Rabu, 18 Desember 2013
BANJARMASINPOST.CO.ID - PARA petani yang bernaung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Provinsi Lampung akhir-akhir ini resah. Pupuk yang mereka peroleh mengalami penyusutan antara 5 kg-13 kg. Pupuk yang seharusnya disalurkan kepada petani 50 kg per karung, berkurang drastis. Inilah yang dialami petani di Lampung Selatan, Mesuji maupun Lampung Tengah.
Penelusuran kami di lapangan, tingkat penyusutan pupuk bersubsidi bisa 5 kg per karung. Jika dihitung-hitung angka penyusutan terjadi pada setiap pupuk bersubsidi dalam lima jenis, kerugian yang ditanggung negara untuk kuota penyaluran di Bumi Ruwa Jurai selama tahun 2013 mencapai Rp 91,42 miliar.
Angka ini berasal dari kuota urea 24.809 ton (Rp 44 miliar), ZA 2.400 ton (Rp 3,36 miliar), SP 36 4.584 ton (Rp 9,17 miliar), NPK 14. 100 ton (Rp 32,43 miliar), dan petro organik 4.600 ton (Rp 1,8 miliar). Anggota Dewan Perwakilan Daerah asal Lampung Anang Prihantoro punya catatan tersendiri. Kasus penyusutan berat pupuk sudah terjadi lima tahun terakhir.
Rata rata penyusutan mencapai 5 hingga 7 kg per karung. Anang memaparkan, kalau ditotal se Lampung, uang negara yang hilang di pupuk subsidi bisa miliaran. Ini terjadi setiap tahun.
Fakta yang kami temukan di lapangan selaras dengan pernyataan Anang. Di Lampung Tengah, petani mendapati kekurangan bobot kemasan pupuk urea subsidi mencapai 1 6 kg per karung.
Di Mesuji para petani bahkan pernah mendapati berat pupuk subsidi jenis urea berkurang sampai 20 kg per karung. Kelompok tani di Kota Ratu di Desa Kota Dalam, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, juga menemukan penyusutan antara 3-13 kg per kemasan. Lantas siapa yang patut disalahkan dalam kasus berkurangnya bobot karung pupuk?
Kepala Subbagian Pertambangan, Energi, dan Kelistrikan Biro Perekonomian Lampung Tubagus M Rifki mengatakan, penyaluran pupuk di Lampung diawasi Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KPPP). KPPP berada di tingkat provinsi dan kabupaten. Anggotanya berasal dari berbagai unsur, baik satuan kerja perangkat daerah, kepolisian, maupun kejaksaan. Komisi khusus selama ini belum pernah menerima laporan pengurangan bobot pupuk per karung.
Tugas dari KPPP baru akan menelusuri apabila telah menerima laporan tertulis dari petani yang dirugikan. Laporan wajib disertai bukti. KPPP selalu melaksanakan pengawasan rutin setiap bulan maupun saat ada kasus kasus tertentu yang mencuat ke permukaan. Intinya, sepanjang pemantauan KPPP penyaluran pupuk bersubsidi di Lampung sudah sesuai ketentuan.
Kalaupun terjadi kekurangan seperti keterlambatan penyaluran masih dalam batas wajar. Apalagi subsidi pupuk diberikan tidak dalam bentuk uang tunai kepada petani, tapi langsung kepada produsen pembuat pupuk.
Distribusi pupuk ada empat lini. Pertama suplai barang di pabrik produsen. Tanggung jawabnya pihak produsen. Kedua, pupuk disalurkan ke gudang di tingkat provinsi dan produsen tetap menjadi penanggung jawab.
Ketiga, keberadaan pupuk masih menjadi tanggung jawab produsen ketika sampai di gudang kabupaten. Keempat, tanggung jawab distributor menyalurkan pupuk ke agen hingga kios. Pupuk bersubsidi pemerintah ini hanya bisa dibeli di kios-kios yang sudah ditunjuk. Klaim tidak masalah dengan penyaluran pupuk bersubsidi di wilayah Lampung bertolak belakang dengan yang fakta kami yang ditelusuri di lapangan.
Seperti diungkapkan Anang Prihantoro, kasus pupuk bersubsidi yang juga meliputi pengoplosan, pengurangan timbangan, hingga pemalsuan ini, merupakan ulah mafia pupuk. Kebocoran dimungkinkan terjadi pada semua tingkat distribusi, pabrik, distributor, agen hingga kelompok tani.
Semua level dalam proses distribusi bisa bermain. Tapi yang menjadi korban selalu petani. Masalah pupuk subsidi ini menjadi lahan empuk mafia untuk mengeruk keuntungan karena jumlah dan nilainya sangat besar.
Penanganan masalah pupuk bersubsidi seharusnya dilakukan melalui cara-cara luar biasa. Apalagi, ini menyangkut keuangan negara. (*)
http://banjarmasin.tribunnews.com/2013/12/18/berat-pupuk-subsidi-berkurang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar