelas Rofi di Jakarta, dalam menanggapi sidak yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, di Karanganyar, Jawa Tengah, baru-baru ini.

Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) IV dari Fraksi PKS ini mengingatkan pemerintah, serapan beras dari petani tidak akan pernah maksimal sepanjang mekanisme kinerja Bulog masih konservatif, birokratis dan berjenjang.

"Hal itu terbukti dari minimnya serapan Bulog sepanjang tahun 2015 yang hanya mencapai 70 persen, di saat Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sudah direvisi,” jelas Legislator PKS dari Dapil Jawa Timur VII ini.

Menurut Rofi, Bulog kesulitan menyerap beras dari petani karena beberapa hal. Di antaranya, diberlakukannya Pajak Penghasilan (PPh) sebesar satu persen dari harga jual komoditas beras, menurunnya mitra bisnis, disparitas harga, hingga tidak maksimalnya fungsi gudang.

"Bahkan ironisnya, Bulog lebih agresif melakukan importasi beras untuk penyediaan, tutur Rofi.

Diketahui, dalam sidak tersebut, Presiden Jokowi meninjau sejumlah gudang pengolahan gabah untuk dikeringkan. Presiden Jokowi menilai Bulog tidak bisa menyerap hasil gabah tersebut dengan baik di tengah produksi petani yang panen dan anggaran yang cukup. [sam]

http://www.rmol.co/read/2016/03/12/239212/Ketidaksiapan-Bulog-Menyerap-Beras-Petani-Bukan-Hal-Baru-

Jumat, 11 Maret 2016

Mentan Desak Bulog Serap Gabah dan Beras 4 Juta Ton

Kamis, 10 Maret 2016

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kemtan) menggandeng Perum Bulog untuk mempercepat penyerapan gabah dan beras selama panen raya berlangsung.
Kemtan memperkirakan musim Panen Raya akan berlangsung sejak bulan Maret, April dan Mei 2016. Ada sebanyak 17 juta ton beras yang berpotensi dipanen selama kurun waktu tersebut.
Karena itu, peranan Bulog sangat dibutuhkan untuk mempercepat penyerapan. Bulog ditargetkan dapat menyerap sebesar 3 juta ton hingga 4 juta ton setara beras selama panen raya berlangsung.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman bilang, 17 juta ton itu merupakan tambahan pasokan panen dari para petani. Untuk itu, Bulog harus segera bergerak cepat melakukan penyerapan sehingga harga gabah dan beras petani tidak turun karena melimpahnhya pasokan di lapangan.
"Kami perkirakan ada sekitar 6 juta hektare (ha) sawah yang akan panen selama tiga bulan ke depan," ujar Amran dalam konfernsi pers di Gedung Kemtan, Kamis (10/3).
Amran bilang, bila setiap 1 ha rata-rata produksi sebesar 5,3 ton gabah dan bila dikonversi ke beras dengan proporsi 56%, maka potensi produksi beras setiap 1 ha setara 2,96 ton beras. Bila dikalikan 6 juta ha, maka produksi beras mencapai sektiar 17,8 juta ton selama masa panen raya tahun ini.
Ia bilang, Kemtan sudah menemukan harga gabah di bawah Harga Pembelian Pemberian (HPP) yakni Rp 3.700 per kilogram (kg). Karena itu, ia mendorong BUMN Pangan tersbut untuk segera memanfaatkan momentum ini melakukan penyerapan sebesar-besarnya. "Jangan sampai momentum ini lewat," tuturnya.
Karena itu, Amran bilang, Bulog akan menyerap 3 juta ton hingga 4 juta ton setara beras selama masa panen raya ini. Tim khusus dari Kemtan dan Tim dari Bulog bahu membahu di lapangan uintuk meningkatkan penyerapan. Untuk itu, Mentan meminta agar semua pihak menghilangkan ego sektoral.

Perum Bulog Siapkan Dana Tak Terhingga Tebas Gabah Petani

Kamis, 10 Maret 2016

Nasib Petani Masih Suram

JAKARTA, suaramerdeka.com - Nilai Tukar Petani (NTP) Februari 2016 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyiratkan kondisi petani kecil yang tetap suram.

Hal itu diungkapkan koordinator LSM Protanikita Bonang, menanggapi kondisi petani yang dinilai semakin terjepit akibat kebijakan pemerintah yang abai terhadap petani sebagai pilar ketahanan pangan nasional. “NTP nasional Februari 2016 (102,23) turun dibandingkan bulan sebelumnya (102,55),” tutur Bonang di Jakarta, Rabu (9/3).

Penurunan NTP karena indeks harga yang diterima petani (It) turun sebesar 0,18 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) naik sebesar 0,13 persen.

Penurunan ini juga dipengaruhi oleh inflasi perdesaan dan NTP setiap subsektor. Selanjutnya, masih berdasarkan BPS, pada Februari 2016 ternyata terjadi inflasi perdesaan di Indonesia sebesar 0,09 persen.

Hal ini disebabkan oleh naiknya empat dari enam indeks kelompok konsumsi rumah tangga. Untuk petani tanaman pangan, NTP bulan ini turun dari 103,94 (Januari 2016) menjadi 103,31 (Februari). Penurunan disebabkan oleh penurunan indeks yang diterima oleh kelompok petani padi.

“Penurunan harga padi diakibatkan oleh Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah dan beras yang tidak jadi naik,” tutur Bonang.

Kondisi ini diperparah dengan fasilitas pengeringan gabah di daerah yang kurang memadai, sehingga ketika hujan datang petani kesulitan untuk mengeringkan gabah.

Alhasil, lanjut Bonaang, petani terpaksa menjual gabah dengan harga yang rendah karena masih mengandung kadar air tinggi. “Kini lengkaplah sudah derita rakyat tani di negeri kita,” tutur Bonang.

Menanggapi hal it Direktur Utama Perum Bulog Gatot Kusumayakti mengatakan itu sebuah kesimpulan analisis yang bagus. Namun pihaknya tidak bisa menanggapi karena dirinya mengklaim memiliki pengetahuan hal itu. ” Saya punya cukup pengetahuan mengenai hal itu  maka saya tidak punya tanggapan,” tulis Dirut Bulog.

(A Adib/ CN33/ SM Network)

http://berita.suaramerdeka.com/nasib-petani-masih-suram/

Maraknya Beras Impor Ilegal Diduga Salah Kebijakan Mentan

Jakarta.-Maraknya beras impor ilegal yang ditemukan di beberapa wilayah Sumatera, Kalimantan dan DKI Jakarta, diduga akibat kesalahan kebijakan Menteri Pertanian Amran Suleaman,demikian Ketua Umum Asosiasi Pedagang dan Tani Tanaman Pangan dan Holtikultura Indonesia (APT2PHI,).

Rahman ,pada 4bintang Rabu (9/3) mengatakan beras impor ilegal masukn di berbagai daerah lewat jalan darat dan pelabuhan kecil seperti di Sumatra, Kalimantan dan DKI Jakarta,Kapolda Metro Jaya kemarin menemukan berasvimpor ilegal di Pantai Indah Kapuk Jakarta Utara.

Hasil pantauan APT2PHI DKI Jakarta di lapangan,penyelundupan beras impor yang berhasil diungkap Jajaran Polda Metro Jaya hari Selasa (8/3)diduga dilakukan salah seorang pedagang yang memiliki kios di Pasar Induk Cipinang (PIC) dan berdomisili di Singapur.

Terkait dengan temuan itu,kata Rahman akibat dari kesalahan kebijakan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan. Seperti dalam Peraturan Menteri Perdagangan No.6 tahun 2O12 sengaja dibuat abu-abu, pos tarif bea masuknya antara beras khusus yaitu Japonica rice dan Thai Hom Mali rice pos tarifnya sama dengan beras jenis premium/medium yang memang dilarang.

Rahman Sabon,menyarankan agar Menteri Pertanian Amran Suleman memberikan izin impor untuk beras kualitas khusus kebutuhan Hotel,restoran dan supermarket yaitu Japonica rice dan Thai Hom Mali rice,karena menurut peraturan dibolehkan ,dan dapat mengurangi maraknya impor beras ilegal,salain dapat juga sebagai pemasukan untuk kas negara melalui bea masuk/import duty Rp.45O/Kg.

Ketum APT2PHI menghimbau pada teman pedagang di PIC dan semua rekanan penyalur beras Bulog /pedagang khususnya di Pasar Induk Cipinang,agar tidak termakan isu oknum yang menyesatkan terkait harga jual beras premium Bulog.
Isu tersebut sangat menghambat usaha dan peran pemerintah dalam hal ini Bulog dan mitra penyalur beras Bulog dalam stabilisasi harga beras premium di Pasar Induk PIC dan pasar Jabodetabek,kata Rahman Sabon Nama menanggapi penangkapan tersangka impor beras ilegal di jakarta.(wea)

http://4bintanges.com/?p=8584

Liberalisasi Vs Kedaulatan Pangan

Kamis, 10 Maret 2016

Keputusan brilian Presiden memutuskan kedaulatan pangan dalam Nawacita perlu diapresiasi.

Melalui Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai 2015/2016, pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi 2 juta hektar; perluasan areal sawah 220.000 ha; pendayagunaan bantuan alat mesin pertanian untuk percepatan panen, pengolahan tanah, tanam, dan pengolahan hasil; yang disinergikan bersama TNI AD, telah menunjukkan kinerjanya.

Ketika El Nino 2015 sangat kuat, kenaikan suhu permukaan laut 2,4° celsius, Indonesia tidak mengimpor beras. Sementara itu, El Nino 1997 dengan kenaikan suhu permukaan laut 1,8° celsius, Indonesia mengimpor beras 7,1 juta ton. Hasilnya adalah panen raya Maret-Juni 2016 seluas 6,9 juta ha. Ironisnya, kartel pangan tetap meminta pemerintah membuka impor beras. Pertanyaannya, beras petani akan dikemanakan?

Perebutan pasar pangan

Perebutan pasar pangan antara penganut liberalisasi versus kedaulatan pangan semakin tajam. Kartel beras sebagai unsur utama dalam mazhab liberal mengambinghitamkan produksi beras dalam negeri tak mencukupi sehingga harga melambung, impor beras harus dibuka. Ditambah lagi oleh Vietnam dan Thailand yang menghadapi masalah biaya simpan dan penurunan mutu beras, kedua negara itu pastilah membujuk Indonesia mengimpor beras.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) disudutkan pengamat dan jajaran pemimpin negeri. Mereka mempertanyakan, kalau surplus, berasnya di mana? Pertanyaan itu terjawab ketika stok beras Pasar Induk Cipinang saat paceklik per 9 Februari 2016 mencapai 52.000 ton, harga beras medium Rp 7.500-Rp 8.500 per kilogram. Periode Januari 2013-2015 hanya 30.000 ton beras dengan harga medium Rp 10.000 per kg. Artinya, tuduhan data produksi pangan BPS tak akurat dan tak berdasar.

Sebaliknya, sinyalemen kartel beras menimbun, menggoreng harga di pasar beras, terbukti adanya. Tuduhan akademisi bahwa harga beras Indonesia paling mahal di dunia juga menyesatkan. Menurut survei di Ho Chi Minh, Vietnam, 13 Desember 2015, harga beras kelas umum 18.000-24.000 new dong Vietnam setara Rp 10.711-Rp 14.282. Itu lebih mahal dibandingkan dengan beras Indonesia.

Pasar pangan Indonesia sangat menggiurkan sehingga merebut pasar pangan Indonesia identik dengan merebut pasar beras dunia. Daya beli Indonesia dengan pendapatan per kapita 3.415 dollar AS lebih tinggi dibandingkan Filipina yang 2.170 dollar AS, India (1.688 dollar AS), dan Vietnam (2.170 dollar AS) menjadi daya tarik lainnya.

Terhadap impor jelang panen raya, dilakukan kartel pangan untuk mendestruksi harga jual gabah dan beras petani. Petani terpuruk dan terjerat rentenir. Implikasinya, sistem produksi padi nasional dikuasai pemodal dan petani menjadi buruhnya. Generasi muda tidak berminat bertani, sawah dijual untuk pabrik, jadilah mereka buruh pabrik.

Ketika sistem produksi padi hancur, mulailah harga dilambungkan karena Indonesia tidak punya pilihan lain kecuali membeli dengan harga berapa pun. Itu sudah terjadi untuk kedelai sejak Indonesia meneken letter of intent dengan IMF. Kita menjadi importir permanen.

Indonesia dalam dasawarsa 1970-an mengimpor sapi. Importasi yang berlebihan menghancurkan minat peternak sapi lokal. Mereka gulung tikar dan Indonesia menjadi importir permanen. Pemerintah harus tegas dan berani memutus rantai kartel pangan dan melindungi yang lemah agar petani dan konsumen tidak masuk jebakan eksploitasi ekonomi mereka.

Sistem tarif satu atap dan "online"

Pengendalian dan transparansi tata niaga beras merupakan prasyarat mutlak mencapai kedaulatan pangan. Selanjutnya, importasi pangan dengan sistem kuota yang mengarah ke kartel harus dihentikan, diganti dengan sistem tarif, satu atap, sistem online. Transparansi ini akan menutup markas kartel pangan. Penguasaan produksi dalam negeri, impor dan cadangan pangan pemerintah; data konsumsi dan diversifikasi; serta tata niaga pasar dan penyimpanan harus dilakukan. Pengadaan beras Bulog harus dilakukan langsung dari petani agar untung yang diterima petani maksimal.

Jika Bulog tetap membeli beras dari mitranya, maka Bulog secara sadar menyerahkan APBN untuk memperkuat persentase pasar dan kekuatan pasar kepada kartel pangan untuk mendikte pasokan dan harga pangan. Kalau kartel bisa berdagang beras, pasti Bulog lebih hebat karena difasilitasi pemerintah dengan segala privilesenya.

Data ruang dan waktu luas sawah, tanam, fase vegetatif, dan luas panen harus dapat dipantau seketika sehingga produksi, pengamanan produksi, dan harga pangan dapat diprediksi setiap saat. Reformasi BPS dalam hal sumber daya manusia dan infrastruktur pendukungnya mutlak dilakukan segera. Penggunaan kanal satelit mandiri dengan resolusi spasial dan temporal detail harus dilakukan agar data produksi, banjir, dan kekeringan terukur, terlacak, dan terbandingkan.

Apriori penguasaan kartel beras pasokan dan harga pangan lebih dominan dibandingkan dengan Bulog sehingga sampai kapan pun drama pasokan pangan dan harga pangan terus terjadi. Harga jagung pada petani Rp 3.200 per kg, peternak membeli dengan harga Rp 6.000. Bawang merah Rp 8.000-10.000 per kg; di pasar becek Rp 25.000 per kg. Harga gabah di tingkat petani Rp 3.500-Rp 4.000 per kg dan harga beras medium Rp 7.500. Di pasar harganya Rp 10.000 per kg. Kartel mengeruk untung lebih 40 persen dari perdagangan, sementara petani hanya menerima 10-15 persen. Artinya, bantuan pemerintah yang jumlahnya lebih dari Rp 100 triliun itu diterima untuk memperkuat posisi tawar kartel pangan.

Desain tata niaga yang jujur, adil, dan transparan diperlukan agar produsen, pedagang, dan konsumen memperoleh manfaat sesuai dengan pengorbanannya. Pemerintah melalui regulasi harus bisa memidanakan kartel yang menumpuk pangan dan menggoreng harga demi kepentingan sesaat. Format ini belum pernah ada sejak Indonesia berdiri karena keputusan importasi, gejolak harga selalu dipikul pemerintah, bukan membekuk dan memenjarakan aktornya.

Indonesia harus mencontoh negara adidaya Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang yang memproteksi produksi, pasar pangan, beserta petaninya dari serbuan impor. Mengapa Indonesia mau meliberalisasi pasar pangannya? Negara harus hadir di depan melindungi kedaulatan pangannya. Sebaliknya, terhadap komoditas ekspor yang memiliki daya saing kuat, seperti kelapa sawit dan kakao, kita harus penetrasi pasar ke seluruh dunia. Jika kedaulatan pangan dicapai, maka 75 persen masalah bangsa dapat diselesaikan. Kita semua harus mendengarkan "suara rakyat suara Tuhan" langsung agar dapat merasakan denyut dan deritanya.

GATOT IRIANTOKETUA UPSUS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI NASIONAL/DIRJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/160310kompas/#/7/

Selasa, 08 Maret 2016

Penghasilan Petani di Daerah Ini Diyakini Bakal Minimal Rp 5 Juta per Bulan

Senin, 7 Maret 2016
Penghasilan Petani di Daerah Ini Diyakini Bakal Minimal Rp 5 Juta per Bulan

Gubernur Kaltara, Irianto Lambrie, dan jajaran, Wakil Bupati Bulungan Ingkong Ala dan jajaran berfoto bersama di lokasi panen padi di SP 2 Tanjung Buka (Bulungan), Senin (7/3/2016). 

Laporan Wartawan Tribunkaltim.co, Doan Pardede

TRIBUNKALTIM.CO, TANJUNG SELOR - Petani di Desa Tanjung Buka SP 2, Kecamatan Tanjung Palas Tengah, Kabupaten Bulungan, bakal memiliki penghasilan minimal Rp 60 juta per tahun, atau Rp.5 juta per bulannya.
Hal itu diungkapkan Prof Robiyanto Hendro Susanto dari Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, yang juga tergabung di Forum Kedaulatan Pangan, Energi dan Lingkungan, dalam acara panen raya di lokasi tersebut, Senin (7/3/2016).
Daerah SP 2 di Bulungan Provinsi Kaltara ini kata dia, mirip dengan sebuah lokasi di Sumatera Selatan yang hasil gabah keringnya di musim tanam I kini mencapai 7 ton per hektar, musim tanam II 5 ton per hektar, dan musim tanam III (jagung) 7 ton per hektar.
"Jadi total pendapatan petani di daerah rawa seperti ini bisa Rp.60 juta per hektar per tahun," kata Guru Besar Bidang Manajemen Air dan Lahan Pasang Surut tersebut.
Dia meyakini, wilayah yang menjadi Food Estate atau kawasan pangan terpadu di Kabupaten Bulungan ini nantinya dapat menjadi sentra beras atau lumbung padi di wilayah Provinsi Kalimantan Utara dalam 5 tahun ke depan.
Dalam dua tahun di awal ini, kata dia, target yang ingin dicapai masih menaikkan produksi gabah kering di SP 2 dari semula sekitar 3 ton per hektar menjadi 5 ton per hektar.
Janji ini menurutnya bukan tanpa alasan. Setelah melihat kondisi tanah, potensi pasang surut, dan terpenting besarnya dukungan Pemprov Kaltara dan Pemkab Bulungan, hal itu bisa dengan cepat dicapai.
Apalagi bersamanya saat ini, juga ada sebanyak 20 orang ahli dan pejabat terkait yang akan memberikan dukungan program tersebut.
"Ini akan menjadi lumbung pangan Kaltara," kata pria yang sudah menggeluti pertanian di lahan pasang surut sejak tahun 1993 tersebut. (*)

http://kaltim.tribunnews.com/2016/03/07/penghasilan-petani-di-daerah-ini-diyakini-bakal-minimal-rp-5-juta-per-bulan

Senin, 07 Maret 2016

Bulog Abaikan Nasib Beras dan Jagung Petani, DPD Sentil Pemerintah

Minggu, 6 Maret 2016

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang memungkinkan fleksibiltas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) beras atau gabah, mendorong Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk bisa memperluas kapasitas termasuk pembelian jagung dan kedelai serta meningkatkan kualitas produknya melalui pembangunan infra struktur berteknologi modern.

Demikian hal tersebut disampaikan Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad.

"DPD akhir-akhir ini menerima beragam keluhan masyarakat. Bahkan pengaduan gubernur terkait kekurangsigapan pemerintah, dalam hal ini Bulog dalam membeli beras dan jagung petani sehingga terjadi surplus di beberapa daerah atau kalaupun dibeli, dengan harga murah di bawah harga pasar," tegas dia di Jakarta , Minggu (06/03/2016).

Selain itu, Farouk juga mengingatkan janji Presiden pada kesempatan panen raya di Kabupaten Dompu pada tanggal 11 April 2015 untuk membeli jagung dengan HPP Rp 2.700 tidak direalisasikan, sehingga dibeli oleh swasta dengan harga di bawah Rp 2000.

"Dalam realitasnya, praktek pembelian juga seringkali dikeluhkan warga karena petugas Bulog cenderung secara subyektif menentukan harga dan kualifikasi beras/gabah  secara sepihak sehingga merugikan petani." ungkap dia.

Menyikapi persoalan tersebut, Pimpinan DPD RI melakukan pertemuan dengan Kementan dan Bulog. Dari pertemuan tersebut terungkap bahwa HPP masih merujuk pada Inpres 5/2015 dan masih dalam proses  pembaharuan Perpres.

Disisi lain, lanjut dia, payung hukum yang ada belum memberi kewenangan kepada Bulog untuk membeli pangan selain beras dan gabah.

Maka dari itu, kata dia, DPD meminta Presiden dapat mempercepat proses penerbitan Perpres yang  memungkinkan adanya fleksibilitas harga yang sewaktu-waktu mudah menyesuaikan dengan harga pasar dan situasional antar daerah; juga mendorong memperluas kewenangan Bulog untuk dapat membeli  jagung dan kedelai.

"Selain itu kami juga mendorong Pemerintah melengkapi Bulog dengan peralatan lapangan yang bisa digunakan untuk menentukan secara obyektif kualifikasi bahan pangan yang dibeli sehingga dapat meminimalisasi konflik penilaian antara petani dan petugas" pungkas dia.(yn)

Minggu, 06 Maret 2016

OPINI: Bulog Harus Menyelamatkan Petani

Moneter.co.id – Saya di telepon Pak Wono, petani di Kabupaten Gresik. Suaranya serak dan berat, menahan marah karena beban hidup yang bertambah berat.

Kata Pak Wono, “Pak Dewan, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sudah di Rp 3.500. Harga ini akan turun terus, di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700. Petani tambah susah dan akan modar pak.”

“Kan ada Bulog yang diberi tugas oleh pemerintah untuk membeli gabah dan beras petani,” kata saya.

Jawab Pak Wono, “Bulog tidak pernah muncul pak.”

Itulah sepenggal jeritan petani di daerah pemilihan saya.

Saat ini, di beberapa daerah yang panen padi, harga GKP sudah di bawah HPP. Kondisi ini menyebabkan petani merugi dan semakin menjauhkan dari kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat di tabel.



Menurut data BPS, angka ramalan Maret ini akan panen padi di 2,5 juta hektare (ha), April panen di 2,3 juta ha. Jika per hektare panen rata-rata 5 ton, maka dapat menghasilkan 29 juta ton GKP.

Oleh karena itu, langkah ini yang harus dilakukan Bulog.

Pertama, bergerak secara progresif mendatangi sentra-sentra panen melalui kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk membeli GKP dari petani. Jika tidak dibeli Bulog maka akan dibeli tengkulak dengan harga yang jauh di bawah HPP.

Fungsi Bulog dalam melakukan stabilitas harga gabah dan beras petani harus serius dilakukan. Jangan hanya duduk dan pasif untuk didatangi petani, tapi harus turun ke desa-desa.

Kedua, Bulog harus menambah jumlah armadanya di saat sedang panen raya untuk membeli gabah dan beras petani. Jika Bulog hanya mengandalkan pada mitra saja, misalnya para penggiling, maka Bulog hanya menguntungkan pedagang saja, sedangkan petani diabaikan. Justru fungsi Bulog harus mensejahterakan produsen pangan melalui HPP agar harga tidak jatuh.

Ketiga, Bulog harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jangan sampai terjadi silang pendapat yang berbeda lagi dengan Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan soal data produksi dan konsumsi pangan. Data pangan harus integratif menjadi satu kesatuan sebagai data pangan resmi dari pemerintah.

Karena lemahnya jaringan organisasi dan manajemen Bulog untuk menyerap dan membeli gabah/ beras petani, atau karena data panen yang di mark up Kementrian Pertanian, atau karena data permintaan dari konsumen yang lebih tinggi dibanding produksi beras dari Kementerian Perdagangan sehingga sesama lembaga negara saling serang, saling cerca, merasa paling benar sendiri dalam bekerja, lalu mencari kambing hitam.

Model bekerja seperti ini harus diakhiri. Semua lembaga harus jujur dan bekerja sama dalam menentukan strategi bersama agar petani tidak menangis karena rugi terus. Negara harus hadir di setiap problematika petani.

Keempat, jika Bulog bekerja progresif membeli gabah/ beras petani, maka akan dapat memenuhi kebutuhan CBP sendiri dan pemerintah tidak akan impor beras lagi. Idealnya, berapapun jumlah produksi gabah/ beras petani harus dibeli Bulog, baik melalui kebijakan HPP maupun melalui jalur komersial. Untuk itu pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh memberdayakan dan memberikan fasilitas lex spesialist kepada Bulog yang tidak melanggar undang-undang.

Semua itu dilakukan agar petani merasa dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah untuk mendapatkan hak hidupnya agar lebih layak dan sejahtera.

Visi ke depan bangsa Indonesia harus menjadi eksportir beras dunia, sebagaimana kita telah menjadi negara eksportir untuk komoditas kakao, CPO, dan lainnya.



Oleh Viva Yoga Mauladi*
– Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
– Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI
– Ketua Bapilu DPP PAN

http://moneter.co.id/opini-bulog-harus-menyelamatkan-petani/

Harga Gabah Kering Panen di Jateng Terpuruk

Jumat, 4 Maret 2016

Laporan Reporter Tribun Jogja, Agung Ismiyanto
TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Jawa Tengah menyebut harga gabah kering panen (GKP) di hampir seluruh wilayah Jateng sedang terpuruk. Harga jual terendah mencapai Rp 2.600 per kilogram (kg) di wilayah Tegal dan Demak.
“Terpuruknya harga ini karena memang kondisi panen raya di berbagai daerah. Selaun itu penurunan harga gabah terjadi akibat merosotnya kualitas panen akibat pengaruh cuaca terendam air dan diterpa angin,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Jawa Tengah, Suryo Banendro, di sela-sela penanaman 9.000 bibit pohon durian di Kecamatan Candimulyo, Kabupaten Magelang, Jumat (4/3/2016).

Suryo menyebut, sejumlah daerah yang harga gabahnya merosot diantaranya di Kabupaten Blora, harga gabah kering mencapai Rp 2.800 per kg, di Sragen, Rp 3.200 per kg.
Di banyak daerah lainnya di Jawa Tengah, juga masih terdapat gabah yang ditawarkan dengan harga Rp 3.300 per kg hingga Rp 3.600 per kg.

Menurut Suryo, kisaran harga tersebut berada jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) GKP Rp 3.700 per kg. “Kondisi harga gabah yang paling rendah ini, terjadi di Kabupaten Demak dan Tegal, dengan harga Rp 2.600 per kg,” jelasnya.
Dengan adanya kondisi ini, dia meminta Perum Bulog untuk bisa menyerap beras hasil panen petani Jawa Tengah yang saat ini terpuruk di tengah kondisi panen raya di berbagai daerah. Menurut Suryo, diharapkan Bulog bisa menyerap sedikitnya satu juta gabah dari petani.

“Kami harapkan Bulog bisa menyerap sebanyak-banyaknya gabah kering ini. Sehingga, petani akan menjadi lebih terbantu,” katanya.
Dia menambahkan, luasan areal panen padi di Jawa Tengah, terdata mencapai 148.000 hektar pada bulan Februari lalu. Sementara itu, bulan Maret ini akan ada tambahan 382.000 hektar lagi. Produktivitas areal tanaman padi di Jawa Tengah berkisar 5,9 ton hingga 6 ton gabah kering giling (GKG).

Kondisi terpuruknya harga gabah kering ini juga diakui oleh sejumlah pengelola penggilingan padi di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Meskipun tidak turun di bawah HPP GKP, namun, penurunan akan diprediksi berlangsung selama beberapa lama.
“Harga GKP yang semula mencapai Rp 4.700 per kg, turun menjadi Rp 4.000 per kg. Faktor pengaruhnya adalah kondisi cuaca buruk dan juga musim penghujan sehingga panenan menjadi kurang optimal,” ujar Makhi salah satu pengelola penggilingan padi di Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan.

Dia menyebutkan, penurunan harga gabah diprediksi masih akan berlangsung seiring dengan meluasnya areal panen di berbagai lokasi. Dikatakan, untuk saat ini, dari satu kuintal gabah mampu menghasilkan 48 hingga 49 kg beras. Sementara, sebelumnya untuk satu kuintal gabah bisa menghasilkan 53-54 kg beras.

Kepala Perum Bulog Subdivre Wilayah V Kedu, Imron Rosidi, menjelaskan, dari pantauannya harga GKP di wilayah Kedu masih berkisar Rp 3.900 per kg hingga Rp 4.000 per kg, jauh di atas HPP GKP, Rp 3.700 per kg.

Meski demikian, pihaknya sudah membuka diri, menerima pasokan beras. Namun, karena rata-rata harga gabah di wilayah Kedu masih tinggi, hingga kemarin, kegiatan pengadaan gabah dan beras di gudang Bulog belum bisa dilakukan.

Saat ini, dari 50 mitra kerja Perum Bulog Subdivre Wilayah Kedu, belum ada satu pun yang membuat kontrak pengadaan gabah dan beras.
“Namun, kami juga akan terus berupaya mengerahkan personel satuan kerja (satker) Bulog untuk berkeliling ke berbagai daerah, guna mencari gabah yang ditawarkan dengan harga di bawah HPP,” tandasnya. (Tribunjogja.com)

Kopi Istimewa di Bukit Mrawan

Sabtu, 5 Maret 2016
Gumitir atas

Bagi para penggemar kopi, minum kopi bisa jadi adalah semacam ritual yang sifatnya

khas untuk masing-masing pibadi. Misalnya ada yang merasa nikmat jika ngopi pada

pagi hari sambil merokok dan sarapan berita media cetak, ada yang merasa semacam

momen pelepasan/pembebasan bila nyeruput kopi setelah sore hari dan semua tugas

sudah tuntas, ada lagi ngopi sedaaap kalau ramai-ramai dengan sobat. Itu tadi baru

suasananya, belum jenis kopi yang kita minum.

Nah pengalaman minum kopi ini sangat direkomendasikan bila anda sedang dalam

perjalanan dari Jember menuju Banyuwangi atau sebaliknya, melalui Hutan Mrawan di

jalur lintas selatan. Kita akan mendapatkan keduanya ya kopinya ya suasananya,

kopinya produksi PTP Nusantara XII jelas kopi premium dan suasana cafénya yang

sangat alamiah dan tentu saja indah permai. Untuk diketahui bahwa perkebunan BUMN

produsen utama kopi dan kakao di Jawa Timur adalah PTP Nusantara XII (selanjutnya

disebut PTP Rolas/dua belas). Mengukurnya sederhana saja, kecuali banyak

produknya menjadi komoditas ekspor, produk kopi PTP Rolas utamanya dari kawasan

Gunung Ijen (sekitar Banyuwangi-Bondowoso) menjadi pilihan dari Starbuck Café.

Jelasnya adalah kalau kita minum Blended Coffee Starbuck, itu adalah racikan kopi

yang berasal dari 3 negara dimana salah satunya adalah dari Indonesia wabil chuzus

dari PTP Rolas chuzuson kopi dari Gunung Ijen. Nama Cafe Ijen (yang kelas premium

namanya Café Rollaas, ada pada beberapa mall di Surabaya) adalah café yang dikelola

oleh PT Rolas Nusantara Mandiri.

cafe-rest-area-gumitir-_150913112442-916

Kalau anda berkendara dari Jember kemudian masuk Hutan Mrawan, setelah mencapai

puncak dan jalan mulai menurun menuju Banyuwangi sasaran kita sudah dekat. Café

Ijen adanya disebelah kanan jalan, tepatnya 39 km dari kota Jember atau 60 km dari

Banyuwangi.. Diatas bukit kecil yang diterasering pada puncaknya ada bangunan café,

sehingga bila duduk di cafe kita lebih leluasa untuk memandang panorama hutan alam

Mrawan maupun perkebunan/pedesaan di kejauhan. Disain landscapenya sungguh

menawan, antara jalan akses masuk lokasi café dengan tempat parkir dan bangunan

café. Jadi kalau kita akan menuju Bali atau pulang dari Bali melalui jalur lintas selatan,

disini adalah tempat yang nyaman untu tidak hanya ngopi tapi juga makan berat dan

Bagi saya pribadi paling afdol menikmati kopi di Café Ijen, adalah di sore hari antara

pukul 16.00 – 17.30 dan pada bulan antara Oktober – Desember. Pada bulan-bulan ini

matahari melitas di selatan katulistiwa (pada saat itu hujan juga belum banyak turun

dan langit relatif bersih dari awan), sehingga pada saat matahari mejelang terbenam

bias sinar jingganya menerobos ketinggian pohon-pohon Hutan Alam Mrawan

membangkitkan sensasi keindahan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Sinar

matahari yang hangat, panorama hutan berbias langit jingga; desau angin; suara-suara

binatang yang akan kembali ke sarangnya. Sun set yang sempurna di alam

pegunungan, sungguh pengalaman ngopi yang tidak akan terlupakan.

Apa rekomendasi minumnya, silahkan dipilih Kopi Luwak, Kopi Lanang Malangsari,

atau Java Coffe (ini adalah nama dagang yang dikenal di kalangan pasar kopi

internasional untuk menyebut Kopi Arabica produksi PTP Rolas dari kawasan Gunung

Ijen). Atau teh, yang juga diproduksi dari kebuh sendiri di kawasan

Malang/Lumajang/Blitar. Kopi Luwak atau Kopi Arabica sudah jamak menjadi pilihan

kita, lantas bagaimana dengan kopi lanang. Kopi Lanang adalah semacam mutasi biji

kopi, karena dari biji kopinya hanya ada satu atau tunggal. Dimana biasanya biji kopi

adalah setangkup biji, yang apabila dibuka akan ada dua biji kopi yang letaknya

berhadapan. Satu batang tanaman kopi biasanya memproduksi kopi lanang kira-kira

sebanyak 10-15%, jadi ini termasuk jenis kopi yang unik. Sementara orang meyakini

kopi lanang sebagai kopi yang membuat para pria menjadi lebih greng, utamanya bagi

mereka yang sudah berumur diatas 50 tahun. Secara bergurau saya sering

menyebutnya sebagai Kopi Viagra. Ada lagi kopi unik yang lain adalah kopi gajah, ini

juga semacam mutasi biji kopi yang dari namanya saja kita dapat memastikan bahwa

biji kopinya sangat besar diluar ukuran rata-rata biji kopi.

Bila badan penat dan beristirhat sambil minum kopi di Café Ijen Hutan Mrawan, entah

kemana penat itu lenyap apalagi sore itu menikmati kudapan pisang/singkong goreng.

Lengkap sudah rasanya kenikmatan itu, sedaaap minumannya; lezat kudapannya, dan

menawan hati suasana alamnya. Inilah ngopi serasa menikmati secuil sorga yang

jatuh di Hutan Mrawan. Tapi baiknya anda tidak percaya bualan saya,

membuktikan sendiri itu lebih afdol.

Kaum bapak seringkali dipersepsi sebagai kaum yang peduli pada kesenangannya

sendiri, misalnya saat pilih tempat ngopi, Di café ini anda kaum bapak dijamin dapat

pujian setinggi langit dari anak dan istri, bila sekeluarga mampir ke café ini. Pasalnya

tidak hanya tersedia minuman penyegar yang enak, fasilitasnya terbilang komplit: parkir

amat luas; flying fox/taman bermain untuk anak-anak, taman yang menggoda untuk istri

anda. Ada satu lagi yang unik di taman café ini, ada kursi dengan ukuran 3 x 3 meter

dan tingginya 2,5 meter (barangkali ini kursi terbesar di Jatim atau bahkan Jawa??).

Jadi lebih tepat café ini disebut rest area dan agrowisata, yang dipersembahkan oleh

PTP XII untuk anda semua.

Satu lagi rekomendasi adalah berwisata agro di lingkungan kebun-kebun PTP Rolas

sekitar Banyuwangi, ada Kebun Gunung Gumitir yang satu paket dengan terowongan

sepanjang 690 yang menembus Hutan Mrawan, Kebun Kopi Malangsari yang hanya 20

km dari Café Ijen Hutan Mrawan atau 15 km dari kota kecil Kalibaru Banyuwangi. Bulan

yang tepat adalah antara Juni-Agustus karena itulah masa panen kopi, jadi kita bisa

melihat bagaimana petik/sortir/olah dari biji kopi petik menjadi biji kopi kupas kulitnya

(green bean). Atau berwisata agro dapat bonus pemandangaan api biru (blue fire),

kalau ini tempatnya kebun Kalisat Jampit di kawasan Gunung Ijen. Blue fire adalah

fenomena alam di Kawah Ijen yang keindahannya sudah menghipnotis ribuan

wisatawan manca negara, dan demi menyaksikan itu mereka rela menempuh ribuan

mill dari negaranya, dan musti bangun jam 2 atau 3 dini hari untuk segera berangkat

naik ke Puncak Ijen.
Masih ada lagi rekomendasi lain bila anda mengunjungi kota Banyuwangi, the sun rise

of Java. Tentu bukan soal yang aneh-aneh, pendek kata sesuatu yang menyenangkan

di sela perjalanan atau wisata anda. Sampai jumpa lagi.

http://heripurwanto.agropedia.co/2016/03/05/kopi-istimewa-di-bukit-mrawan/

Sabtu, 05 Maret 2016

Syarat Bulog Sulitkan Petani

Sabtu, 5 Maret 2016

SRAGEN – Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) tetap berpegang pada keriteria dan standar harga yang sudah ditetapkan. Petani pun dipersilakan menjual ke pihak lain jika tidak cocok dengan harga yang ditentukan. Namun Bulog tetap membuat posko dan dapat bergerak cepat jika ada padi siap panen.

Kepala Perum Bulog Sub Divisi Regional (Subdivre) III Surakarta Budhi Ganefiantara mengaku sudah mendapat instruksi dari pemerintah untuk mengamankan gabah dari petani. Namun pihaknya juga tetap berpegang pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Harga Pembelian Pemerintah atas Gabah dan Beras.

”Benar sudah mendapatkan instruksi tersebut. Tapi harga dan kualitas tetap seperti yang ditentukan,” terangnya kemarin (4/3). Harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen dengan kadar air maksimal 25 persen Rp 3.700 per kilogram. Sedangkan gabah kering giling dengan kadar air 14 persen Rp 4.650 per kilogram.

Lantas, beras dengan broken 20 persen dihargai Rp 7.300 per kilogram. Dengan HPP sebesar itu, petani dipersilakan menjual ke pihak lain. ”Kalau ada pihak yang menjual di atas HPP, kami tidak bisa mencegah,” kata Budhi.

Kualitas padi saat panen kali ini menurun karena hujan dan roboh hingga terendam. Saat ini rata-rata kadar air yang roboh tersebut mencapai 30 persen. Lantaran kualitasnya menurun, Bulog tidak bisa mengambil beras dari petani.

Meski demikian, dia yakin instruksi pemerintah dapat segera ditindaklanjuti. Pihaknya menggandeng Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dan TNI untuk membentuk posko. Dengan posko tersebut informasi dapat bergerak cepat dan Bulog dapat segera datang sebelum gabah  kualitasnya menurun.

Sementara itu, Inpres  Nomor 5 Tahun 2015 yang merupakan patokan Bulog membeli gabah dari petani masih dianggap tidak banyak membantu. Seperti yang diungkapkan salah seorang petani asal Kelurahan Nglorog Sragen, Sugeng Riyanto, 40. Dia mengaku pesimistis dengan rencana Bulog membeli gabah dari petani.

Hal ini mengingat, selama ini Bulog diketahui selalu hanya mau membeli gabah yang kualitasnya bagus. ”Bulog mau, tapi kualitasnya harus bagus dan mintanya di bawah harga pasar,” tutur dia.

Banyak persyaratan jika akan dijual ke Bulog. Seperti beras harus diuji laboratorium dan sebagainya. Sedangkan pada kondisi sekarang ini kemungkinan kecil hasil panen baik. Sebab kondisi cuaca sering hujan dan banyak padi yang ambruk. (din/un)

http://radarsolo.co.id/2016/03/05/syarat-bulog-sulitkan-petani/

Jumat, 04 Maret 2016

Bulog Kesulitan Serap Gabah Petani

Kamis, 3 Maret 2016


KBRN, Madiun : Direktur Pengadaan Perum Bulog, Wahyu mengakui, Bulog kesulitan menyerap gabah petani, karena selama ini cenderung ke penyerapan beras. Hal ini menanggapi pernyataan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman yang meminta Bulog menyerap keduanya, saat menghadiri acara rapat koordinasi di Korem 081 Dhirotsaha Jaya Madiun, Kamis(3/3/2016).

Wahyu menuturkan pembelian gabah dengan beras berbeda, sebab tergantung pada kadar air dan masa panen, sedangkan jika membeli beras, Bulog hanya melihat dari sisi kualitas serta harga yang ditawarkan. Menurut Wahyu, saat ini Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah, ditetapkan sebesar Rp 3.700 per kilogram dengan kadar air 25 persen.

“Kadar air diatas 25 persen tetap kita beli, tapi ada tabel raflaksi namanya. Jadi itu ditetapkan oleh Kementan, dan itu yang kita pedomani. Kalau tidak ada harga yang seperti itu atau tidak sesuai dengan HPP, kita kembalikan lagi ke pemerintah untuk memutuskan. Kalau hari ini kami beli sesuai ketentuannya, Gabah Kering Panen (GKP) Rp 3.700 kadar air 25 persen. Kalau untuk beras itu kadar airnya 14 persen,brokennya 20 persen, dan menirnya 2 persen itu sudah jelas,”Ungkapnya kepada Radio Republik Indonesia, Kamis(3/3/2016).

Wahyu mengungkapkan, Perum Bulog akan berusaha memenuhi permintaan pemerintah untuk menyerap gabah lima juta ton kurun waktu dua bulan. Bulog juga akan bekerjasama dengan semua pihak, salah satunya menyewa dryer (Pengering gabah) milik pemerintah daerah maupun swasta. Bahkan, pihaknya juga akan menyewa gudang untuk menyimpan gabah dari petani.

Disamping itu, untuk menyelesaikan target penyerapan gabah oleh pemerintah, Perum Bulog telah membuat satuan kerja (satker) pengadaan di sejumlah daerah termasuk Jawa Timur. Satker bentukan Bulog, akan diterjunkan ke tempat yang memasuki masa panen raya.

“Jawa Timur sebenarnya sudah ada, nah kita nanti hari Selasa(8/3/2016) akan terjunkan satker pengadaan di Jawa Tengah,”Tandasnya. (Eka Wulan)

SBY Minta Jokowi Jangan Beretorika Soal Impor Beras dan Daging

Kamis, 3 Maret 2016

JAKARTA - Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pemerintahan Jokowi-JK agar tidak beretorika dalam hal kebijakan impor. Baik impor beras maupun daging. Pasalnya, harga kebutuhan pangan yang tinggi menyebabkan inflasi.

"Price stabilisation ini terkait inflasi. Ini sudah agak reda, stop semua policy yang dorong inflasi. Inflasi itu demand melebihi supply. Jangan beretorika 'kita tidak akan pernah impor' ini sedang kurang daging, kurang beras. Jadi bagaimana berasnya ada dagingnya ada. Jadi not retorika. Tapi stabilitation," tegas SBY di Menara Kadin, Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Menurut SBY, jika rakyat Indonesia sedang susah dalam membeli sejumlah kebutuhan sehari-hari, maka pemerintah harus membantunya.

"Government must be willing untuk membantu mereka. BLSM tidak tabu. Growth sekali lagi, demand digalakkan, belanja pemerintah digalakkan untuk stimulasi growth," tukasnya.

(rzy)

http://economy.okezone.com/read/2016/03/03/320/1326781/sby-minta-jokowi-jangan-beretorika-soal-impor-beras-dan-daging

Kamis, 03 Maret 2016

Kebijakan Belum Berpihak ke Petani

Kamis 3 Maret 2016

Konversi Lahan I Secara Nasional, Alih Fungsi Lahan per Tahun 100 Hektar

SLEMAN – Pemerintah pusat dan daerah perlu mengatasi koversi atau pengalihan lahan pertanian di daerah yang kian marak saat ini. Alih fungsi lahan tersebut akan mengurangi produktivitas hasil pertanian sehingga dikhawatirkan dapat menghambat upaya menciptakan swasembada pangan.

Maraknya aksi konversi lahan pertanian di daerah tersebut membuat nasib petani semakin terjepit. Tak heran, aksi pengalihan fungsi tersebut mengundang reaksi protes para petani, terutama di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Sumardi (68) mengungkapkan konversi lahan pertanian di desanya, Madurejo, Kecamana Prambanan, terus terjadi setiap tahunnya. Menurut dia, banyak area persawahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan perumahan.

“Apabila itu terjadi setiap tahunnya, maka tentunya jumlahnya semakin banyak pula. Itu tidak akan terasa, tiba-tiba kita lihat suatu lahan persawahan telah berubah menjadi perumahan. Inilah yang kita takutkan,” ungkapnya saat menerima kunjungan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman di desanya, Rabu (2/3).

Alih fungsi lahan, terangnya, hanya memiskinkan petani. Hal itu, lanjutnya, tidak beda jauh dengan ketika keran impor beras dibuka secara besar-besaran oleh pemerintah. Karenanya, pemerintah, menurut dia, perlu menjaga lahan pertanian secara ketat, seperti halnya menekan impor beras.

“Apabila (konversi) tidak ditekan, ruang bagi petani untuk bertanam dan berproduksi kian sempit,” ujar Sumardi.

Bupati Sleman, Sri Purnomo membenarkan pernyataan Sumardi. Bahkan, fakta itu, lanjutnya, bukan hanya terjadi di Kecamatan Prambanan tetapi hampir di seluruh kecamatan di Sleman.

Untuk itu, dia meminta agar Kementerian Pertanian (Kementan) kembali membuka lahan sawah baru di daerahnya sebanyak 50 hektar (ha). “Lahan sawah baru untuk mengimbangi maraknya alih fungsi lahan selama ini, sehingga laju produksi tetap terjaga,”ungkapnya.

Seperti diketahui, secara nasional alih fungsi lahan per tahunnya mencapai 100 hektar. Yogyakarta merupakan salah satu wilayah yang marak melakukan alih fungsi lahan.

Bila pada 2008 luas lahannya mencapai 130.028 ha, pada 2014 berkurang menjadi 105.595 ha. Artinya, dalam jangka waktu tujuh tahun, lahan di daerah itu menyusut 24,433 ha. Sekitar 40 persen dari jumlah tersebut terjadi di kab. Sleman.

Gagal Serap

Bila di Sleman petani mengeluhkan maraknya konversi lahan, lain juga dengan yang terjadi di desa Mbedoro, Kecamatan Sambung Macan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Petani di sana memprotes keras kebijakan Bada Urusan Logistik (Bulog) yang tidak ingin menyerap gabah dari petani. Hal itu diketahui setelah Mentan mendatangi lokasi tersebut.

Ketua Kelompok Tani Muji Makmur, Desa Mbedoro, Narjitugimin (50) mengeluhkan rendahnya harga gabah kering panen (GKP) yang diminta oleh Bulog. Disebutkannya, Bulog hanya membeli dengan harga 3.200 rupiah per kilo gram (kg).

Harga tersebut, jelasnya, terlalu rendah, karena bila petani menjual dengan harga tersebut maka rata-rata kerugian per hektar lahan sebesar tiga juta rupiah. Artinya, itu tidak mampu menutupi biaya operasional. Sebagai dampaknya, gabah yang dihasilkan oleh ratusan hektar lahan persawahan di desanya belum dijual sama sekali.

“Selama ini kami belum punya ruang untuk bertemu Bulog, untung Mentan datang, maka kami sudah bisa menyampaikan kondisi yang kami alami. Kami minta Mentan desak Bulog untuk membeli dengan harga yang wajar yang bisa membuat kami kembali bergairah,”paparnya.

Menanggapi hal itu Mentan mengaku kesal, pasalnya Bulog kurang berpihak ke petani, padahal sebelumnya direksi Bulog berkomitmen untuk menyerap gabah petani. Kepada Danramil di wilayah tersebut dia meminta agar mengawasi kegiatan Bulog agar secepatnya menyerap gabah dengan harga 3.700 rupiah per kg bukan 3.200 rupiah per kg seperti yang ditawarkan Bulog. ers

http://www.koran-jakarta.com/kebijakan-belum-berpihak-ke-petani/


Pangan Masih Tergantung Impor

SEMARANG (KRjogja.com)- Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, Indonesia masih tergantung kepada impor. Data menyebutkan, setidaknya dalam lima tahun terakhir ini ada tujuh jenis pangan yang impornya mengalami kenaikan cukup signifikan.Demikian dikatakan Koordinator LSM Protanikita Bonang kepada wartawan di Semarang Rabu (02/03/2016).

Tujuh pangan utama yang impornya mengalami peningkatan pesat dalam lima tahun terakhir adalah beras, cabai, daging sapi, gula, jagung, kedelai, dan bawang merah. Ketergantungan pangan dari impor tersebut dinilai sangat ironi, karena bangsa ini memiliki kekayaan sumber pangan lokal.

“Yang menjadi pertanyaan, setelah setahun politik Nawacita pemerintahan Jokowi-JK, berhasilkah sembilan program prioritas atau Nawacita menjadi penunjuk arah pembangunan nasional, khususnya dalam bidang pangan? Dari sembilan butir Nawacita setidaknya empat butir bersentuhan langsung dengan politik pangan dan swasembada beras,” ungkap Bonang.

Dikatakan, pada butir ketiga Nawacita menyatakan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Butir kelima menyatakan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Butir keenam  meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit.

Sedangkan pada butir ketujuh menyatakan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan ekonomi domestik. Protanikita menilai program untuk mewujudkan swasembada beras dan meningkatkan produktivitas pangan tampak mengkhawatirkan.(Bdi)

http://krjogja.com/web/news/read/292732/Pangan_Masih_Tergantung_Impor

Bulog Beli Murah Gabah, Petani Menjerit

KEBUMEN (SK) - Harga beli beras di tingkat petani oleh Perum Badan Urusan Logistik (Bulog), ternyata lebih rendah dibanding harga beli yang dilakukan para tengkulak. Karenanya, sejumlah petani di Kebumen, Jawa Tengah, memilih melepas gabah hasil panen mereka ke tengkulak.

Selain itu, petani juga menolak impor beras yang dilakukan pemerintah. Karena petani yakin, produksi beras lokal mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Petani juga mendesak Mentan harus tegas terhadap kementerian lainnya bahwa impor tidak diizinkan dengan alasan panen di dalam negeri sangat melimpah.

Temuan ini terungkap saat Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melakukan dialog dengan petani di Kebumen, Jateng, Selasa (1/3).

Khotib, seorang petani di Desa Ambarwinangun, mengungkapkan, harga beli Bulog jauh dari harga yang diberikan para tengkulak.

Karena itu ia mengaku lebih baik menjual hasil panennya ke para tengkulak. Khotib bisa menjual gabahnya ke tengkulak dengan harga Rp.5.500 per satu kilo, sedangkan ke Bulog ia hanya bisa menjual dengan harga Rp.3.700. “Rugi kalau menjual ke Bulog. Harganya turun sekali. Beda kalau menjual ke Tengkulak,” kata Khotib.

Petani lainnya, Moedjiono meminta Mentan harus tegas terhadap kementerian lainnya bahwa impor tak diizinkan dengan alasan panen di dalam negeri sangat melimpah. “Petani bisa rugi besar dan kami minta dukungan Menteri Pertanian untuk mendukung kami,” katanya.

Ia juga menunjukkan bahwa lahan di kabupatennya sangat luas dan mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional. Oa juga menu-ding bahwa Menteri Per-da-gangan merupakan kementerian yang mendukung impor beras. “Yang mengizinkan impor adalah teman bapak, Menteri Perdagangan,” katanya.

Mendengar hal tersebut, Mentan Andi Amran Sulaiman langsung meminta seluruh petani untuk tidak hitung-hitungan dengan negara. Ia menyampaikan, menjual gabah ke Bulog bisa menyelematkan kosumsi beras nasional. “Jangan hitung-hitunganlah, cuma beda sedikit. Ini kan juga untuk Indonesia. Nanti jual ke Bulog ya?” kata Amran.

Seluruh petani yang datang pun menyahut dengan beragam jawaban. Ada yang setuju dengan perkataan Amran, ada pula yang bersikeras tidak mau menjual ke Bulog. “Bantuan sudah kami berikan, tahun lalu alsintan ada lebih dr 100 buah. Benih saya ka-sih gratis, lalu diasuransikan, masa tidak mau menjual ke Bulog,” ujar Amran.

Mendengar ucapan Amran, para petani mengatakan akan mendiskusikan kembali keputusannya untuk menjual gabah ke Bulog. (jok)

http://m.suarakarya.id/2016/03/02/bulog-beli-murah-gabah-petani-menjerit

Bulog Harus Selamatkan Petani

Kamis, 3 Maret 2016 |
Harga GKP

Hallobogor.com, Jakarta – Saya di telpon pak Wono, petani di Kabupaten Gresik. Suaranya serak dan berat, menahan marah karena beban hidup yang bertambah berat.

Kata Pak Wono, “Pak Dewan, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sudah di Rp 3.500,-. Harga ini akan turun terus, di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700,-. Petani tambah susah dan akan modar pak” ungkapnya.

“Kan ada BULOG yang diberi tugas oleh pemerintah untuk membeli gabah dan beras petani,” kata saya.

Jawab Pak Wono, “BULOG tidak pernah muncul pak,” tandasnya.

Itulah sepenggal jeritan petani di Daerah Pemilihan saya.

Saat ini, di beberapa daerah yang panen padi, harga GKP sudah di bawah HPP. Kondisi ini menyebabkan petani merugi dan semakin menjauhkan dari kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat di tabel.

Menurut data BPS, angka ramalan Maret ini akan panen padi di 2,5 juta Ha, April panen di 2,3 juta Ha. Jika per hektar panen rata-rata 5 ton, maka dapat menghasilkan 29 juta ton GKP.

Oleh karena itu yang harus dilakukan BULOG adalah:

(1) Bergerak secara progresif mendatangi sentra-sentra panen melalui kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk membeli GKP dari petani. Jika tidak dibeli BULOG maka akan dibeli tengkulak dengan harga yang jauh di bawah HPP. Fungsi BULOG dalam melakukan stabilitas harga gabah dan beras petani harus serius dilakukan. Jangan hanya duduk dan pasif untuk didatangi petani, tapi harus turun ke desa-desa.

(3) BULOG harus menambah jumlah armadanya di saat sedang panen raya untuk membeli gabah dan beras petani. Jika BULOG hanya mengandalkan pada mitra saja, misalnya para penggiling, maka BULOG hanya menguntungkan pedagang saja, sedangkan petani diabaikan. Justru fungsi BULOG harus mensejahterakan produsen pangan melalui HPP agar harga tidak jatuh.

(3) BULOG harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jangan sampai terjadi silang pendapat yang berbeda lagi dengan Kementrian Pertanian atau Kementrian Perdagangan soal data produksi dan konsumsi pangan. Data pangan harus integratif menjadi satu kesatuan sebagai data pangan resmi dari pemerintah.

Karena lemahnya jaringan organisasi dan manajemen BULOG untuk menyerap dan membeli gabah/ beras petani, atau karena data panen yang di mark up Kementrian Pertanian, atau karena data permintaan dari konsumen yang lebih tinggi dibanding produksi beras dari kementrian perdagangan sehingga sesama lembaga negara saling serang, saling cerca, merasa paling benar sendiri dalam bekerja, lalu mencari kambing hitam.

Model bekerja seperti ini harus diakhiri. Semua lembaga harus jujur dan bekerja sama dalam menentukan strategi bersama agar petani tidak menangis karena rugi terus. Negara harus hadir di setiap problematika petani.

(4) Jika BULOG bekerja progresif membeli gabah/ beras petani, maka akan dapat memenuhi kebutuhan CBP sendiri dan pemerintah tidak akan impor beras lagi. Idealnya, berapapun jumlah produksi gabah/ beras petani harus dibeli BULOG, baik melalui kebijakan HPP maupun melalui jalur komersial. Untuk itu pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh memberdayakan dan memberikan fasilitas lex spesialist kepada BULOG yang tidak melanggar Undang-undang.

Semua itu dilakukan agar petani merasa dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah untuk mendapatkan hak hidupnya agar lebih layak dan sejahtera.

Visi ke depan bangsa Indonesia harus menjadi eksportir beras dunia, sebagaimana kita telah menjadi negara eksportir untuk komoditas kakao, CPO, dan lainnya.

Viva Yoga Mauladi
(Penulis Adalah Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI dan Ketua Bapilu DPP PAN).

http://hallobogor.com/bulog-harus-selamatkan-petani-2#prettyPhoto

Rabu, 02 Maret 2016

Ini Alasan Petani Enggan Jual Gabah ke Bulog

Selasa, 1 Maret 2016


KEBUMEN, KOMPAS.com - Beberapa petani di Desa Ambarwinangun, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah mengaku enggan menjual gabah ke Perum Badan Urusan Logistik (Bulog). Mereka mengaku, menjual beras ke tengkulak lebih menguntungkan karena para tengkulak berani membeli gabah dengan harga yang jaih lebih tinggi.

Menurut salah seorang petani di desa tersebut, Khatib, para tengkulak membeli gabah dari petani dengan harga sekitar Rp 5.500. Harga ini lebih tinggi ketimbang Harga Pembelian Petani (HPP) yang ditetapkan Bulog sebesar Rp 3.700. "Menjual ke Bulog itu rugi. Harganya jauh sekali, lebih untung jual ke tengkulak," ujar Khotib kepada menteri Pertanian Amran Sulaiman di Kebumen Selasa (1/3/2016).

Mendengar hal tersebut, Amran mengimbau para petani agar mau menjual gabahnya ke Bulog. Hal tersebut, kata Amran bisa sangat membantu mewujudkan swasembada pangan. "Jangan begitu dong. Kita sudah bantu pupuk, kita bantu traktor, masak bapak tidak mau bantu pemerintah, ini kan utuk Merah Putih (Indonesia)," pungkas Amran.

Selasa, 01 Maret 2016

Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai RI Naik di 2015, Ini Datanya

Selasa, 01 Maret 2016

Jakarta -Produksi beberapa produk pangan Indonesia mengalami kenaikan sepanjang 2015. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan tersebut terjadi untuk komoditas padi, jagung, dan kedelai.

Untuk padi, produksi di 2015 sebanyak 75,36 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami kenaikan 6,37% atau sebanyak 4,51 juta ton GKG bila dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa sebanyak 2,31 juta ton dan di luar Pulau Jawa sebanyak 2,21 juta ton.

"Kenaikan produksi padi terjadi karena kenaikan luas panen seluas 0,32 juta hektar (2,31%) dan peningkatan produktivitas sebesar 2,04 kuintal/hektar (3,97%)," tulis laporan BPS seperti dikutip detikFinance, Selasa (1/3/2016).

Kenaikan produksi padi tahun 2015 sebanyak 4,51 juta ton terjadi pada subround Januari–April sebanyak 1,49 juta ton (4,73%), subround Mei–Agustus sebanyak 3,02 juta ton (13,26%), dan subround September-Desember sebanyak 1.800 ton (0,01%) dibandingkan dengan produksi yang sama pada subround 2014 (year-on-year).

Jagung

Produksi jagung sebanyak 19,61 juta ton pipilan kering di 2015. Angka ini mengalami kenaikan sebanyak 0,60 juta ton (3,17%) dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi tersebut terjadi di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa masing-masing sebanyak 0,46 juta ton dan 0,15 juta ton.

"Kenaikan produksi jagung terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 2,25 kuintal/hektar (4,54%), meskipun luas panen mengalami penurunan sebesar 50.200 hektar (1,31%)," sebutnya.

Kedelai

Produksi kedelai tahun 2015 sebanyak 963.100 ton biji kering. Angka tersebut meningkat sebanyak 8.100 ton (0,85%) bila dibandingkan tahun 2014. Peningkatan produksi tersebut terjadi di luar Pulau Jawa sebanyak 30.410 ton, sebaliknya di Pulau Jawa terjadi penurunan produksi sebanyak 22.310 ton.

"Peningkatan produksi kedelai terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 0,18 kuintal/hektar (1,16%) meskipun luas panen mengalami penurunan seluas 1.800 hektar (0,29%)," tulisnya.
(feb/drk)

http://finance.detik.com/read/2016/03/01/143241/3154792/4/produksi-padi-jagung-dan-kedelai-ri-naik-di-2015-ini-datanya

Agar Tak Impor Cabai dan Bawang Merah, RI Siapkan Rp 700 Miliar

Selasa, 01 Maret 2016

Jakarta -Cabai dan bawang merah rentan terhadap masalah lonjakan harga dan kekurangan pasokan. Kedua masalah inilah yang mendorong pemerintah untuk membuka keran impor.

Oleh sebab itu, pemerintah mengalokasikan anggaran cukup besar untuk menjaga harga dan pasokan cabai serta bawang merah tetap stabil sepanjang tahun ini. Sehingga, tak perlu mengimpor bawang merah maupun cabai.

"Sekarang, Rp 700 miliar khusus buat cabai dan bawang saja. Kita benar-benar jaga produksi agar jangan sampai impor. 2 tahun lalu kita masih impor, sekarang nggak lagi," ujar Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, dalam konferensi pers di kantornya, Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (1/3/2016).

Spudnik menjelaskan, dana sebesar Rp 700 miliar itu mencapai sekitar 70% dari total alokasi dana Direktorat Jenderal Hortikultura. Selain itu, jumlah tersebut juga lebih besar dibandingkan alokasi tahun lalu yang sebesar Rp 500 miliar.

"Dana di direktorat kita total ada Rp 1,14 triliun, khusus untuk bawang dan cabai kita anggarkan tahun Rp 700 miliar. Dana itu sekitar 70% dipersembahkan untuk bawang dan cabai," pungkas Spudnik.

Berikut perkiraan produksi dan kebutuhan bawang merah 2016:

      Bulan           Produksi (ton)     Total Kebutuhan (ton)
Januari         104.547                82.106
Februari         90.531                80.110
Maret            89.909                80.048
April              90.133                80.070
Mei               95.062                81.157
Juni             126.130                89.615
Juli              137.807                86.027
Agustus        128.244                83.881
September    121.877                83.839
Oktober        114.056                82.462
November       95.336                80.590
Desember       97.493                81.995

Perkiraan produksi dan kebutuhan cabai besar 2016:

       Bulan        Produksi (ton)    Total Kebutuhan (ton)
Januari         95.575                         76.117
Februari      108.132                         75.762
Maret         101.417                         75.762
April           101.055                         75.762
Mei            100.263                         75.762
Juni            107.922                         78.249
Juli             105.055                         77.539
Agustus        98.292                         75.761
September    98.316                          76.117
Oktober        96.908                          75.761
November      96.347                          75.761
Desember      98.118                          76.471

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan
(hns/feb)

http://finance.detik.com/read/2016/03/01/144022/3154803/4/agar-tak-impor-cabai-dan-bawang-merah-ri-siapkan-rp-700-miliar

Pupuk Bersubsidi di Minsel Mulai Langka

Senin, 29 Februari 2016

RADARMANADO.COM – Petani di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel) mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi. Pasalnya, sejak Desember 2015, pupuk bermerek ponska sulit ditemui. Rata-rata distributor yang didatangi menyebut stok kosong. “Kami sudah beberapa kali menunda penanaman tomat, cabai, dan lainnya karena pupuk bersubsidi tidak ada,” ujar Lian Palendeng, warga Modoinding akhir pekan lalu.
Menurutnya, kondisi ini jelas merugikan. Bahkan, bukan hanya petani, hal tersebut juga bisa menyeluruh ke masyarakat. “Produksi tomat dan cabai menurun yang menurun tentunya membuat masyarakat akan kesulitan memperolehnya di pasar,” sebutnya.
Sambungnya, karenanya saya berharap pemerintah mengambil tindakan terkait kondisi ini. Pemerintah harus menyelidiki penyebab kelangkaan, untuk memastikan hal itu berlangsung alami atau tidak. “Kalau ternyata ada penimbunan yang dilakukan oknum-oknum tertentu, mereka pantas dihukum. Karena itu namanya mencari keuntungan sendiri tapi mengabaikan kepentingan orang banyak,” tandasnya. Ditambahkan Palendeng, dipasaran, harusnya petani masih bisa memperoleh pupuk non subsidi. Tetapi, mereka enggan membeli pupuk tersebut karena harganya yang lebih mahal. Kalau pupuk bersubdisi cuma Rp140 ribu per karung, yang non subsidi lebih mahal Rp20 ribu per karung.
Terkait permasalahan ini, Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Minsel Decky Kientjem, tak menampiknya. “Kelangkaan pupuk bersubsidi dikarenakan saat ini sedang masa transisi. Setiap awal tahun ini terjadi. Sebab pemerintah pusat harus melakukan penyesuaian terhadap nilai subsidinya,” jelasnya.
Namun begitu, dirinya mengaku akan mencoba mengatasi kondisi ini. “Kedepan, Distanak akan melatih petani supaya bisa membuat pupuk sendiri. Sehingga, mereka tidak hanya bergantung dari pupuk yang dijual di pasaran,” pungkasnya.(iky/tas)

Prihatin Harga Gabah, PC PMII Bojonegoro Turun Jalan

Senin, 29 Februari 2016

blokBojonegoro.com - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bojonegoro, melakukan aksi turun jalan, Senin (29/2/2016). Aksi tersebut dilakukan karena prihatin harga gabah.

"Aksi ini karena prihatin anjloknya harga gabah. Dari bunderan adipura, dilanjutkan ke gedung dewan dan di pemkab Bojonegoro," kata ketua PC PMII Bojonegoro, Ahmad Syahid.

Dalam selebaran yang dibagikan ke pengguna jalan, para aktivis menilai harga gabah anjlok mencapai 40 persen. Sehingga membuat kerugian bagi petani. Dengan harga gabah anjol, pendapatan petani mengalami penurunan juga. Supaya diusut dan dibenahi sistem ekonomi yang dirasa tidak adil bagi petani.

Berdasarkan hasil observasi di lapangan oleh anggota PMII, secara mayoritas wilayah Bojonegoro mengalami panen, terutama di bantaran Bengawan Solo, diantaranya di Kecamatan Malo, Trucuk, Kalitidu, Dander, Balen, Kanor, Sumberrejo dan Baureno. Hasilnya harga rata-rata gabah kering sawah Rp3 ribu sampai Rp3,500.

Padahal berpijak pada ketentuan intruksi Presiden (Inpres) nomor 5 tahun 2015, terkait harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp3,7 ribu sampai Rp 3,75 ribu, dan harga gabah kering giling dalam ketetapan HPP berkisar Rp4,6 ribu sampai Rp4,65 ribu. Namun kondisi harga di lapangan hanya Rp3 ribu sampai Rp3,5 ribu, para pembeli gabah tidak mentaati peraturan Inpres nomor 5 tahun 2015.

"Perlu sinergi antara petani dan Bulog. Serta pemerintah selalu berperan aktif dalam menjaga kestabilan harga gabah," ungkapnya.

Nampak dalam aksi tersebut, puluhan aktivis membawa bener bertulis tuntutan mereka dan mengibarkan bendera. Selain itu juga menampilkan aksi teatrikal, sebagai gambaran sikap pemerintah terhadap petani. Dalam aksi tersebut juga mendapat pengawalan petugas kepolisian. [zid/mu]