Mulai dari pemimpin hingga rakyat jelata harus bebas dari perilaku koruptif. Apalagi, perilaku culas dan rakus ini masih mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara hingga detik ini. Bahkan, berdasarkan data yang dirilis Transparency International, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia tidak berubah dibanding tahun lalu. Berdasarkan hasil survei terhadap 177 negara, Indonesia mendapatkan skor IPK yang sama dengan tahun 2012, yaitu 32.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad, belum lama ini, mengatakan untuk membersihkan budaya korupsi di Indonesia, Indonesia butuh seorang pemimpin yang harus memberikan suri teladan bagaimana hidup bersih dengan tidak korupsi.
Menurut dia, maraknya korupsi disebabkan banyak pejabat yang kehilangan sensitivitas. Bahkan, pejabat yang semestinya menjadi pendekar hukum malah ikut-ikutan korupsi. Kita mungkin bisa menyebut contoh yang menimpa pemimpin Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.
Untuk itu, ke depan, sudah semestinya rakyat memilih pemimpin yang bersih, baik di pemerintahan maupun politik. Selain itu, dia harus berintegritas dan kompeten. Sebab, di tangan merekalah kebijakan yang menyangkut orang banyak dibuat. Apa jadinya jika kebijakan itu hanya menguntungkan segelintir golongan, kelompok, atau bahkan dirinya sendiri? Itu sebabnya kejujuran, integritas, maupun kompetensi menjadi syarat mutlak dari seorang pemimpin. Sayangnya, masyarakat selama ini kurang begitu peduli dengan figur seorang pemimpin. Lihat saja, tidak sedikit kepala daerah yang terjerat kasus korupsi masih bisa mencalonkan sebagai kepala daerah, bahkan terpilih kembali.
Harus diakui, selama ini, peran partai politik selaku mesin demokrasi dalam mencetak atau melahirkan pemimpin masih dominan. Namun, sayangnya, itu belum disertai kualitas pemimpin yang dihasilkan. Ini tentu menjadi tugas parpol untuk memperbaikinya. Selama ini, parpol terkesan terlampau sibuk mengurus diri sendiri dan lupa akan misi kebangsaan. Padahal, tujuan berbangsa dan bernegara adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai yang diamanatkan konstitusi.
Akibat rendahnya kualitas pemimpin, publik lantas memiliki pandangan negatif terhadap bangsa ini. Oleh karena itu, kita butuh pemimpin panutan untuk menjernihkan pola pikir sekaligus memberikan optimisme bagi rakyat. Hanya pemimpin yang jujur, bersih, dan berintegritaslah yang dapat memulihkan kepercayaan bangsa ini. Mengapa demikian? Sebab pemimpin adalah panutan. Dia bisa menjadi contoh bagi bawahannya. Jika seorang pemimpin bersih, bawahannya tentu juga akan sungkan dan takut melakukan korupsi.
Sulit memang melahirkan pemimpin yang demikian. Namun, bukan berarti tidak ada. Hanya saja, mereka mungkin belum diberi kesempatan untuk tampil. Tidak ada salahnya bangsa ini menjaring pemimpin dari berbagai kalangan, tak melulu harus dari partai politik. Kalaupun dari parpol, dia harus sudah teruji memiliki integritas, kompetensi, dan yang terpenting bersih dan jujur. Sulit memang mengesampingkan kepentingan pribadi demi kepentingan orang banyak. Kebanyakan dari pemimpin malah tidak memunyai sikap-sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin. Padahal, lebih maju dan berkembangnya suatu bangsa dilihat dari kemampuan para pemimpinnya.
Jika suatu bangsa ingin maju, para pemimpinnya harus bersikap bijaksana, tegas, dan jujur. Dia harus tak toleran terhadap korupsi. Koruptor tetaplah koruptor. Mereka harus mendapat hukuman, seperti halnya para pelaku kriminal lainnya. Tak ada pengecualian dia pengusaha raksasa, tokoh politik, atau siapa pun. Semua mesti diperlakukan sama di mata hukum. Nah, di tangan pemimpin yang tegas dan bersih inilah pedang keadilan bisa ditegakkan.
http://koran-jakarta.com/?1084-pemimpin%20bersih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar