Senin, 09 November 2015

Pengusaha Giling Padi Ingatkan Pemerintah Soal Stok Beras di Awal 2016

Senin, 9 November 2015

MedanBisnis - Jakarta. Penyediaan kebutuhan beras untuk periode Januari-Maret 2016 yang bersumber dari produksi dalam negeri perlu dihitung cermat oleh Pemerintah. Harapan untuk tidak impor beras jangan sampai salah langkah dan berakibat kurangnya pasokan beras untuk konsumsi dalam negeri di awal tahun depan.
Sesuai musim di Indonesia, padi akan mengalami siklus turun produksi di tengah musim kemarau, khususnya pada periode Oktober-Maret jelang berakhirnya musim kemarau. Seperti saat ini, hanya tinggal beberapa daerah yang bisa panen.

Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (9/11).

"Produksi kita memang berfkultuasi. Kita harus tahu pola panen yang sebenarnya. Teman - teman saya di Perpadi melihatnya pergerakan suplai dan harga. Posisi sekarang memang bukan panen raya kan. Sejak zaman dulu Oktober-Maret memang produksi selalu di bawa rata-rata kebutuhan," ungkap Sutarto.

Sutarto melihat, bila produksi padi tercapai sesuai Angka Ramalan (ARAM) II BPS yaitu ada kenaikan 5,6% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 maka stok sampai akhir tahun aman.

"Kalau realisasi produksi sesuai, naik 5,6% maka sampai akhir tahun stok beras aman. Stok saat ini ada 1,7 juta ton di Bulog, itu juga aman aman, masih di atas cadangan minimum 1,5 juta ton," ujar Mantan Dirut Bulog tersebut.

Meski demikin, Soetarto mewanti-wanti agar pemerintah menghitung produksi secara cermat. Cadangan beras pemerintah di Bulog perlu diamankan termasuk jika diperlukan untuk penyaluran rastra atau raskin bulan ke-13 dan ke-14.

"Kalau ada rastra ke-13 dan ke-14 dengan cadangan yang nggak naik, ya bisa jadi rentan. Terutama Januari-Maret betul-betul harus dihitung. Gejolak biasanya ada di situ," katanya.

Soetarto mengatakan, stok beras di pengilingan di daerah-daerah masih ada, namun harganya tinggi.

"Saya tanya di Sulsel harga beras sudah sampai Rp 5.300-5.800/kg gabah kering giling (GKG) sehingga tidak lagi bisa dikirim ke Jawa karena harga tinggi. Hukum selama ini seperti itu kalau akhir tahun, posisi harga bergerak naik meski sedikit tapi memang harga harus direm (kenaikan harga)," ucapnya.

Sutarto mengatakan salah satu solusinya yaitu ada di tangan Bulog sebagai badan yang ditugaskan menyerap gabah petani. Ia mengatakan, Bulog harus mampu melakukan diversifikasi kualitas gabah yang diserap.

"Sejak beberapa tahun lalu, Bulog sudah memulai berpikir jangan hanya menyerap satu kualitas tetapi beberapa kualitas. Bulog diharapkan punya stok medium dan premium. Sebab keduanya saling bergandengan, salah satu harganya naik, lainnya ikut naik," tuturnya.

Bulog pada era kepemimpinannya pernah membangun Bulog Mart yang menjadi pusat distribusi dan perdagangan pangan. "Bulog Mart ini direncanakan dilengkapi gudang, cold storage dan penyimpanan untuk menyimpan cabai dan lainnya. Kalau kita punya instrumen tersebut, kita bisa menekan laju harga naik atau turun. Ini tersebar di seluruh Indonesia. Harapan saya ini bisa dilanjutkan," jelasnya.

Secara aset, Soetarto menjelaskan, Bulog sudah punya gudang, lahan untuk membangun cold storage hingga modal untuk membangun pusat-pusat distribusi pangan seperti Bulog Mart.

"Mau tidak mau Bulog harus direvitalisasi, diberi kewenangan lebih. Bulog harus siap membangun pusat-pusat distribusi pangan," imbuhnya. (dtf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar