Kamis, 24 Maret 2016

VISI MARITIM JOKOWI-SUKARNO

KAMIS, 24 MARET 2016
 
JOKOWI dan Sukarno ternyata punya kesamaan, yaitu pemerintahannya sama-sama didukung oleh sosok menteri yang punya visi kemaritiman yang kuat, seperti Susi Pudjiastuti (Menteri KKP) yang berani melawan perampok ikan di perairan Nusantara, Rizal Ramli (Menko Maritim dan Sumber Daya) yang menumpas komplotan penyamun Pelindo II, memenuhi target dwelling time yang diminta presiden menjadi rata-rata tiga hari, dan yang terbaru perjuangannya membela rakyat di Kawasan Timur Indonesia supaya ladang gas abadi Blok Masela dikelola di darat ternyata selaras-sejalan dengan keinginan Presiden Jokowi yang memang menginginkan terjadi peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat Kawasan Timur Indonesia.

Sukarno dulu juga punya menteri yang memiliki visi kemaritiman yang kuat dan punya pamor internasional, seperti Ir Haji Djuanda, Ali Sadikin (Menteri Muda Perhubungan Laut), Haji Agus Salim, Subandrio, Roeslan Abdulgani, dan beberapa nama lain yang memberi Sukarno legacy.

Susi dan Rizal juga memberi legacy buat Jokowi. Setelah pemerintahan Sukarno sampai pemerintahan SBY belum pernah terjadi kebijakan kemaritiman yang begitu tegas, berani, dan sangat memperlihatkan keberpihakan kepada rakyat seperti sekarang.

Jokowi yang proletar, bukan berasal dari golongan priyayi-bangsawan, bukan pula dari kelas ksatria, ternyata punya komitmen yang kuat terhadap visi kemaritiman Nusantara, dan Tuhan rupa-rupanya mengutus orang-orang seperti Rizal Ramli dan Susi Pudjiastuti dengan karakter mereka yang out of the box dan tipikal pemimpin operational leadership untuk duduk di kabinet membantu Jokowi.

Memang seringkali orang-orang out of the box atau orang-orang "urakan" yang memiliki disiplin pribadi dan disiplin moral yang kuat lebih bisa diharapkan untuk menjadi pendorong perubahan. Sukarno, Ali Sadikin, Gus Dur, Rizal Ramli, Susi Pudjiastuti, bahkan Presiden Jokowi sendiri boleh dibilang adalah orang-orang "urakan", yang visi dan orientasi kepemimpinannya adalah menciptakan perubahan lebih baik, anti feodalisme, anti hipokritisme, yang menaruh hati dan pikiran untuk rakyat, yang menjaga marwah nasionalisme, bukan menjadi pembela kaki-tangan asing, yang menjual jabatan dengan cara-cara nepotisme, kolusi, dan korupsi.

Jalan Jokowi yaitu jalan Nawa Cita dan jalan Tri Sakti sesungguhnya memang punya kesamaan dengan jalan Sukarno, jalan itu tidak selamanya landai dan benderang, seringkali gelap berkelok dan curam, dihambat oleh para bajing loncat dan para begal yang menggunting di dalam lipatan.

Kelompok begal dan para bajing loncat ini masih ada di kabinet, tetapi satu per satu mereka dipastikan bakal rontok, tersingkir dari kabinet, sebab Jokowi bukannya tidak tau mana menteri yang pro Nawa Cita dan pro Tri Sakti, serta mana yang bertolakbelakang dengan cita-cita ideologis Sukarno itu yang kini diwarisi oleh Jokowi. ***

CATATAN: ARIEF GUNAWAN, INIORANGBIASA@YAHOO.COM

http://www.rmol.co/read/2016/03/24/240699/Visi-Maritim-Jokowi-Sukarno-

2 komentar: