Minggu, 06 Maret 2016

OPINI: Bulog Harus Menyelamatkan Petani

Moneter.co.id – Saya di telepon Pak Wono, petani di Kabupaten Gresik. Suaranya serak dan berat, menahan marah karena beban hidup yang bertambah berat.

Kata Pak Wono, “Pak Dewan, harga Gabah Kering Panen (GKP) saat ini sudah di Rp 3.500. Harga ini akan turun terus, di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 3.700. Petani tambah susah dan akan modar pak.”

“Kan ada Bulog yang diberi tugas oleh pemerintah untuk membeli gabah dan beras petani,” kata saya.

Jawab Pak Wono, “Bulog tidak pernah muncul pak.”

Itulah sepenggal jeritan petani di daerah pemilihan saya.

Saat ini, di beberapa daerah yang panen padi, harga GKP sudah di bawah HPP. Kondisi ini menyebabkan petani merugi dan semakin menjauhkan dari kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat di tabel.



Menurut data BPS, angka ramalan Maret ini akan panen padi di 2,5 juta hektare (ha), April panen di 2,3 juta ha. Jika per hektare panen rata-rata 5 ton, maka dapat menghasilkan 29 juta ton GKP.

Oleh karena itu, langkah ini yang harus dilakukan Bulog.

Pertama, bergerak secara progresif mendatangi sentra-sentra panen melalui kelompok tani dan atau gabungan kelompok tani (gapoktan) untuk membeli GKP dari petani. Jika tidak dibeli Bulog maka akan dibeli tengkulak dengan harga yang jauh di bawah HPP.

Fungsi Bulog dalam melakukan stabilitas harga gabah dan beras petani harus serius dilakukan. Jangan hanya duduk dan pasif untuk didatangi petani, tapi harus turun ke desa-desa.

Kedua, Bulog harus menambah jumlah armadanya di saat sedang panen raya untuk membeli gabah dan beras petani. Jika Bulog hanya mengandalkan pada mitra saja, misalnya para penggiling, maka Bulog hanya menguntungkan pedagang saja, sedangkan petani diabaikan. Justru fungsi Bulog harus mensejahterakan produsen pangan melalui HPP agar harga tidak jatuh.

Ketiga, Bulog harus bertanggungjawab terhadap ketersediaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Jangan sampai terjadi silang pendapat yang berbeda lagi dengan Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan soal data produksi dan konsumsi pangan. Data pangan harus integratif menjadi satu kesatuan sebagai data pangan resmi dari pemerintah.

Karena lemahnya jaringan organisasi dan manajemen Bulog untuk menyerap dan membeli gabah/ beras petani, atau karena data panen yang di mark up Kementrian Pertanian, atau karena data permintaan dari konsumen yang lebih tinggi dibanding produksi beras dari Kementerian Perdagangan sehingga sesama lembaga negara saling serang, saling cerca, merasa paling benar sendiri dalam bekerja, lalu mencari kambing hitam.

Model bekerja seperti ini harus diakhiri. Semua lembaga harus jujur dan bekerja sama dalam menentukan strategi bersama agar petani tidak menangis karena rugi terus. Negara harus hadir di setiap problematika petani.

Keempat, jika Bulog bekerja progresif membeli gabah/ beras petani, maka akan dapat memenuhi kebutuhan CBP sendiri dan pemerintah tidak akan impor beras lagi. Idealnya, berapapun jumlah produksi gabah/ beras petani harus dibeli Bulog, baik melalui kebijakan HPP maupun melalui jalur komersial. Untuk itu pemerintah harus serius dan sungguh-sungguh memberdayakan dan memberikan fasilitas lex spesialist kepada Bulog yang tidak melanggar undang-undang.

Semua itu dilakukan agar petani merasa dilindungi dan diberdayakan oleh pemerintah untuk mendapatkan hak hidupnya agar lebih layak dan sejahtera.

Visi ke depan bangsa Indonesia harus menjadi eksportir beras dunia, sebagaimana kita telah menjadi negara eksportir untuk komoditas kakao, CPO, dan lainnya.



Oleh Viva Yoga Mauladi*
– Wakil Ketua Komisi IV DPR RI
– Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI
– Ketua Bapilu DPP PAN

http://moneter.co.id/opini-bulog-harus-menyelamatkan-petani/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar