Rabu, 11 Mei 2016

Bulog Jadi Simpul Kepentingan

Rabu, 11 Mei 2016

Persediaan Beras untuk Puasa dan Lebaran Dijamin Aman

JAKARTA, KOMPAS — Perum Bulog merupakan simpul kepentingan konsumen dan produsen yang tak ingin dirugikan dalam mata rantai produksi dan distribusi bahan pangan, terutama beras. Pemerintah, melalui Bulog, berupaya menyeimbangkan kepentingan semua pihak terkait bahan pangan itu.

”Oleh karena itu, pemerintah harus tepat mengambil langkah menjaga keseimbangan harga pangan. Satu hal baik untuk konsumen, tetapi di lain hal juga menarik bagi produsen. Ini tidak mudah. Apalagi jika konsumen yang harus diperhatikan dari kelompok masyarakat tidak mampu,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan kuliah umum pada HUT Ke-49 Perum Bulog, di Jakarta, Selasa (10/5).

Agar tidak terjadi gejolak, pemerintah perlu menetapkan harga batas bawah dan atas untuk komoditas beras. Kebijakan yang salah terkait bahan pangan, terutama beras, kata Jusuf Kalla, bisa berdampak serius. Masyarakat akan kesulitan. Adapun bagi pemerintah, kebijakan soal pangan yang tidak tepat dapat memunculkan gejolak politik.

Mengambil kebijakan yang tepat terkait dengan bahan pangan, khususnya beras, bukan hal yang mudah. Langkah ini mengandung kompleksitas persoalan karena harus dapat menjaga stabilitas ketersediaan dan harga pangan. Bulog mengemban tugas itu, dengan instrumen fasilitas dan modal yang dimiliki.

Jusuf Kalla menyebutkan, pihak yang bertugas di Bulog seperti duduk di kursi panas sebab banyak pejabat di lembaga ini yang tersangkut masalah hukum. Namun, Jusuf Kalla berharap Bulog tidak lagi menjadi lembaga yang dipakai sebagai sapi perah penggunaan dana operasional.

Tantangan Bulog saat ini, selain menyerap produksi beras petani sebanyak mungkin, juga mendistribusikan ke konsumen dengan efisien. Selama ini, Bulog rata-rata menyerap 7-8 persen dari produksi beras petani. Artinya, sekitar 92-93 persen beras lain ada di tangan pedagang beras. Konsumen umumnya mengonsumsi beras dari pedagang, bukan dari Bulog. Pedagang berperan penting dalam rantai distribusi beras ke konsumen.

Menjamin

Perum Bulog menjamin persediaan beras untuk memenuhi kebutuhan puasa dan Lebaran aman. Bulog berupaya menstabilkan harga pangan melalui penyediaan pasar-pasar alternatif.

Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, stok Bulog saat ini sebanyak 2 juta ton. Separuh dari stok itu berupa beras dan separuhnya berupa gabah kering panen. ”Saat ini kami masih menyerap gabah dan beras. Kami berharap stok bisa sebanyak 2,5 juta ton,” ujarnya.

Menurut Djarot, kebutuhan beras selama puasa tidak terlalu besar karena selama puasa masyarakat mengurangi konsumsi beras. Yang perlu dilakukan adalah menjaga harga pangan agar tetap wajar. Bulog menyediakan pasar alternatif dan menjalin sinergi dengan sejumlah pihak.

”Kami meluncurkan Rumah Pangan Kita serta bekerja sama dengan PT Berdikari menyediakan daging sapi dan PT Bhanda Ghara Reksa menyediakan bawang merah,” ujarnya.

RPK Mendekatkan Bahan Pangan ke Masyarakat secara Langsung

Harapan dan kekhawatiran terkait persoalan pangan masih muncul.Sebagian kalangan yakin dengan masa depan karena kemampuan teknologi membantu manusia mengembangkan sektor pertanian. Namun, sebagian pihak pesimistiskarena iklim global yang terus berubah.

”Tidak ada orang yang bisa menjamin tahun depan tidak ada El Nino atau perubahan iklim panas luar biasa,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla saat memberikan kuliah umum pada perayaan ulang tahun ke-49 Perum Bulog di Jakarta, Selasa (10/5).

Terkait bahan pangan, komoditas beras dinilai sebagai komoditas yang paling sensitif terhadap harga. Sebab, kenaikan dan penurunan harga berimplikasi langsung terhadap petani dan konsumen, terutama dari masyarakat berpenghasilan rendah.

Kondisi ini berbeda dengan fluktuasi harga komoditas bahan pangan lain, seperti sawit, jagung, cokelat, dan kopi. Banyak orang yang justru senang jika harga komoditas itu naik.

Mengenai konsumsi bahan pangan, kata Kalla, ada kenyataan yang patut diperhatikan. Sejauh ini Indonesia mengimpor 70 juta ton gandum per tahun, yang sebagian diolah menjadi mi instan dan roti. Meskipun nyaris tidak terdengar ada protes,kenyataan ini menyimpan kekhawatiran.

Jika gandum menggantikan bahan makanan utama warga Indonesia, hal itu secara ekonomi tidak menguntungkan. Sebab, gandum sulit dikembangkan dalam jumlah besar di wilayah Indonesia. Angka impor gandum itu, kata Kalla, cukup mengkhawatirkan.

Di acara yang sama, Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti menyebutkan, saat ini harga daging sapi dan bawang merah masih tinggi. Harga daging sapi masih di atas Rp 100.000 per kilogram (kg), sedangkan harga bawang merah Rp 45.000 per kg. Harga bawang merah diharapkan turun menjadi Rp 25.000 per kg.

Direktur Komersial Perum Bulog Fadzri Sentosa mengemukakan, Rumah Pangan Kita (RPK) merupakan outlet pangan kecil yang dikelola perorangan dan komunitas. RPK bertujuan mendekatkan bahan pangan kepada masyarakat secara langsungsehingga bisa memotong jalur distribusi pangan yang panjang.

”Kami telah memiliki 349 RPK yang tersebar di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Ke depan akan dikembangkan lebih lanjut di daerah-daerah yang harga pangannya kerap bergejolak,” ujarnya.

(NDY/HEN)

http://print.kompas.com/baca/2016/05/11/Bulog-Jadi-Simpul-Kepentingan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar