Senin, 30 Desember 2013
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan permohonan dan izin impor komoditas hortikultura, seperti buah dan sayur, terjadi karena kegagalan komoditas dalam negeri memasok kebutuhan pasar. Hal ini akibat buruknya sistem pasar yang tidak mampu memberikan insentif bagi produsen atau petani.
Menurut pengamat agribisnis yang juga mantan Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Prof Kaman Nainggolan, Minggu (29/12), di Jakarta, ketidaksempurnaan pasar ini terjadi di hampir semua negara berkembang. Ada yang menyebut sebagai kegagalan pasar. ”Tapi, di negara tetangga, seperti Malaysia, masalah itu sudah selesai. Di Indonesia belum ada solusi,” katanya.
Membangun infrastruktur pasar ini merupakan tugas Kementerian Perdagangan. Mereka yang harus berada di garda terdepan, mengoordinasi semua pihak, termasuk pemerintah daerah.
Infrastruktur pasar yang baik dan pengelolaan yang profesional akan memberikan insentif bagi petani untuk berproduksi. Karakter permintaan ataupun produksi komoditas pertanian, termasuk hortikultura, kurang elastis.
Ketika terjadi sedikit kelebihan atau kekurangan pasokan, harga akan melambung atau jatuh. ”Harga tidak bisa pas, padahal yang diperlukan produsen/ petani kepastian untung dalam berproduksi,” ungkapnya.
Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengatakan, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia besar sehingga volume izin impor 600.000 ton pada semester I-2014 tergolong kecil dibandingkan yang bisa disediakan dari produksi dalam negeri.
Bayu optimistis tidak semua izin impor yang diberikan bisa direalisasikan. Biasanya lebih rendah. Di sisi lain, konsumsi buah dan sayur masyarakat Indonesia juga masih rendah.
Sekretaris Jenderal Dewan Hortikultura Nasional Karen Tambayong mengatakan, waktunya pemangku kepentingan memperhatikan hortikultura. Pemerintah harus tahu pasokan produk karena memang ada yang bergantung pada impor. (MAS)
http://epaper.kompas.com/kompas/books/131230kompas/#/15/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar