6 Desember 2013
Jakarta, NU Online
Menjelang penutupan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di Bali yang mengagendakan 10 butir yang harus disepakati, tampaknya akan mengalami kebuntuan ketika berbicara tentang cadangan pangan atau tepatnya besaran subsidi dan masa keberlakuan yang disepakati.
Dalam kasus ini, hebat sekali sikap pembelaan India dalam pembelaan kepentingan rakyat miskinnya sekaligus mengatasnamakan negara berkembang.
Dalam kesempatan itu, draft awal yang ditawarkan oleh negara-negara maju adalah angka 10 persen dengan acuan harga 2008.
Pada sisi lain, India menancapkan sikapnya dengan nilai subsidi 15 persen dan masa berlaku tidak terbatas. Sikap India ini ditegaskan oleh Anand Sharma di KTM-9 tersebut dengan menegaskan bahwa cadangan pangan tidak bisa dinegosiasikan karena menyangkut kepentingan negara dalam memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Tawaran kompromi Amerika Serikat yang menawarkan dengan angka 15 persen dan masa berlaku empat tahun, ditolak mentah-mentah oleh India yang berprinsip bahwa urusan itu tidak untuk dinegosiasikan. Keteguhan ini menunjukkan betapa konsisten dan kuatnya pemihakan Pemimpin India terhadap rakyatnya. Ini mengingatkan sikap Kamal Nath yg membuat Doha Round ini jalan buntu beberapa tahun lalu karena pernyataannya: “I'm not risking for the livelihood of millions of farmers,” saya tidak mau ambil resiko dengan kesejahteraan jutaan petani.
Sebagai ormas keagamaan yang paling besar anggota petaninya di Indonesia, PBNU sungguh menghargai sikap pembelaan India yang sangat gigih.
“Itulah harus seorang pemimpin dalam menjamin kemaslahatan jama'ahnya,” kata ketua PBNU Prof Dr Maksum Mahfudh kepada NU Online, Jum’at.
PBNU sungguh menyayangkan sikap utusan tuan rumah, Pemerintah RI yang dalam hal ini dipimpin oleh Menteri Perdagangan, yang justru melawan sikap India karena harus melakukan negosiasi, melunakkan sikap India yang gigih melakukan perlindungan petani dan kedaulatan pangan bangsanya.
Sikap RI ini sungguh pantas dipertanyakan nasionalismenya karena jelas sekali kontra produktif terhadap amanat kedaulatan UU 18/2012 tentang Pangan, dan amanat perlindungan petani UU 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
“Dengan kasus KTM ke-9 ini, bisakah kita menyebut Pemerintah RI ini ternyata anti kedaulatan pangan dan anti perlindungan petani? Na'udzu billah.”(mukafi niam)
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,44-id,48620-lang,id-t,PBNU+Puji+Sikap+India+Dalam+Bela+Petaninya-.phpx
Tidak ada komentar:
Posting Komentar