7 Desember 2013
INDIA dan kita punya banyak kemiripan. India dan kita ibarat dua sahabat kental. Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, India menyusul merdeka pada 15 Agustus 1947. India berdiri di barisan negara-negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia.
Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Jawaharlal Nehru sama-sama menggagas Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955, cikal bakal Gerakan Non-Blok, suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara yang tidak beraliansi dengan blok kekuatan besar mana pun.
Menolak beraliansi bisa berarti emoh tunduk kepada negera-negara besar. Itu artinya India dan Indonesia serta negara-negara Gerakan Non-Blok lainnya yang umumnya negara-negara berkembang menolak takluk kepada negara-negara maju.
Bapak pergerakan nasional India Mahatma Gandhi memperkenalkan istilah swadesi. Bapak pergerakan Indonesia, Soekarno, memperkenalkan jargon ber dikari, berdiri di atas kaki sendiri. Swadesi dan berdikari sesungguhnya punya makna sebangun, yakni mandiri, tidak bergantung pada negara lain.
Namun, berpuluh-puluh tahun kemudian, di Konferensi Tingkat Menteri Ke-9 World Trade Organization di Bali, 3-6 Desember 2013, kita dan India, dua sahabat kental itu, menempuh jalan berbeda.
India mengusulkan penaikan subsidi pertanian dari 10% menjadi 15%. India menolak bernegosiasi dengan negara-negara maju yang menginginkan kenaikan menjadi 15% itu hanya berlangsung empat tahun. Itu artinya India menolak takluk kepada negara-negara maju demi mewujudkan swadesi pertanian, kedaulatan pertanian.
Negara kita justru cenderung setuju dengan proposal negara-negara maju kendati kedaulatan pangan menjadi taruhan.
Itu disebabkan kita menyimpan spirit berdikari dalam laci sejarah. India melakukan apa yang seharusnya dilakukan negara yang memberi kesejahteraan sepenuh-penuhnya buat petani dan rakyat. Bagi negara berkembang, subsidi pertanian membuat murah pula harga produk pertanian sehingga bisa bersaing di pasar global.
Padahal, negara-negara maju selama ini memberi subsidi pertanian sangat besar. Amerika Serikat menganggarkan Rp1.100 triliun per tahun untuk subsidi pertanian. Uni Eropa menyiapkan Rp1.300 triliun per tahun. Bandingkan dengan India yang subsidi pertaniannya hanya Rp212 triliun per tahun atau Indonesia yang cuma Rp143 triliun per tahun.
Itu artinya negara-negara maju mau mendominasi dan berlaku tidak adil dalam persaingan produk pertanian di pasar global. India melawan itu dan didukung 20 negara.
Kita sepertinya tidak termasuk di antara negara-negara pendukung India. Kita cenderung memaksakan tercapainya kesepakatan pada KTM WTO. Patut dipertanyakan di manakah solidaritas negeri ini kepada India dan negara-negara berkembang, sebagaimana India dan sejumlah negara baru merdeka ketika itu menunjukkan solidaritas kepada Indonesia dengan mengakui kemerdekaan kita.
Lebih dari itu, kita mempertanyakan keseriusan negara kita menjaga kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani serta rakyat. Gandhi, Soekarno, dan Nehru pasti bersedih andai menyaksikan kenyataan ini. Kita menyeru para
petinggi negara ini membaca ulang semangat berdikari, kemerdekaan, Konferensi Asia-Afrika, dan Gerakan Non-Blok demi menjaga kedaulatan bangsa
http://www.metrotvnews.com/videoprogram/detail/2013/12/07/20819/121/India-dan-Kita/Editorial%20Media%20Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar