Selasa, 17 November 2015

Impor Beras, Pukul Produksi Petani!

Senin, 16 November 2015

Jakarta – Pemerintah telah memastikan untuk melakukan impor beras dari Vietnam pada akhir tahun 2015, kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat menimbulkan kerugian bagi petani. Sementara pihak Bulog beralasan bahwa beras impor dari Vietnam digunakan hanya untuk menghadapi kondisi El Nino seperti yang terjadi saat ini.

NERACA

“Pemerintah harus berhati-hati dalam memutuskan untuk melakukan kebijakan impor beras, mengingat banyak pengaruh yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut. Pemerintah hendaknya berpihak kepada kepentingan ekonomi nasional, terutama para petani yang sekarang sedang menikmati harga yang relatif stabil, sehingga daya beli petani bisa terus membaik,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD)-RI Farouk Muhammad di Jakarta, akhir pekan lalu (14/11).

Pemerintah beralasan, kebijakan impor tahun 2015, hanya sebagai cadangan Badan Urusan Logistik (Bulog), diantaranya untuk mengantisipasi dampak El-Nino dan bencana asap yang menimpa beberapa sentra produksi pangan di Sumatra dan Kalimantan yang diprediksi mempengaruhi hasil panen petani.

Farouk menjelaskan, keresahan petani terhadap kebijakan impor beras sangat beralasan, dengan tingkat produksi beras hingga akhir tahun 2015 akan mencapai 75.5 juta ton, pasokan beras ke Pasar Induk Cipinang seabagai barometer pasokan beras di seluruh pasar di Indonesia juga masih relatif lancar, bahkan pada bulan oktober pasokan mencapai 80 ribu ton. Jadi, secara produksi dan pasokan hingga akhir tahun 2015, masih relatif aman.

“Pemerintah menjamin beras impor tidak masuk pasar, tetapi tentu saja kebijakan ini akan menjadi tekanan psikologis tersendiri bagi petani dan pedagang. Sudah bisa dipastikan bahwa pembelian gabah petani oleh Bulog akan menurun, yang pada akhirnya berujung pada kerugian bagi petani,” tegas Farouk dalam keterangan tertulisnya yang diterima Neraca.

Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu mengingatkan, pemerintah harus segera memperbaiki sistem pengadaan beras nasional dengan mengubah aturan-aturan yang membelenggu seperti harga pokok petani (HPP) yang hanya satu harga, mengingat pasar beras berjalan mekanistik dan dinamis. Selain itu, kebijakan impor beras harus selalu berpedoman pada UU N0 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Pasal 36 ayat 1 bahwa “Impor pangan hanya dapat dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri”, ujarnya.

Ancaman El Nino

Sebelumnya Dirut Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan, beras impor dari Vietnam digunakan hanya untuk menghadapi kondisi El Nino seperti yang terjadi saat ini.

“Artinya kalau negeri ini punya cadangan yang memadai, menghadapi kondisi yang seperti ini, El Nino dan lain-lain. Saya kira sesuatu yang aman,” ujarnya di kantor Kemenko bidang Perekonomian, Jakarta, belum lama ini.

Menurut Djarot, beras impor Vietnam yang sudah masuk ke Indonesia merupakan tahap awal dari total beras impor sekira satu juta ton. Sehingga, akan ada beras impor yang akan kembali masuk pada tahun depan. “Bertahap. Satu kapal ini isi berapa, yang kecil itu isi paling 4-5 ribu ton. Kalau yang besar paling 20-30 ribu ton. Kan tahapan. Ini tahap awal. Wong tahapannya banyak,” ujarnya.

Djarot menambahkan, beras impor Vietnam yang masuk merupakan jenis beras medium. Namun, untuk kepastian jumlah beras impor yang sudah masuk merupakan wewenang pemerintah. Dia berdalih tidak mengetahui, karena Bulog hanya menunggu pemerintah.

Selain itu, Kementerian Pertanian tak memungkiri adanya impor beras. Namun, Kementan menjamin beras impor tidak akan merugikan para petani. Pasalnya, pemerintah telah membuat regulasi supaya beras impor tidak membuat harga beras di petani jatuh.

“Sudah diatur oleh pemerintah supaya jangan sampai memukul harga di petani lokal, pemerintah memperhatikan itu,” kata Dirjen Tanaman Pangan Kementan Hasil Sembiring, di sela-sela rapat kerja dengan Komisi IV DPR, belum lama ini.

Setelah pemerintah mengakui telah mengimpor beras dari Vietnam, harga beras di dalam negeri memang menurun. Tetapi menurut Hasil, penurunan tersebut hanya terjadi di pedagang, tidak sa‎mpai ke petani.

Namun, upaya pemerintah mengimpor beras secara bertahap dari Vietnam ternyata belum mampu menurunkan harga beras di pasaran. Secara umum pasokan beras di pasaran masih mengalami kelangkaan.

Ketua Umum Persatuan Pedagang Pasar Hasan Basri mengatakan, stok beras di Pasar Induk Cipinang saat ini hanya terdiri dari beras kualitas medium dan premium. Sementara, stok beras kualitas rendah sudah hilang di pasaran sejak dua bulan terakhir.

”Harga beras kelas medium ke atas ini seharusnya Rp8.000/kg tapi karena stok yang ada sekarang di lapangan hanya beras kelas medium ke atas saja, maka harganya naik menjadi Rp9.000/kg,” ujarnya, pekan lalu.

Hasan menjelaskan, karena beras merupakan barang inelastis, maka konsumen yang biasa membeli beras kualitas rendah, seperti warung makan, terpaksa harus membeli beras kualitas medium ke atas.

Namun, mereka mendapatkan beras dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya. Hasan menambahkan, impor yang dilakukan pemerintah masih kurang karena pemerintah terlambat melakukan impor dari Vietnam sehingga tidak mendapatkan pasokan yang dikabarkan hingga mencapai satu juta ton.

Artinya, kelangkaan masih tetap terjadi. ”Kekurangan inilah yang bisa dimanfaatkan oleh para spekulan. Dan, kita berharap jangan sampai pemain beras ini dilepas pemerintah karena 92% beras dikuasai oleh pasar,” ujarnya. Dia meminta agar pemerintah memiliki data pangan yang akurat sehingga peristiwa seperti ini tidak terus menerus terjadi.

Dia pun menilai, pemerintah harus memahami kondisi di lapangan secara riil. Dalam hal ini Indonesia bisa disebut sedang mengalami darurat pangan. ”Dibilang stok pangan kita cukup. Di lapangan yang terjadi justru sebaliknya,” ujarnya. Pihak Perum Bulog sendiri memastikan bahwa beras impor asal Vietnam sudah mulai masuk ke sejumlah pelabuhan di Indonesia.

Secara terpisah, pengamat politik pangan Andi Sinulingga mengatakan, sesuai amanat UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Ketahanan dan Kedaulatan Pangan, perlu komando langsung dari presiden. Dia menilai, masing-masing kementerian selama ini masih bertindak dengan berlandaskan ego sektoral. ”Persoalan ini harus diambil langsung oleh presiden. Tapi karena presiden tugasnya sudah banyak, bisa dialihkan ke Wapres,” ujarnya. bari/mohar/fba

http://www.neraca.co.id/article/61553/impor-beras-pukul-produksi-petani




Tidak ada komentar:

Posting Komentar