Senin, 03 November 2014

42 Produk Organik Dapat Sertifikat

Senin, 3 Oktober 2014

SEMARANG, KOMPAS — Sebanyak 42 produk pertanian di Jawa Tengah telah tersertifikasi organik dengan dua di antaranya merupakan sertifikat internasional. Sertifikasi selain menjamin mutu produk juga meningkatkan daya tawar petani dalam memasarkan produk. Namun, dibutuhkan lembaga khusus untuk mengawasi produk organik guna melindungi konsumen.
Kepala Bidang Standar Mutu Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Hortikultura Jateng Purwanto, Minggu (2/11), mengatakan, sertifikasi organik menjamin produk yang dijual benar-benar dihasilkan dari proses organik dan terbebas bahan-bahan kimia berbahaya.

Dari 42 produk tersertifikasi itu, 40 pertanian organik di antaranya tingkat nasional dan dua lainnya level internasional, yakni beras organik dari Boyolali yang diekspor ke Belgia dan Inggris, serta sayuran organik dari lereng Merbabu diekspor ke Singapura dan beberapa negara lain.

Purwanto juga mengingatkan, saat ini di pasaran banyak beredar produk diberi label organik, padahal sesungguhnya bukan. Biasanya label Organik Indonesia yang dipasang palsu dan nomor registrasi yang dipalsukan.

”Idealnya ada lembaga khusus yang memantau dan mengawasi produk organik agar konsumen tak dirugikan. Banyak yang berani menjual produk organik, tetapi tidak melalui proses organik. Misalnya hanya pupuknya yang organik, tetapi pakai insektisida atau airnya tercemar bahan kimia,” ujarnya.

Kepala Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Jateng Suryo Banendro mengatakan, pihaknya terus mendorong petani untuk kembali ke pola organik. Beberapa wilayah didorong membuat pertanian yang terintegrasi, dengan pembuatan pupuk dan benih secara mandiri, juga mengolah limbah dan memanfaatkannya kembali.

Hal ini sudah dilakukan di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Petani setempat memproduksi benih, pupuk, dan pembasmi hama secara mandiri. Limbah pertanian diolah kembali menjadi pupuk dan biogas yang disalurkan ke rumah-rumah untuk memasak.

Bahkan, katul, atau kulit padi, diolah jadi tepung. Nurul Fitriyah, warga setempat, mengungkapkan, permintaan tepung katul cukup tinggi, baik untuk katul beras putih, beras merah, maupun beras hitam. Harganya pun Rp 250.000 per kg. Permintaan terbanyak dari Jakarta. (UTI)

http://epaper1.kompas.com/kompas/books/141103kompas/#/22/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar