Lahan Berkurang di Beberapa Daerah
NUSA DUA, KOMPAS — Menteri Pertanian Suswono menyambut positif berkurangnya jumlah petani di Indonesia sebanyak 5,1 juta rumah tangga petani dalam kurun 2003-2013. Meski begitu, tidak tertutup kemungkinan berkurangnya petani sebagai akibat lahan berkurang.
”Bisa saja karena lahan mereka sempit sehingga tidak memenuhi skala ekonomi lalu lahannya dijual dan mereka beralih pekerjaan lain,” kata Suswono, Selasa (3/12), di Nusa Dua, Bali.
Berkurangnya populasi petani di Indonesia juga bisa sebagai indikasi semakin sempitnya lahan pertanian di Indonesia. Jika lahan skala usaha tani luas dan pertanian menguntungkan, mereka tetap akan menjadi petani.
Jika situasi itu yang terjadi, perlu perluasan lahan pertanian agar skala usaha tani meningkat dan mereka tetap mau menjadi petani. Meski begitu, Mentan mengatakan, idealnya populasi petani di negara yang maju perekonomiannya semakin kecil, tetapi dengan skala yang besar.
Selain karena faktor hilangnya lahan pertanian, berkurangnya jumlah petani juga karena bangkitnya sektor industri dan jasa di Indonesia sehingga petani beralih profesi menjadi pekerja. Hal itu tentu yang diharapkan dengan kesejahteraan yang semakin baik.
Mentan mengatakan, saat ini tingkat kesejahteraan petani terus meningkat meski harus diakui bias perkebunan. Nilai tukar petani (NTP) pangan terus naik. Saat ini mencapai 105, tetapi NTP petani perkebunan 140. Rata-rata petani perkebunan mengelola lahan 2 hektar per rumah tangga petani, sedangkan petani pangan kurang dari 0,5 hektar.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Pertanian 2013 mencatat, jumlah rumah tangga petani pada 2013 sebanyak 26,14 juta, berkurang 16,32 persen atau 5,1 juta dibandingkan dengan 2013.
Sementara itu, dalam 10 tahun terakhir, Provinsi Jawa Tengah kehilangan 1,32 juta rumah tangga petani gurem. Mereka memilih beralih pekerjaan ke non-pertanian. Lahan pertaniannya, seperti sawah, disewakan kepada petani lain.
Demikian hasil Sensus Pertanian 2013 yang dilakukan BPS Jawa Tengah. Hasil sensus menyebutkan, jumlah seluruh rumah tangga usaha pertanian di Jawa Tengah pada 2013 mencapai 4,29 juta rumah tangga. Jumlah tersebut turun tajam 1,48 juta rumah tangga dari 5,77 juta pada 2003. Rata-rata penurunan per tahun mencapai 2,56
persen.
Menurut Kepala Divisi Produksi BPS Jateng Totok Tavirijanto, berkurangnya jumlah rumah tangga petani gurem dipicu kurang produktifnya usaha lahan kecil. ”Petani gurem cenderung menyewakan lahannya kepada petani lain, sementara mereka beralih ke sektor yang lebih menjanjikan, seperti industri ataupun sektor informal,” ujar Totok.
Sebagai contoh, rumah tangga petani gurem di wilayah eks keresidenan Surakarta, Jawa tengah, menurun. Petani yang menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar menjual lahan pertanian mereka dan beralih pekerjaan.
Di Kabupaten Sukoharjo, berdasarkan Sensus Pertanian 2013 BPS Sukoharjo, rumah tangga petani gurem pada 2013 sebanyak 54.630. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan 2003 sebanyak 104.831 rumah tangga atau turun 47,89 persen.
”Mereka menjual lahan pertanian yang dimilikinya kepada orang lain,” kata Sad Sasmokohadi Kepala Seksi Statistik Produksi BPS Kabupaten Sukoharjo di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Hasil Sensus Pertanian BPS menunjukkan, jumlah rumah tangga usaha di pertanian selama sepuluh terakhir di Provinsi Jawa Barat menurun 29,61 persen atau dari 4,3 juta menjadi 3,058 juta Kondisi tersebut disebabkan menyusutnya lahan pertanian dan banyak pelaku usaha beralih pekerjaan. (MAS/AHA/RWN/BAY/FLO/VDL/ADH)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/131204kompas/#/19/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar