Demo menolak konferensi WTO Bali. (Ist)
Sumber: http://indonesia.kini.co/2013/12/05/17/22/34/9393/rumusan-wto-bali-jadikan-indonesia-negara-yang-diperbudak-barat.html Follow Twitter @kinidotco dan FB kinidotco |
Medan, kini.co – World Trade Organisation (WTO) menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke 9 pada tanggal 3-6 Desember 2013 di Bali, pertemuan ini akan semakin mengukuhkan Indonesia sebagai negara yang mau diperbudak oleh negara maju. “Petani kita akan terjebak dengan sistem negara yang abai terhadap potensi pertaniannya. Karena semua hal yang terkait dengan pertanian menjadi peluang ekonomi yang diatur oleh WTO untuk dapat diperebutkan oleh negara-negara maju,” ucap koordinator Indonesian People’s Alliance (IPA) Sumatera Utara, Ranto Sibarani dari Denpasar, Bali, melalui rilis yang diterima kini.co di Medan, Kamis (5/12/2013) Dengan kata lain, lanjut Ranto, kelemahan pertanian suatu negara berkembang atau negara miskin bisa menjadi komoditas ekonomi negara maju untuk memenuhinya dengan dalih perdagangan bebas. “Ketahanan pangan kita akan ketergantungan terhadap import dari negara lain, karena negara tidak lagi fokus untuk memberdayakan petaninya, namun menjadi fokus untuk mengadopsi dan melakukan lobby terhadap aturan-aturan perdagangan yang dibuat oleh WTO. Indonesia akan menjadi negara yang sibuk dengan aturan-aturan, tapi abai untuk memberdayakan petaninya,” tukasnya. Seperti diketahui, pertemuan WTO di Bali diikuti oleh 159 negara yang akan merumuskan draf paket Bali atau Bali Package. Paket Bali yang dibahas ini di antaranya adalah peraturan mengenai asal barang (rules of origin), pembebasan kuota dan bea masuk (duty free and quota free), pembebasan ekspor untuk negara-negara penghasil kapas, dan mekanisme monitoring. Sementara dalam hal pertanian, di antaranya tentang transparansi tarif dan kuota, persaingan ekspor dan subsidi pertanian, penambahan cadangan pangan suatu negara dari 10 menjadi 15 % dari kebutuhan pangan rakyatnya. Negara maju juga meminta kemudahan dalam hal fasilitasi perdagangan yang intinya adalah ekspor impor dari negara maju menjadi dipermudah. Negara-negara berkembang mendesak negara maju untuk mengurangi subsidi pada sektor pertaniannya, dengan argumen agar petani di negara berkembang dapat bersaing dengan petani di negara maju. “Hal tersebut merupakan suatu hal yang naif dalam kerangka perbaikan daya saing negara berkembang. Hal inilah sebenarnya yang terjadi saat pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM), hal tersebut bukanlah karena persoalan anggaran negara saja, namun merupakan permintaan negara maju agar terjadi penyesuaian terhadap pasar Internasional,” urainya. Menurut Ranto, mendesak negara maju untuk mengurangi subsidi pertaniannya adalah hal yang bodoh. Padahal seharusnya pemerintah kita memberikan subsidi dan peningkatan kapasitas yang terukur kepada petaninya untuk meningkatkan daya saingnya. Sebagaimana kita ketahui, subsidi Amerika dan Uni Eropa terhadap sektor pertaniannya diatas US$ 100 miliar pada tahun 2010. Dengan kenyataan tersebut, lanjutnya, IPA Sumatera Utara yang turut mengirimkan delegasinya ke Bali untuk melakukan aksi-aksi penolakan terhadap WTO dan agendanya bersama-sama dengan seribu orang yang tergabung dalam Indonesian People Alliance menyimpulkan bahwa WTO hanya akan menjadikan rakyat Indonesia menjadi konsumen atau pasar terhadap hasil pertanian dan industri negara maju dan mengancam ketahanan pangan nasional Indonesia. “Dengan tunduk terhadap kebijakan WTO, negara tidak akan pernah berhasil membuat petaninya sanggup memenuhi kebutuhan pangan negaranya sendiri, karena adanya peluang bagi negara untuk mengimport pangan dari negara lain jika terjadi krisis pangan, import pangan ini tentulah menambah pundi-pundi pejabat pemerintah yang cenderung berwatak korup,” katanya. (zul)
http://indonesia.kini.co/2013/12/05/17/22/34/9393/rumusan-wto-bali-jadikan-indonesia-negara-yang-diperbudak-barat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar