RMOL. Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, pada pada 3-6 Desember meninggalkan masalah.
Pasalnya, WTO dianggap hanya menguntungkan negara-negara maju dan sangat merugikan negara berkembang terutama terkait dengan subsidi terhadap petani.
Menurut Ketua DPP PKB, Marwan Jafar, Indonesia yang sebagian besar rakyatnya petani harus memberikan perlindungan terhadap petani dari liberalisasi perdagangan, pertumbuhan tanpa batas dan eksploitasi liar Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang di gagas di WTO.
"Kebebasan impor tanpa batas dan memotong subsidi untuk petani lokal adalah bentuk neokolonialisme-imperialisme terhadap negara berkembang, maka harus ditolak karena sudah terbukti menyengsarakan petani," kata Marwan, kepada wartawan, Sabtu (7/12).
Marwan mengatakan, pemerintah harus memberikan perlindungan dan subsidi sebesar-besarnya terhadap produksi pangan nasional untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan serta melindungi dan memberdayakan petani sesuai amanat Undang-Undang 18/2012 tentang Pangan.
"Pemerintah harus mewujudkan kemandirian dan kedaulatan petani bukan mengeksploitasi petani karena itu bertentangan dengan amanat Undang-undang No 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani," lanjut Ketua Fraksi PKB itu.
Untuk itu, kata Marwan, Indonesia harus menjadi garda terdepan membela kepentingan negara-negara berkembang dalam melindungi petani dalam forum KTM WTO tersebut, bukan malah mendukung keinginan negara maju yang dapat merugikan negara berkembang.
"(Indonesia harus) Mendukung sikap India yang tetap ingin meningkatkan subsidi cadangan pangan dari 10 persen menjadi 15 persen dari produksi nasional demi kesejahteraan petani," demikian Marwan. [zul]
http://www.rmol.co/read/2013/12/07/135722/Ketua-DPP-PKB:-Pemerintah-Harus-Lindungi-Petani-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar